Anda di halaman 1dari 11

Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara


:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

PANDANGAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK MENGENAI SIGNIFIKANSI


PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA

Hendrikus Triwibawanto Gedeona


STIA LAN Bandung, Jl. Cimandiri No. 34-38, Bandung – 40115
E-mail: herigd@yahoo.com

Significance of Citizens’ Participation in State Administration from the Perspective


of Public Administration Science

Abstract
Thare has been a shift of paradigm and practice in state administration from ‘government’ to ‘governance’. The shift has been
marked by the recognition of multiactors involved or engaged in state administration, including in the proces of development. It
is assumed that good governance can materialize when there are participation, partnership ans positive synergy among those
actors in managing resources, solving public problems, and encountering other public affairs.
Partnership between government and society including private sector deserves a crucial discussion in this context. Thus,
citizen’s participation becomes a precondition which is substantial and urgent. By getting involved in the state administration,
together with their government and its bureaucacy lines citizens have the responsibility in managing resources, unraveling
public problems and tackling other public affairs for the sake of a better state of social well-being.
Keywords: Public affairs, responsiveness, organized democracy, empowerment.

A. PENDAHULUAN klasik dengan dinamika pencarian jati diri sampai


Partisipasi masyarakat/publik dalam penemuan jati dirinya menjadi Ilmu Administrasi
penyelenggaraan negara jika ditinjau dari perspektif Publik,— dengan lokus yakni birokrasi pemerintahan
Ilmu Administrasi Publik dapat ditelusuri dari dan persoalan-persoalan masyarakat (public affairs)
pergeseran dan pemaknaan terhadap paradigma serta fokusnya terkait dengan teori organisasi,
dalam Ilmu Administrasi Publik. Pergeseran praktika dalam analisis kebijakan publik, teknik-
paradigma tersebut diakui, dalam tataran praktis teknik administrasi dan manajemen yang sudah
pun, memiliki implikasi nyata terhadap praktik maju—, menegaskan bahwa domain administrasi
penyelenggaraan administrasi publik untuk publik berorientasi pada apa yang dilakukan oleh
mendukung penguatan kapasitas birokrasi birokrasi pemerintahan yang terkait dengan
pemerintahan dalam melakukan perubahan guna persoalan-persoalan masyarakat dengan
menjalankan perannya menuju tata kelola menggunakan berbagai konsep dan teori organisasi,
kepemerintahan yang baik (good governance) bagi kebijakan publik, teknik-teknik administrasi dan
kesejahteraan masyarakat. Untuk menjelaskan dan manajemen.
memaknai perkembangan nilai dan pendekatan Mempertimbangkan bahwa ketika itu, konsep-
partisipasi serta kebermaknaannya dalam konsep birokrasi Weberian mendominasi pemikiran
administrasi publik maka penelusuran pergeseran para pakar administrasi publik maka orientasi
paradigma dalam Ilmu Administrasi Publik menjadi administrasi publik klasik atau kemudian
sesuatu yang harus dilakukan. Hal itu bertujuan dikonsepsikan sebagai Old Public Administration
untuk memotret sejauhmana pengaplikasian nilai (OPA), umumnya dipengaruhi oleh pemikiran dan
dan pendekatan partisipasi publik dalam mengatur penerapan birokrasi Weber dan prinsip-prinsip
dan mengurus urusan atau persoalan publik (public ilmiah manajemen, yang pada akhirnya berimplikasi
affairs) yang menjadi lokus dari administrasi publik. pada praktik birokrasi pemerintahan yang tertutup
dan keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat
rendah. Hal itu disebabkan bahwa dalam masa itu,
B. PENEGASIAN PENDEKATAN PARTISIPASI efisiensi dijadikan sebagai ukuran kerja dan
DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA bukannya responsiveness dalam administrasi publik,
Secara keilmuan, diakui bahwa administrasi model administrasi publik lebih condong pada
publik telah mengalami perkembangan paradigma1 administrasi yang bersifat top down dan hirarkis,
yang sangat pesat. Mulai dari periode klasik sampai bureaucratic rational choice sebagai dasar dalam
dengan perkembangan yang mutakhir dan pengambilan keputusan dan tindakan yang birokratis
kontemporer saat ini. Perkembangan dan pergeseran (bureaucratic action) yang menimbulkan red tape.
paradigma tersebut sejalan dengan perkembangan (Prasojo, 2009). Model OPA ini, kemudian melahirkan
masyarakat dan kehidupan bernegara. Pada periode birokrasi pemerintahan dalam mengatur dan

1. Paradigma dimaknai sebagai cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar atau cara memecahkan sesuatu masalah yang dianut
oleh suatu “masyarakat ilmiah” dalam kurun waktu tertentu.

Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010 308


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

mengurus urusan masyarakat serba kerahasiaan, mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam
tertutup dan anti demokrasi, sehingga pelayanan dan masyarakat. Terkait dengan itu, Frederickson (1999)
kesejahteraan masyarakat tidak tercapai secara menegaskan bahwa administrasi publik harus
optimal. memasukkan aspek atau nilai pemerataan (equity) dan
Pandangan Weber tentang birokrasi sebagai tipe keadilan sosial (social equity) ke dalam konsep birokrasi
organisasi ideal yang penuh rasional, yang pemerintah, sehingga praktik administrasi publik
menekankan kerahasiaan dan anti demokrasi tidak dapat netral, tetapi harus berpihak pada
tersebut, pada gilirannya digugat oleh pemikiran masyarakat.
Wilson (1887), yang mengkonstruksi birokrasi agar Agar dapat berpihak pada masyarakat maka
lebih sejalan dengan iklim kebebasan dan demokrasi administrasi publik baru mengubah pola pikir lama
yang berkembang, sehingga birokrasi pemerintahan yang selama ini menghambat terciptanya keadilan
diharapkan untuk mengedepankan prinsip atau nilai sosial menuju pembaharuan pada upaya untuk
keterbukaan dan tanggap pada masyarakat2. Artinya mewujudkan keadilan sosial, sehingga melahirkan
bahwa birokrasi pemerintahan dalam menjalankan pemikiran-pemikiran untuk melibatkan masyarakat
tugasnya melayani kepentingan dan urusan dalam praktik administrasi publik. Karena aspirasi,
masyarakat pada umumnya perlu memperhatikan keinginan dan kebutuhan masyarakat dapat
aspirasi dan keinginan masyarakat serta keterlibatan diketahui secara baik oleh pemerintah jika ruang
masyarakat. Karena esensi demokrasi adalah untuk mengaspirasikan dan mengkomunikasikan
kedaulatan rakyat. hal tersebut tersedia bagi masyarakat. Berdasarkan
alasan tersebut maka partisipasi menjadi sesuatu
yang penting dan dibutuhkan dalam praktik
C. REORIENTASI PENYELENGGARAAN administrasi publik.
ADMINISTRASI PUBLIK Drucker (1989) menegaskan bahwa apa yang tidak
Dengan adanya pencerahan dan perhatian dapat dilakukan lebih baik atau sama baiknya oleh
terhadap nilai kebebasan dan demokrasi tersebut, masyarakat, hendaknya jangan dilakukan oleh
dalam perkembangannya birokrasi pemerintahan pemerintah saja. Itu tidak berarti bahwa birokrasi
mulai dipengaruhi oleh nilai-nilai dalam paham atau pemerintah bukan harus besar atau kecil, tetapi
sistem demokrasi, seperti administrasi publik yang pekerjaannya harus efisien dan efektif demi
partisipatif, yang menempatkan administrasi di kepentingan masyarakat, yakni dengan melibatkan
tengah-tengah masyarakatnya dan tidak di atas atau masyarakat. Seperti juga dikemukakan oleh Wilson
terisolasi darinya (Montgomery, 1988, dalam (1989), birokrasi tetap diperlukan tetapi harus tidak
Mariana,et.al.,2009). Pemikiran ini selain ingin birokratis, kaku dan tertutup, tetapi mengakomodir
menempatkan birokrasi pemerintah sebagai nilai kebebasan dan demokratis. Karena itu
instrumen demokrasi, juga mencoba menggunakan administrasi publik perlu pembaharuan. Upaya
birokrasi pemerintah sebagai alat untuk menampung pembaharuan jika kita menggunakan konsep dan
aspirasi masyarakat. Implikasi dari pemikiran itu pemikiran Osborne dan Gaebler (1992) diistilahkan
adalah bahwa sistem administrasi publik memiliki dengan “reinventing government” atau “menemukan
dimensi ruang dan wilayah yang kembali pemerintah” karena berbagai kegagalan
penyelenggaraannya juga dipengaruhi oleh birokrasi pemerintahan dengan mengedepankan
keterlibatan masyarakat dan lingkungannya. gagasan entrepreneurial government, sehingga
Kesemuanya itu menuntut reorientasi peran birokrasi kemudian pengaruh managerialisme masuk ke dalam
pemerintahan yang condong pada upaya untuk birokrasi pemerintahan. Tetapi, alasan
meningkatkan desentralisasi dan makin sesungguhnya lahirnya konsep reinventing
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal government di Selandia Baru, Inggris dan Amerika
yang kemudian melahirkan paradigma baru gerakan Serikat dan beberapa negara lain menurut Osborne
administrasi publik yang disebut sebagai gerakan dan Gaebler (1992) adalah karena di negara-negara
administrasi publik baru. tersebut terjadi ketidakpuasan masyarakat terhadap
Administrasi publik baru itu ingin pemerintah dan birokasinya. Khususnya di Amerika
mengetengahkan bahwa administrasi tidak boleh Serikat, Osborne dan Gaebler mengutip pernyataan
bebas nilai dan harus menghayati, memperhatikan, Presiden Ronald Reagan yang melihat bahwa
dan mengatasi masalah-masalah sosial yang “government is not the solution to our problems. Government
is problem.”

