Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN II

INTAN’S SCREENING DIAGNOSES ASSESSMENT (ISDA)

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10

DYAH AYU WIDYANINGSIH NIM: P07220218005


MUTHIA FITRI DESIRANTI NIM: P07220218019
NASHA NOVITA NIM: P07220218021
SERLY HARDANIA NIM: P07220218031

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN


TIMUR

2019

i
MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN II

INTAN’S SCREENING DIAGNOSES ASSESSMENT (ISDA)

MATA KULIAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN II

Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan II

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10

DYAH AYU WIDYANINGSIH NIM: P07220218005


MUTHIA FITRI DESIRANTI NIM: P07220218019
NASHA NOVITA NIM: P07220218021
SERLY HARDANIA NIM: P07220218031

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN KALIMANTAN


TIMUR

2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb. Alhamdulillah Puji syukur kepada Allah Swt, karena


berkat Rahmat dan atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Intan’s Screening Diagnoses Assessment (ISDA)“ sebagai makalah mata kuliah
Konsep Dasar Keperawatan. Makalah ini kami susun berdasarkan referensi dari
beberapa buku, media internet dan berbagai sumber yang kami dapatkan dan kami
mencoba menyusun data-data itu hingga menjadi sebuah makalah yang sederhana ini.
Di dalam penyusunan makalah ini, terdapat sedikit masalah yang kami hadapi.
Tetapi berkat bantuan dan kerja sama serta kekompakan anggota kelompok ini,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Terima kasih tak
terhingga kami ucapkan kepada guru pembimbing kami yang telah memberikan cara
tugas ini. Kami mendapatkan suatu pelajaran baik dalam penulisan makalah serta
mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca atau pun untuk teman-teman yang akan melakukan dengan tema yang sama.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini sangat banyak
kekurangannya dan masih jauh dari kata sempurna, karena pengetahuan kami yang
kurang luas, oleh karena itu dengan rendah hati dan tangan terbuka kami mohon segala
kritik dan saran sangat kami harapkan agar dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan
tersebut.

Sekian dan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.

Samarinda, 24 Maret 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Cover …………………………………………………………………. i

Halaman Judul …………………………………………………………………. ii

Kata Pengantar …………………………………………………………………. iii

Daftar Isi ………………………………………………………………………… iv

BAB I Pendahuluan …………………………………………………………….. 1


A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………..... 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………….. 2
C. Tujuan Penulisan …………………………………………………………… 2
BAB II Pembahasan……………………………………………………..……… 3
A. Perjalanan ISDA …………………………………..………………...…….. 3
B. Pengertian ISDA ….……………………………………………….............. 5
C. Cara menggunakan ISDA………………………………………………….. 7
D. Diagnostic Reasoning……………………………………………………… 9
BAB III Penutup……………………………………………………………….. 17
A. Kesimpulan ………………………………………………………………... 17
B. Saran……………………………………………………………………...... 18

DAFTAR PUSTAKA

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profesi perawat menggunakan proses keperawatan (nursing process)
sebagai kerangka pikir dan kerangka kerja dalam merawat pasien. Keperawatan
sebagai proses, diperkenalkan sejak tahun 1955 oleh Hall dan pada tahun 2004
proses keperawatan (nursing process) ditetapkan sebagai series of steps oleh
ANA (American Nursing Association) (Wilkinson, 2007), yang terdiri dari
pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan hasil, perencanaan intervensi,
implementasi dan evaluasi.
Pada prakteknya, perawat sering mengalami kesulitan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Hasil diskusi dengan beberapa perawat baik
perawat klinik atau pengajar, didapatkan informasi bahwa sering sekali perawat
kesulitan dalam hal menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat bagi pasien.
Pada kasus yang lain, data mungkin dikumpulkan tanpa menyadari mengenai
‘apa diagnosanya’ (Lunney, 2008). Perawat mungkin juga mengumpulkan data
yang mempunyai relevansi yang rendah dengan diagnosa keperawatan tertentu.
Penelitian menunjukkan bahwa rendahnya keakuratan dalam diagnosa
keperawatan berkaitan dengan banyaknya jumlah data yang relevansinya rendah
(Lunney, 2008).
Ketidakmampuan memunculkan diagnosa keperawatan akan berimbas
kepada ketidakmampuan dalam menentukan tujuan dan juga merancang
intervensi. Tanpa rancangan intervensi yang jelas, maka aktifitas perawat tidak
akan terlihat bermakna baik bagi klien, tenaga kesehatan yang lain ataupun bagi
perawat sendiri. Pemahaman tentang definisi diagnosis dianggap metode
pertama untuk menyaring diagnosis keperawatan yang mungkin. Itu karena
definisi diagnosis keperawatan dapat secara langsung mengarahkan perawat
untuk menemukan isyarat apa yang penting dalam setiap diagnosis.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjalanan ISDA ?
2. Apa itu ISDA ?
3. Bagaimana cara menggunakan ISDA?
4. Bagaimana diagnostic reasoning?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perjalanan ISDA.
2. Untuk mengetahui pengertian ISDA.
3. Untuk mengetahui cara menggunakan ISDA.
4. Untuk mengetahui diagnostic reasoning.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERJALANAN ISDA (Intan’s Screening Diagnosis Assessment)


