Disusun oleh :
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya
yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
dengan judul “Epidemiologi Penyakit Menular” dengan baik.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan dengan sebaik
baik nya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum senpurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4
A. Penyakit Menular................................................................................................4
1. Definisi............................................................................................................4
2. Karakteristik Penyakit Menular......................................................................4
3. Kelompok Utama Penyakit Menular..............................................................5
4. Faktor Penyebab Penyakit Menular................................................................5
5. Sumber Penularan...........................................................................................6
6. Cara Penularan................................................................................................7
B. Macam-Macam Penyakit Menular.....................................................................8
1. Hepatitis B......................................................................................................8
2. Tuberkulosis Paru.........................................................................................21
3. Demam Berdarah Dengue.............................................................................36
4. Malaria..........................................................................................................44
5. HIV AIDS.....................................................................................................58
6. Infeksi Menular Seksual...............................................................................71
BAB III PENUTUP.....................................................................................................80
A. Kesimpulan.......................................................................................................80
B. Saran.................................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................82
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti pernah mengalami sakit. Penyakit yang diderita oleh
setiap orang pasti berbeda satu dengan yang lain. Sakit merupakan suatu keadaan
dimana tubuh tidak berada pada kondisi normal yang disebabkan oleh beberapa
faktor dari dalam maupun dari luar tubuh. Berdasarkan karakteristiknya penyakit
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Penyakit menular mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah
dibanding dengan penyakit tidak menular.
Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus,
atau parasit yang dapat ditularkan melalui media tertentu. Penyakit menular
sering disebut juga penyakit infeksi, karena penyakit ini diderita melalui infeksi
virus, bakteri, atau parasit yang ditularkan melalui berbagai macam media,
seperti udara, jarum suntik, tranfusi darah, tempat makan atau minum, dan lain
sebagainya.
Penyakit menular erat kaitan dengan epidemiologi. Epidemiologi berasal
dari bahasa Yunani, yaitu Epi yang berarti “pada”, Demos yang berarti
“penduduk”, dan Logos yang berarti “penduduk”. Jadi epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat. Pada era dewasa ini
telah terjadi pergeseran pengertian epidemiologi, yang dulunya lebih menekan ke
arah penyakit menular ke arah-arah masalah kesehatan dengan ruang lingkup
yang sangat luas. Keadaan ini terjadi karena transisi pola penyakit yang terjadi
pada masyarakat, pergeseran pola hidup, peningkatan sosial, ekonomi
masyarakat, dan semakin luasnya jangkauan masyarakat.
Mula- mula epidemiologi mempelajari penyakit yang dapat menimbulkan
wabah melalui temuan-temuan tentang penyakit wabah, cara penularan dan
1
2
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari penyakit menular?
b. Apa karakteristik dari penyakit menular?
c. Apa kelompok utama dari penyakit menular?
d. Apa saja faktor penyebab penyakit menular?
e. Bagaimana sumber penularan penyakit menular?
f. Bagaimana mekanisme atau cara penularan penyakit menular?
g. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan penyakit menular?
h. Apa saja jenis-jenis penyakit menular?
C. Tujuan
a. Mengetahui apa sebenarnya pengertian dari penyakit menular.
b. Mengetahui karakteristik dari penyakit menular.
c. Mengetahui kelopok utama penyakit menular.
3
A. Penyakit Menular
1. Definisi
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasite, atau jamur, dan dapat
berpindah ke orang lain yang sehat. Beberapa penyakit menular di Indonesia
dapat dicegah melalui pemberian vaksinasi serta pola hidup bersih dan sehat.
Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung maupun tidak
langsung. Penularan secara langsung terjadi ketika kuman pada orang yang
sakit berpindah melalui kontak fisik, misalnya lewat sentuhan dan ciuman,
melalui udara saat bersin dan batuk, atau melalui kontak dengan cairan tubuh
seperti urine dan darah. Orang yang menularkannya bias saja tidak
memperlihatkan gejala dan tidak tampak seperti orang sakit, apabila hanya
sebagai pembawa (carrier) penyakit.
Penyakit menular juga dapat berpindah secara tidak langsung.
