Anda di halaman 1dari 10

Allah Pada Diri Insan

Ketika bayi di Alam Rahim [di dalam air ketuban] belum ada nyawa, baru ada hidup yaitu
adanya RUH, RASA pendengaran dan Nafsu Muthmainah, dari Alam Rahim bayi pindah ke
Alam Dunia, dan SIFAT FITRAH RUH berubah sifat menjadi ROH, ketika kontak dengan Alam
Dunia itulah adanya NYAWA, nyawa adalah DARAH ada di bawah kulit di atas permukaan
daging, adanya NAFAS adalah adanya HIDUP, adanya HIDUP adalah karena adanya DZAT dan
SIFAT.
1. RUH SULTHONIYAH ( HAK ALLAH )
Tempatnya di hati, jika Ruh ini keluar dari jasad, manusia akan mengalami kematian [Nafas]
2. RUH RUHANIYAH ( HAK RASULULLAH )
Tempatnya di dada [Jantung] dan pada 360 sendi = 360 hari, badaniyah bukan raga, Satu badan
satu atap [Menyeluruh]
3. RUH MAKODIYAH
Ruh ini yang suka meninggalkan jasad, termasuk mimpi, mimpi yang benar adalah kita bisa
mengingatnya dan menceritakannya dengan jelas, walaupun kejadian mimpinya sudah lama.
4. RUH DINNIYAH / JASADIYAH
Berdirinya Islam, Fitrah diri/Fitrah Agama, Ruh Samawi
5. RUHUL QUDUS RASULULLAH SHALALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM
1. RUH SULTHONIYAH > INJIL > PENCIUMAN
2. RUH MAKODIYAH > TAURAT > PENDENGARAN
3. RUH DINNIYAH > AL – QUR’AN > PENGLIHATAN
4. RUH RUHANIYAH > ZABUR > PERKATAAN
Hakikat NYAWA adalah RASA JASMANI, olahan dari
API – ANGIN – AIR – BUMI pada waktu itu mata terbuka belum bisa melihat, telinga belum
bisa mendengar, hidung belum bisa mencium, mulut belum bisa berkata, hanya ada suaranya
saja, setelah diberi asi atau makanan apa saja yang berasal dari saripati Api, Angin, Air dan
Bumi, maka dari saripati yang empat (SAEPI 4) ini, menjadi NUR DARAH yang empat macam :

1. NUR DARAH MERAH dari Saripati API, adanya pada DAGING, membesarkan dagingnya
bayi, hawanya keluar melalui TELINGA hingga bisa mendengar.
[RUHUS SAMMA’ = RASA PENDENGARAN]
2. NUR DARAH KUNING dari Saripati ANGIN, adanya pada SUMSUM, membesarkan
sumsum bayi, hawanya keluar melalui HIDUNG hingga bisa mencium dan merasa.
[RUHUN NAFASI = RASA PENCIUMAN]
3. NUR DARAH PUTIH dari Saripati AIR, adanya pada TULANG, membesarkan tulang bayi,
hawanya keluar melalui MATA hingga bisa melihat.
[RUHUL BASHAR = RASA PENGLIHATAN]
4. NUR DARAH HITAM dari Saripati BUMI, adanya pada KULIT, membesarkan kulitnya bayi,
hawanya keluar melalui LIDAH [Mulut] hingga bisa berbicara.
[RUHUL KALAMI = RASA PERKATAAN]
5. NUR DARAH BENING
Setelah bayi membesar kulitnya, membesar dagingnya, membesar tulangnya, membesar
[banyak] sumsumnya, maka keluarlah hawanya, yaitu nafsu yang empat yaitu:
1. NAFSU AMARAH berdomisili pada TELINGA
2. NAFSU SUFIAH berdomisili pada MATA
3. NAFSU LAWAMMAH berdomisili pada LIDAH
4. NAFSU MUTHMAINAH berdomisili pada HATI
Datangnya nafsu yaitu keinginan pada waktu di beri ASI, rasa menjadi kontak dengan gulungan
Api – Angin – Bumi – Air, sebab itulah adanya air susu asal dari yang empat, buktinya adalah
makanan yang di makan oleh Ibu, sebab jika Ibunya tidak makan apa-apa, tidak akan ada air
susu, ketika mulut bertemu dengan air susu, tentu ada rasa, rasa enak dan manis, terasa yang
enak, sampai ingin lagi tidak mau telat, kalau telat suka ngambek dan menjerit, semua terjadi
karena adanya pertemuan / kontak, bukti kontaknya Ibu dan Bapak keluarlah seorang bayi dari
Alam Rahim dengan hidupnya, bertemulah hawa Baathin dan Dhohir, ketika kontak dengan
Alam Dunia adanya nyawa.