ISDA di susun sejak 2009 dan kemudian di publikasikan pada 2010. ISDA
dibuat karena ketidakpuasan penulis dalam hal pengkajian dan penentuan
diagnosa. Perjalanan ISDA cukup panjang karena sebelumnya diawali dengan
penelaahan yang sangat panjang terhadap referensi taxonomi NANDA baik
dari 2005-2008. Pemahaman awal dimulai saat terbit buku Fast Method of
Formulating Nursing Diagnoses yang disusun oleh penulis. Suatu buku
semacam kamus yang membantu menemukan apapun kata yang ada dalam
NANDA sehingga mudah membaca NANDA dalam hal menemukan data
yang kita maksudkan dalam diagnosa NANDA.
Pembuatan buku ini sungguh melelahkan dan menguras tenaga. Diawali
pada saat gempa di Yogyakarta Mei 2006, yang pada saat itu penyusunan
buku ini adalah hiburan bagi penulis untuk mengurangi ketegangan karena
peristiwa gempa. Posisi hiburan ini kemudian menjadi beban ketika
penyusunan tidak selesai selesai juga. Bisa dibayangkan menulis suatu kamus
yang tidak hanya perlu kecermatan tetapi juga perlu kesabaran. Penulisan
bahkan dilakukan pada saat menyusui anak dengan media handpone yang
kadang kadang jatuh ke kepala anak penulis. Tapi mau tidak mau harus
selesai, karena tidak ada pekerjaan yang boleh setengah-setengah, maka
jadilah buku ini.
Penyelesaian buku ini membuat penulis menjadi lebih paham tentang
NANDA, apa saja data yang ada di dalam NANDA. Tidak hafal memang, tapi
sangat familiar dan bisa menebak dimana posisi data dalam NANDA. Dalam
proses ini penulis menjadi menyadari bahwa terdapat kaitan antara satu
diagnosa keperawatan dengan diagnosa keperawatan yang lain. Kesadaran ini
memicu kerja keras yang lain dan karya yang lain dan lahirlah The Map of
Nursing Diagnoses Based on NANDA 2007-2008. Tidak disangka karya The
Map of Nursing Diagnoses Based on NANDA 2007-2008 ini menjadi

3
pemenang HAKI pada tahun 2009, padahal mengajukannya pun iseng iseng
saja. Allah SWT Maha Besar dan Pemurah. Dan sebelumnya buku Fast
Method of Formulating Nursing Diagnoses juga mendapatkan penghargaan
dari Dekan FK UGM di tahun 2008. Bukan karena bagus sepertinya, tapi
karena tidak ada karya yang lain, mungkin itu alasannya.
Perjalanan berlanjut dengan penelaahan kembali NANDA, dan akhirnya
terbersit ide mengapa pengkajian kita tidak juga memberikan pencerahan bagi
perawat. Format bermacam-macam, serta pengkajian yang diulang ulang
membuat penulis berpikir mungkinkah ada sesuatu yang bisa membantu
dalam hal ini? Penelaahan NANDA dilanjutkan dengan pemahaman definisi
masing masing diagnosa. Dari sini mulai terlihat bagaimana polanya dan juga
mulai disadari kemungkinan cara mengkaji yang lebih efisien dan jitu. Tidak
sekedar mengumpulkan data tetapi tahu betul data apa yang harus dicari untuk
bisa mengarah ke diagnosa yang spesifik. Dalam proses ini, penulis juga
menemukan kesalahan kesalahan atau keanehan dalam NANDA, perubahan
edisi juga sempat menyebabkan rasa ‘jengkel’ terhadap NANDA, ketika
mengetahui apa yang di rubah adalah hal-hal yang tidak mendasar. Untuk apa?
Perjalan berlanjut terus, tidak berhenti sampai dengan NANDA, tapi menjalar
ke Masalah Kolaboratif. Suatu sisi yang sulit bagi penulis karena terbiasa
dengan keilmuan bagian Jiwa. Tapi karena penulis ingin komprehensif maka
mau tidak mau buku yang membedah tentang Diagnosa kolaborasi (Potensial
Komplikasi) di pelajari. Nyeri ditangan, capek dan semua keluhan fisik karena
mempelajari dua hal ini tidak bisa membendung keingintahuan penulis untuk
berusaha memahami keduanya. Akhirnya lahirlah ISDA. Suatu hasil
pencapaian yang sangat menyenangkan penulis karena akan sangat membantu
penulis memahami betul semua proses keperawatan dan memudahkan serta
secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan ketika digunakan dalam
mengambil keputusan terkait dengan proses keperawatan. ISDA diterbitkan
pada awal Januari 2010 ketika penulis mulai studi S3. Tetapi sosialisasi tidak
sempat dilakukan dan hanya melalui media internet. Itupun sudah mampu
menarik banyak perawat yang ingin membeli.

