Anda di halaman 1dari 5

36

BAB IV

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN UMKM

4.1. SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI

Pajak Penghasilan Orang Pribadi dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau
diperoleh subjek pajak dalam suatu tahun pajak.

Subjek Pajak Orang Pribadi dibedakan atas :


1. Subjek Pajak Dalam Negeri yaitu :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam 12 bulan.
b. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
2. Subjek Pajak Luar Negeri yaitu :
a. Orang pribadi yang tidak berternpat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dari dalam jangka waktu 12 bulan,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, dan
b. Orang pribadi yang tidak berternpat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dari dalam jangka waktu 12 bulan,
yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

4.2. OBJEK PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Obyek pajak orang pribadi adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi
objek pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi objek pajak hanya
penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
Termasuk dalam pengertian penghasilan tersebut adalah :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa.
2. Hadiah dari undian atau pckerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4_ Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pernbayaran pajak,
37

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jarninan pengembalian
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan dan perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang.
12, Keuntungan karena selisih mata uang asing,
13. Premi asuransi
Penghasilan waiib pajak orang pribadi tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
a. Penghasilan dari pekerjaan,
b. Penghasilan dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
c. Penghasilan dari penggunaan harta.
d. Penghasilan dari luar negeri
e. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan
ke dalam salah satu dari empat kelompok penghasilan di atas, seperti
keuntungan karena pembebasan utang, keuntungan karena selisih kurs
mata uang asing atau karena Premi asuransi dan hadiah undian.

Tidak Termasuk Objek Pajak


Tidak termasuk penghasilan adalah :
1. a. Bantuan atau sumbangan.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat. Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Imbalan dalarn bentuk natura dan atau kenikmatan.
4. Pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
5. Bea siswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.

4.3. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Sesuai peraturan yang berlaku, struktur dan besarnya PTKP setahun adalah sebagaimana
diatur dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2008, yang jumlahnya disesuaikan dengan
kondisi tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, saat ini berlaku ketentuan
yang diberlakukan per 1 Januari 2016 :
 untuk diri wajib pajak pribadi - Rp 54.000.000,-
 tambahan untuk diri wajib pajak yang kawin - Rp 4.500.000,-
 tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha/ pekerjaan
yang tidak ada hubungannya dengan usaha suami - Rp 54.000.000,-.
38

 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis
keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya
(maksimal 3 orang). - Rp 4.500.000,-
Penerapan PTKP dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun pajak atau awal
bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun sebelumnya sudah
bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun takwin (tanggal 1
Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun
takwim, sebesar PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun
takwim yang bersangkutan.
Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri.
Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinva, juga PTKP
untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Bagi karyawati yang menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat
(serendah-rendahnya Kecamatan) bahwa suaminya tidak memperoleh penghasil, diberikan
tambahan PTKP sebesar status kawin, dan tambahan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.

4.6. MENGHITUNG PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) DAN MENGHITUNG


PAJAK PENGHASILAN DARI USAHA
Untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari kelompok usaha atau pekerjaan
bebas dapat dilakukan dengan dua cara:

1. Menggunakan Pembukuan
2. Menggunakan Norma Penghitungan

Menggunakan Pembukuan :

1. Penghasilan Kena Pajak (PKP) dipakai sebagai dasar penetapan tarif PPh. Untuk
Wajib Pajak Badan besarnya PKP sama dengan penghasilan netto (laba usaha), yaitu
penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan oleh undang-undang.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi besarnya PKP sama dengan penghasilan
bruto dikurangi dengan :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan mernelihara penghasilan
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh barang-barang atau harta yang
berwujud, dan amortisasi atas pengeluaran untuk hak dan atas biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
c. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
daIam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
39

memelihara penghasilan.
d. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
2. Yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah :.

a. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi bea siswa.
b. Imbalan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikrnatan,
kecuali di daerah tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan pakerjaan, yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
c. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
d. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan. Yang dimaksud
dengan harta yang dihibahkan adalah harta hibahan yang diterima oleh keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagarnaan, badan
pendidikan, badan sosial, dan pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri keuangan.
e. Pajak Penghasilan.
f. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi.
g. Gaji kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan yang rnodalnya tidak
terbagi atas saharn.
h. Sanksi administrasi dan pidana di bidang perpajakan.

Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto :


Besar penghasilan neto sama dengan besarnya % norma penghitungan penghasilan neto
dikalikan dengan jumlah peredaran usaha, atau penerimaan bruto pekerjaaan bebas
setahun. Pedoman untuk menentukan peredaran bruto dan pedoman untuk menentukan %
penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Wajib Pajak yang boleh rnenggunakan norma penghitungan adalah Wajib Pajak Orang
Pribadi yang memenuhi tiga syarat berikut :

1. Peredaran bruto maksimal Rp 600.000.000,- dalam satu (ketentuan untuk tahun


2006 dan sebelumnya), sebesar Rp 1.800.000.000,- (untuk tahun 2007 dan 2008),
dan sebesar Rp 4.800.000.000,- ( per tanggal 1 Januari 2009).
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku.
3. Menyelenggarakan pencatatan.

Berikut ini adalah contoh penghitungan pajak yang terutang dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto :
40

Wajib Pajak A kawin (istri tidak bekerja) mempunyai 3 orang anak, ia seorang dokter
bertempat tinggal dan membuka praktek dokter di Jakarta, ia juga memiliki industri rotan
di Cirebon. Besarnya persentase norma untuk industri rotan di Cirebon 12,5% dan praktek
dokter di Jakarta 40%.
Penerimaan usaha dari industri rotan di Cirebon setahun Rp 4.000.000.000,-
Penerimaan bruto praktek dokter di Jakarta setahun Rp 750.000.000,-

Jika kasus diatas terjadi tahun 2012, maka perhitungan Pajak Penghasilan adalah :

Penghasilan neto :
- dari industri rotan = 12,5% x Rp 4.000.000.000,- = Rp 500.000.000,-
- dari praktek dokter = 40 % x Rp 750.000.000,- = Rp 300.000.000,-
Jumlah penghasilan neto Rp 800.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 21.120.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp 778.880.000,-

Pajak Penghasilan yang terutang:


5 % x Rp 50.000,000, = Rp 2.500.000,-
15%x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-
25 %x Rp 250.000.000,- = Rp 62.500.000,-
30 %x Rp 278.880.000,- = Rp 83.664.000,-
Jumlah = Rp 178.664.000,-

Anda mungkin juga menyukai