TINJAUAN PUSTAKA
A. Governance
pemerintah merupakan istilah yang digunakan pada organisasi atau lembaga yang
definisi yakni mengambil peran yang lebih besar, yang terdiri dari semua proses,
totalitas dari semua lembaga dan unsur masyarakat, baik pemerintah maupun non-
pemerintah.37
dan governance, Leach dan Percy Smith dalam Hetifah mengungkapkan perbedaan
37
Dwiyanto, Agus. 2015. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif dan Kolaboratif.
Yogyakarta: UGM Press. Hal 1.
25
makna tersebut, dengan merenggangkan kekakuan antara pemerintah dan
yang diperintah (bagian negara yang pasif), sehingga bagian yang pasif
tersebut memiliki peranan dan andil dari bagian government.38
Berdasarkan pembedaan antara konsep government dan governance diatas,
dapat dinyatakan bahwa konsep government secara makna atau pengertian lebih
mengarah kepada lembaga pemerintah atau birokrasi itu sendiri yang bertugas
hanya bersikap pasif atau hanya semata-mata sebagai pihak yang menerima
peran dalam penyelenggaraan pemerintahan, akan tetapi juga memberikan ruang dan
38
Hetifah Sj. 2009. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Hal
2.
39
Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. Hal. 22
40
Keban, Jeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu.
Yogyakarta : Penerbit Gava Media. Hal 38
26
yang dilaksanakan dengan melibatkan pemerintah, sektor private (swasta)
maupun masyarakat.41
lain, governance membuka ruang untuk keterlibatan atau partisipasi sektor lain
dalam kepemerintahan. Pemerintah bukanlah aktor yang tunggal atau dominan dalam
tesebut dapat ditinjau dari suaru kondisi yang terjadi ketika pemerintah dalam
pihak lain yang memiliki kapasitas atau kemampuan lebih dan tentunya dapat
Pemerintah
Swasta Masyarakat
41
Kurniawan, Teguh. 2007. Pergeseran, Paradigma Administrasi Publik; Dari Perilaku Model Klasik
Dan NPM Ke Good Governance. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. No. 23A/Dikti/KEP/2004. ISSN.
141-948X, Vol. 7. Hal. 16-17
27
Rosidi dan Fajriani memetakan bahwa terdapat 3 aktor yang berpengaruh
dalam proses governance.42 Tiga aktor tersebut yakni pemerintah, swasta, dan
hal ini tidak diperbolehkan untuk mengurusi kepentingannya sendiri yakni hanya
Selain itu, masyarakat juga harus berperan aktif. Masyarakat dan diberikan
ruang. Akan percuma apabila sebenarnya masyarakat memiliki niatan yang kuat
ruang. Keterlibatan masyarakat ini mampu membuat masyarakat yang mandiri dan
B. Collaborative Governance
therefore a type of governance in which public and private actor work collectively in
distinctive way, using particular processes, to establish laws and rules for the
42
Abiradin Rosidi dkk. 2013. Reinventing Local Goverment, Demokrasi dan Reformasi Pelayanan
Publik. Yogyakarta: Cv. Andi Offset. Hal. 10
28
provision of public goods”.43 Collaborative Governance dapat dikatakan sebagai
salah satu dari tipe governance. Konsep ini menyatakan akan pentingnya suatu
kondisi dimana aktor publik dan aktor privat (bisnis) bekerja sama dengan cara dan
proses terentu yang nantinya akan menghasilkan produk hukum, aturan, dan
kebijakan yang tepat untuk publik atau,masyarakat. Konsep ini menunujukkan bahwa
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aktor publik yaitu pemerintah dan aktor privat
yaitu organisasi bisnis atau perusahaan bukanlah suatau yang terpisah dan bekerja
Kolaborasi dipahami sebagai kerjasama antar aktor, antar organisasi atau antar
institusi dalam rangka pencapain tujuan yang tidak bisa dicapai atau dilakukan secara
digunakan secara bergantian dan belum ada upaya untuk menunjukkan perbedaan dan