4
Tahun 2011 sudah mulai ada teman teman kolega dan mahasiswa perawat
yang melihat bahwa ISDA bermanfaat. Diawali dengan Diskusi ilmiah di FIK
UMY pada bulan Juli 2011, diikuti dengan pelatihan bagi dosen dan
pembimbing klinik untuk STIKES Aisyah Yogyakarta pada bulan Agustus
2011. Tidak berhenti di situ, pada bulan Desember 2011 – Januari 2012, dua
institusi yaitu STIKES Muhammadiyah Palembang dan Program Keperawatan
UNSOED juga tertarik dan mengundang penulis untuk menyampaikan tentang
ISDA. Selama proses ini, penulis masih terus mempelajari dan mencari cari
bentuk sebenarnya apa yang penulis sudah buat. ISDA hanyalah alat, tentu
harus jelas alat ini untuk apa.

B. Pengertian ISDA
ISDA adalah suatu alat/alur untuk membantu perawat mengkaji klien
dalam rangka menskrining semua “kemmungkinan diagnosis keperawatan”
dan “kemungkinan masalah kolaboratif” yang mungkin dialami oleh klien.
ISDA merupakan instrument utama dalam 6 steps in diagnostic reasoning
method (Nurjannah, 2010b, Nurjannah, 2010a).
Urutan dalam ISDA adalah :
1. Pengkajian penampilan awal (the first impression)
2. Pengkajian tanda vital
3. Pengkajian keamanan
4. Pengkajian situasi khusus
5. Pengkajian fungsi tubuh
6. Pengkajian aktivitas, istirahat dan pergerakan
7. Pengkajian kenyamanan, kulit dan integritas jaringan
8. Pengkajian nutrisi
9. Pengkajian kondisi psikologi
10. Pengkajian status emosi
11. Pengkajian kognitif dan persepsi
12. Pengkajian spiritual, values dan pandangan religious
13. Pengkajian perilaku

5
14. Pengkajian seksualitas dan aspek social
15. Pengkajian bayi/anak
16. Pengkajian caregiver
17. Pengkajian keluarga
18. Pengkajian komunitas
19. Pengkajian terkait karakteristik demografi
20. Pengkajian terkait lingkungan dan dukungan sistem
21. Pengkajian penyakit/masalah fisiologi
22. Pengkajian terkait hasil laboratorium
23. Pengkajian terkait pengobatan terapi
24. Pengkajian terkait penyalahgunaan zat
25. Pengkajian terkait prosedur
26. Pengkajian keperawatan promosi kesehatan
27. Map untuk masalah-masalah kolaboratif
ISDA dirancang untuk membantu perawat untuk memanfaatkan semua
diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif. ISDA dibuat berdasarkan
pemahaman bahwa data dapat menjadi diagnosis keperawatan, masalah
kolaboratif atau keduanya (Nurjannah, 2010B).
Namun isyarat, bukan satu-satunya cara untuk merujuk apa yang
didiagnosis atau didiagnosis keperawatan masalah kolaboratif. Pemahaman
tentang definisi diagnosis dianggap metode pertama untuk menyaring
diagnosis keperawatan yang mungkin. Itu karena definisi diagnosis
keperawatan dapat secara langsung mengarahkan perawat untuk menemukan
isyarat apa yang penting dalam setiap diagnosis. Contohnya adalah diagnosis
keperawatan: ‘Autonom Dysreflexia’ (Nurjannah, 2010b). Ini diagnosis
hanya dialami oleh pasien jika pasien menderita cedera tulang belakang di T7
atau di atas (Herdman, 2012). Meskipun ada hipertensi paroksismal sebagai
isyarat dalam mendefinisikan Karakteristik diagnosis ini, isyarat ini mungkin
tidak penting jika klien tidak memiliki pengalaman cedera sumsum tulang
belakang pada T7 atau lebih. Demikian informasi ini digunakan dalam ISDA
untuk menyaring diagnosis keperawatan mungkin. ISDA juga