Sifat nyawa yaitu nafas, hakikatnya nyawa, rasa adalah buktinya, ketika rasa kontak dengan
makanan maka akan menjadi nafsu dan banyak kemauan sudah pasti, dan bibit dari pada
kemauan adalah karena tadi sudah merasakan air susu itu enak di rasakannya.
Ada enak sudah pasti ada tidak enak. Murakabah enak dan tidak enak sudah tentu, kepada
telinga, mata, kepada penciuman begitu juga, sudah pasti ada enak dan tidak enak, bukti di
pendengaran juga begitu, ada yang enak di dengar, ada yang tidak enak di dengar sehingga
menimbulkan amarah.
Jika pendengaran kontak dengan suara yang jelek, kejadiannya menjadi rasa tidak enak, begitu
juga jika kontak dengan suara yang baik akan menimbulkan enak, seterusnya begitu. Di mata
pun bukti, ada enak di lihat dan tidak enak di lihat, malah ada penglihatan yang suka
menimbulkan amarah. Matapun tergantung kontaknya dengan sifat, sifat yang baik dan yang
buruk, jika baik maka akan menjadi enak, di penciuman pun begitu ada enak dan tidak enak,
sama dengan pendengaran. Semuanya itu adalah bukti dari adanya segala KEINGINAN. SIFAT
RASA BAIK dan SIFAT RASA BURUK.
” Tidak ada Tuhan selain Aku. Akulah hakikat DZAT yang Maha Suci, yang meliputi SIFAT-
Ku, yang menyertai [ASMA] Nama-Ku, dan yang menandai [AF’AL] perbuatan-perbuatan-Ku .
“ Sesungguhnya AKU ini adalah ALLAH, TIDAK ADA TUHAN (yang hak) selain AKU, maka
SEMBAHLAH AKU dan DIRIKANLAH SHALAT UNTUK MENGINGAT AKU ” [At
-Thaahaa : 14]
AKU = DZAT/Nurullah, SIFAT Laisa kamishlihi syaiun, Dzat yang tidak dapat diserupai oleh
sesuatu apapun, tidak ada umpamanya.
BILLA HAEFFIN, artinya tak berwarna dan tak berupa, tidak merah tidak hitam, tidak gelap
tidak pula terang.
BILLA MAKANIN, artinya tidak berarah tidak bertempat, tidak di barat tidak di timur, tidak di
utara maupun di selatan, tidak di atas maupun di bawah.
DZAT yang berdiri sendiri tanpa adanya ketergantungan kepada mahluk lain ciptaan-Nya,
berbeda dengan manusia yang membutuhkan Allah, untuk bisa selamat di kehidupan Dunia dan
Akhirat, adanya Alam semesta, Dunia, Arasy, Malaikat, Idajil/Azazil, Iblis, Setan, Jinn dan
Manusia, dan semua ciptaan-Nya yang ada, adalah karena akibat dari adanya Dzat Yang Maha
Suci.
1. ALAM AHADIYAT. Sebelum Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan Alam-alam,
termasuk Alam Semesta, Arasy, Bumi dan Langit beserta isinya, yang ada hanyalah Dzat di
Kesunyian Sejati Martabat Yang Maha Suci, Alam Tunggal Sejati, Ghaibul Ghaib.
Ahadiyat tadi di 2. ALAM WAHDAT/Alam DZAT.
SIFAT adalah Laisa kamishlihi syaiun, bukti adanya JAUHAR AWWAL RASULULLAH atau
samudra hidup, pohon nyawa, wadah amal, kubur sejati, hidupnya segala rupa, seluruh isi tujuh
lapis bumi dan tujuh lapis langit, asalnya yaitu dari cahaya yang satu, yaitu JAUHAR AWWAL
RASULULLAH atau RUH ILMU RASULULLAH utusan Maha Agung.
