BAB III
3.1 PENDAHULUAN
Untuk menjamin kepastian hukum atas besarnya pajak penghasilan yang terutang, wajib
pajak berpegang pada Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh). Undang-undang
ini berlaku sejak 1 Januari 1984, sebagaimana telah berubah berkali-kali dan untuk yang
terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008. Undang-undang ini selain
mengatur cara menghitung melunasi pajak yang terutang, juga memberikan fasilitas
kemudahan dan keringanan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Undang-undang PPh menganut asas materiil, yaitu bahwa penentuan
mengenai pajak yang terutang tidak tergantung kepada surat ketetapan pajak.
a. Orang pribadi yang tidak berternpat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha/melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak berternpat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha/melakukan kegiatan di Indonesia,
dapat berupa :
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
n. orang/badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia;
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewakan, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
MULAI BERAKHIR
30
Subjek Pajak Dalam Negert Orang Subjek Pajak Dalam Negeri Orang
Pribadi: Pribadi :
· Saat dilahirkan
· Saat berada di Indonesia dan · Saat ineninggal
punya niat bertempat tinggal · Saat meninggalkan Indonesia untuk
di Indonesia. selama-lamanya.
Subjek Pajak Dalam Negeri Badan: Subjek Pajak dalam Negeri Badan:
Saat didirikan atau bertempat · Saat dibubarkan atau tidak lagi
kedudukan di Indonesia. berkedudukan di Indonesia,
Subjek Pajak Luar Negeri Non BUT: Subjek Pajak Luar Negeri Non BUT:
Saat rnernpunyai penghasilan di Saat tidak lagi mempunyai
Indonesia. penghasilan di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri / BUT: Subjek Pajak Luar Negeri/ BUT:
Saat inulai rnelakukan usaha atau Saat tidak lugi menjalankan usaha
kegiatan melalui BUT di atau kegiatan melalui BUT di
Indonesia Indonesia.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan berternpat
tinggal bersama mereka, dengan syarat :
· bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
· Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi intemasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri
Keuangan, dengan syarat tidak menjalankan usaha/melakukan kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagairnana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
tidak mempunyai penghasilan lain di Indonesia
Obyek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh selama satu tabun pajak yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi objek pajak hanya penghasilan
yang berasal dari Indonesia saja. Termasuk dalarn pengertian penghasilan tersebut adalah :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa.
2. Hadiah dari undian atau pckerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4_ Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pernbayaran pajak,
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jarninan pengembalian
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun.
8. Royalti.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan dan perolehan pernbayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang.
12, Keuntungan karena selisih mata uang asing,
13. Selisih lebib karena penilaian kembali aktiva,
14. Premi asuransi
15. luran yang diterima dan diperoleh perkumpulan sepanjang iuran tersebut ditentukan
berdasarkan volume usaha.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal.
4. Imbalan dalarn bentuk natura dan atau kenikmatan.
5. Pembayaran klaim dari perusahaan asuransi.
6. Dividen atau bagian laba yang diterirna PT, koperasi, yayasan dan organisasi sejenis,
dan BUMN/BUMD, dari modal pada badan didirikan di Indonesia dengan syarat :
- deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan
- bagi PT, BUMN/D kepemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor.
7. Iuran yang diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, dan penghasilan dari modal yang ditanamkan dalam bidang tententu.
8. Bagian laba yang diterirna atau diperoleh anggota dari badan usaha yang modalnya
tidak terbagi atas saham.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha dengan syarat badan usaha tersebut :
- Pengusaha kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
sektor usaha tertentu.
- Sahamnya tidak dijual di bursa efek di Indonesia.
10. Bea siswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
11. Sisa lebih yang diterima badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan, penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali.
12. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial
kepada wajib pajak tertentu.
surat utang negara dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya.
d. Penghasilan dari penghasilan harta berupa tanah dan bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya.
Kepada orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagaimana diatur dalam ketentuan di pasal 7
Undang- undang nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud diatas didapat
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun.
34
b. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebagai berikut :
Mulai tahun pajak 2009, tarif PPh Badan menganut sistem tarif tunggal atau single tax
yaitu 25% mulai tahun 2010. Jadi berapapun penghasilan kena pajaknya, tarif yang
dikenakan adalah satu yaitu 25%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi
syarat tertentu, tarif PPh Badan nya adalah 5% lebih rendah dari tarif umum.
Secara umum, perubahan tarif PPh Badan ini menguntungkan bagi perusahaan-
perusahaan besar yang biasanya kena tarif lapisan tertinggi 30%. Namun bagi
perusahaan-perusahaan kecil, yang biasanya kena tarif dengan lapisan kena pajak
rendah tentu saja akan merugikan karena akan mengalami kenaikan tarif. Oleh karena
itu ada ketentuan dalam Pasal 31E yang memberikan fasilitas pengurangan tarif
sebesar 50% dari tarif umum untuk Wajib Pajak badan yang omzetnya tidak lebih dari
Rp 50 milyar yang dikenakan terhadap penghasilan kena pajak dari bagian omzet
sampai dengan Rp 4,8 milyar.
1. Pelunasan pajak tahun berjalan yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak rneliputi :
35
a. Pembayaran sendiri oleh Wajib Pajak ( tatacara perhitungannya diatur pada Pasal
25) setiap masa pajak yaitu angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh.
b. Pembayaran pajak melalui orang atau badan baik swasta maupun pemerintah
berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak terutang
selama tahun pajak, yaitu :
1) Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan (Pasal 21)
2) Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor/kegiatan lain,
dan pembayaran atas penyerahan barang pada badan pemerintah (Pasal 22)
3) Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan harta oleh
orang lain, hadiah dan penghargaan (Pasal 23)
2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun, pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir
dilakukan dengan cara :
a. Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung sendiri jumlah
pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak dikurangi dengan jumlah
kredit pajak yang bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan pajak yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah
pajak penghasilan terutang tidak benar.