Misalnya saat menyentuh kenop pintu, keran air, atau tiang besi pegangan di
kereta yang terkontaminasi. Kuman dapat menginfeksi jika anda menyentuh
mata, hidung, atau mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
4
5
5. Sumber Penularan
a. Manusia sebagai reservoir
Tipe reservoir pada manusia adalah sebagai berikut:
1) Carrier
Adalah orang yang terkena infeksi tetapi belum memiliki tanda atau
gejala yang jelas dan dapat menularkan infeksi yang diderita kepada
orang lain. Beberapa tipenya yaitu:
a) Healthy carrier, adalah mereka yang tidak pernah menampakkan
menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung
unsur penyebab yang dapat menularkan pada orang lain, seperti
penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.
b) Incubatory carrier (masa tunas), adalah mereka yang masih
dalam masa tunas, tetpi berpotensi menularkan penyakit, seperti
pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.
c) Convalenscent carrier (baru sembuh klinis), adalah mereka yang
baru sembuh dari penyakit menular tertentu, tetapi masih
merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa
tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai
tiga bulan misalnya kelompok salmonella, pada hepatitis dan
pada difteri.
7
1. Hepatitis B
a. Definisi
Hepatitis B adalah penyakit yang sangan berbahaya, masuk ke
dalam tubuh secara parenteral dan bersifat asimtomatik. Respon antibodi
9
Penularan virus ini pada janin, dapat terjadi dengan beberapa cara,
yaitu (Shao, dkk., 2011) :
1) Melewati plasenta
2) Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
3) Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
4) Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Virus Hepatitis B dapat menembus plasenta, sehingga terjadi
hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati
pada periode neonatal.Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat
menembus plasenta, ialah ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh
janin in utero atau pada janin baru lahir.Selain itu telah dilakukan pula
autopsi pada janin-janin yang mati pada periode neonatal akibat infeksi
hepatitis virus. Hasil autopsi menunjukkan adanya perubahan-perubahan
pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatu bentuk sirosis.
Perubahan-perubahan yang lanjut pada hepar ini, hanya mungkin terjadi
bila infeksi sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim.
tenggang waktu antara timbulnya infeksi pada ibu dengan saat persalinan.
Angka tertinggi didapatkan, bila infeksi hepatitis virus terjadi pada
kehamilan trimester III. Meskipun pada Ibu-Ibu yang mengalami hepatitis
virus pada waktu hamil, tidak memberi gejala-gejala ikterus pada bayinya
yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir
tidak mengandung virus tersebut. Ibu hamil yang menderita hepatitis
virus B dengan gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan
penularan pada janinnya jauh lebih besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu
hamil yang hanya merupakan carrier tanpa gejala klinik (Shao, dkk.,
2011).
Peptide VHB yang ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan
menjadi antigen sasaran respons imun adalah peptide kapsid yaitu HBcAg
atau HBeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang ada
di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bias terjadi
dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya
ALT atau mekanisme sitolitik. Di samping itu dapat juga terjadi eliminasi
virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas
interferon gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF)-α yang dihasilkan
oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik) (Shao, dkk., 2011).
f. Patofisiologi
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B.
Virus Hepatitis B mula-mula melekat pada resptor spesifik di membram
sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar.
Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan
nukleokapsid. Selajutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel
pada DNA hospes dan berintergrasi pada DNA tersebut. Proses
selanjutnya adalah DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk
protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peradangan
darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena
respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa dan Kurniawaty,
2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik
terhadap sel, terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya
menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon imun host terhadap antigen
virus merupakan factor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan
proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens
virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun host dimediasi
oleh respon seluler terhadap epitope protein VHB, terutama HBsAg yang
ditansfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA)class I-
restriced CD8+ cell mengenali fragmen peptide VHB setelah mengalami
proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekul
Major Histocompability Complex (MHC) kelas I. Proses berakhir dengan
penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+
(Hardjoeno, 2007).
g. Manifestasi Klinis
Manisfestasi kinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut
cenderung ringan. Kondisis asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka
17
3) Pemeriksaan Molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara
laboratorium untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam
serum atau plasma. Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk
21
2. Tuberkulosis Paru
a. Definisi
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal
dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu
sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru.
Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb
aktif pada paru batuk, bersin atau bicara. Pengertian Tuberkulosis adalah
22
d. Patofisiologi
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui
jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di
inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil,
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah
hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala Pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan
bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh
limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10-20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian
ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi
26
f. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada tuberkulosis adalah
batuk yang tidak pesifik tetapi progresif. Penyakit tuberkulosis paru
biasanya tidak tampak adanya tanda dan gejala yang khas. Biasanya
keluhan yang muncul adalah:
1) Demam terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2) Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk
kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum)
3) Sesak nafas, terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru
4) Nyeri dada. Nyeri dada ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan keringat di waktu di malam hari
g. Diagnosis TB
Diagnosis TB secara teoritis berdasarkan atas:
1) Anamnesa
Anamnesa suspek TB dengan keluhan umum ( malaise,
anorexia, berat badan turun, cepat lelah ), keluhan karena infeksi
kronik ( keringat pada malam hari), keluhan karena ada proses
patologis di paru ( batuk lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah,
sesak nafas, demam dan nyeri dada )
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan memeriksa fungsi
pernafasan antara lain frekuensi pernafasan, jumlah dan warna dahak,
frekuensi batuk serta pengkajian nyeri dada. Pengkajian paru – paru
terhadap konslidasi dengan mengevaluasi bunyi nafas, fremitus serta
30
6) Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi meliputi pemeriksaan dahak, sekret
bronkus dan bahan aspirasi cairan pleura. Pemeriksaan dahak antara
lain pemeriksaan mikroskopis, kultur dan tes resistensi. Tentunya
nilai tertinggi pemeriksaan dahak adalah hasil kultur yang positif,
yakni yang tumbuh adalah M. tuberculosis yang sesungguhnya.
Namun kultur ini tidak dapat dilakukan di semua laboratorium di
Indonesia dan pemeriksaan ini cukup mahal dan memakan waktu
yang lama sekitar 3 minggu. Oleh sebab itu pemeriksaan dahak
secara mikroskopis sudah dianggap pada TB paru dan tidak
dibenarkan mendiagnosis TB dengan tes tuberkulin saja. Untuk
kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung dari penderita TB dengan contoh uji dahak
SPS ( sewaktu – pagi – sewaktu ) (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2
hari yaitu sewaktu, pagi dan sewaktu. Diagnosis TB paru pada orang
dewasa ditegakkan dengan penemuan kuman TB ( BTA ). Pada
program TB nasional dengan penemuan kuman TB pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis merupakan diagnosis yang utama.
Pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan rontgen ( foto toraks ), biakan
dan uji kepekaaan yang digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis
dengan pemeriksaan foto toraks saja karena foto toraks tidak selalu
menggambarkan khas pada paru TB. Gambaran kelainan foto toraks
tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit (Kementerian Kesehatan
RI, 2009)
Dahak adalah bahan yang infeksius, saat mengeluarkan dahak
aerosol/ percikan dapat menulari orang yang ada di sekitarnya, oleh
karena tempat untuk mengeluarkan dahak harus dibuat secara khusus
32
4) Meningitis tuberkulosa
i. Penatalaksanaan
Pengobatan TBC Paru
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni:
a) Tahap intensif (initial), dengan memberikan 4–5 macam obat
anti TB per hari dengan tujuan mendapatkan konversi sputum
dengan cepat (efek bakteri sidal), menghilangkan keluhan dan
mencegah efek penyakit lebih lanjut, mencegah timbulnya
resistensi obat
b) Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan
2 macam obat per hari atau secara intermitten dengan tujuan
menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi), mencegah
kekambuhan pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan
yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan lebih dari 50 kg.
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis
(hilangnya keluhan, nafsu makan meningkat, berat badan naik dan lain-
lain), berkurangnya kelainan radiologis paru dan konversi sputum
menjadi negatif. Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan
pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6. Pada yang memakai paduan obat 8
bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. BTA
dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir pengobatan.
Kontrol terhadap pemeriksaan radiologis dada, kurang begitu berperan
dalam evaluasi pengobatan. Bila fasilitas memungkinkan foto dapat
dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan
bila nantsi timbul kasus kambuh.
j. Perawatan Penderita TB
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah
orang terdekat yaitu keluarga.
36
b. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, yaitu arthropod-born envirus atau virus yang disebarkan
oleh artropoda. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes
aegypti (didaerah perkotaan) dan aedes albopictus (didaerah pedesaan)
(Widoyono, 2008).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang,
telurnya dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 20-420C. Bila
kelembaban terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari,
kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari.
