Bab 6:
Pengetahuan Manusia:
Indera Eksternal
Universitas Binus
1. Kehidupan Kognitif
Dengan demikian, kita melihat adanya
kesinambungan dan diskontinuitas antara
keberadaan dan kehidupan: Hidup berarti
menjadi, namun dalam cara yang lebih
sempurna dibandingkan benda mati atau
benda mati. Berdasarkan kesimpulan ini, kami
menunjukkan bahwa derajat-derajat kehidupan
juga merupakan derajat-derajat keberadaan
dan di antara keduanya terdapat
kesinambungan (derajat-derajat yang lebih
tinggi mencakup yang lebih rendah) dan
diskontinuitas (derajat-derajat
Universitas Binus
yang lebih tinggi
Mengetahui adalah cara untuk hidup dan cara
untuk menjadi. Jika benar bahwa hidup dapat
dideskripsikan (secara luas) sebagai suatu cara
keberadaan yang refleksif atau imanen, kini
kita harus menambahkan bahwa mengetahui
berarti hidup secara refleksif, dengan tingkat
imanensi dan transendensi yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan kehidupan
vegetatif. Memang benar, seperti yang akan
kami tunjukkan nanti, imanensi dan
transendensi hanya benar-benar terjadi dalam
kehidupan kognitif.
1 .1 Menjadi dan Mengetahui
Kehidupan kognitif, karenanya, dicirikan oleh
imanensi dan transendensinya yang lebih besar.
Namun bagaimana kesempurnaan yang
berkenaan dengan makhluk hidup tanpa
pengetahuan ini harus dipahami?
Kesempurnaan ini dapat kita jumpai dalam dua
tingkat: tingkat keberadaan makhluk hidup dan
tingkat aktivitas mereka.
Dalam konteks ini, kata-kata St. Thomas berikut
ini sangat penting: “Menurut wujud material,
yang dibatasi oleh materi, setiap benda
hanyalah apa adanya, misalnya batu ini tidak
lain hanyalah batu ini; sedangkan menurut
wujud non-materi, yang luas dan dalam
beberapa hal tidak terbatas, sejauh ia tidak
dibatasi oleh materi, suatu realitas bukan hanya
apa adanya, tetapi juga, dalam beberapa hal,
realitas-realitas lain.”
1 .2 Tindakan Transitif dan
Tindakan Imanen
Dalam pengertian apa makhluk kognitif, secara
sengaja dan tidak material, “memiliki” realitas
lain? Mengapa ilmu pengetahuan tidak bisa
disamakan dengan gizi? Untuk menjawab hal
ini kita harus mempelajari aktivitas makhluk
kognitif, dan untuk melakukan hal ini kita perlu
mengkaji perbedaan, yang telah dibuat oleh
Aristoteles, antara dua jenis aktivitas: aktivitas
imanen dan aktivitas transitif.
Tindakan pertama dari dua tindakan ini,
tindakan yang menghasilkan efek eksternal,
disebut póiesis , atau “tindakan transitif”;
yang kedua, yang hanya memberikan akibat
pada pelaku tindakan, diberi nama praksis,
atau “tindakan imanen”. Sekarang mari kita
perhatikan kedua bentuk kegiatan ini secara
lebih rinci.
1 .2.1 Tindakan Transitif
Tindakan seperti membangun rumah,
menyiapkan makanan, atau mengendarai mobil
diarahkan pada objek selain agen yang
menyelesaikannya. Dengan demikian, hasil dari
tindakan tersebut dapat dibedakan dari tindakan
itu sendiri, dan, jika dikatakan dengan benar, kita
dapat mengatakan bahwa tindakan tersebut
memiliki “tujuan” dan bukan “akhir”. Perbedaan
ini terlihat jelas dalam banyak bahasa modern, 9
namun orang Yunani sudah membedakan antara
peras (“tujuan”) 10 dan telos (“akhir”).
Oleh karena itu, tindakan transitif mempunyai
peras (tujuan) dan bukan telos (akhir). 12 Oleh
karena itu, tindakan tersebut tidak terjadi
secara instan, melainkan berkepanjangan.
Alasan utamanya terletak pada kenyataan
bahwa aktivitas transitif menyangkut wujud
alami dalam materialitasnya, dan karena materi
selalu mempunyai dimensi tertentu, hal ini
tentu menyiratkan bahwa tindakan tersebut
mempunyai tujuan spatiotemporal.
1 .2.2 Tindakan Imanen
Universitas Binus
2.1 Kemampuan Indra dan Pengetahuan
Intelektual
Aktivitas kognitif memiliki dua derajat: indera dan
intelek. 17 Pengetahuan indera adalah milik
binatang dan manusia. Ciri mendasarnya adalah
kenyataan bahwa ia muncul melalui suatu organ
tubuh. 18 Kita telah melihat bagaimana hubungan
antara indera dan organ indera bersifat
“hylomorphic” (bentuk dan materi): Setiap indera
mengatur dan menggerakkan organnya dengan
cara yang analog dengan cara jiwa mengatur dan
menggerakkan tubuh.
Kondisi-kondisi material ini terdiri dari
individualitas dan aksidenalitas bentuk indera,
dan ini berarti bahwa indera (atau lebih
sederhananya “indera”) selalu mengetahui
bentuk individual (yaitu, tidak universal) dan
aksidental (yaitu, tidak substansial). : Pandangan
saya melihat birunya laut yang saya renungkan
tetapi tidak melihat birunya laut dalam
pengertian umum atau abstrak. Terlebih lagi,
indera hanya dapat mengetahui objek-objek yang
mampu mengubah organnya dalam batas-batas
tertentu.
2.2 Organ dan Kemampuan Indra
Universitas Binus