2. Memaknai ketidaksepakatan proposisi antara Weber dan Wilson terkait dengan birokrasi pemerintahan, Simmons dan Dvorin (1977) dalam
bukunya “Public Administration: Value, Policy and Change”, menjelaskan sebagai berikut: (1) terkait dengan dominasi kekuasaan birokrasi,
Weber berpendapat bahwa masyarakat tidak dapat menolak dan pada akhirnya tunduk kepada birokrasi, sementara Wilson berpendapat
bahwa pendapat umum dalam masyarakat demokratis merupakan “master”, tidak hanya ditoleransi tetapi ditempatkan di atasnya; (2) isu
tentang keunggulan, menurut Weber, negara itu sendiri yang lebih unggul, sementara Wilson berpandangan bahwa rakyat harus lebih
tinggi; (3) tentang kerahasiaan, Weber menekankan pentingnya kerahasiaan birokrasi, sedangkan Wilson menekankan bahwa administrasi
harus dicirikan oleh adanya keterbukaan; (4) isu kompromi, menurut Weber, dalam membentuk kebijakan negara, kompromi merupakan hal
yang jelek, sementara menurut Wilson, seluruh reformasi dan kebijakan administrasi harus didasarkan pada kompromi”

309 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

Secara teoritis, perkembangan managerialisme itu Kekurangseriusan NPM dalam memperhatikan


mulai bergerak di negara-negara seperti Inggris, USA nilai partisipasi dan/atau pendekatan partisipasi
dan New Zealand, yang kemudian lebih dikenal dalam administrasi publik, sementara lebih
sebagai “New Public Management” (NPM). Kelahiran menekankan pengaplikasian nilai-nilai dalam sektor
NPM merupakan sebuah gerakan intelektual yang swasta, mendapat kritik yang cukup serius. Hal itu
pada dasarnya dalam rangka pembaharuan dikarenakan oleh pilihan terhadap pengintroduksian
pengelolaan administrasi publik itu sendiri. Terkait nilai-nilai dalam sektor swasta dinilai menyebabkan
dengan gerakan NPM ini, sesungguhnya banyak hal terjadinya ketimpangan dalam praktik pelayanan
penting yang digagas untuk pembaharuan birokrasi pemerintah bagi masyarakat karena lebih
administrasi publik, seperti kompetisi pemerintah mendahulukan kewirausahaan daripada hak-hak
dan swasta dalam penyediaan pelayanan publik3, masyarakat sebagai pemilik kedaulatan. Orientasi
insentif mekanisme pasar untuk menghilangkan NPM yang melihat masyarakat sebagai customer
patologi birokrasi, alternatif pelayanan yang lebih semata-mata, dianggap kurang relevan dengan
luas dengan mengurangi monopoli, menyediakan prinsip-prinsip demokrasi yang ingin ditegakkan
pelayananan publik yang responsif, dan lain-lain. dalam reformasi birokrasi pemerintahan, terkait
Sementara doktrin yang dipergunakan adalah praktik administrasi publiknya. Sehingga lahirlah
pemanfaatan pada managemen yang profesional, konsep baru dalam perkembangan ilmu administrasi
penekanan pada indikator kinerja sebagai kriteria publik, yaitu New Public Service (NPS) yang digagas
utama, penekanan pada kontrol output, pergeseran oleh Denhardt dan Denhardt (2003).
pelayanan pada unit-unit yang lebih kecil, penekanan Perbedaan yang dominan dari paradigma NPM
kompetisi yang lebih tinggi, penekanan pada gaya dan NPS sebetulnya terletak pada bagaimana
sektor swasta dan penghematan serta akuntabilitas birokrasi pemerintahan memandang masyarakatnya.
yang lebih baik dari birokrasi pemerintah dengan Dalam NPM, masyarakat hanya dilihat sebagai
desentralized management (Acompo, 1998; Reichard, customer yang harus dilayani dengan baik, sedangkan
2001). dalam NPS masyarakat dilihat sebagai owner, yang
Berbagai karakteristik mengenai NPM tersebut empunya negara sehingga dalam tataran negara yang
cenderung mengarah pada suatu ikhtiar untuk demokratis dia berhak, tidak hanya dilayani dengan
meningkatkan citra dan pengelolaan administrasi sebaik-baiknya akan tetapi juga menentukan jenis
publik dengan mengadopsi dan mengaplikasi pelayanan, berpartisipasi dalam menyediakan
berbagai prinsip-prinsip manajemen sektor swasta pelayanan, serta mengawasi bagaimana pelayanan
untuk diterapkan ke dalam proses pengelolaan tersebut diberikan.
administrasi publik. Sehingga NPM dipandang Disamping itu, pendekatan NPM cenderung lebih
sebagai pendekatan dalam administrasi publik yang mengaitkan negara (state) dengan pasar (market)
menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang semata. Secara eksplisit, NPM menekankan pada
diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan adanya dominasi preferensi individu terhadap
disiplin yang lain untuk memperbaiki efisiensi, penyediaan barang dan jasa publik. Padahal, diakui
efektivitas dan kinerja pelayanan publik pada bahwa pemerintah yang modern, sesungguhnya
birokrasi modern (Vigoda, 2003). Sementara terkait bukan sekedar menyangkut upaya untuk efisiensi
dengan upaya untuk melibatkan peran serta semata, tetapi juga mempertimbangkan sebuah relasi
masyarakat dalam kultur yang lebih egaliter dan pertanggungjawaban (accountability) antara negara
partisipatif terlihat sangat minim atau boleh dan pemerintah dengan warga negaranya. Artinya,
dikatakan masih gamang, meskipun telah ada nilai warga (citizen) tidak diperlakukan sebagai pelanggan
atau prinsip yang mengarah pada upaya untuk dan konsumen (customer and consumer) tetapi lebih
membuka ruang tersebut, yakni doktrin untuk sebagai warga negara (as citizen) yang memiliki hak
menjamin adanya kinerja, akuntabilitas dan kontrol untuk meminta pertangungjawaban pemerintah atas
terhadap administrasi publik dengan desentralized tindakan yang diambilnya atau atas kegagalan dalam
management (Acompo,1998) dan orientasi pada melaksanakan kewajibannya. Warga negara juga
pelayanan publik (public service orientation) yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan
menekankan pada kualitas, misi dan nilai-nilai yang akan hak-haknya, didengar suaranya, sekaligus
hendak dicapai oleh organisasi publik dengan dihargai nilai atau preferensinya.
memberikan perhatian yang lebih besar kepada Dengan mempertimbangkan argumentasi di atas
aspirasi, kebutuhan dan partisipasi ‘user’ dan warga dan menyadari bahwa kedudukan warga negara
masyarakat serta akuntabilitas (Ferlie, Ashburner, adalah penting dalam praktik penyelenggaraan
Flitzgerald, dan Pettigrew, 1997). administrasi publik, serta didorong oleh dinamika
perkembangan sistem pemerintahan yang

3. Pelayanan publik dalam konteks ini dipahami tidak sekedar pemberian layanan barang dan jasa, seperti dalam pelayanan perijinan, tetapi
lebih luas, yakni dalam memproduksi kebijakan, melaksanakan kebijakan, memberikan pelayanan barang dan jasa, memediasi, dan sebagainya.
Atau singkatnya menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam bentuk pelayanan publik untuk mensejahterakan masyarakat.

Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010 310


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

demokratis, yang membawa nilai-nilai fundamental administrasi publik dipergunakan gaya mengelola
yang mendudukan warga negara sebagai pemegang administrasi publik dengan menggunakan gaya
kedaulatan, maka implikasi logis dari hal tersebut shadow democracy4 menurut pandangan Walter Weyl
adalah bahwa pemerintahan harus dibangun dari (dalam Keban, 2008). Karena gaya pengelolaan
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (government from administrasi publik yang demikian itu akan
the people, by the people and for the people). Dengan membawa masyarakat pada kesengsaraan dan
perkataan lain, pemerintahan harus dibangun kemelaratan dalam kehidupannya.
dengan cara-cara atau nilai-nilai yang demokratis. Sebaiknya, peran administrasi publik yang sangat
Semangat tersebut menginspirasi dan menjadi vital dalam dinamika sistem kenegaraan harusnya
alasan mendasar bagi Denhardt and Denhardt (2003) menjadi sebuah instrumen negara yang mampu
untuk mengadopsi nilai tersebut dalam praktik membantu masyarakat untuk dapat berdaya
penyelenggaraan administrasi publik bagi (empowering) dan menciptakan demokrasi, seperti
masyarakat. Denhardt and Denhardt mengatakan yang dikatakan Cleveland (dalam Keban, 2008, 16)
bahwa “public servants do not deliver customer service, bahwa “peran administrasi publik sangat vital dalam
they deliver democracy.” Yang jika dimaknai berarti membantu memberdayakan masyarakat dan
bahwa para pegawai pemerintahan tidak bekerja menciptakan demokrasi.” Artinya bahwa
untuk melayani pelanggan tetapi lebih untuk adminsitrasi publik yang orientasinya adalah
mewujudkan nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu, memberikan pelayanan kepada masyarakat harusnya
hal penting dan substansial yang perlu dipegang memberikan kemanfaatannya bagi masyarakat.
teguh dan menjadi perhatian utama dari para Untuk mencapai hal tersebut maka pemerintah dalam
pegawai pemerintahan adalah bahwa ketika mengelola administrasi publik perlu melakukan
menyelenggarakan pemerintahan mereka peningkatan profesionalismenya, menerapkan teknik
seharusnya lebih mengutamakan pelayanan kepada efisiensi dan efektivitasnya, dan lebih sempurna lagi
masyarakat secara demokratis, yakni adil, merata, jika pemerintah dapat mencerahkan masyarakat
tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel, dan bukan untuk menerima dan menjalankan sebagian dari
menjalankan pemerintahan seperti layaknya sebuah tanggung jawab administrasi publik, sehingga
perusahaan milik swasta. terwujud apa yang dikonseptualisasikan oleh
Menilik argumentasi tersebut di atas maka Cleveland (dalam Martin, 1989) sebagai organized
tuntutan bagi pemerintah dan birokrasinya adalah democracy5. Sebuah konsep yang sejalan dengan
melakukan perubahan pendekatannya kepada gagasan yang dikemukakan oleh Denhardt and
masyarakat dalam proses penyelenggaraan Denhardt (2003) yang melihat bahwa administrasi
pemerintahan. Pendekatan yang selama ini publik, melalui pegawainya berperan memberikan
dilakukan pemerintah dan birokrasinya yang atau menciptakan demokrasi. Bahkan menurut
cenderung pada penggunaan pendekatan yang gagasan Rondinelli (2007)6 peran pemerintah harus
bersifat telling, yakni suka memberi perintah dan diarahkan pada upaya untuk melayani masyarakat
mendikte masyarakat, diubah pendekatannya guna mencapai democratic governance yang antara lain
dengan menggunakan pendekatan yang bersifat dilakukan dengan pendekatan partisipasi dan
listening, yakni mau mendengarkan keinginan dan pemberdayaan bagi masyarakat.
kebutuhan masyarakat. Kemudian pemerintah dan Dengan orientasi pengelolaan administrasi publik
birokrasinya yang biasanya mengutamakan yang demikian itu, maka pemerintah dan
pendekatan yang bersifat steering, yakni suka birokrasinya yang modern dan demokratis adalah
mengarahkan dan memaksakan masyarakat, diubah pemerintahan yang dijalankan dengan menyertakan
menjadi sebuah pendekatan yang lebih partisipasi stakeholders, yaitu aktor-aktor di luar
mengutamakan pendekatan yang bersifat serving, pemerintah dan birokrasinya, baik itu sektor swasta
yakni bahwa pemerintah dan birokrasinya harus maupun masyarakat untuk terlibat aktif dalam tata
mau merespons dan melayani apa yang menjadi kelola penyelenggaraan pemerintahan untuk
kepentingan dan harapan masyarakat pada mencapai tujuan-tujuannya, secara khusus bagi
umumnya, bukan pada kepentingan pribadi, kemaslahatan masyarakat. Para stakeholders tersebut
golongan atau kelompok tertentu saja. Bahkan tidak terlibat secara aktif bahkan proaktif untuk
diperkenankan bila dalam praktik penyelenggaraan memikirkan, memutuskan, mengimplementasikan

4. Terminologi ini dimaksudkan bahwa hanya orang-orang kaya sajalah yang terus memerintah seakan mendapat hak istimewa sehingga
administrasi publik cenderung menyengsarakan rakyat banyak.
5. Konsep tersebut mengandung makna bahwa demokrasi dapat diorganisir sedemikian rupa sehingga peran masyarakat dalam penyelenggaraan
negara bisa diperluas untuk ikut menangani sektor publik, dan tidak hanya sekedar ikut berpartisipasi secara konvensional dalam pemilu atau
pengambilan keputusan.
6. Rondinelli (2007) dalam tulisannya “Governments Serving People: The Changing Role of Public Administration in Democratic Governance“
dalam Public Administration and Democratic Governance: Governments Serving Citizens“ mengatakan bahwa disamping partisipasi dan
pemberdayaan adalah cara yang dilakukan untuk mencapai democratic governance, hal-hal berikut juga menjadi perhatian, yakni inovasi,
penerapan prinsip-prinsip good governance, pemanfaatan teknologi, penguatan institusi-institusi publik, pengembangan kapasitas,
desentralisasi pemberian pelayanan dan kemitraan sektor publik dan swasta.