Nyamuk dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100
butir (Murwani, 2011).
c. Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus
dengue secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah
dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan
di rumah sakit, 90% diantaranya adalah anak – anak usia kurang dari 15
tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000
kasus kematian dilaporkan setiap harinya (J Clin Microbiol 2006). Di
Indonesia kasus DBD yang dilaporkan pada tahun 2019 sebanyak
138.127 kasus, meningkat dibandingkan pada tahun 2018 sebesar 65.602
kasus. Kematian karena DBD pada tahun 2019 ini juga mengalami
peningkatan dibandingakan tahun 2018 yaitu dari 467 menjadi 919
kematian.
d. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat
pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin) terjadinya: peningkatan suhu.
38
4. Malaria
a. Definisi
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui
perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia (Siahaan, 2008).
Malaria dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat
berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik
yang dikenal sebagai malaria berat (Sudoyo et al., 2009).
Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah
diketahui ada selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal
secara luas di daerah Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai
penyebab utama berkurangnya penduduk kota. Penyakit malaria sudah
45
dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam darah oleh
Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883
Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini
lebih mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk
dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada
tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah
vektor penular malaria (Burchard, 2006; Sudoyo et al., 2009).
Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti
adalah dua peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasite
penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax dan
Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang Amerika bernama
William H. Welch memberi nama parasit penyebab malaria tertiana
sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson
Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium
ovale (Anstey dan Price, 2007; Sudoyo et al., 2009).
b. Etiologi
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia, family
plasmodiidae, dan order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria,
yaitu:
1) Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna
(ganas) atau dikenal dengan nama lain sebagai malaria tropika yang
menyebabkan demam setiap hari.
2) Plasmodium vivax
Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana
benigna (jinak).
3) Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.
46
4) Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan
Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale (Perkins et al., 2011).
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed
infection). Biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran
antara P. falciparum dengan P. vivax atau P. malariae (Kiggundu et
al., 2013). Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus,
meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya
terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya (Sudoyo et al.,
2009).
Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan
munculnya gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari
untuk P. vivax dan P. ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae.(Siahaan,
2008) Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8-10 bulan terutama
pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui
transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang
masuk dan biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. (Sudoyo et
al., 2009) Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian
profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa
inkubasi (Siahaan, 2008).
P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan
jenis yang paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain
yang menginfeksi manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat
ini, P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang
paling banyak diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak
menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia (Haldar dan
Mohandas, 2009; Sudoyo et al., 2009).
47
c. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis
penyakit infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor
penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama
lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai
dari yang paling berat, yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ
(malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan,
yaitu infeksi asimtomatik (Sudoyo et al., 2009).
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung
pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status
kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu
yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria
yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi.
Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis malaria sehingga
dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk daerah yang
dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence –nya
rendah (Kemenkes, 2008).
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah
yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan
merangsang selsel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan
berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekroting Factor). TNF
akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur
suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat
plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P. falciparum
memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax / ovale 48 jam, dan P. malariae
72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P.
vivax/ovale berselang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul
berselang waktu 2 hari (Sudoyo et al., 2009).
48
d. Gejala Malaria
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa
serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu
periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Gejala klinis
malaria antara lain sebagai berikut:
1) Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan
berkeringat.
2) Nafsu makan menurun.
3) Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
4) Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi
dengan Plasmodium falciparum.
5) Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran
limpa. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan
penurunan.
6) Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi
yang menonjol adalah mencret (diare) dan pucat karena kekurangan
darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari
daerah malaria (Kemenkes, 2008).
Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan
terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
1) Stadium Dingin
Stadium ini dimulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya
dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat
tetapi lemah. Bibir dan jari jemari pucat kebiru-biruan, kulit
keringdan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak
sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit
sampai 1 jam (Sudoyo et al., 2009).
50
2) Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita
merasak epanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas
seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi
kuatlagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan
dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung
antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon
darah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam
aliran darah (Sudoyo et al., 2009).
Pada P. vivax dan P. ovale, skizon-skizon dari setiap
generasimenjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul
setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya. Nama
malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malariae,
fenomena tersebut berlangsung selama 72 jam sehingga disebut
malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas.
Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung
pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang
kemudian timbul pada penderita (Siahaan, 2008).
3) Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali
sampaisampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan
cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita
biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur, penderita
merasalemah tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung
antara 2 sampai 4 jam (Kemenkes, 2008). Gejala-gejala yang
disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung
pada spesies parasit dan umur dari penderita. Gejala klinis yang berat
biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya
51
e. Penularan Malaria
Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit
plasmodiummelalui gigitan nyamuk betina Anopheles yang spesiesnya
dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih dari
15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria
di Indonesia. Penularan malaria dapat juga terjadi dengan masuknya
parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah, suntikan atau
melalui plasenta atau malaria congenital (Elyazar et al., 2011). Dikenal
adanya berbagai cara penularan malaria:
1) Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina
yang terinfeksi plasmodium. Nyamuk menggigit penderita malaria
sehingga parasit ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di
dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah
banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui
gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain (Sudoyo et al., 2009).
2) Penularan yang tidak alamiah
a) Malaria bawaan atau kongenital
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan oleh ibu yang menderita
malaria. Penularan ini disebabkan adanya kelainan pada sawar
plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada
bayi yang dikandungnya (Tahita et al., 2013).
b) Secara mekanik
Penularan juga dapat terjadi melalui transfusi darah atau melalui
jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada
para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang
tidak steril (Kemenkes, 2008).
53
g. Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan
darah secara mikroskopik atau tes diagnosis cepat (Kemenkes, 2008).
1) Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :
a) Keluhan utama berupa demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegal-pegal.
b) Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
c) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
d) Riwayat sakit malaria.
e) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f) Riwayat mendapat tranfusi darah (Kemenkes, 2008).
Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat
ditemukan keadaan dibawah ini :
a) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
b) Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk atau berdiri).
c) Kejang-kejang.
d) Panas sangat tinggi.
e) Mata atau tubuh kuning.
f) Perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan.
g) Napas cepat atau sesak napas.
h) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan dan minum.
i) Warna air seni seperti teh dan dapat sampai kehitaman.
j) Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria).
k) Telapak tangan sangat pucat.(Kemenkes, 2008)
56
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah :
a) Demam (pengukuran dengan termometer 37,5oC).
b) Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
c) Pembesaran limpa (splenomegali).
d) Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai
berikut :
a) Temperatur rektal 400 C
b) Nadi cepat dan lemah/ kecil
c) Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada orang dewasa dan pada
anak-anak < 50 mmHg
d) Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau > 40 x
per menit pada balita, anak di bawah 1 tahun > 50 x per menit.
e) Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale
(GCS) < 11 (Kemenkes, 2008).
h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis dilakukan untuk
menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium
c) Kepadatan parasit
5. HIV AIDS
a. Definisi HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan
AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit
yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di
permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh
manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4
berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem
kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai
CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus
bisa sampai nol) (KPA, 2007c).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau
retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang
tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel
mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara
lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-
masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing
59
subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup
tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di
seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
b. Definisi AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency
Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh
manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar
seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak
sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai
jenis penyakit lain (Yatim, 2006). HIV adalah jenis parasit obligat yaitu
virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang
pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi
tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya
berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur.
Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein,
2006).
c. Epidemiologi
Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada
bulan April tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda
yang meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-
parunya. Sampai dengan akhir tahun 1990, peningkatan kasus HIV/AIDS
menjadi dua kali lipat (Muninjaya, 1998).
Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam
akibat penggunaaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan
adalah pengguna narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa
muda yang merupakan kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005
tercatat 6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan (Djauzi dan Djoerban,
2007).
60
e. Patofisiologi
Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan.
Seiring pertambahan replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel
limfosit CD 4+ akan terus menurun. Umumnya, jarak antara infeksi HIV
dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 – 10 tahun.
Infeksi primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik,
seperti demam, nyeri kepala, faringitis dan nyeri tenggorokan,
limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut tersebut dilanjutkan dengan
periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi penurunan
jumlah sel limfosit CD 4+ selama bertahun – tahun hingga terjadi
manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi
oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akibat reaksi
autoimun, reaksi hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita Selekta,
2014).
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun)
adalah sel – sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Dengan
menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong (Susanto dan Made Ari, 2013).
