Anda di halaman 1dari 4

Nama : Faza Tsalitsa Afifah Azzahra

NIM : 2107627

RANGKUMAN EKSISTENSIALISME 2

2. Jean Paul Sarte (1905-1980)

Oleh nya filsafat eksistensialisme menjadi tersebar luas, hal ini karena dia sangat sastrawan,

ia menyajikan filsafatnya dalam bentuk roman dan pentas dalam bahasa yang mampu

menampakkan maksudnya kepada pembacanya, dengan demikian dia menghubungkannya

dengan konkrit.

Didalam bukunya itu Sarte mulai menganalisa ‘ada’ atau ‘berada’. Menurut dia ada dua

macam berada, yaitu berada dalam diri dan berada untuk diri. Yang dimaksud berada dalam

diri adalah berada dalam dirinya, berada itu sendiri. Filsafat berpangkal pada realitas yang

ada, sebab realitas yang ada itulah yang kita hadapi, kita tangkap, dan kita mengerti. Semua

benda ada dalam diri atau ada dalam dirinya sendiri, tidak ada alasan atau dasar mengapa

benda itu berada begitu. Menurut Sarte, segala yang berada secara ini, segala ‘berada-

dalam-diri’, memuakkan. Yang dimaksud dengan ‘berada-untuk-diri’ ialah berada yang

sadar dengan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia mempunyai hubungan dengan

keberadaannya, ia bertanggung jawab atas fakta bahwa ia ada. Benda-benda tidak sadar

bahwa dirinya ada, tetapi manusia sadar bahwa dirinya berada. Didalam kesadaran ini,

yaitu didalam kesadaran yang disebut reflektif, ada yang menyadari da nada yang disadari,

ada subjek dan objek, hal yang demikian tidak terdapat dibenda.
Pada manusia ada kesadaran, yaitu kesadaran refleksif dan prarefleksif. Bentuk kesadaran

refleksif adalah kesadaran yang difikirkan kembali atau kesadaran yang telah kembali

kepada diri sendiri). Menurut Satre, biasanya kesadaran kita bukanlah kesadaran akan

dirinya, melainkan kesadaran diri. Baru jikalau kita secara reflektif menginsafi cara kita

mengarahkam diri kepada objek, kesadaran kita diberi bentuk kesadaran akan diri. Didalam

kesadaran akan diri ini selalu ada jarak antara kesadaran dan diri. Jadi didalam kesadaran

reflektif itu manusia sadar bahwa ia ada. Manusia menyadari dirinya sebagai ada. Yang

menyadari ( subjek) tidak sama dengan yang disadari (objeknya). Jadi didalam kesadaran

itu ada yang ditiadakan. Kesadaran meniadakan kepadatan, meniadakan kesatuan dan

sebagainya. Kesadaran ini tidak boleh dipandang sebagai hal berdiri sendiri, seolah-olah

ada sesuatu yang berdiri sendiri, yang disebut kesadaran. Sebab kesadaran hanya ditemukan

sebagai latar belakang suatu kegiatan. Orang yang sadar adalah orang yang berbuat.

Kesadaran sebagai kehadiran pada diri sendiri berarti jarak diantara aku dan diriku, yaitu

ketiadaan, suatu jarak yang tiada ukurannya dan tak terjembatani. Kesadaran bukanlah

berada dalam arti yang sepenuhnya, yang telah ada lobangnya. Sebab seandainya kesadaran

adalah arti yang sepenuhnya, maka kesadaran adalah padat, tertutup, penuh, tidak akan

dapat dirubah kepada yang lain.

Yang dimaksud transdensi adalah yang merangkumi segala sesuatu, baik dunia maupun

eksistensi. Akan tetapi transdensi bukanlah sesuatu yang konkrit, sebab hakekatnya

tersembunyi bagi kita, sehingga kita memikirkannya pun tidak dapat. Transdensi tidak

dapat dikatakan bagaimana, tidak dapat dipikirkan. Bagaimana kita dapat mengetahuinya?
Bukan karena berpikir, tetapi karena membaca. Segala yang berada didunia adalah symbol

transendensi, atau tulisan sandi trasendensi, yang mewakili transendensi. Simbul disini

tidak boleh diartikan sebagai lambang, sebab disini apa yang ditunjukan simbul itu

bukanlah sesuatu yang pada prinsipnya langsung dapat dikenal ( tanpa simbul) dan dapat

diobjektivasi, tetapi didalam simbul ini yang dibaca adalah kehadiran yang tidak hadir dan

tidak dapat dikenal sebagai objek. Simbul disini adalah simbul yang dapat. Ini adlaah

tulisan sandi transendensi. Benda benda didunia adalah tembus sinar atau transparan,

sehingga menampakkan transedensi. Didalam simbul atau tulisan sandi itu orang mendapat

penjelasan bagaimana transendensi. Sekalipun demikian simbul-simbul itu tidak dapat

diberi interpretasi yang tepat. Orang dapat masih memberikan interpretasi yang bermacam-

macam. Oleh karena itu transendensi tidak dapat dipahami setiap orang. Yang dapat benar-

benar membaca tulisan sandi itu hanya eksistensi yang benar-benar ada. Interpretasi yang

benar adalah hanya terjadi dalam kegiatan kita, yang hanya dapat kita pahami sendiri dan

tidak dapat dijelaskan kepada orang lain. Seperti yang telah dikemukakan, segala sesuatu

merupakan yang dapat dibaca oleh mereka yang cakap membacanya. Menikmati alam yang

indah, atau menikmati hasil seni, mengalami pengalaman keagamaan, dan lain-lain.

Semuanay itu dapat membuka mata kita bagi para transendensi. Chillfree ini terlebih-lebih

tampak dalam situasi perbatasan. Akan tetapi pada akhirnya, chillfree ini juga mengalami

kegagalan, yaitu di dalam kematian inilah puncak dari suatu kegagalan, demikianlah

sesuatu mengalami kegagalan. Dasein dalam cakrawala pertama gagal, eksistensi dengan

kebebasannya dalam cakrawala kedua gagal. Ternyata bahwa segala macam nilai hanya

terbatas saja.
Sepintas lalu seolah-olah filsafat Jaspers sama dengan filsafat Heideger dan Sarte, tetapi

sebenernya tidak, sebab dibelakang segala kegagalan itu masih ada yang transenden, yang

tidak dapat terbatas dan tidak dapat binasa, yang tidak dapat disamakan dengan Allah.

Jaspers berusaha mengatasi segala kegagalan dalam memenuhi dasein serta pengalaman

keruntuhannya dengan mencoba pemisahan antara subjek dengan objek melalui keprcayaan

filsafati . manusia tidak boleh mencari dan mengusahakan berakhirnya segala kegagalan

dan keruntuhan. Sebab hal itu bukanlah hal yang asli. Kegagalan dan keruntuhan itu

mewujudkan tulisan sandi sempurna dari ada . didalam kegagalan dan keruntuhan itu orang

mengalami ada, mengalami yang transenden.

Anda mungkin juga menyukai