6
mempertimbangkan aktivitas rutin keperawatan seperti tanda vital
pengukuran sebagai penilaian penting dalam ISDA (Nurjannah, 2010b). Hasil
dari tanda vital pengukuran ditempatkan dalam penilaian skrining pertama di
ISDA (Nurjannah, 2010b). Meskipun kegiatan ini dianggap sebagai kegiatan
pertama ketika pasien memenuhi kesehatan profesional, perawat mungkin
tidak akrab dengan diagnosa keperawatan yang mungkin atau masalah
kolaboratif yang berkaitan dengan pengukuran tanda vital.
Meskipun ISDA bertujuan untuk membantu perawat untuk menilai pasien
untuk menyaring kemungkinan mendiagnosis dan kemungkinan masalah
kolaboratif, perawat perlu mengingat bahwa ISDA tidak bertujuan untuk
menentukan dengan tepat perawat mana yang mendiagnosis atau masalah
kolaboratif sebenarnya atau berpotensi dialami oleh pasien. Ini hanya
membantu mengidentifikasi kemungkinan diagnosis keperawatan dan
masalah kolaboratif dan perawat perlu melanjutkan ke langkah berikutnya
untuk menyingkirkan atau mengonfirmasi diagnosis keperawatan dan
masalah kolaboratif dengan menggunakan literatur yang relevan seperti
NANDA Internasional (Klasifikasi Diagnosis Keperawatan Amerika Utara
Internasional) (Nurjannah,2010a).
Ada tujuh belas urutan dalam ISDA sebagai berikut: penilaian untuk
tanda vital; keamanan; keadaan spesifik ; fungsi tubuh; psikologi; kognitif,
persepsi dan indera; spiritual dan religiusitas; tingkah laku; seks; sosial; bayi /
anak; pengasuh, keluarga, komunitas; lingkungan Hidup; diagnosis risiko;
diagnosis kesehatan; data milik kolaboratif dan diagnosis keperawatan; data
yang hanya milik masalah kolaboratif (Nurjannah, 2010a).

C. Cara Menggunakan ISDA


1. Jika memungkinkan, perawat perlu mengkaji klien berdasarkan pada
urutan yang ada dalam ISDA, tetapi hal ini tergantung pada situasi da
kondisi klien.

7
2. Pada saat perawat telah menemukan “kemungkinan diagnosis
keperawatan” atau “ kemungkinan masalah kolaboratif” maka disarankan
agar perawat :
a. Mempelajari lebih lanjut mengenai diagnosis keperawatan dan
masalah kolaboratif yang mungkin terjadi pada klien tersebut dari
referensi yang bias dipercaya sebelum perawat menetapkan diagnosis
keperawatan atau masalah kolaboratif yang paling tepat dialami klien
tersebut.
b. Mengecek dalam “The map of Nursing Diagnoses” untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan antara satu diagnosis keperawatan degan
diagnosis keperawatan yang lain dalam rangka melanjutkan pengkajian
yang lebih focus/detil.
3. Perawat perlu mengingat bahwa tidak semua data dapat diskrining dengan
menggunakan ISDA, dalam kondisi ini, perawat dapat menggunakan buku
dengan judul “The Fast method of Formulating Nursing Diagnoses for
Diagnostic Reasoning in Nursing” untuk melacak kemungkinan diagnosis
keperawatan berdasarkan data yang ditemukan oleh perawat dari
pengkajian sebelumnya.
4. Angka dalam kurung pada setiap diagnosis keperawatan merujuk pada
kode diagnosis keperawatan dan halaman berapa diagnosis keperawatan
tersebut pada buku terjemah NANDA dalam bahasa Indonesia tahun 2015-
2107.
Catatan : Penggunaan ISDA yang memerlukan persetujuan dan atau biaya
ijin menggunakan ISDA adalah sebagai berikut :
1. Pengarang, departemen atau badan yang menginginkan menggunakan
ISDA dalam audiovisual material
2. Menggunakan ISDA sebagai software
3. Terjemah ke dalam bahasa lain
4. Semua penelitian mengenai ISDA
5. Semua pelatihan yang menggunakan ISDA

