Anda di halaman 1dari 6

CARA MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB PERAWAT DI RUANGAN

INTERVENSI DAN PEMBAHASAN


1. Supervisi Model Reflektif Terhadap Peningkatan Kepuasan Kinerja Perawat
Pembahasan :
Metode reflektif bermanfaat untuk kepala ruang dalam menjalankan tugas
supervisi namun melalui kuesioner, permasalahan yang nyata tidak dapat dijelaskan
secara detail. Saran dari kepala ruang, menambahkan sedikit wawancara pada
masing-masing perawat pelaksana dan keterangan saran di setiap pertanyaan.
Penyebarluasan link dinilai efisien mengingat kesibukan dari perawat pelaksana
sehingga bisa mengerjakan di luar kesibukan dengan waktu singkat.
Cara menilai kepuasan perawat berlangsung lama yaitu 3 bulan dan melalui
survei beberapa ruangan dalam mendapatkan hasil objektif dan menangani
permasalahan yang tepat sasaran hingga memajukan ke tingkat manajemen rumah
sakit apabila ada wawancara detail dari individu perawat itu sendiri (Fatikhah &
Zuhri, 2019).
Sebagian besar persepsi responden yang menyatakan tingkat kepuasan tinggi,
merasa pengakuan terhadap perawat baik, sedangkan yang memiliki tingkat kepuasan
rendah merasa pengakuan kurang baik. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian
Nadia Tahsina (2013) dalam penelitian yang dilakukan pada 46 perawat tentang
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja Perawat di RS Rumah
Sehat Terpadu Parung Bogor bahwa responden yang puas dengan pekerjaannya serta
mendapatkan pengakuan atas pekerjaannya sebesar 77,3%. Hasil penelitian
didapatkan pengakuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja
perawat di RS Rumah Sehat Terpadu Parung Bogor. Semakin baik persepsi
pengakuan terhadap perawat maka kepuasan kerja akan semakin tinggi, dan
sebaliknya jika persepsi pengakuan terhadap perawat kurang baik maka kepuasan
kerja perawat semakin rendah. Menurut Hasibuan (2010) menemukan bahwa
pengakuan dan penghargaan memainkan peran penting dalam unit dan program kerja
untuk menarik dan mempertahankan karyawan. Pengakuan yang karyawan dapat
memberikan semangat tinggi di lingkungan kerja (Putri et al., 2018).
Beberapa ada yang mengisi kepuasan bahwa tidak dapat menyelesaikan tugas
selama jam kerja dikarenakan tanggungjawab yang tinggi tetapi harus
didokumentasikan melalui online sehingga tidak sesuai dengan job description
dimana mobilitas aktivitas yang tinggi. Semakin tinggi kepuasan maka semakin
tinggi nilai tanggung jawab perawat pada pasien. Sejalan dengan Penelitian
Mulatinah (2014) mengenai Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja Perawat Pelaksana di RSU Budi Rahayu Pekalongan terhadap 70 perawat
pelaksana didapatkan bahwa tanggung jawab berpengaruh terhadap kepuasan kerja
perawat pelaksana karena dapat melakukan asuhan keperawatan sesuai yang
dibutuhkan pasien (Putri et al., 2018).
Beberapa responden menilai dihargai di tempat kerja karena prestasi dan potensi
kemampuan yang telah dikerjakan dengan baik. Sebagian besar persepsi responden
yang menyatakan tingkat kepuasan tinggi, merasa pengembangan potensi perawat
baik, sedangkan yang memiliki tingkat kepuasan rendah merasa pengembangan
potensi perawat kurang baik. Hal ini sejalan dengan hasil Rahmad Septian (2015)
