DZULHIDAYATI AS
P1337420920007
1. Pengertian
Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah
penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan harga diri rendah
digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapaikeinginan (Budi Ana
Keliat, 1999).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Yosep, 2009).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negative yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan (Towsend, 2008)
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat BA, 2006).
2. Penyebab
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal
dan eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian
yang megancam
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai
tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan
fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat
terjadi secara:
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena
sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
1) Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
2) Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/ sakit/ penyakit.
3) Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
persetujuan.
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian
sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien
gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab HDR
adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan, kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok
(Yosep, 2007)
Tanda dan Gejalanya:
1) Data subjektif: mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta
bantuan orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila
diajak melakukan sesuatu.
2) Data objektif: tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih
dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan,
wajah tampak murung.
Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel
pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).
Tanda dan gejala:
Data Subyektif:
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
Data Obyektif:
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara
3. Manifestasi Klinik
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20)
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri
sendiri.
3. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
4. Pohon Masalah
Risiko tinggi
perilaku kekerasan
Isolasi sosial
HARGA DIRI
RENDAH
KRONIS
b. Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi
Tgl No Dx Perencanaan
Dx Tujuan Kriteria Intervensi
Keperawatan Evaluasi
Gangguan TUM:
konsep diri:
harga diri Klien memiliki
rendah. konsep diri yang
positif
TUK:
Aspek positif
klien,
keluarga,
lingkungan.
Kemampuan
yang dimiliki
klien.
2.3. Beri pujian
yang realistis,
hindarkan
memberi
penilaian negatif.
kegiatan
mandiri.
kegiatan
dengan
bantuan.
4.2. Tingkatkan
kegiatan sesuai
kondisi klien.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan ibu S selama kita bercakap-cakap? Senang terimakasih
b. Evaluasi obyektif
Coba ibu S ceritakan kembali kemampuan dan kegiatan yang sering ibu
lakukan? … Bagus, terus bagaimana tanggapan keluarga ibu terhadap
kemampuan dan kegiatan yang ibu lakukan?
c. Rencana tindak lanjut
Baiklah bu S, nanti ibu ingat ingat ya, kemampuan ibu yang lain dan belum
sempat ibu ceritakan kepada saya. Besok bisa kita berbincang-bincang
kembali.
d. Kontrak
1) Topik
Bagaimana kalau besok kita bicarakan kembali kegiatan atau kemampuan
yang dapat ibu S lakukan di rumah dan di RSJ
2) Tempat
Tempatnya mau dimana ibu?
3) Waktu
Berapa lama kita akan bercakap-cakap? Bagaimana kalau 15 menit?
Baiklah ibu sampai bertemu lagi besok ya bu S.
Assalamualaikum ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika
Iskandar, M. D. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
Keliat. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : edisi 2. Jakarta : EGC
Keliat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta : EGC
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuhamedika
Sundeen, S. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Townsend. 2008. Nursing Diagnosis in Psuchiatric Nursing a Pocket Guide for
Care Plan Construction. Jakarta : EGC
Sari, Kartika. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta :
CV. Trans Info Media