DZAT/NURULLAH yang menjadikan Alam Dunia dan isinya, TIDAK PISAH dan TIDAK
JAUH, DZAT dan SIFAT.
Sifat = Jauhar Awwal Rasulullah = Hakikat Muhammad [Ruh Ilmu Rasulullah] atau disebut
SEJATINYA SYAHADAT, yaitu syahadatnya DZAT dan SIFAT, Ahadiat dan Wahdat, sudah
tidak pisah, seperti gula dan manisnya.
Ibarat ;
DZAT adalah MANIS, SIFAT adalah GULA
DZAT adalah WANGI, SIFAT adalah BUNGA
DZAT dan SIFAT adalah PASTI.
TIDAK AKAN ADA SIFAT, JIKA TIDAK ADA DZAT,
begitupun sebaliknya.
JAUHAR AWWAL RASULULLAH yaitu cahayanya Allah.
Keadaan di 3. ALAM WAHIDIYAT, yaitu Nur Ilmu Rasulullah sinarnya yang empat rupa dari
Jauhar Awwal Rasulullah. Dzat Sifat-Nya Allah sifatnya sangat halus, mengeluarkan cahaya
empat rupa ;
MERAH, KUNING, PUTIH, HITAM disebut NUR ILMU RASULULLAH [Nur Muhammad]
yaitu Hakikat Adam bibit untuk Alam Dhohir atau Asmanya Allah,
yang empat menjadi lafadz ;
ALIF – LAM – LAM – HA, tadinya adalah Asma Allah.
Di alam ketiga yaitu Alam Wahidiyat, DZAT yang pertama disebut, dua SIFAT, barulah ASMA
nomer tiga, kenyataannya sesudah adanya NUR ILMU RASULULLAH atau Hakikat Adam,
yang tiga bergulung jadi satu ;
Allah – Muhammad – Adam = “ Wa nahnu aqrobbu ilaihi min hablil wariid “ = Sifat -sifat diri
4. ALAM ILMU di telusuri dari kenyataan DZAT, SIFAT, dan ASMA Allah, yang keempatnya
AF’AL Maha Suci, yaitu Alam Ilmu, API – ANGIN – AIR – BUMI disebut ARWAH yang
menjadikan RUH dan DARAH, bibit Adam Manusia, jadi, Api, Angin, Air, Bumi adalah dari
sinarnya Nur Ilmu Rasulullah, Af’alnya Allah Yang Maha Agung, buktinya kekuasaan Allah
adalah adanya Alam Dunia dari Nur Ilmu Rasulullah cahaya yang empat.
Cahaya MERAH sinarnya menjadi API
Cahaya KUNING sinarnya menjadi ANGIN
Cahaya PUTIH sinarnya menjadi AIR
Cahaya HITAM sinarnya menjadi BUMI
Dari cahaya empat rupa itu, dihidupkan oleh sinarnya Matahari, sifatnya yaitu terang, jika di
dunia tidak ada terang, manusia dan tumbuhan akan mati, akan tetapi Matahari tadi tidak akan
terang, jika tidak terkena sinar Dzat Sifat-Nya, tidak ada bedanya lahir dan baathin, di dhohirnya
menjadi nyata, API, ANGIN, AIR, BUMI menjadi Asma Allah yaitu ALIF – LAM – LAM –
HA. Matahari bisa terang, yaitu yang menjadi Tasjidnya, yang menghidupkan semua, di dunia
juga pasti ada Asmanya Yang Maha Agung, satu cukup untuk semua, sifatnya meliputi.