yang menyatakan ada hubungan antara persepsi pengembangan potensi dengan
motivasi kerja dan kepuasan kerja perawat. James Gibson, et all (2016) menyatakan
bahwa manajemen rumah sakit dihadapkan pada tantangan untuk mampu menangani
karir perawat. Untuk itu diperlukan pengembangan karir yang jelas, sistematik dan
terencana dengan baik. Apabila dalam pelaksanaan pengembangan karir pegawai
belum optimal dikhawatirkan dapat menyebabkan pegawai yang berpotensi dan
berprestasi meninggalkan perusahaan (Putri et al., 2018).
Beberapa perawat menilai kondisi dan situasi lingkungan kerja yang nyaman.
Sebagian besar persepsi responden yang menyatakan tingkat kepuasan tinggi, merasa
kondisi kerja baik, sedangkan yang memiliki tingkat kepuasan rendah merasa kondisi
kerja perawat kurang baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Meilinda Sari dkk
(2008) dalam penelitian terhadap 38 perawat tentang Hubungan Motivasi Kerja
dengan Kepuasan Perawat pada Unit Rawat Inap RSUD Kabupaten Majene
didapatkan bahwa 73,6% perawat mengatakan kondisi kerja kurang baik. Hasil
penelitian didapatkan kondisi kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan
kepuasan kerja perawat rawat inap RSUD Kabupaten Majene (Putri et al., 2018).
Beberapa perawat menilai kebijakan dan sanksi yang berlaku dinilai puas.
Sebagian besar persepsi responden yang menyatakan tingkat kepuasan tinggi, merasa
kebijakan dan administrasi rumah sakit baik, sedangkan yang memiliki tingkat
kepuasan rendah merasa kebijakan dan administrasi rumah sakit kurang baik. Hal
yang sama diungkapkan Atik Badi’ah dkk (2009) dalam penelitiannya pengaruh
kebijakan organisasi terhadap kinerja perawat. Kebijakan organisasi yang diterapkan
rumah sakit terhadap perawat semakin baik, maka kinerja perawat semakin
meningkat (Putri et al., 2018)
Beberapa perawat menilai kebersaman dan komunikasi rekan kerja dinilai
memuaskan. Sebagian besar persepsi responden yang menyatakan tingkat kepuasan
tinggi, merasa interaksi antar pribadi baik, sedangkan yang memiliki tingkat
kepuasan rendah merasa interaksi antar pribadi kurang baik. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Ika Dewi Sartika (2013) dalam penelitian terhadap 102 perawat
tentang Hubungan antara Komunikasi Antar Pribadi Perawat dengan Tingkat
kepuasan Pasien RSIA Pertiwi Makassar didapatkan bahwa 82,4% perawat
mengatakan interaksi antar pribadi sudah berjalan baik. Hasil penelitian didapatkan
pengakuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja perawat di
RSIA Pertiwi Makassar (Putri et al., 2018).
Perlunya peningkatkan peran perawat untuk terlibat dalam setiap kegiatan di
ruang rawat inap. Perawat akan merasa senang karena turut diikutsertakan dalam
kegiatan rumah sakit bersama dengan lainnya. Memberikan reward untuk perawat
yang telah melakukan tugas keperawatan dengan baik untuk meningkatkan
motivasinya. Hal ini bisa diambil berdasarkan penilaian kinerja perawat yang sudah
dicapai. Rumah sakit sebaiknya meningkatkan pengembangan potensi terhadap
perawat antara lain pelatihan keperawatan, tugas yang menantang dan
mengikutsertakan perawat untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dalam
update keterampilan berdasar penelitian.
Referensi