8
D. Diagnostic Reasoning
‘Diagnostic reasoning’ merupakan elemen penting dalam usaha untuk
mengidentifikasi masalah yang dialami klien dalam praktek keperawatan
(King, 2006). Penelitian baru baru ini menunjukkan bahwa professionalisme
perawat bertumpu pada kemampuan perawat untuk menetapkan diagnosa
secara akurat (Cholowski and Chan, 1992).
‘Diagnostic reasoning’ didefinisikan sebagai ‘Komponen pengambilan
keputusan klinis dan melibatkan pengakuan isyarat dan analisis data dalam
situasi klinis. Alasan ini pada akhirnya akan sampai pada beberapa label
diagnostik dengan menganalisis isyarat, dan prosesnya bervariasi sebagai
fungsi dari kompleksitas tugas '(Wong and Chung, 2002).
Berdasarkan definisi tersebut dapat dimengerti bahwa pengenalan
terhadap tanda dan gejala (batasan karakteristik dalam taxonomi NANDA)
merupakan hal yang sangat penting bagi perawat. Selain itu proses ini pada
akhirnya akan memunculkan beberapa label diagnosa, yang menunjukkan
bahwa perawat pun akan berhadapan dengan ‘diagnosa banding’ yang
merupakan kumpulan diagnosa lain yang mungkin juga dialami klien.
Kemampuan mengidentifikasi ‘diagnosa banding’ merupakan proses yang
sangat penting dalam ‘diagnostic reasoning’ (Westfall et al., 1986).
Proses yang selama ini di lakukan untuk menetapkan diagnosa keperawatan
umumnya adalah berdasarkan seperti tabel di bawah ini

Data Diagnosa keperawatan


DS: ….
Diagnosa keperawatan: …………
DO: ….

Tentu saja secara prinsip apa yang ada dalam tabel tersebut adalah proses yang
benar. Tetapi apakah sesederhana itu? Tentunya tidak.
Penentuan diagnosa keperawatan, bagaimanapun lebih sulit dan
kompleks daripada penentuan diagnosa medis. Hal ini dikarenakan data dari
hasil pengkajian tidak selalu menjadi data batasan karakteristik (S) dalam

9
format PES pada diagnosa keperawatan, tetapi juga bisa menjadi  etiologi (E
pada format PES). Data ini bahkan bisa berfungsi sebagai label diagnosa itu
sendiri, misalnya ‘Fear’atau ‘Anxiety’(Herdman, 2012).
Proses untuk sampai kepada diagnosa menjadi lebih rumit pada saat kita
menyadari bahwa tanda dan gejala tersebut mungkin juga menjadi ‘milik’
‘collaborative problems’. ‘Collaborative problem’ di definisikan sebagai:
“Komplikasi fisiologis tertentu yang dipantau perawat untuk mendeteksi
serangan atau perubahan status. Perawat mengelola masalah kolaboratif
menggunakan intervensi yang diresepkan dokter dan yang diresepkan untuk
meminimalkan komplikasi dari kejadian tersebut. "(Carpenito, 2008).
‘Collaborative problem’ adalah bagian dari teori  ‘The Bifocal Clinical
Practice Model’(Carpenito, 2006, Carpenito, 2008). Dalam teori ini, perawat
perlu mengatasi bukan hanya masalah keperawatan tetapi juga masalah
kolaboratif. Masalah kolaboratif dimulai dengan istilah  ‘Potensial Komplikasi
(PK)’ (Carpenito, 2006, Carpenito, 2008). Woolley (1990)juga memiliki opini
yang sama terkait dengan masalah kolaboratif dan menyebutkan bahwa
perawat perlu membuat keputusan klinik yang akurat dan tepat terkait dengan
perubahan patofisiologi pada status kesehatan klien.
Telah diketahui bahwa tanda dan gejala yang didapatkan dalam
pengkajian dapat menjadi ‘milik’ diagnosa keperawatan atau masalah
kolaboratif. Tetapi kenyataan ini tampak tidak terlalu diperhatikan dalam
proses ‘diagnostic reasoning’. Referensi yang ada biasanya juga memisahkan
dua hal ini, contohnya Carpenito (2006, Carpenito, 2008) adalah referensi
yang mengeksplorasi diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi dalam
dua topik pembahasan yang berbeda.
Melalui penelaahaan dan pengkategorian semua tanda dan gejala dalam
taksonomi NANDA (Herdman 2012) dan juga mengenai masalah kolaboratif
yang digambarkan oleh Carpenito (2006), penulis menemukan bahwa tanda
dan gejala dalam proses pengkajian dapat menghasilkan tiga kesimpulan:
1. Memunculkan diagnosa potensial komplikasi (masalah kolaboratif)
2. Memunculkan diagnosa keperawatan

