Anda di halaman 1dari 2

EKOLOGI SUNDA: “KILA-KILA” ALAM SUNDA

Dalam materi “Kila-Kila” Alam Sunda membahas bagaimana lingkungan


seringkali memberikan tanda-tanda yang akan terjadi dikemudian hari. Tanda-tanda
alam ini dalam budaya lokal disebutnya “Kila-Kila”, kila-kila bisa terjadi dari luar diri
manusia atau bisa dikatakan berasal dari alam, sedangkan apabila tanda tersebut
datang dari dalam diri manusia dinamakan sebagai firasat.

Ternyata, manusia dapat membaca tanda-tanda alam dan dapat menangkap


maksud dibalik kila-kila tersebut atau karena kebeningan jiwanya maka dapat
memiliki firasat mengenai apa yang akan terjadi dikemudian hari. Prediksi tersebut
disebut sebagai uga.

Uga bisa saja benar ataupun tidak, namun dalam kisah dahulu pernah ada uga
(prediksi) tentang kondisi Sumedang yang dipimpin sama seseorang yang bukan
berasal dari Sumedang itu sendiri dan uga (prediksi) tentang Bandung yang ramai dan
padat penduduk, dan ternyata prediksi tersebut benar adanya. Jika dilihat dahulu,
Sumedang sebagai pusat peradaban dan Kerajaan Sunda yang akhirnya bisa diambil
alih oleh kolonial Belanda.

Begitu juga dengan keadaan Bandung sekarang, populasi masyarakat Bandung


sudah mulai tidak terkendali bahkan lalu lintas macet dimana-mana, sehingga
Bandung dijuluki sebagai Kota Termacet di Indonesia. Keadaan tersebut sebagai
cerminan, bahwasannya para penguasa di pemerintahan masih belum mampu menata
ruang kota ataupun memberikan solusi terhadap kepadatan khususnya kendaraan
bermotor di jalanan dan mengkontrol populasi khususnya di Bandung agar tidak
terjadi ledakan penduduk.

Fenomena Rasa

Sunda sudah terkenal sebagai etnis yang kental didominasi rasa, yang berarti
bahwa orang sunda lebih peka terhadap kila-kila, sehingga orang sunda dapat lebih
mudah menangkap dan menerjemahkan simbol yang akan terjadi di waktu yang akan
datang.

Laku tirakat atau disebut jalan ruhani menjadi jalan untuk mencapai sensivitas yang
kuat, maksudnya semakin seseorang menguatkan ruhani nya maka orang tersebut akan
semakin dapat merasakan baik yang ada didalam dirinya sendiri maupun yang datang
dari luar. Seseorang juga harus bisa melawan segala sesuatu sifat yang negatif dan
mengganti/mengisinya dengan sifat positif dan jadikan itu menjadi bagian diri dari
kepribadiannya.

Semakin kuat terhadap ‘rasa’, maka terbuka pula rahasia mengenai alam.
Sehingga, kila-kila yang kerap dibalut dengan simbol pun dapat terjawab dari maksud
kila-kila tersebut. Simbol juga dapat diartikan sebagai “tanda tangan imanensi Tuhan”
yang menggambarkan sesuatu yang universal, realitas dan mendatangkan
transformasi.

Kerusakan Alam

Banyaknya manusia yang mengeksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya


alam, tidak terkecuali di tanah Sunda menjadi tanda bahwa rasa memiliki terhadap
sesama lingkungan sudah tidak ada dan sama saja kita mempermalukan alam dengan
nafsu kita yang tidak dapat terkendali. Sehingga, bencana alam yang sering terjadi
sebenarnya merupakan pertanda bagi kita sebagai manusia, atau bahkan menjadi
peringatan dari Sang Pencipta.

Dalam perspektif Sunda, alam bukan sekedar objek yang mati, namun alamlah
yang menjadi pegangan untuk keberlangsungan hidup manusia, sehingga dengan
begitu kita sebagai manusia bisa bersyukur dan merasakan hadirnya Sang Pencipta.

Anda mungkin juga menyukai