collaborative governance dalam beberpa makna yang ide utamanya sama, yakni
adanya kolaborasi antara sektor publik dan non publik atau privat dalam
43
Ansell, Chriss dan Alison Gash. 2 007. Collaborative Govetnance in Theory and Practice. Journal of
Public Administration Administration Research and Theory. Hal 545
29
bertujuan untuk membuat atau mengimplementasikan kebijakan publik atau
mengatur program atau aset.)44
Disamping pendapat tersebut, pendapat lain mengenai collaborative
pada penjelasan Ansell dan Gash dapat dlihat bahwa aspek kolaborasi
publik atau program dari lembaga publik, dalam hal ini yakni pemerintah. Selain itu,
nilai deliberatif atau musyawarah dan konsensus antar tiap aktor atau stakeholder ya
44
Ibid Ansell, Chriss dan Alison Gash. Hal 544
45
Chang, Hyun Joo. 2009. Collaborative Governance In Welfare Service Delivery : Focusing On Local
Welfare in Korea.Internasional Review of Publik Administration Vol. Hal 76-77
30
Sedangkan pada gagasan Agranoff dan McGuire menunjukkan bahwa
Collaborative governance dalam hal ini lebih menitik beratkan pada aspek sukarela
dalam praktik kolaborasi. Aspek kesukarelaan tersebut diharapkan setiap aktor yang
terlibat dalam kolaborasi bekerja secara optimal untuk tercapainya tujuan dalam
kolaborasi. Sehingga program atau kebijakan yang yang dilaksanakan akan terksana
dibutuhkan dalam praktik pemerintahan sekarang ini. Ada berbagai alasan yang
melatarbelakangi adanya kolaborasi tiap lembaga atau institusi. Gal ini dapat dilihat
46
Junaidi. 2015. Collaborative Governance dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Listrik di Kota
Tanjungpinang. Naskah Publikasi Fisip Umrah. Hal 8
47
Ibid Ansell, Chriss dan Alison Gash. Hal 544
48
Ibid.
31
governance dapat dilihat dari aspek kebutuhan dari institusi untuk melakukan
keterbatasan dana anggaran dari suatu lembaga, sehingga dengan adanya kolaborasi
anggaran tidak hanya berasal dari satu lembaga saja, tetapi lembaga lain yang terlibat
dalam kolaborasi. Kolaborasi pun juga bisa dikatakan sebagai aspek perkembangan
manajerialisme salah satu institusi atau organisasi. Kompleksitas yang muncul pada
Selanjutnya penjelasan lainnya yang lebih spesifik dikemukan oleh Ansell dan
Grash dalam Sudarmo bahwa collaborative governance muncul secara adaptif atau
dengan sengaja diciptakan secara sadar karena alasan-alasan dan pentingnya konsep
(1) kompleksitas dan saling ketergantungan antar institusi, (2) konflik antar
kelompok kepentingan yang bersifat laten dan sulit diredam, dan (3) upaya
mencarai cara-cara baru untuk mencapai legitimasi politik. (4) Kegagalan
implementasi kebijakan di tataran lapangan. (5) Ketidakmampuan kelompok-
kelompok, terutama karena pemisahan rezim-rezim kekuasaan untuk
menggunakan arena-arena institusi lainnya untuk menghambat keputusan. (6)
Mobilisasi kelompok kepentingan. (7) Tingginya biaya dan politisasi
regulasi.49
49
Junaidi. 2015. Collaborative Governance Dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Listrik di Kota Tanjung
Pinang Naskah Publikasi Fisip Umrah. Hal 10
32
Pendapat diatas menyatakan bahwa kolaborasi dikakukan karena
solusi untuk buruknya suatu implementasi program atau kegiatan yang dilakukan oleh
satu lembaga saja, karena keterbatasan lembaga tersebut. Selain ini kolaborasi juga
dianggap sebagai solusi untuk mengatasi tingginya biaya dari suatu program atau
kegiatan.
O’Leary, Gazley, McGuire and Bingham dalam Junadi menyebutkan mengenai tiga
dimensi yang berbeda ini merefleksikan jenis-jenis sasaran organisasi yang tidak
sama yang dicari dari kolaborasi antar organisasi sebagai berikut ini:.