311 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

sekaligus mengawasi dan menilai serta menentukan pentingnya posisi masyarakat maka sudah menjadi
kinerja pemerintah dan birokrasinya. Melalui proses kewajiban pemerintah untuk meletakkan mereka
tersebut, pada akhirnya dapat melahirkan sebuah dalam penyelenggaraan pemerintahan bukan
ruang yang cukup luas dan sama untuk saling sebagai obyek semata, tetapi sebagai subyek yang
melengkapi guna masing-masing stakeholders berada di baris depan untuk mengarahkan dan
menetapkan voice dan choicenya untuk kepentingan menjalankan pemerintahan.
publik yang merupakan tujuan kegiatan administrasi Penekanan seperti ini dicetuskan oleh Denhardt
publik. Nuansa tersebut diasumsikan akan and Denhardt (2003) untuk mengingatkan kita
membawa atau menghasilkan sebuah perasaan kembali bahwa tujuan kegiatan administrasi publik
saling memahami, saling memberi dan menerima, adalah untuk kepentingan publik. Dan supaya
serta saling bertanggung jawab atas berbagai kegiatan pemerintah dan birokrasinya dapat mengetahui
dalam administrasi publik. Dengan demikian, pada sesungguhnya kepentingan publik tersebut maka
akhirnya tugas pemerintah dan birokrasinya akan administrasi publik perlu dijalankan secara
menjadi lebih ringan, lebih mudah dan lebih terfokus demokratis. Yang berarti bahwa pemerintah dan
karena didukung oleh berbagai pihak yang birokrasinya harus memberi ruang untuk masyarakat
merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam tata mengekspresikan aspirasi dan kebutuhannya. Sebab
kelola pemerintahan dan negara. Sehingga jika tidak demikian maka apa yang dikerjakan oleh
pemerintah dan birokrasinya tidak perlu lagi pemerintah dan birokrasinya seringkali tidak sejalan
mendominasi semua kekuasaan yang harus dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Oleh
dijalankan semata-mata melalui sistem atau karena itu, Denhardt dan Denhardt (2003)
mekanisme kontrol dan perintah (command and control menegaskan bahwa kepentingan publik7 harus
mechanism). didefinisikan sebagai shared values, yaitu nilai-nilai
Melalui kondisi yang demikian itu maka yang disepakati bersama oleh masyarakat bukan oleh
pemerintah dan birokrasinya akan lebih terarah pada elite tertentu karena pada titik ini, idealitas
tugas utamanya melaksanakan tanggungjawab kepentingan publik itu dapat terwujud sesuai
untuk melayani dan memberdayakan masyarakat. harapan dan kebutuhan mereka.
Dengan demikian, pemerintah dan birokasinya akan Persoalan kemudian bahwa idealitas kepentingan
menjadi lebih terfokus, dan pada akhirnya bermuara publik itu tidak dapat terwujud atau melahirkan
pada terciptanya pemerintahan yang efektif dan masalah dalam implementasinya. Itu dikarenakan
efisien serta berkinerja lebih baik. Bahkan lebih secara operasional terformulasikan melalui suatu
daripada itu, bahwa melalui cara atau pendekatan proses yang seringkali tidak mencerminkan aspirasi
yang melibatkan secara aktif berbagai stakeholders, atau kepentingan publik itu sendiri. Tidak jarang kita
terutama masyarakat sebagai pemegang kedaulatan, temui dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan,
dapat dipastikan bahwa rakyat menjadi merasa kepentingan publik itu merupakan cerminan dari
“dimanusiakan” atau dihargai sehingga pemerintah kepentingan para wakil rakyat, pengambil
dan birokrasinya akan benar-benar menjadi milik keputusan dan/atau para pemilik modal. Alhasil,
rakyat. Hal tersebut senada dengan pemikiran institusi-institusi publik seringkali dalam praktik
Denhardt dan Denhardt (2003) yang mengatakan penyelenggaraan pemerintahan mengatasnamakan
bahwa “...with the citizens at the forefront, the empashis kepentingan publik ketika mereka hendak
should not be placed on either steering or rowing the memutuskan sesuatu, tetapi yang sesungguhnya
governmental boat, but rather on building public terjadi lebih karena didorong oleh kepentingan
institutions marked by integrity and responsiveness.” Yang mereka sendiri dan tekanan pihak-pihak tertentu.
dimaknai bahwa dengan menempatkan warga Sehingga pada tataran inilah, persoalan belum
negara di posisi paling depan, berarti bahwa beban optimalnya upaya untuk mensejahterakan
pada pemerintah akan berkurang untuk masyarakat dimulai. Oleh karena itu, Denhardt and
mengarahkan atau menjalankan sendiri tugas-tugas Denhardt (2003) menegaskan bahwa government
pemerintahan, melainkan diletakkan pada upaya shouldn’t be run like a business, it should be run like a
membangun institusi publik yang sarat dengan nilai democracy. Yang dimaknai sebagai pemerintah
integritas dan responsivitas. Artinya bahwa begitu seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah

7. Kepentingan publik memang merupakan sasaran utama dari kegiatan administrasi publik, tetapi harus diketahui juga bahwa kepentingan
publik itu sendiri sering menimbulkan masalah karena ada ketidakjelasan dalam tataran konseptualnya seperti yang diungkapkan oleh
Denhardt dan Denhardt (2003) dalam bukunya “The New Public Services: Serving, not Steering“ bahwa ada yang mengartikan sebagai
kepentingan yang dirumuskan oleh pembuat kebijakan yang dipilih (elected policy makers) sebagaimana terdapat dalam Old Public
Administration (klasik). Yang artinya bahwa kepentingan publik itu tidak harus berasal dari masyarakat secara langsung, tetapi dapat
diusulkan oleh wakil-wakilnya, atau pejabat publik yang ditunjuk untuk memutuskannya. Akibatnya, banyak masyarakat yang kecewa
ketika apa yang diputuskan itu tidak sejalan dengan aspirasi dan kebutuhan mereka. Ada juga yang melihat bahwa kepentingan publik itu
sebagai suatu konsep yang tidak relevan lagi dalam administrasi publik (pendapat kaum abolitionist) dalam NPM karena telah digantikan
oleh koalisi dari kepentingan khusus yang menang. Hal itu dapat dimengerti karena diterimanya prinsip kompetisi dan kewirausahaan serta
gaya bisnis swasta kedalam kepemerintahan. Dan yang terakhir seperti yang digambarkan di atas, kepentingan publik adalah shared values.
Apa yang secara kolektif diinginkan atau dibutuhkan masyarakat, itulah yang disebut sebagai kepentingan publik.

Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010 312


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

perusahaan tetapi harus dijalankan lebih untuk teori ini sesungguhnya merupakan sebuah bentuk
melayani masyarakat secara demokratis. kritik terhadap penerapan pendekatan hirarki
Orientasi pemikiran Denhardt and Denhardt tradisional yang membatasi perilaku manusia
(2003) yang tertuju pada penciptaan administrasi dengan mengutamakan mekanisme kontrol dan
publik yang partisipatif dan demokratis, yang lebih perintah. Untuk menjadi organisasi publik yang
dikenal sebagai NPS tersebut adalah sesuatu yang efektif dan efisien dan berpihak kepada masyarakat,
logis terjadi karena bila mencermati landasan teori maka perlu dilakukan pereduksian mekanisme
yang mendasari terbangunnya paradigma NPS kontrol dan perintah, dan memberikan ruang yang
merupakan teori-teori yang menekankan nilai-nilai besar bagi partisipasi semua pihak, baik yang ada di
demokratis dan partisipasi warga negara. Teori yang dalam organisasi maupun di luar organisasi publik.
dimaksud adalah pertama, theories of democratic Selain itu, teori ini mengedepankan beberapa nilai
citizenship; kedua, models of community and civil society; yang perlu diintroduksi oleh organisasi publik, yakni:
ketiga, organizational humanisme and the new public keadilan, persamaan, kejujuran, kepekaan, tanggung
administration; dan keempat, post-modern public jawab dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut dianjurkan
administration. untuk diaktualisasikan secara tepat dan benar dalam
Dalam bingkai theories of democratic citizenship, organisasi publik, jika menghendaki organisasi
warga negara tidak dipandang hanya status legalnya, publik yang humanistik dan berpihak pada
yakni hak dan kewajibannya saja, tetapi juga dari masyarakat.
responsibility-nya terhadap berbagai persoalan yang Selanjutnya, terkait dengan teori post-modern public
terkait dengan berbagai isu yang ada dalam dinamika administration, perhatian NPS terhadap teori ini lebih
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara karena penegasian terhadap pengaplikasian
karena masyarakat merupakan bagian bahkan pendekatan positivistik dalam administrasi publik
menjadi unsur fundamental dalam sebuah negara yang menilai administrasi publik bebas nilai dan
atau komunitas politik. Dalam posisi yang demikian hidup dalam fakta-fakta yang tampak di permukaan
itu maka sudah menjadi keharusan bagi masyarakat saja. Padahal, kenyataan menunjukkan bahwa
untuk terlibat dalam proses penyelenggaraan administrasi publik tidak sekedar berlandaskan pada
pemerintahan, bukan untuk memenangkan fakta-fakta yang tampak di permukaan, namun
kepentingan dirinya sendiri dan/atau golongannya, menyertakan nilai-nilai yang sering tidak kasat mata.
tetapi demi kepentingan masyarakat banyak. Dan Artinya bahwa administrasi publik tidak bebas nilai.
tugas pemerintah dan birokrasinya dalam konteks Oleh karena itu, perlu dikembangkan pendekatan
ini adalah melakukan pemberdayaan bagi alternatif dalam administrasi publik yang lebih peka
masyarakat agar dapat menjalankan perannya terhadap sistem nilai, menemukan makna yang
seoptimal mungkin dalam proses penyelenggaraan sesungguhnya di balik kenyataan faktual,
pemerintahan. pemanfaatan emosi dan perasaan dalam hubungan-
Sementara dalam kerangka teori models of hubungan antar manusia agar mampu
community and civil society ditandaskan bahwa mengembangkan rasa empati dan akhirnya mampu
dengan berbagai fenomena yang muncul dalam mengambil tindakan atau respons yang efektif. Hal
masyarakat yang menunjukkan bahwa adanya seperti itu semakin penting karena dalam tata kelola
kemerosotan nilai-nilai sosial bahkan kepemerintahan (governance) akan menuntut lebih
termarginalisasinya masyarakat sebagai dampak dari dialog (discourse) yang tulus dan terbuka bagi semua
adanya berbagai paham seperti individualisme, pihak. Oleh karena aneka permasalahan publik akan
kapitalisme, kemajuan teknologi dan keinginan lebih tepat diatasi melalui pendekatan dialog
masyarakat itu sendiri untuk menjadi masyarakat daripada pendekatan rational atau positivisme.
yang lebih human, maka teori ini menekankan perlu Semangat yang dibawa oleh NPS sebagaimana
adanya visi “kebaikan bersama” (pro bono publico) diuraikan sebelumnya, pada dasarnya tidak jauh
yang menjadikan sebuah sistem sosial dapat menjadi berbeda dengan tuntutan perlunya diwujudkan
lebih hidup dan berperan lebih baik. Dalam kerangka partisipatory governance atau democratic governance yang
tersebut, nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam terus menguat dan telah menjadi paradigma baru
komunitas masyarakat adalah kepedulian, rasa administrasi publik di masyarakat global dewasa ini
percaya, kerjasama yang terikat kuat oleh sebuah (Dwiyanto, 2004). Perubahan itu sebetulnya diawali
sistem yang efektif, dimana dikehendaki agar dari adanya pergeseran-pergeseran pemikiran dalam
pemerintah dan birokrasinya berperan penting dalam memandang peran pemerintah dan birokrasinya
membangun komunitas dan civil society yang kuat dalam proses penyelenggaraan negara. Pemerintah
yang mendorong masyarakat untuk dapat telah dipandang sebagai bukan aktor yang dominan
berpartisipasi aktif dalam proses penyelenggaraan dan mendominasi keseluruhan aktivitas
pemerintahan. penyelenggaraan negara dalam melayani
Sedangkan terkait dengan organizational kepentingan publik. Hal itu dapat terlihat juga dalam
humanisme and the new public administration, orientasi pergeseran paradigma yang dielaborasi sebelumnya.

313 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

D. ORIENTASI PARADIGMA PENYELENG- atau masyarakat dan sektor swasta untuk ikut
GARAAN NEGARA: GOVERNMENT TO berperan serta (partisipasi) melakukan upaya
GOVERNANCE tersebut.
Dalam aras perubahan tersebut, pada akhirnya Tetapi sesungguhnya, dalam perspektif governance,
membawa orientasi paradigma penyelenggaraan tuntutan perubahan peran pemerintah dan
negara dari perspektif government menuju governance8. birokrasinya juga berarti pula tuntutan perubahan
Yang dalam perkembangannya menjadi sebuah peran dari warga negara itu sendiri, yakni tuntutan
paradigma baru dalam administrasi publik, yang yang lebih besar kepada warga negara untuk berdaya,
mencandra bahwa urusan dan kepentingan publik mengurus dirinya sendiri, berpartisipasi dan
bukan merupakan urusan pemerintah semata tetapi memonitor akuntabilitas pemerintah dan
juga urusan pihak non pemerintah dan masyarakat birokrasinya. Singkat kata, idealitas untuk
itu sendiri. mewujudkan governance yang baik, antara pemerintah
Donald Kettl (2002) berpandangan bahwa dan masyarakat, dapat terjadi apabila dua pihak yang
tantangan yang dihadapi oleh birokrasi memiliki kapasitas harus saling mendukung dan
pemerintahan (Amerika) adalah yang berkenaan melengkapi. Warga negara harus menampilkan sikap
dengan kapasitas, yaitu mengembangkan sistem dan dan perilaku yang bertanggungjawab, aktif,
sumber daya manusia yang mampu berpartisipasi dan memiliki kesadaran. Sementara
mengintegrasikan kolaborasi baru (new collaboratives), pemerintah dan birokrasinya harus menampilkan
dengan membangun sistem horisontal, untuk karakteristik pemerintahan yang terbuka, tanggap,
mereduksi dominasi sistem tradisional yang vertikal, mau mendengar dan mau melibatkan (inklusif). Inilah
sistem fungsional dan terspesialisasi yang terus- filosofi mendasar dari bangunan administrasi publik
menerus mendominasi birokrasi. Demikian juga menurut perspektif governance dalam mengatur dan
Agranoff dan McGuire (2003) dan Box (1998) mengelola urusan atau kepentingan publik.
sependapat bahwa pemerintah harus memadukan Menurut gagasan ADB (dalam Sumarto, 2009)
kapasitas yang dimilikinya dengan kapasitas pihak governance agar dapat menjadi baik atau
lain seperti warganegara (citizens) dan berbagai aktor dikonseptualisasikan sebagai good governance, maka
non pemerintah agar menjadi efektif dalam beberapa elemen utama berikut perlu diperhatikan,
memecahkan rumitnya masalah publik yang sudah yakni: accountability, participation, predictability dan
berlangsung lama. Hal senada disampaikan oleh transparency. UNDP lebih jauh menegaskan bahwa
Giddens (1998) bahwa reformasi terhadap tata karakteristik good governance, yaitu mengikutsertakan
penyelenggaraan pelayanan publik dan semua, transparan dan tanggung jawab, efektif dan
pembangunan hendaknya lebih diarahkan pada adil, menjamin adanya supremasi hukum, menjamin
upaya membangun governance dari pada sekedar bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi
government. didasarkan pada konsensus masyarakat, serta
Menyimak semangat dan nuansa substansi dari memperhatikan kepentingan mereka yang paling
paradigma governance tersebut, tergambar jelas bahwa miskin dan lemah dalam proses pengambilan
tata kelola kepemerintahan itu perlu dilakukan keputusan menyangkut alokasi sumber daya
dengan bentuk kerjasama dan kolaborasi yang saling pembangunan. Lengkapnya sebagaimana
melengkapi, sinergi dan saling mendukung. Sehingga dituangkan oleh Rondinelli (2007) dalam tulisannya,
pada konteks itulah nilai atau pendekatan partisipasi sebagai berikut:
menjadi hal yang penting untuk dilakukan dalam 1. Participation, yaitu bahwa semua orang harus
tata kelola kepemerintahan. Keterlibatan semua pihak diberikan kesempatan untuk bersuara dalam
selain pemerintah menjadi keniscahyaan yang perlu pengambilan keputusan baik langsung maupun
dibangun dalam tata kelola kepemerintahan. Artinya melalui institusi perantara yang mewakili
bahwa dalam kacamata paradigma governance, kepentingannya.
pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak 2. Rule of law, yang dimaknai bahwa aturan hukum
selalu menjadi aktor yang paling menentukan bahkan harus adil dan ditegakkan tanpa pandang bulu,
mendominasi. Implikasinya, peran pemerintah dan termasuk hukum yang mengatur hak asasi
birokrasinya sebagai pembangun dan penyedia jasa manusia
pelayanan publik akan bergeser menjadi institusi 3. Transparency, yakni adanya keterbukaan yang
pendorong terciptanya lingkungan yang mampu dibangun atas dasar kebebasan memperoleh
memfasilitasi pihak lain di lingkungan komunitas informasi. Artinya berbagai proses, institusi dan