5. ALAM AJSAM, adalah nyatanya jasad manusia berasal dari bumi, air, api, angin, syariatnya
terasa, semuanya dari proses nabati dan hewani, tanaman yang ditanam menjadi besar karena
adanya unsur bumi, api, air, angin, tidak ada unsur yang kurang satupun. Kejadian di diri
manusia, yaitu kulit, daging, tulang, sumsum menjadi nafsu empat rupa :
1. Nafsu Amarah dari DAGING hawanya keluar melalui TELINGA
2. Nafsu Lawammah dari SUMSUM hawanya keluar menuju MATA
3. Nafsu Sufiah dari KULIT hawanya keluar menuju MULUT
4. Nafsu Muthmainah dari TULANG hawanya keluar menuju HIDUNG.
6. ALAM MITSAL diwajibkan oleh Maha Suci, manusia harus ikhtiar, harus mencari ilmu,
untuk mengetahui asal, asal jasad waktu di Qadim, yaitu yang empat tadi. Nur ilmu Rasulullah,
MERAH, KUNING, PUTIH, HITAM, asalnya jasad manusia, jika manusia sudah kenal kepada
empat perkara, dengan yakin dan di dasari ilmu yang haq, itulah alam Mitsal, yaitu ma’rifat
kepada alam tadi.
7. INSAN KAMIL adalah sudah ma’rifat kepada Dzat Sifat Yang Agung, yaitu Jauhar Awwal
Rasulullah, sejatinya syahadat, sejatinya Iman, bibit nyawa semuanya. Insan Kamil artinya
manusia sempurna [mukmin sejati] sudah sampai kepada asal, yaitu samudra hidup,
kesempurnaan nyawa, pasti bisa pulang kepada asalnya yang dahulu, asal dari Allah kembali
kepada Allah, Allah sudah janji, kepada siapapun manusia yang tahu, yang ma’rifat kepada Dzat
Maha Suci, sewaktu di dunia, terus sampai ke Akhirat, tidak akan pisah dengan Dzat Yang Maha
Agung, jika buta waktu di dunia, maka di Akhirat akan lebih buta lagi, tidak akan bertemu
dengan terang, gelap sudah pasti karena tidak bisa melihat Dzat Yang Maha Agung, sewaktu
gelap sudah pasti Neraka, karena di dunia tidak mencari ilmu dan ibadah, sibuk mengantar
NAFSU DHOHIR.
Ibarat ;
DZAT adalah WANGI, SIFAT adalah BUNGA
DZAT adalah MANIS, SIFAT adalah GULA
TIDAK PISAH dan TIDAK JAUH
Syahadatnya Dzat dan Sifat, Ahadiyat dan Wahdat.
Ilustrasi :
DI LUAR NAMA :
DZATTULLAH yaitu disebut Alam, inilah yang memangku/menopang Alam Dunia
SIFATULLAH adalah Nur Ruh Ilmu Rasulullah seluas langit, tidak ada yang keluar dari DZAT
SUCI, semuanya terliputi oleh satu cahaya.
ASMATULLAH adalah Api, Air, Angin, Bumi, Asma yang Agung. Satu, cukup untuk semua,
Api, Air, Angin, Bumi menjadi huruf ALIF – LAM – LAM – HA.
AF’ALULLAH yaitu hawa yang menghidupkan bumi dan isinya
DI DIRI MANUSIA :
DZATULLAH nyatanya di diri, buktinya adalah sekujur badan, yang memangku keadaan, segala
hal yang menyangkut keadaan pada wujud
SIFATULLAH nyatanya adalah rupa, rupa manusia tidak ada yang sama dengan manusia
lainnya, hanya satu di alam dunia, tawilnya adalah ALLAH HANYA SATU.
ASMATULLAH yang bukti di badan adalah ;
KULIT, DAGING, TULANG, SUMSUM,
menjadi lafadz Asma Allah yaitu ;
ALIF – LAM – LAM – HA.
AF’ALULLAH yaitu geraknya wujud, semuanya diringkas kepada yang empat rupa, nyatanya
Dzatullahi, yaitu perkataan, sebab perkataanlah yang menjadikan semuanya, yaitu keramaian
Alam dhohir, adanya kemauan manusia, sehingga menjadi bukti dengan adanya gedung, rumah,
mobil dll karena adanya bibit dari Dzat.
Dari Ibn Abbas r.a., dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. sabdanya :
“FIKIRKANLAH MENGENAI SEGALA APA YANG DI CIPTAKAN ALLAH, TETAPI
JANGANLAH KAMU MEMIKIRKAN TENTANG DZAT ALLAH..”