Fatikhah, & Zuhri, N. (2019). Pengaruh Supervisi Kepala Ruang Model Reflektif Terhadap
Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Tugurejo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Surya Muda,
1(1).
Juliana, & Suryani, I. (2017). Hubungan Supervisi Klinis Manajerial Dengan Kepuasan Kerja
Perawat. Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat, 10(7).
Manik, H. N. Y. (2013). Hubungan Kepuasan Kerja Perawat Dan Kinerja Perawat Di
Rumah Sakit Puri Mandiri Kedoya. Universitas Esa Unggul.
Mua, E. L., Hariyati, R. T. S., & Afifah, E. (2016). Peningkatan kepuasan dan kinerja
perawat melalui supervisi kepala ruangan. Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(3).
2. Penerapan Evidence based nursing practice (EBNP) 4S dan 1R (Senyum, Salam,
Sapa, Salim dan Rapih) dalam Peningkatan Kinerja Perawat

Pembahasan :

Perawat sebagai profesi kesehatan harus mampu memberikan pelayanan yang


maksimal kepada klien. Dimana perawat tidak hanya memberikan pelayanan kepada individu
saja namun juga pada keluarga dan masyarakat baik dalam keadaan sehat atau sakit yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia yang mengacu pada standar profesional
keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama.

Dalam hal ini perawat perlu menerapkan 4S dan 1R (Senyum, Salam, Sapa, Salim, dan Rapi),
yang akan mendukung terlaksananya tugas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien. Penerapan 4S dan 1R memungkinkan perawat tidak emosional dalam
menangani pasien yang baik ragam sikap, perilaku, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
Dan dengan penerapan 4S dan 1R memungkinkan untuk perawat lebih tau tanggung
jawabnya sebagai seorang perawat dan memiliki rasa empati yang tinggi terhadap asuhan
keperawatan. Implementasi perawat 4S dan 1R jadikanlah kepribadian positif yang dapat
meningkatkan kinerja perawat. Perawat sebagai profesi kesehatan harus mampu memberikan
pelayanan yang maksimal kepada klien. Kinerja tenaga kesehatan khususnya perawat sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan masalah yang sangat penting
untuk dikaji dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan. Kunci
utama dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan adalah perawat yang mempunyai
kompetensi dan kinerja yang tinggi (Nursalam, 2007).

Menurut Karsinah (dalam Wirawan, 1998) perawat adalah salah satu unsur vital dalam rumah
sakit, perawat, dokter, dan pasien merupakan satu kesatuan yang paling membutuhkan dan
tidak dapat dipisahkan. Tanpa perawat tugas dokter akan semakin berat dalam menangani
pasien. Tanpa perawat, kesejahteraan pasien juga terabaikan karena perawat adalah penjalin
kontak pertama dan terlama dengan pasien mengingat pelayanan keperawatan berlangsung
terus menerus selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu untuk merawat dan melayani
masyarakat (Hamid, 2008).

Pengaruh kinerja perawat sebelum dan setelah diberikan komitmen bersama penerapan 4S
dan 1R mempunyai pengaruh yang signifikan dengan nilai p=0,008. Kepribadian individual
melekat pada individu yang sifatnya dapat berubah-ubah atau stabi (Fitriyani, 2019). Ukuran
kinerja berupa kedisiplinan, kualitas pencapaian tujuan, persepsi pimpinan terhadap capaian
organisasi, perilaku individual dalam organisasi, dan efektivitas (Purnomo, 2010). Dengan
adanya hasil penelitian yang signifikan terhadap kinerja perawat terhadap penerapan 4S dan 1
R maka dapat terjadi perubahan kinerja perawat menjadi yang lebih baik. Berdasarkan dari
hasil penelitian Fitriyani (2019) dapat dikatakan bahwa dengan adanya penerapan 4S dan 1 R
bagi perawat dapat dijadikan sebagai salah satu media dalam pembentukan karakter bagi
pegawai khususnya adalah perawat.

Upaya yang dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan perawat agar berperilaku baik
dan disiplin pada pasien, tidak melanggar aturan sebagai cerminan karakter mereka adalah
dengan selalu memberikan arahan/pembinaan ketika berada dalam memberikan pelayanan
keperawatan diantaranya adalah dengan selalu memberi bersikap 4 S dan 1 R (Senyum,
Salam, Sapa, Salim dan Rapih) apabila bertemu dimanapun dan kapanpun, dengan siapapun
untuk selalu membudayakan 4S dan 1 R tersebut. Dengan demikian paling tidak sebagai
seorang perawat mempunyai dimensi kepribadian, dimana untuk kepribadian setiap individu
antara yang satu dengan yang lain berbeda tergantung dari karakteristik dari individu
tersebut. Perawat yang berkepribadian positif seperti giat bekerja, suka bekerjasama, inovatif
dalam cara usaha, mampu mengendalikan emosinya, teratur dan disiplin akan mencapai
prestasi maksimal yang diharapkan. Karyawan yang mempunyai kompetensi yang tinggi
akan lebih percaya diri sehingga tidak membuat kesalahan pada saat bekerja dan mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Referensi

B Fitriyani, A., Kuhu, M. M & Munijati, M. (2019). Penerapan 4S dan 1R (Senyum, Salam,
Sapa, Salim, dan Rapih) dalam peningkatan kinerja perawat. JURNAL KEPERAWATAN
MERSI, 8(1), 8-14.

Nursalam, M. (2007) Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan


professional., Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Purnomo,R& Lestari, S. (2005). Pengaruh kepribadian, self-efficacy, dan locus of control


terhadap persepsi kinerja usaha skala kecil dan menengah. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE),
September 2010, Hal. 144 – 160 Vol. 17, No. 2ISSN: 1412-3126.

Anda mungkin juga menyukai