8. Sejatinya konsep governance harusnya dipahami sebagai suatu proses bukan struktur atau institusi. Governance juga menunjukkan inklusivitas.
Kalau government dilihat sebagai “mereka”, maka governance adalah “kita”. Menurut Leach dan Percy-Smith (2001) dalam bukunya
“Local Governance in Britain“ menegaskan bahwa government mengandung pengertian politisi dan pemerintahlah yang mengatur,
melakukan sesuatu, memberikan pelayanan, sementara sisa dari “kita” adalah penerima yang pasif. Sementara, governance meleburkan
perbedaan antara ‘pemerintah” dan “yang diperintah”, kita semua adalah proses dari governance. Atau menurut pemikiran Rhodes (1997,
dalam Keating M & Glyn Davis, 2000,4), the concept of governance is broader than government, covering non-state actors. ….governance
in its broadest sense as the processes by which institutions, both state and non-state, interact to manage a nation’s affairs

Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010 314


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

informasi harus dapat diakses oleh semua pihak juga memberdayakan masyarakat dengan
yang berkepentingan. Dengan perkataan lain memberikan layanan untuk semua dan menjamin
bahwa segala informasi yang berkaitan dengan adanya peluang atau akses yang sama dan adil, baik
kepentingan publik dapat diperoleh secara dalam bidang sosial, ekonomi dan politik bagi semua
langsung dan tepat waktu bagi yang masyarakat. Semua peran tersebut akan tercapai
membutuhkan. apabila institusi pemerintahan juga terbangun suatu
4. Responsiveness, artinya bahwa institusi-institusi kondisi yang kondusif, dalam hal sistem dan proses
publik dan prosesnya yang ada harus diarahkan legislasi dan yudisial yang tepat, legal, terpercaya dan
untuk melayani para pemangku kepentingan atau efektif.
stakeholders. Yang diinterpretasi lebih jauh Kedua, untuk pihak sektor swasta (private sector),
bermakna bahwa institusi-institusi publik harus diharapkan agar dapat berperan untuk menciptakan
cepat dan tanggap dalam melayani pemangku kondisi pasar yang kondusif bagi peningkatan
kepentingan. produksi barang dan jasa. Sehingga proses
5. Consensus orientation, yang dimaknai bahwa upaya pembangunan bagi masyarakat dapat berjalan
untuk memecahkan persoalan atau urusan publik dengan baik dan upaya untuk menciptakan
harus dilakukan melalui suatu proses mediasi kesejahteraan masyarakat dapat lebih terjamin.
yang mengarah pada suatu konsensus bersama Ketiga, untuk pihak masyarakat (civil society)
dan konsensus tersebut harus didasarkan pada harapan kepada mereka adalah bahwa masyarakat
kepentingan umum atau berorientasi pada dapat mampu atau berdaya dalam mengurus dan
kepentingan masyarakat yang lebih luas serta mengelola berbagai permasalahan yang
diharapkan untuk patuh pada kebijakan dan dihadapinya, sehingga kebergantungannya kepada
prosedur yang benar. pemerintah dan pihak swasta bisa diminimalisir.
6. Equity, yang dimaknai bahwa semua individu Selain itu, keberdayaan masyarakat juga dapat
atau warga negara memiliki kesempatan yang menjadikan mereka mampu untuk berinteraksi atau
sama untuk memperbaiki dan mempertahankan menjalin kerjasama dengan pihak swasta dan
kesejahteraannya serta keadilan. pemerintah, disamping mampu memfasilitasi dan
7. Efficiency and effectiveness, bahwa institusi-institusi memobilisasi berbagai kelompok di dalam lingkungan
publik dalam pengelolaan sumber daya publik masyarakat itu sendiri untuk terlibat dalam aktivitas
yang ada harus dilakukan secara berdaya guna sosial, politik dan ekonomi dalam proses
dan berhasil guna (best use). penyelenggaraan pemerintahan. Terkait dengan poin
8. Accountability, dimaknai bahwa para pengambil ini maka masyarakat juga diharapkan untuk
keputusan di institusi publik, sektor publik, dan membangun organisasi masyarakat sipil yang baik
organisasi masyarakat madani (civil society) harus dan profesional agar dapat menyalurkan partisipasi
mampu mempertanggungjawabkan apa yang publik untuk mempengaruhi proses kebijakan publik
dilakukan dan diputuskan kepada publik dan proses pembangunan itu sendiri. Akhirnya
sekaligus kepada pemangku kepentingan. dengan kondisi masyarakat sipil yang demikian itu,
9. Strategic vision, bahwa para pemimpin dan maka harapan terakhir bagi mereka adalah bisa
masyarakat publik harus memiliki perspektif yang menjadi aktor untuk melakukan check and balances
luas dan jangka panjang terhadap pembangunan terhadap kekuatan negara dan swasta yang
manusia, dengan memperhatikan latar belakang merupakan unsur utama juga dalam perspektif
sejarah, dan kompleksitas sosial-budaya. governance.
Jadi, jika menyimak gagasan yang dikemukakan
Disamping berbagai prinsip dan/atau nilai yang beberapa pakar dalam buku dan tulisannya yang
harus dipertimbangkan dalam upaya menciptakan telah dielaborasi panjang lebar di atas, kita kemudian
good governance, tiga domain utama dalam perspektif dapat mensarikan bahwa pendekatan governance
governance diharuskan juga menjalankan berbagai dalam ilmu administrasi publik merupakan suatu
peran sehingga interaksi dan dinamika partisipasi proses manajemen pemerintahan dalam mengelola
di antara mereka dapat berjalan baik, yakni pertama, sumber daya, termasuk sumber daya manusia,
untuk negara (state), peran yang diharapkan agar sumberdaya sosial dan sumber daya alam serta
berorientasi pada penciptaan sumber daya manusia urusan dan persoalan publik dengan melibatkan
yang berkualitas dan berkesinambungan dengan seluruh stakeholders dalam domain pemerintah,
mengintegrasikan upaya tersebut dengan dinamika swasta dan masyarakat sipil yang bersifat dinamis
kehidupan sosial, ekonomi dan perlindungan dan berkesinambungan dengan menempatkan
lingkungan, disertai juga dengan upaya melindungi prinsip-prinsip atau nilai-nilai penting seperti
masyarakat dari kerentanan, menciptakan komitmen akuntabilitas, transparansi dan partisipasi dalam
politik, menyediakan infrastruktur, melakukan setiap proses penyelenggaraan pemerintahan dan
desentralisasi dan demokratisasi pemerintahan, negara. Dengan penyimpulan tersebut, pada titik ini
memperkuat finansial dan kapasitas administrasi kita semakin tegas dan jelas melihat bahwa nilai
pemerintah lokal. Selain itu, institusi pemerintah perlu partisipasi dan pendekatan partisipasi dalam