[HR Abu Syeikh]
Abu Dzar r.a., dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. sabdanya :
“FIKIRKANLAH MENGENAI SEGALA MAKHLUK ALLAH, DAN JANGANLAH KAMU
MEMIKIRKAN TENTANG DZAT ALLAH, KARENA YANG DEMIKIAN
MENYEBABKAN KAMU BINASA [DALAM KESESATAN]”
[HR Abu Syeikh]
” FIKIRKANLAH OLEHMU SIFAT ALLAH DAN JANGAN KAMU MEMIKIRKAN AKAN
DZAT-NYA.
ALLAH MELIPUTI SEGALA SESUATU ”
[Al-Fushilat : 54]
”Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia [yang berhak disembah], yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan yang
demikian. Tak ada Tuhan melainkan Dia [yang berhak disembah] Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” [Ali-Imran:18]
“Wa kawa ‘Idul Imani, wajibul wajib”
Semua umat Allah wajib marifat, harus tahu kepada iman sejati, iman yang satu yaitu kepada
DZAT MAHA SUCI.
SIFAT Laisa kamishlihi syaiun adalah JAUHAR AWWAL RASULULLAH, TANDA
KENYATAAN ADANYA DZAT.
JAUHAR AWWAL RASULULLAH isinya adalah RUH ILMU RASULULLAH, yang Awwal
Akhir di ciptakan oleh Allah.
Ainal yakin dengan Ilmu, supaya bisa pulang, pulang kembali kepada Dzat, hakikatnya manusia
berasal dari Dzat, akan tetapi manusia tidak perlu tahu kepada Dzat, tetapi carilah utusan Dzat,
yang disebut Jauhar Awwal Rasulullah, inilah jalan pulang yang sempurna.
“Illa anna awalla’nafsah fardhu ‘ain”
Pertama hal ibadah adalah tahu kepada sejatinya hidup, sifat hidup harus di dapat, diri yang
mana yang harus di cari? Apakah jasmani yang terlihat? Yang harus dicari adalah badan Ruhani
atau Jiwa. Sejatinya syahadat adalah bibit segala rupa yaitu Jauhar Awwal [Ruh Ilmu Rasulullah]
Samudra Ilmu dan Kehidupan.
“Ru’yatullahi Ta’ala fi dunya bi’ainil qolbi”
Melihat Hakikat Allah Ta’ala di Dunia oleh mata Baathin. Bila Qolbu manusia sudah dianugrahi
Sifat Nur Ilmu Rasulullah, Qolbunya bisa dipakai untuk tempat melihat kepada Allah Ta’ala
melalui mata Baathin karena sudah diberitahu oleh Sifat Nur Ilmu Rasulullah, sehingga bisa
merasakan ni’mat dari Dunia sampai di Akhirat, sudah tidak merasakan berpisah dengan Sifat
Nur Ilmu Rasulullah, lantaran wujud itu. Siang dan malam Qolbu ditempati oleh Sifat Nur Ilmu
Rasulullah untuk melihat Allah Ta’ala, melalui jalan Syariat, Tharekat, Hakikat dan Ma’rifat,
Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, Ushul Fiqih dan Ilmu Tasawuf.
“Ru’yatullohi Ta’ala bil akhiroti bi’ainil arsi”
Melihat Allah di Akhirat, tentu sama mata, tidak salah lagi, sebab sudah bersatu seperti gula dan
manisnya.
Wajib hukumnya mencari tahu diri, diri yang sejati, diri manusia, sebenar-benarnya diri.
Cahaya empat rupa adalah ;
NARUN [Merah]
HAWAUN [Kuning]
MA’UN [Putih]
TUROBUN [Hitam]
yaitu badan ruhani [jiwa], inilah yang harus ketemu, jasmani harus hilang, tapi jangan hilang
tanpa sebab, hilangnya harus terganti oleh cahaya empat rupa [Sifat Nur Ilmu Rasulullah]
hilangnya badan jasmani, harus terganti oleh badan ruhani.