“Dimensi pertama, pencapaian sasaran klien menunjuk pada tujuan utama dari
sebagian usaha sektor publik untuk meningkatkan kolaborasi, yaitu
mendapatkan sumber daya yang akan meningkatkan pelayanan. Kedua,
hubungan antar organisasi ditingkatkan untuk menangkap kedua hal yakni
manfaat kolektif dan potensi kolaborasi organisasi. Jika organisasi dalam
kegiatan kolaboratif sama baiknya, hal ini dapat meningkatkan modal social
pada masyarakat yang dilayani. Hubungan yang lebih baik antara organisasi
bekerja untuk meningkatkan kesempatan memecahkan masalah dan membuka
jalan bagi hubungan masa depan yang lebih baik. Dimensi ketiga,
pengembangan organisasi sebagian besar langsung menguntungkan
organisasi. Jika kolaborasi meningkatkan pengembangan organisasi, hal ini
dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bersaing secara efektif atas kontrak
33
masa depan dan dapat meningkatkan kemampuannya untuk mencapai misi
dan tujuan.”50
pelaksanaan kolaborasi, maka ada upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dari
suatu objek pariwisata karena adanya pengembangan dalam aspek sarana dan
prasarana pariwisata yang memang ditujukan untuk kenyamanan para wisatwan atau
upaya menjaga hubungan antar organisasi atau institusi. Karena memang dalam
praktiknya kolaborasi membutuhkan lebih dari satu organisasi atau institusi yang
terlibat. Hubungan antar organisasi dalam kolaborasi dapat pula memcahkan masalah
organisasi atau instansi semata, akan tetapi dimungkinkan dapat terselesaiakan oleh
peran institusi atau organisasi lain. Pelaksanaan kolaborasi ini pun akan saling
pariwisata. Hal ini lantaran tiap intitusi atau organisasi saling mengembangkan
C. Pariwisata
1. Pengertian
Secara etimologi pariwisata terdiri dari dua suku kata yaitu “pari” dan
“wisata” yang mana dapat dijelaskan bahwa pari artinya banyak, berkali-kali, dan
50
Ibid Hal 14
34
wisata dapat diartikan sebagai perjalanan dan berpergian. Atas dasar tersebut
sehingga pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan secara berkali-
kali dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam waktu yang cukup lama51. Musanef
rekreasi dan bertamsaya52. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa parawisata
dapat dimaknai sebagai kegiatan yang sifatnya rekreasi dan bertamasya yang
dilakukan oleh individu atau banyak orang untuk melakukan perjalanan sari satu
tempat ke tempat yang lainnya demi tujuan menikmati keindahan tempat yang
51
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata, Penerbit Angkasa, Bandung. Hal 103
52
Musanef. 1995. Manajemen Pariwisata di Indonesia. Jakarta: PT Gunung Harta. Hal 11
53
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar – Dasar Pariwisata. Jakarta: Penerbit Andi. Hal: 29.
54
Muljadi, A.J. dan Siti Nurhayati. 2002. Pengertian Pariwisata. Kursus Tertulis Pariwisata Tingkat
Dasar. Modul I. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Pusat Pendidikan dan Pelatihan.
Jakarta Hal 80
55
Herawati, Niluh. 2015. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Subak Sebagai Bagian
Warisan Budaya Unesco di Desa Mengesta Kabupaten Tanaban. Jurnal Master Pariwisata Vol 02 No
01 Hal 80.
35
Dengan demikian pariwisata dapat dimaknai sebagai suatu perjalanan yag
dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tujuan hiburan, kesenangan, dan
kebahagiaan. Pariwisata juga dapat pula bersifat pendidikan dan pengenalan terhadap
budaya daerah atau tempat lain. Pariwisata juga bersifat sementara dan tidak
selamanya. Karena memang tujuan dari pariwisita itu sendiri yakni sebagai kegiatan
sesorang untuk berhubungan secara langsung dengan alam dan lingkungan hidup baik
itu lingkungan hidup dalam dimensi sosial atau masyrakat, budaya setempat, dan
lingkungan alam.