315 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

administrasi publik adalah sesuatu yang semakin dapat memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, mulai
dituntut dan penting untuk diintroduksi, dari pemenuhan kebutuhan sampai pada
diaplikasikan dan diaktualisasikan dalam praktik pelaksanaan dan penilaian hasil, sementara
penyelenggaraan administrasi publik guna pemerintah lebih memainkan perannya sebagai
mengurus dan mengelola urusan dan kepentingan fasilitator, dan dapat memfokuskan diri pada urusan-
publik. urusan negara yang bersifat strategis.”
Sehingga tidak heran apabila kemudian dalam Pandangan senada juga diungkapkan oleh
perkembangan-perkembangan tulisan dan/atau Warsito dalam orasi ilmiah pengukuhan guru
buku yang dituangkan oleh beberapa pakar besarnya, yang berjudul: “Administrasi Publik
administrasi publik belakangan ini melihat bahwa Indonesia di Era Demokratisasi Lokal Bagaimana
telah terjadi dinamika pergeseran makna (meaning) Semangat Kompatibilitas Menjiwai Budaya
atau pemaknaan terhadap administrasi publik itu Birokrasi” berikut:
sendiri, seperti yang dituangkan oleh Keban (2008, “Dalam perkembangan konsep Ilmu Administrasi
4-5) berikut: Negara, maka telah terjadi pergeseran titik tekan dari
“Variasi makna administrasi publik dapat dilihat Administration of Public di mana negara sebagai agen
dari persepsi orang tentang kata “administrasi tunggal implementasi fungsi negara/pemerintahan;
publik” itu sendiri. Ada yang menterjemahkan Administration for Public yang menekankan fungsi
administrasi publik sebagai administration of public negara/pemerintahan yang bertugas dalam public
atau administrasi dari publik, ada yang administration services; ke Administration by Public yang berorientasi
for public atau administrasi untuk publik, bahkan ada bahwa public demand are differentiated, dalam arti fungsi
yang melihatnya sebagai administration by public atau negara/pemerintah hanyalah sebagai fasilitator,
administrasi oleh publik. Variasi terjemahan tersebut katalisator yang bertitik tekan pada putting the
menarik karena dapat menunjukkan suatu rentangan customers in the driver seat. Di mana determinasi
kemajuan administrasi publik mulai dari negara/pemerintah tidak lagi merupakan faktor atau
administrasi publik yang berparadigma tidak aktor utama atau sebagai driving forces.” (dalam
demokratis sampai yang paling demokratis, atau dari Thoha, 2008, 52)
yang tidak memperhatikan aspek pemberdayaan Mengacu pada pergeseran pemaknaan terhadap
masyarakat sampai ke yang benar-benar administrasi publik sebagaimana dituangkan di atas,
memperhatikan pemberdayaan masyarakat. Istilah dapat diketahui bahwa dalam studi administrasi
administration of public menunjukkan bagaimana publik dewasa ini kecenderungan yang diharapkan
pemerintah berperanan sebagai agen tunggal yang adalah adanya keterlibatan aktif dari masyarakat
berkuasa atau sebagai regulator, yang aktif dan selalu dalam penyelenggaraan administrasi publik. Bahkan
berinisiatif dalam mengatur atau mengambil langkah dalam persepsi atau gagasan Goodsell (2006),
dan prakarsa, yang menurut mereka penting atau baik administrasi publik dilihat sebagai suatu upaya
untuk masyarakat karena diasumsikan bahwa menghasilkan integrated public governance, dimana
masyarakat adalah pihak yang pasif, kurang mampu, semua pihak yang terlibat dalam pemberian
dan harus tunduk dan menerima apa saja yang pelayanan kepada masyarakat diintegrasikan
diatur oleh pemerintah. Kemudian istilah berdasarkan nilai legalitas, efisiensi, efektivitas,
administration for public menunjukkan suatu konteks keadilan, keterandalan, transparansi, integritas dan
yang lebih maju dari yang pertama, yaitu pemerintah partisipasi atau keterlibatan berbagai pihak agar
lebih berperanan dalam mengemban misi pemberian dapat mencapai kehidupan yang lebih demokratis,
pelayanan publik (service provider). Dalam konteks ini bahkan lebih dari itu yakni menjadi modal utama
diasumsikan bahwa pemerintah lebih responsif atau terwujudnya kepercayaan publik (public trust) kepada
tanggap terhadap apa yang dibutuhkan masyarakat pemerintah dan birokrasinya, sehingga pada
dan lebih mengetahui cara terbaik untuk memberikan akhirnya pemerintah lebih efektif untuk menjamin
pelayanan publik kepada masyarakat. Meskipun terwujudnya kesejahteraan dan kebaikan bersama.
kebutuhan publik merupakan sasaran utama Sebagaimana dikatakan Ford Foundation, salah satu
kegiatan pemerintah namun pemerintah tidak lembaga yang menjadi pionir program governance,
berupaya memberdayakan publik. Selanjutnya, istilah “pemerintah yang efektif bergantung pada legitimasi
administration by public merupakan suatu konsepsi yang diperoleh dari partisipasi berbasis luas, keadilan
yang sangat berorientasi kepada pemberdayaan dan akuntabilitas.” (Sumarto: 2009, 5). Lebih spesifik
masyarakat, lebih mengutamakan kemandirian dan lagi ditegaskan oleh Wamsley dan Wolf (1996) bahwa
kemampuan masyarakat karena pemerintah partisipasi masyarakat dalam administrasi publik
memberikan kesempatan untuk itu. Dalam hal ini, merupakan hal yang penting diaplikasikan dalam
kegiatan pemerintah lebih mengarah pada pemerintahan yang demokratis (democratic
“empowerment” yaitu pemerintah yang berupaya government).
memfasilitasi masyarakat agar mampu mengatur Adapun, administrasi publik yang demokratis
hidupnya tanpa harus sepenuhnya tergantung terus berkaitan dengan bagaimana mentransformasikan
menerus kepada pemerintah. Akibatnya, masyarakat warga dari obyek menjadi subyek, dari warga sebagai

Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010 316


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

Tabel 1: Hakekat demokrasi dan Administrasi Publik Demokratis


Hakikat Demokrasi Hakikat Administrasi Publik Demokratis
of the people Akuntabilitas & transparansi
by the people partisipasi
for the people responsivitas

pemilih, konstituen atau klien menjadi warga sebagai bahwa administrasi publik akan benar-benar
pemilih, konstituen, klien dan partner (Sossin:2002;2). menjalankan kepentingan publik, bukan kepentingan
Sebagai subyek berarti warga menjadi stakeholders dan birokrasi. Argumentasi tersebut jika divisualisasikan
aktor dalam proses administrasi publik, sedangkan dalam sebuah bagan, dapat digambarkan atau
sebagai obyek maka warga cenderung menjadi dipetakan seperti pada Tabel 1.
konstituen dan marginal atau outside. Selain itu,
mentransformasi warga dari obyek menjadi subyek
berarti menempatkan warga sebagai fokus dan E. PENUTUP
sebagai stakeholders dan itu penting karena “citizens Menyimak rangkaian elaborasi yang dipaparkan,
are the heart of democracy”, sejalan dengan hakikat terlihat bahwa model baru keterlibatan atau
demokrasi yang didefinisikan sebagai government of partisipasi masyarakat dalam pendekatan
the people, by the people, for the people. administrasi publik atau praktik penyelenggaraan
Pemaknaan tersebut jika dibawa kedalam konteks dan pengelolaan administrasi publik telah menjadi
administrasi publik maka administrasi publik instrumen atau strategi utama untuk diaplikasikan.
demokratis dapat didefinisikan sebagai tindakan atau Dalam tataran praktis, itu telah terbukti dengan
usaha administrator (birokrat) publik untuk meluasnya penggunaan pendekatan partisipasi
memfasilitasi dan mengakomodasi partisipasi, dalam praktik penyelenggaraan administrasi publik
responsivitas, transparansi dan akuntabilitas dalam di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia
proses administrasi, seperti yang dikemukakan oleh dewasa ini, baik itu diterapkan di Pemerintahan
Rosenbloom (2005)9 bahwa administrasi publik yang Pusat maupun di Pemerintahan Daerah10.
demokratis adalah administrasi publik yang Terkait dengan penggunaan pendekatan
mengakomodir nilai-nilai yang inheren dalam partisipasi tersebut, yang merupakan konstruksi baru
demokrasi untuk dibawa kedalam proses dan praktik dalam pemerintahan dan praktik administrasi publik,
administrasi publik. ada pakar yang menghubungkan partisipasi dengan
Bagaimana menggambarkan argumentasi tata kelola kepemerintahan (governance) yang
tersebut, tulisan Little (1996) dalam bukunya kemudian dikonseptualisasikan kedalam istilah
“Thingking Government: Bringing Democratic Awareness participatory governance.11 Sementara ada pula yang
to Public Administration”, sangat gamblang dijelaskan melihat dan menghubungkan partisipasi tersebut
bagi kita untuk memaknainya. Ia menandaskan dengan proses pembangunan, terutama terkait
bahwa konsepsi democratic public administration secara dengan peran pemerintah dan birokrasi serta
filosofis mengakomodir tiga nilai penting dalam masyarakat dalam pembangunan, yang dikenal
demokrasi, yakni government of the people berarti dengan istilah participatory development12. Meskipun
pemerintahan masyarakat akan membawa legitimasi penggunaan konsep dan maknanya berbeda, tetapi
bagi administrasi publik, government by people berarti ruh yang menjiwai kedua konsep tersebut sama, yakni
bahwa pemerintahan masyarakat harus menjamin membahas betapa pentingnya partisipasi
adanya representasi administrasi publik dan masyarakat, baik itu dalam tata kelola
akuntabilitas administrasi publik terhadap kepemerintahan maupun dalam proses
masyarakat, dan government for the people bermakna pembangunan.