Jas artinya adalah baju, mani adalah badan ruhani, baju adalah bungkus, bungkusnya ruhani,
manusia tidak akan mendapatkan hasil, jika hanya mengetahui badan nyata saja, harus di buka
dulu bajunya, supaya bisa ketemu dengan isinya, badan jasmani adalah hijabnya kepada Yang
Maha Suci, jika tidak hilang wujudnya dulu, maka isinya tidak akan ketemu, diibaratkan kucing,
maksud kucing hendak ngintip tikus keluar dari liangnya, tapi kucingnya diam di depan liang
tikus, akhirnya tikus malah mati karena tidak bisa keluar, tentu saja tidak akan hasil, kucing
diibaratkan jasad, tikus ibarat yang Latif, tidak akan ketemu jika rasa jasad tidak hilang.
Jika kucing menginginkan agar tikusnya keluar dari liang, tentu saja kucing harus pergi menjauhi
liang tikus, barulah tikusnya keluar, sama seperti di diri manusia, jika ingin ma’rifat kepada Dzat
Allah Ta’ala, harus merasa pasti, merasakan bahwa manusia tidak memiliki jasad. Rasa jasmani
harus hilang, terganti oleh Rasa Rasulullah [SIFAT NUR ILMU] > Ladun Qolbin Salim >
Ladunni > Hati yang selamat. Rasa ni’mat yang sejati [Ni’mat Islam, Ni’mat Iman] karena
saking ni’matnya melihat kepada Dzat Maha Agung, tentu merasa hilang dunia dan jasmani
[Iman Akhirat, Rasa Akhirat]
“Waman aroffa nafsahu, faqod aroffa robbahu…man aroffa robbaha, faqod jahilan nafsah”
“Lahaula wala quwata, illa billahil aliyil ‘adim”…
Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya, barang siapa mengenal Tuhannya
pastilah bodoh dirinya …
Shalat sejatinya adalah ketika waktu Nafi Isbat bergulung, menerapkan Muhammad af’al. Ta’udz
dan Bismillah untuk berlindung kepada Yang Maha Agung, disinilah adanya kebersamaan, yang
empat bersatu, hilangnya dunia dan wujud, bertemu dengan wujud Agama, barulah dikatakan
Islam jika sudah ketemu kepada sejatinya Agama/Ruh Samawi [Fitrah Agama] yaitu hidup
manusia, tentu wajib hukumnya, untuk tahu kepada sejatinya Agama, agar ibadah menjadi sah,
tahu bibit rukun Islam, rukunnya yang empat di badan:
1. Penglihatan
2. Pendengaran
3. Penciuman
4. Perkataan.
yang ke lima adalah Rasa Rasulullah [penguasa RASA]
jadi hakikatnya shalat adalah wujud rupa diri.
“Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“,
“Shalat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“.
IHKROM – MI’RAJ – MUNAJAT – TUBADIL
Artinya adalah shalat sejati, syariatnya ada di Mekkah, ketika orang pergi Haji, hakikatnya ada di
pulau Jawa.
IHKROM
Bersiap-siap, menyiapkan tekad sebelum pergi, ibarat burung niat ingin terbang, sayapnya sudah
dibentangkan tapi tidak dikepakkan.
MI’RAJ
Jika sudah dengan terbang dan melayang, sudah meninggalkan Alam Dunia, lupa kepada Alam
Dhohir.
MUNAJAT
Sudah mau sampai ke Alam Baathin.
TUBADIL
Sudah sampai kepada yang yang dituju, yaitu Baitullah suci, Baitullah sejati, bukan di Utara,
bukan di Selatan, tidak di Timur dan di Barat [Billa haefin, Billa makanin] inilah yang di maksud
hakikat Ka’bah atau Kubah [rongga dada manusia] Itiqod [tidak terkena rusak] kiblat nyawa
yang sempurna yaitu Dzat Yang Maha Agung, sifatnya cahaya padang halus, terang benderang
atau Jauhar Awwal Rasulullah, samudra ilmu dan hidup, kiblat waktu wafat. Bertemunya
ASHHADU = Allah dan WA ASHHADU = Diri Manusia [Ghoib]
Sebab itu kiblat wafat wajib harus di ketemukan, jika tidak ketemu dikhawatirkan jadi
gentayangan, nyawa tidak sampai kepada asalnya dahulu, pantas adanya Neraka yaitu siksaan
diri, sebab tidak menemukan jalan pulang yang sempurna, mumpung di dunia harus bersungguh-
sungguh mencari jalannya wafat, agar nyawa bisa pulang, BAB IBADAH sudah ada patokan
yaitu Al-Qur’an dan Hadist, sudah mencukupi, tinggal bersungguh-sungguh menghafal dan
prakteknya, kalau jalan mati, itu lain aturan, itu adalah penghujung, ujungnya harus wafat, yang
ibadah dan yang tidak, semua manusia akan mengalami kematian, syariatnya sama, ada
sekaratnya…
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah
Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali r.a. menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang
kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan HAKIKAT KEIMANAN “.