sebagai pariwisata didasari oleh beberapa kriteria. Kriteria yang patut menajadi
perhatian yakni bahwa uang yang dimiliki oleh wisatawan merupakan uang saku
yang dibawah dari tempat asal dan bukan diperoleh hasil usaha atau bekerja di tempat
adanya usaha untuk mencari nafkah di tempat tujuan wisata. Selain itu, suatu kegiatan
56
Yoeti, Oka A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT Pradaya Pratama. Hal
8
36
perjalan wisata dinyatakan sebagai pariwisata asalkan dilakukan selama minimal 24
Musanef menjelasakan bahwa objek dan daya tarik wisata dapat digolongkan
menjadi57:
1) Objek wisata dan daya tarik wisata alam yang terdiri dari:
kawasan hutan atau kawasan pelestarian alam yang dikelola dan dibawah
naungan departemen kehutanan. Objek dan daya Tarik wisata seperti ini
meliputi Taman Nasional, Taan Wisata, Taman Laut, Taman Hutan Raya
dan lain-lainnya.
b) Objek dan daya Tarik wisata yang terdapat dilar kawasan konservasi.
Objek dan daya Tarik Wisata ini dikelola oleh pemerintah Daerah, Perum
2) Objek dan daya Tarik wisata kategori budaya atau sejarah. Objek dan daya Tarik
wisata ini dapat berupa peninggalan sejarah, candi, keratin, monumen, dan
sebagainnya.
3) Objek dan daya Tarik wisata minat khusus. Hal ini yang termasuk di dalmnya
yakni wisata agro,wisata buru, wisata tirta, wisata kesehatan, dan sebagainnya.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kekayaan nilayai budaya dan
keindahan alam sejatinya mampu menjadi daya tarik wisata bagi wisatwan lokal
57
Ibid Hal 175
37
maupun manca negara. Wisatawan-wisatawan tersebut berusaha untuk mecari
kesenangan dan bertujuan untuk rekreasi dan objek wisata dat menjadi salah satu obsi
3. Bentuk-bentuk Pariwisata
tersebut dari luar negeri atau dalam negeri. Kalau berasal dari dalam negeri
wilayah negerinya sendiri dan selamanya mengadakan peralanan, maka dari itu
disebut pariwisata domestik. Sedangkan apabila berasal dari luar negeri disebut
pariwisata intersional.
luar negeri adalah membawa ata uang asing. Pemasukan valuta asing ini berarti
memberi dampak positif tehadaperaca pembayaran luar negeri suatu negara yang
negara, diperhitungkan pula menurut waktu lamanya tinggal dtempat atau negara
58
Pendit, NS. 1994. Ilmu Pariwisata. Jakarta: PT Pradaya Paramita. Hal 37
38
yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan istilah-istilah pariwisata jangka
panjang dan jangka pendek yang man tergantung pada ketentuan-ketentuan yang
diberlakukan suatu negara untuk mengukur pendek atau panjangnya waktu yang
dimaksudkan.
yang datang, apakah apakah wisatawan yang datang sifatnya sendian atau dalam
pariwisata rombongan.
e. Menurut alat angkut yang dipergunakan untuk wisata. Dilihat dari segi
dapat dibagmenjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata kerta api, dan
pariwisata mobil. Tergantung apakah sang wisatawan tiba dengan pesawat udara,
pariwisata domestik yang mana wisatawannya berasal dari dalam negeri dan
pariwisata internasional yang mana wisatawannya berasal dari luar negeri. Bentuk
kedua yakni pariwisata postif dan pariwisata negatif. Pariwisata positif ini terjadi
apabila banyak wisatawan dari luar negeri yang berwisata di Indonesia dan
pariwisata negatif terhadi justru apabila wisatawan dalam negeri berwisata ke luar
39
Bentuk pariwisata yang ketiga dikategorikan berdasarkan jangka waktu
kunjungan wisatawan yaitu pariwisata jangka panjang dan jangka pendek. Durasi
kunjungan pariwisata ini tergantung dari peraturan dari tempat pariwisata tersebut.