10
3. Memunculkan baik diagnosa keperawatan dan diagnosa potensial
komplikasi (Nurjannah, 2010b).
Kenyataan pembagian data tersebut sangat penting sekali diketahui
perawat. Salah satu contoh kegunaan pengetahuan ini adalah apabila perawat
tahu data mana saja yang hanya akan memunculkan diagnosa potensial
komplikasi, maka perawat perlu menyampaikan data ini pada dokter sebagai
petugas kesehatan professional yang ikut berkepentingan terhadap ‘data’ ini.
Hal ini dikarenakan diagnosa potensial komplikasi merupakan ‘grey area’
dimana perawat bersentuhan dengan medis. Tim medis akan melihat seorang
perawat cakap apabila perawat mampu dalam hal diagnosa potensial
komplikasi. Tentunya ini berbeda dengan diagnosa keperawatan yang betul
betul milik perawat dan intervensinya pun mandiri oleh perawat.
Kenyataan dimana tanda dan gejala dapat menjadi ‘milik’ diagnosa
keperawatan dan kolaboratif yang berbeda membuat kondisi lebih sulit lagi
untuk dapat menjadi yakin mengenai apakah kemungkinan diagnosa
keperawatan atau masalah kolaborasi telah dapat diidentifikasi dengan akurat.
Ini dikarenakan proses untuk menentukan diagnosa keperawatan atau diagnosa
kolaborasi menjadi lebih panjang dan rumit. Proses ini mungkin lebih tepat
dilakukan oleh seorang lulusan S1 dari pada perawat D3. Tetapi untuk
membuktikannya perlu dilakukan penelitian dan kajian lebih lanjut.
Salah satu contoh data yang posisinya berada di banyak diagnosa
keperawatan adalah data ‘tekanan darah’ yang dapat ditemukan dalam
diagnosa ‘Intoleransi aktivitas’, ‘Kecemasan’, ‘Output Jantung yang
Menurun’, ‘Ketakutan’, ‘Volume Cairan Defisiensi’, Volume Volume
Kelebihan Cairan ’, Pain Nyeri Akut’, Perf Perfusi Jaringan Tidak Efektif
’dan Ventilasi Tidak Efektif’ menyalurkan respons saat fungsi tidak berfungsi’
(Herdman, 2012). Kenyataan ini menunjukkan adanya diagnosa banding yang
perlu dicermati oleh perawat meskipun hanya dengan satu tanda atau gejala
saja. Dalam proses ‘diagnostic reasoning’ dalam keperawatan,
mengidentifikasi kemungkinan diagnosa (possible diagnoses) merupakan
bagian penting dari proses ‘diagnostic reasoning’ (Westfall et al., 1986).

11
Informasi mengenai kemungkinan apa diagnosa keperawatan dan
masalah kolaborasinya perlu di sadari oleh perawat sehingga akan
memunculkan proses berpikir lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi atau
menganulir berbagai kemungkinan diagnosa tersebut melalui pengkajian
fokus.
Lunney (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai diagnosa,
definisinya dan batasan karakteristiknya (gejala dan tanda) merupakan
pengetahuan yang sangat luas dan kompleks, dan hampir tidak mungkin bagi
perawat untuk mengingat semua informasi yang ada, sehingga beliau
menyarankan agar perawat perlu tahu bagaimana mengakses informasi yang
diperlukan tersebut. Kemampuan untuk menemukan informasi yang relevan
ini menjadi suatu hal yang penting karena akan mendukung kemampuan
dalam menentukan diagnosa (Harjai and Tiwari, 2009).
ISDA (Intans’s Screening Diagnoses Assessment) dapat
dipertimbangkan sebagai sarana untuk mengakses informasi tersebut dan
memberikan petunjuk kemungkinan diagnosa keperawatan atau diagnosa
potensial komplikasi yang mungkin terdapat pada klien. ISDA juga lebih
komprehensif karena tidak hanya menskreening diagnosa keperawatan tetapi
juga menskreening diagnosa potensial komplikasi (Nurjannah, 2010b).
Beberapa pengarang membagi proses ‘diagnostic reasoning’ ke dalam
beberapa tahap, Carnevali (1984) menyebutkan tujuh tahap, Elstein and
associates (1972) cited in Westfall (1986) menggunakan 4 tahap, sementara
Lunney (2012) menggunakan lima tahap serta Wilkinson (2007) menyebutkan
4 urutan  untuk sampai mencapai menuliskan diagnosa. Tahap tahap itu dapat
dilihat di tabel berikut ini:
Carnevali (1984) :
1. Paparan terhadap data pra pertemuan
2. Masuk ke bidang pencarian data dan membentuk arah pengumpulan data
3. Penggabungan isyarat menjadi kelompok potongan
4. Mengaktifkan penjelasan diagnostik yang mungkin (hipotesis)
5. Hipotesis dan pencarian data diarahkan bidang data