10. Beberapa penelitian yang telah dituangkan kedalam bentuk buku seperti yang ditulis oleh Hetifah Sj Sumarto (2009) “Inovasi, Partisipasi
dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia, jelas menunjukkan betapa di Indonesia, penerapan pendekatan
partisipasi sudah mulai digalakkan dengan serius di Pemerintahan Daerah, walaupun aktivitas itu didonasi oleh Lembaga Internasional
seperti ADB, UNDP, PBB dan sebagainya dan LSM Internasional, seperti NDI, PACT, CARE, dan lain-lain. Kemudian buku yang ditulis
oleh Akhmad Sukardi (2009), “Partisipatory Governance dalam Pengelolaan Keuangan Daerah”, juga secara gamblang menjelaskan
pendekatan partisipasi dalam proses pengelolaan keuangan daerah di Jawa Timur. Selain itu Khairul Muluk (2007) dalam bukunya
“Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah: Sebuah Kajian Administrasi Publik dengan Pendekatan Berpikir Sistem” juga
mengungkapkan betapa partisipasi masyarakat di pemerintahan daerah dalam konteks otonomi daerah saat ini menjadi hal yang penting,
walaupun tidak mudah dicapai karena terdapat banyak persoalan yang menghambat.
11. Participatory governance (kepemerintahan yang partisipatif) adalah sebuah konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh Archon Fung and
Elin Olin Wright (2001) dalam tulisannya “Deepening Democracy: Innovation in Empowered Participation Governance”. Kepemerintahan
partisipatif di sini dimaknai sebagai praktik pemerintahan yang partisipatif, dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses
pengambilan kebijakan publik.
12. Participatory development (partisipasi dalam pembangunan) merupakan konsep yang diperkenalkan oleh Gaventa dan Valderrama (1999,
dalam Sukardi, 2009), di mana konsep tersebut lebih dihubungkan dengan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Yang lebih
lanjut menurutnya merupakan sebuah konsep tradisional karena menekankan pemaknaan partisipasi sebagai partisipasi masyarakat di
tingkat program dan proyek dalam skala mikro.

317 Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010


Pandangan Ilmu Administrasi Publik Mengenai Signifikansi Partisipasi
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara
:: Hendrikus Triwibawanto Gedeona

REFERENSI Goodsell, C.T. 2006. “A New Vision Public


Buku: Administration”, dalam Public Administration
Box, Richard C. 1998. Citizen Governance. Thousand Oaks, Review, Jul/Agustus, 66, 4, Academic Research
CA: Sage Publications. Library, pp. 623-635.
Davis, Glyn and Michael Keating. 2000. The Future of Kettl, Donald F. 2000.” The Transformation of
Governance. Australia: Allen & Ulwin. Governance: Globalization, Devolution and Role
Denhardt, J.V. and R.B.Denhardt. 2003. The New Public Of Government”, dalam Journal of Public
Service: Serving Not Steering. New York: M.E.Sharpe. Administration Review, Vol. 60. No.6, pp. 448-497.
Ferlie, E., A.Pettigrew, L. Ashburner and L.Flitzgerald. Prasojo, Eko. 2009. Pergeseran dan Pengadopsian Paradigma
1996. The New Public Management in Action. Oxford: Administrasi Negara dalam Kurikulum. Makalah dalam
Oxford University Press. acara Diskusi Terbatas di STIA LAN Bandung.
Fung,A. and E.O.Wright. 2001. Deepening Democracy: Rondinelli, D.A. 2007. “Government Serving People: The
Innovations in Empowered Participatory Governance, Changing Role of Public Administration in
Politics and Society. Democratic Governance”, dalam Public
Frederickson, H.G. 1999. The Spirit of Public Administration. Administration and Democratic Governance:
San Fransisco: The Jossey-Bass Public Governments Serving Citizens. New York: United
Administration Series. Nations: Economic and Social Affairs.
Little, Jhon H. 1996. Thingking Government: Bringing Sciller, Jim. 2009. “Belajar Berpartisipasi”. Dalam Hetifah
Democratic Awareness to Public Administration. Sj. Sumarto. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance:
Dalam Gary L. Wamsley and James F.Wolf (Ed). 20 Prakarsa Inovasi dan Partisipasi di Indonesia. Edisi
Refounding Democratic Public Administration: Modern Kedua, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Paradoxes, Postmodern Challenges. Thousand Oaks,
California: Sage Publications
Martin, D.W. 1989. The Guide to The Foundations of Public
Administration. New York: Marcel Dekker, Inc.
Muluk, Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik dalam
Pemerintahan Daerah: Sebuah Kajian Administrasi Publik
dengan Pendekatan Berpikir Sistem. Malang: Lembaga
Penerbitan dan Dokumentasi FIA-Unibraw.
Osborne, D. & Gaebler, T. 1992. Reinventing Government:
How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public
Sector. Reading, MA: Harvard University Press.
Rosenbloom, D.H., & R.S. Kravchuk. 2005. Public
Administration: Understanding Management, Politics
and Law in The Public Sector (Six edition). Singapore:
McGraw Hill.
Santoso, Priyo Budi. 1993. Birokrasi Pemerintah Orde Baru:
Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: Rajawali
Press.
Simmons, Robert H.and Dvorin, Eugene P. 1977. Public
Administration: Value, Policy and Change.
Washingthon, DC: Alfred Publishing Co. Inc.
Steifel, M. and Woelfe, M. 1994. A Voice for the Excluded:
Popular Participation in Development, Utopia or Necessity?
London: Zed Books.
Sukardi, A,. 2009. Partisipatory Governance dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo
Sumarto, Hetifah Sj. 2009. Inovasi, Partisipasi dan Good
Governance: 20 Prakarsa Inovasi dan Partisipasi di
Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Vigoda, E. 2003. New Public Management. Dalam Jack
Rabin (ed), Encyclopedia of Public Administration and
Public Policy. New York: Marcel Dekker, Inc.

Jurnal dan Artikel:


Agranoff, Robert, and Michael McGuire. 1998. “Multi-
Network Management: Collaboration and The
Hollow State”, dalam Journal of Public Administration
Research and Theory 1 pp. 67-91.
Dwiyanto, Agus. 2004. Reorientasi Ilmu Administrasi Publik:
Dari Government ke Governance. Pidato Pengukuhan
Guru Besar UGM.

Jurnal Ilmu Administrasi Volume VII No. 4 Desember 2010 318

Anda mungkin juga menyukai