Selanjutnya, bentuk pariwisata yang keempat yakni pariwisata yang didasarkan pada
untuk berwisata yang mana terdiri dari pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata
kereta api, dan pariwisata mobil. Bentuk pariwisata ini sangat ditunjang prasana atau
Sektor pariwsata apabila dikelola dengan baik dapat menjadi aspek yang
berpendapat bahwa:
“wisatawan yang tiba disuatu negara baik secara individu atau kelompok tentu
akan membelanjakan uangnya selama berada di sana untuk membayar jasa-
jasa atau barang wisata. Seluruh jumlah uang yang dibelanjakan ini akan
merupakan jumlah penerimaan dari sektor wisata dan menjadi pola konsumsi
di negara tersebut. semakin bertambah konsumsi wisatawan, semakin banyak
pula jasa-jasa wisata, hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata dapat
menjadi sumber pendapatan”.59
sangatlah menjanjikan dalam aspek ekonomi. Hal ini patut disadari bahwa pariwisata
dapat mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara, daerah, atau wilayah di
mana wisata tersebut berada. Oleh karena itu, potensi pariwisata di suatu negara atau
59
Wahab, Salah. 1997. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal 77
40
daerah haruslah dikembangkan secara optimal. Agar manfaat ekonomis dari
Selain itu, untuk meningkatkan sektor pariwisata diperlukan udaha yang nyata
pariwisata. Yoeti mengungkapkan empat hal yang harus dipenuhi, yakni sebagai
berikut60:
a. Transportation
Yang melayani angkutan para wisatawan dari satu tempat ke tempat lain,
dari daerah tujuan wisata ke daerah tujuan wisata wisata yang lain yang
berjarak cukup jauh.
b. Accomodation
Yang melani wisatawan untuk kebutuhan akomodasi bagi wisatwan
seperti: hotel, motel, cottage, villa, atau apartemen.
c. Restaurants
Yaitu melayani wisatawan dalam kebutuhan dalam kebutuhan makan
minum selama di daerah kunjungan wisata.
d. Shopping Center
Yang dimaksud adalah kelompok toko cenderamata, toko barang kesenian
dan lukisan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa sektor pariwisata memiliki
peranan yang sangat penting dalam pembangunan daerah. Hal tersebut dikarena dari
D. Pengembangan Pariwisata
secara lingkup lingkup lokal, regional, nasional, dan internasional yakni karena
60
Ibid Yoeti. 2008 Hal 24.
41
adanya upaya untuk pembangunan perekonomian daerah tersebut. pengembangan
a. Strategi pengembangan pasar dalam strategi ini orientasi pasar yang akan
diperloleh dan langkah-langkah yang ada perlu dilakukan untuk menarik pasar
potensial
memeprtimbangkan
61
Amajida, Dini Lali. 2015. Strategi Perum Perhutani KPH Malang da;am Mengembangankan Objek
Wisata Coban Talun Kota Batu. Diakses dari http://jurnalmahasiswaunesa.ac.id pada 27 Maret 2017
42
berdasarkan analisis terhadap potensi dan daya tarik wisata yang ada di
konsep nasional adalah sumberdaya manusia pariwisata sebagai aset daerah yang
diterima oleh masyarakat pariwisata serta dilandasi oleh dedikasi kebangsaan yang
tinggi sehingga memiliki niali kompetitif dan kemampuan untuk berkiprah disekolah
terlatih, sehingga dapat menyerap tenaga lokal dan meningkatkan apresisasi dan
daerah.
43
1. Dasar dan Tujuan Pengembangan Pariwisata
peningkatan kualitas lingkungan hidup serta daya tarik dari wisata itu sendiri.
bahwa yang dapat dijadikan onjek dan daya tarik berupa keadaan alam, flora, dan
fauna hasil karya manusia, serta peninggalan sejarah dan budaya yang merupakan
2. Nilai-nilai agama. Adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarkat.
agar daya tarik pariwisata yang sedimikian banyak disuatu tempat atau daerah dapat
dikenal oleh masyarakat luas, baik itu masyarakat lokal, nasional, maupun
62
Mulyadi, A.J. 2009. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: Raja Grafindo. Hal 31
63
44
internasional. Pengembangan pariwisata pun sangat berhubungan dengan aspek sosial
bahwa:
c. Menghapus kemiskinan.
d. Mengatasi pengangguran.
f. Memajukan kebudayaan
45