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama
bertahun – tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari
sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200 – 300
per ml darah, 2 – 3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar
ini, gejala – gejala infeksi (herpes zoster dan jamur oportunistik) (Susanto
dan Made Ari, 2013).
62
f. Manifestasi Klinis
Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4
golongan, yaitu:
1) Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi
yang berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
2) Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala
limfadenopati umum
3) AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan
gangguan sistem imun atau kekebalan
4) Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis
yang berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial,
hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral yang disebabkan
oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi.
Penderita akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit
infeksi sekunder (Soedarto, 2009).
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV
terkonfirmasi menurut WHO:
1) Stadium 1 (asimtomatis)
a) Asimtomatis
b) Limfadenopati generalisata
2) Stadium 2 (ringan)
a) Penurunan berat badan < 10%
b) Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik, prurigo,
onikomikosis, ulkus oral rekurens, keilitis angularis, erupsi
popular pruritik
c) Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir
d) Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis,
faringitis, otitis media
63
3) Stadium 3 (lanjut)
a) Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas
b) Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan
c) Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) > 1
bulan
d) Kandidiasis oral persisten
e) Oral hairy leukoplakia
f) Tuberculosis paru
g) Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema, infeksi
tulang/sendi, meningitis, bakteremia
h) Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut
i) Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (< 0,5×109
/L) tanpa sebab jelas, atau trombositopenia kronis (< 50×109 /L)
tanpa sebab yang jelas
4) Stadium 4 (berat)
a) HIV wasting syndrome
b) Pneumonia akibat pneumocystis carinii
c) Pneumonia bakterial berat rekuren
d) Toksoplasmosis serebral
e) Kriptosporodiosis dengan diare > 1 bulan
f) Sitomegalovirus pada orang selain hati, limpa atau kelenjar getah
bening
g) Infeksi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau visceral
h) Leukoensefalopati multifocal progresif
i) Mikosis endemic diseminata
j) Kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus
k) Mikobakteriosis atripik, diseminata atau paru
l) Septicemia Salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren
m) Tuberculosis ekstrapulmonal
64
4) Pecandu narkotik
5) Homo seksual
d. Macam-Macam IMS
Berdasarkan penyebabnya, Infeksi menular seksual di bedakan
menjadi empat kelompok yaitu:
1) IMS yang disebabkan bakteri, yaitu: Gonore, infeksi genital non
spesifik, Sifilis, Ulkus Mole, Limfomagranuloma Venerum,Vaginosis
bakterial
2) IMS yang disebabkan virus, yaitu: Herpes genetalis, Kondiloma
Akuminata, Infeksi HIV, dan AIDS, Hepatitis B, Moluskus
Kontagiosum.
3) IMS yang disebabkan jamur, yaitu: Kandidiosis genitalis
4) IMS yang disebabkan protozoa dan ektoparasit, yaitu: Trikomoniasis,
Pedikulosis Pubis, Skabies
Berdasarkan cara penularannya, infeksi menular seksual
dibedakan menjadi dua, yaitu IMS mayor (penularannya dengan
hubungan seksual) dan IMS minor (Penularannya tidak harus dengan
hubungan seksual).
1) IMS mayor
a) Gonore
Etiologi Gonore: Neisseria gonorrhoeae . Masa inkubasi:
Pria 2-5 hari, gejala pada wanita sulit diketahui oleh karena sering
asimtomatik. Gejala klinis: Pria duh tubuh uretra, kental, putih
kekuningan atau kuning, kadang-kadang mukoid atau
mukopurulen; eritema dan atau edema pada meatus. Sedangkan
pada wanita seringkali asimtomatik, apabila ada duh tubuh serviks
purulen atau mukopurulen, kadang-kadang disertai eksudat
purulen dari uretra atau kelenjar bartholini. Pada wanita biasanya
74
A. Kesimpulan
Penyakit menular merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri, parasite, atau jamur, dan dapat berpindah
ke orang lain yang sehat. Penyakit menular dapat ditularkan secara langsung
maupun tidak langsung. Macam-macam Penyakit Menular, Hepatitis B,
Tuberkulosis Paru, DBD, Malaria, HIV AIDS, dan IMS.
Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik.
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan
80
81
(gigitan) nyamuk Anopheles spp yang hidup dan berkembang biak dalam sel
darah merah manusia.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Dapat dijadikan sebagai akses pelayanan informasi terhadap kesehatan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi bacaan bagi para mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
82