12
6. Menguji hipotesis diagnostik
7. Diagnosis

Elstein dan rekan (1972, 1978) dikutip dalam Westfall et al. (1986) :
1. Menghadiri isyarat yang awalnya tersedia (mis. Tanda dan gejala)
2. Aktifkan hipotesis
3. Kumpulkan data yang umumnya diarahkan hipotesis
4. Evaluasi hipotesis

Lunney, 2012 :
1. Kenali keberadaan isyarat
2. Menghasilkan diagnosis keperawatan yang mungkin secara mental
3. Bandingkan isyarat dengan diagnosis keperawatan yang mungkin
4. Melakukan pengumpulan data yang terfokus
5. Validasi diagnosa
Wilkinson (2007):
1. Menafsirkan:
Level I: Identifikasi isyarat penting
Level II: Cluster isyarat dan identifikasi data
Level III: Menarik kesimpulan tentang status kesehatan saat ini
Level IV: Tentukan etiologi dan kategorikan masalah
2. Verifikasi
3. Labe
4. Rekam

Semua tahap melibatkan pengkajian awal untuk mengumpulkan data awal,


menetapkan kemungkinan diagnose didasarkan pada data awal, mengkaji data
kembali dengan pengkajian fokus untuk menetapkan atau menganulir
‘possible diagnoses’ dan kemudian menetapkan diagnosa.

13
Penulis menemukan bahwa beberapa tahap dalam model ‘Diagnostic
reasoning’ tersebut sulit diikuti atau dimengerti oleh penulis. Selain itu masih
adanya ‘pengandalan’ pada ‘long term memory’ pada model ‘Diagnostic
reasoning’ baik Carvaneli (1984) – 7 tahap/langkah, dan Lunney (2012) – 5
tahap/langkah, yang tentu saja tidak mungkin optimal karena banyaknya data
yang harus di ingat oleh perawat.  Pada model ‘Diagnostic reasoning’ yang
telah di susun oleh Wilkinson (2007) kesulitan yang dialami oleh penulis
adalah dalam hal mengklasifikasikan data dan mengklaster data. Tidak adanya
petunjuk untuk melakukan hal ini menyebabkan proses ‘Diagnostic reasoning’
berbagai model tersebut tidak memberikan kemudahan bagi penulis.
Karena itulah penulis kemudian membuat model ‘Diagnostic reasoning’
dengan melalui 6 tahap sebagai berikut:

1. Mengklasifikasikan data menggunakan ISDA, jika data tidak didapatkan


dalam ISDA bisa ditelusuri dengan menggunakan buku‘The Fast Method
of Formulating Nursing Diagnoses for Diagnostic Reasoning in Nursing’.
2. Tetapkan kemungkinan diagnosa keperawatan atau diagnose kolaborasi.
3. Baca/pelajari informasi tentang diagnose keperawatan/diagnosa
kolaboratif  terutama definisinya (menggunakan taksonomoni NANDA
dan referensi yang membahas mengenai diagnose kolaborasi), tetapkan
apakah diagnosa tersebut dikategorikan pada:
a. Dapat ditegakkan (confirmed)
b. Dianulir (digugurkan/rule out)
c. Pending (Memerlukan pengkajian lanjutan dan tetapkan apa
pengkajian lanjutannya)
4. Menentukan kemungkinan diagnosa keperawatan dan hubungan antara
satu diagnosa dengan diagnose yang lain (Menggunakan ‘The Map of
Nursing Diagnoses’) pada diagnose keperawatan kategori A (telah
ditegakkan), kegiatan no 4 ini dilakukan setiap diagnosa keperawatan telah
ditetapkan (kategori A).

