Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Oleh :
Rosariala Dyta
FAA 1168

Pembimbing :
dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp.RM
dr. Tagor Sibarani
dr. Widia Hitayani

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Rehabilitasi Medik dan
Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR/RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang
terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis (menahun). Penyakit ginjal kronik
(Chronic Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup.
Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel.
CKD disebabkan oleh berbagai penyakit. Penyebab CKD antara lain
penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan hederiter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obstruktif.
Saat ini jumlah CKD sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun. Jumlah
kejadian CKD di dunia tahun 2009 terutama di Amerika rata-rata prevalensinya
10-13% atau sekitar 25 juta orang penderita CKD. Sedangkan, di Indonesia tahun
2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang dewasa penderita CKD.
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi
yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru, edema perifer,
kelebihan toksik uremik, gangguan keseimbangan biokimia (hiperkalemia,
hiponatremi, asidosis metabolik), gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat
lama kelamaan mengakibatkan demineralisasi tulang neuropati perifer, pruritus,
pernafasan dangkal, anoreksia, mual dan muntah, kelemahan dan keletihan.
Sehingga bila pasien tidak ditangani secara cepat dan tepat maka akan
berpengaruh terhadap kondisi pasien yang akan menjadi lebih buruk.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Primary Survey
Ny. N, perempuan
Vital sign :
Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 36,8℃
Airway : tidak ada tanda sumbatan jalan napas.
Breathing : Spontan, 28 kali/menit dengan jenis pernapasan
torakoabdominal, pergerakan thoraks simetris dan
tidak ditemukan ketinggalan gerak pada salah satu
thoraks.
Circulation : TD 170/100 mmHg. Nadi 88 kali/menit, reguler, isi
cukup, kuat angkat. CRT < 2 detik.
Dissability : GCS 15 (Eye 5, Motorik 6, Verbal 5), kompos
mentis, pupil isokor +/+ dengan diameter
3mm/3mm.
Evaluasi masalah : Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam
priority sign yaitu sesak pada pasien CKD on HD.
Pasien pada kasus ini diberi label pewarnaan triase
dengan warna kuning.
Tatalaksana awal : Pasien ditempatkan di ruangan non bedah dan
diberikan oksigenasi.

II. Identitas Penderita


Nama : Ny. N Pekerjaan : Swasta
Usia : 54 tahun Alamat : Desa Hajak
Agama : Katolik
III. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari SMRS, sesak memberat
sejak sore pukul 18.00 WIB. Sesak muncul perlahan dan semakin lama
semakin sesak. Sesak tidak pengaruhi oleh cuaca, lebih nyaman jika
posisi setengah duduk. Nyeri dada disangkal.
Mual (+), muntah (+) 1 kali hari ini, muntah makanan bercampur lendir.
BAK (+) sedikit-sedikit, warna kuning, 2-3 kali/hari, kurang dari
setengah gelas.
Selain itu pasien mengeluh badan terasa lemas.
Pasien merupakan pasien CKD on HD, jadwal HD setiap Jumat, 1 kali
seminggu.

IV. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : Eye (4), Motorik (6), Verbal (5).
2. Tanda vital :
Tensi : 170/100 mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Suhu : 36,8°C, aksila
Respirasi : 28x/menit, torakoabdominal.
3. Kepala : Normocephal
Palpebra tidak edema, konjungtiva anemis +/+,
sklera tidak ikterik.
4. Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-), peningkatan
JVP (-).
5. Thoraks :
a. Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada ketinggalan gerak, frekuensi
napas 28 kali/menit, jenis pernapasan torakoabdominal.
Palpasi : Fremitus +/+ normal
Perkusi : Sonor +/+ pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki
(+/+), wheezing (-/-).
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pada SIC V midklavikula sinistra
Auskultasi : Frekuensi jantung 88 kali/menit, reguler, S1-S2
tunggal, tidak ada murmur dan gallop
6. Abdomen : Cembung, distensi (-), bising usus (+) normal,
timpani, shifting dullness (+), nyeri tekan (+) pada
regio epigastrik, hepar dan lien sulit dinilai.
7. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema kedua
tungkai +/+

V. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium pada tanggal 1 Oktober 2015 :
WBC : 5,50/uL
RBC : 2,60/uL
HGB : 8,1 g/dL
PLT : 290/uL
GDS : 74 mg/dL
Ureum : 180 mg/dL
Kreatinin : 6,67 mg/dL

VI. Diagnosis Kerja


Dyspnea e.c susp. Edema Paru + CKD on HD + Hipertensi Grade II +
Anemia

VII. Penatalaksanaan
O2 nasal kanul 2-3 Lpm
Pasang Venflon
Injeksi Furosemid extra di IGD 2 Ampul, selanjutnya 3 x 20 mg (IV)
Injeksi Ranitidine 2 x 50 mg (IV)
Injeksi Ondansentron 2 x 4 mg (IV)
P.O :
Aspilet 3 x 1 tab
CaCO3 3 x 1 tab
Valsartan 1 x 80 mg (1-0-0)
Amlodipine 1 x 5 mg (0-0-1)
Pro Transfusi PRC 2 kolf
Observasi keadaan umum dan vital sign
Balance cairan

VIII. Usulan
Cek elektrolit
Foto Thoraks
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien Ny. N datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
kegawatan pada kasus ini adalah sesak pada pasien CKD on HD.
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat.
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1.      Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2.      Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3.      Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4.      Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5.      Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6.      Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7.       Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8.       Nefropati obstruktif                           
a.       Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b.      Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron diduga utuh sedangkan
yang lain rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa
direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
2. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien gagal ginjal kronis antara lain :
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
 Tatalaksana yang diberikan pada pasien gagal ginjal kronis yaitu :
1.      Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a.       Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b.      Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c.       Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d.      Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.      Terapi simtomatik
a.  Anemia
Anemia hemolisis : Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang
dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis.
Anemia Defisiensi Besi : Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan
perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser (terapi pengganti
hemodialisis). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a.    HCT < atau sama dengan 20 %
b.    Hb  < atau sama dengan 7 mg5
c.    Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output
heart failure.
b. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1.    Restriksi garam dapur.
2.    Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3.    Obat-obat antihipertensi.
BAB IV
KESIMPULAN

Demikian telah dilaporkan suatu kasus kolelitiasis dari seorang pasien


perempuan, Ny. N usia 54 tahun dengan keluhan utama sesak dengan riwayat
CKD on HD.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Selama perawatan, Ny. N diberikan terapi O2, pemberian
obat-obatan untuk keluhan simptomatik, dan pengaturan jumlah cairan, serta
perencanaan transfusi darah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mahesa, Rachmadi D. Penyakit ginjal kronis. Bandung: Fakultas


Kedokteran Universitas Padjajaran; 2010.
2. FK Universitas Hasanuddin. Medical mini notes interna; 2015.
3. Setiono W. Gagal ginjal kronik. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2013.
4. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius; 2010.

Anda mungkin juga menyukai