Jika manusia yang ma’rifat, mutajilah sudah pasti, sebab menjirimkan Allah terlihat oleh mata
kepala, yang berarti ada dua diri, Allah adalah NAFI ISBAT, ada Isbat hilang Nafi, ada Nafi
hilang Isbat, Isbat adanya pasti, wujud jasmani, Nafi adanya Jiwa, untuk Nafi Isbat-nya harus
tidak ada.
SIFAT NUR ILMU RASULULLAH adalah JAUHAR LATIF. Cahaya halus yang
menghidupkan wujud manusia, matahari dalam wujud jagad shagir, yang tidak terlihat oleh mata
kepala, dan hanya bisa di lihat dengan MATA BAATHIN.
AL – ILMU NURULLAH > Ilmu Sifat untuk mengabdikan diri kepada Allah dan Rasulullah,
Ilmu Sifat tidak akan samar, wangi bunga rose tidak akan tertukar dengan wangi bunga melati.
‘Ain > Iliyin tempat tertinggi yang bisa di capai oleh orang berilmu. Ilmu Ladunni/Ilmu Sifat,
yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui proses kegiatan pengamalan, mulai dari mandi, shalat,
wirid, baca Qur’an dll. Melalui jalan Syariat, Tharekat, Hakikat dan Mari’fat. Tuhan hanya bisa
dikenal jika Dia sendiri berkehendak untuk dikenali. Sifat Nur Ilmu adalah kendaraan bagi
baathin untuk sampai ke sisi-Nya, melalui Sifat Rasa Rasulullah. Tidak ada manusia yang bisa
langsung ma’rifat kepada Allah Ta’ala, kecuali Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam
melihat langsung dan berdialog dengan Allah Ta’ala.
Sifat Nur Ilmu ini akan menerangi qolbu, baathin, hati dan ruh, Sirr nya berperan menyingkap
tabir hakikat dan mengenal akan Allah Ta’ala. Hakikat akan diketahui apabila seseorang giat
mendalami pengetahuan tentang hakikat melalui proses pengamalan, khalwat atau tirakat,
muqarobah, mandi, sholat, wirid melalui bimbingan
Guru Mursyid > Allah, Ilmu Ma’sum > Ilmu Syafa’at yang bisa memisahkan unsur Sifat
Malaikat [NURR] dan unsur Sifat Jinn [API] di dalam darah (Sifat darah ), seorang guru wajib
menguasai 12 pan Ilmu, jika ilmunya tidak ma’sum, maka dikhawatirkan bangsa mahluk halus
akan ikut-ikutan nyusup/masuk ke dalam pengamalan, sehingga seseorang itu tidak merasa
bahwa di dalam dirinya sudah di tempati oleh Jinn, merasa berilmu padahal Jinn yang
mengendalikan.
Sifat Nur Ilmu adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta
membawanya untuk menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila cahaya atau
latifah di diri sudah membuka tirai dan cahaya terang telah bersinar, maka mata baathin dapat
memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Semakin
terang cahaya Illahi yang diterima oleh hati akan menambah jelas kebenaran yang dapat
dilihatnya. Pengetahuan yang diperoleh melalui pandangan mata baathin yang bersumber dari
Cahaya Awwal/Jauhar Awwal Rasulullah/Ruh Ilmu Rasulullah inilah yang dinamakan Ilmu
Ladunni/Ilmu Sifat/Ilmu Syafa’at/Ilmu Shalat.

1441. COPAS

Anda mungkin juga menyukai