14
5. Menggunakan fokus pengkajian lanjutan jika diperlukan untuk
memverifikasi diagnosa yang diagnosa yang ditetapkan sebelumnya
(kategori  A dan C) (Dapat menggunakan NANDA taxonomi dan referensi
yang membahas diagnosa kolaborasi)
6. Label Diagnosa
Dalam proses diagnostic reasoning menggunakan 6 tahap yang di susun
oleh penulis, salah satu alat untuk melakukan pengkajian adalah dengan
menggunakan ISDA. Tidak berhenti sampai mendapatkan diagnosa
keperawatan, metode ‘diagnostic reasoning’ 6 tahap ini juga mencari
hubungan satu diagnosa keperawatan dengan diagnosa keperawatan yang
lain dengan menggunakan poster ‘The Map of Nursing Diagnoses’. Proses
ini sangat penting karena setiap mendapatkan suatu diagnosa keperawatan
yang sudah pasti terdapat pada pasien, perawat perlu waspada bahwa
diagnosa keperawatan tersebut akan dapat menjadi penyebab (Etiologi  (E)
pada format PES untuk diagnosa keperawatan yang lain atau menjadi
Problem (P) dalam format PES.
Metode 6 langkah tersebut dimasa depan mungkin juga akan dapat
dipersingkat apabila ISDA semakin disempurnakan. Workshop NNN dan
aplikasi ISDA yang dilaksanakan di berbagai daerah dimaksudkan untuk
memahamkan perawat dalam kemampuan ‘Diagnostic reasoning’ tersebut.
Meskipun ISDA telah terbukti membantu dalam proses
mengidentifikasi kemungkinan diagnosis keperawatan dan masalah
kolaboratif, ISDA juga menyebabkan identifikasi yang tidak akurat
tentang kemungkinan masalah keperawatan dan masalah kolaboratif.
Namun, dengan penilaian fokus lebih lanjut, responden mungkin
menemukan bahwa mereka akan mengesampingkan masalah keperawatan
atau masalah kolaboratif yang tidak terkait dengan data. ISDA dapat
dianggap sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan konten, namun
menggunakan ISDA tidak cukup untuk menentukan diagnosis
keperawatan mana yang tepat, perawat perlu menggali dan menemukan
lebih banyak informasi yang dianggap penting untuk setiap diagnosis

15
keperawatan yang mungkin. Namun, ISDA membantu mengurangi
kemungkinan dan bahkan untuk menyingkirkan diagnosis keperawatan
dan mempersempit diagnosis keperawatan yang mungkin dan masalah
kolaboratif
ISDA dapat dianggap sebagai alat yang efektif untuk perawat karena
tidak mungkin untuk mengingat isyarat penting sebagai pedoman untuk
menentukan diagnosis keperawatan yang mungkin dan masalah
kolaboratif.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
ISDA adalah suatu alat/alur untuk membantu perawat mengkaji klien
dalam rangka menskrining semua “kemmungkinan diagnosis keperawatan”
dan “kemungkinan masalah kolaboratif” yang mungkin dialami oleh klien.
ISDA merupakan instrument utama dalam 6 steps in diagnostic reasoning
method (Nurjannah, 2010b, Nurjannah, 2010a).
Meskipun ISDA bertujuan untuk membantu perawat untuk menilai
pasien untuk menyaring kemungkinan mendiagnosis dan kemungkinan
masalah kolaboratif, perawat perlu mengingat bahwa ISDA tidak bertujuan
untuk menentukan dengan tepat perawat mana yang mendiagnosis atau
masalah kolaboratif sebenarnya atau berpotensi dialami oleh pasien. Ini hanya
membantu mengidentifikasi kemungkinan diagnosis keperawatan dan
masalah kolaboratif dan perawat perlu melanjutkan ke langkah berikutnya
untuk menyingkirkan atau mengonfirmasi diagnosis keperawatan dan
masalah kolaboratif dengan menggunakan literatur yang relevan seperti
NANDA Internasional (Klasifikasi Diagnosis Keperawatan Amerika Utara
Internasional) (Nurjannah,2010).

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ISDA ini dapat memudahkan
mahasiswa perawat untuk melakukan pengkajian, diagnosa hingga
mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan oleh mahasiswa perawat maupun
perawat dalam menggunakan buku ISDA.

DAFTAR PUSTAKA

17
 NURJANNAH, I. 2010a. ISDA Intens Screening Diagnoses Assessment,
Yogyakarta, Mocomedia
 CARNEVALI, D., L 1984. The diagnostic reasoning process. In :
CARNEVALI, D., L, MITCHELL, P., H, WOODS, N., F & TANNER,
C., A(eds) Diagnostic reasoning in nursing. Philadelhia : PA: Lippincott.
 https//intansarinurjannah.wordpress.com/2013/05/09/perjalanan-isda/amp/
(Diakses pada 24 Maret 2019)
 https://intansarinurjannah.wordpress.com/2012/05/24/diagnostic-
reasoning-dalam-proses-keperawatan/ (Diakses pada 09 April 2019)

18

Anda mungkin juga menyukai