Anda di halaman 1dari 18

i

MAKALAH FARMAKOGNOSI
“RESUME JURNAL ETNOFARMAKA SERTA
PRODUK JAMU DAN FITOFARMAKA”

OLEH:

SERITENAYA WILHELMINA
NIM.1913026020

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillah, segala


puji dan syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurahkan bagi baginda Agung Rasulullah SAW yang telah
membimbing kita menuju jalan yang benar.

Makalah dengan judul “Resume Jurnal Etnofarmaka serta produk jamu


dan Fitofarmaka” dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakognosi oleh
dosen pengampu bapak M. Arifuddin, M.Si., Apt., berdasarkan penulisan ilmiah
dan menggunakan literatur jurnal sebagai sumber isi makalah.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada banyak


kesalahan dalam penulisan makalah ini. Demikian kata pengantar ini penulis
sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tana Tidung, 24 Oktober 2020

Seritenaya Wilhelmina
iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul Makalah..............................................................................i

Kata Pengantar..............................................................................................ii

Daftar Isi........................................................................................................iii

Pendahuluan..................................................................................................iv

BAB 1 Pembahasan.......................................................................................

A. Resume Jurnal Etnofarmaka................................................................1

B. Produk Jamu Dan Fitofarmaka............................................................4

BAB 2 Penutup..............................................................................................

A. Kesimpulan..........................................................................................10

B. Saran....................................................................................................10

Daftar Pustaka...............................................................................................11
iv

PENDAHULUAN

Etnofarmakologi merupakan kajian tentang pemanfaatan


tumbuhan sebagai obat-obatan oleh masyarakat yang mendiami suatu
wilayah tertentu. Beberapa kelompok masyarakat di Indonesia masih
memanfaatkan tumbuhan sebagai obat-obatan secara tradisional.
Pemanfaatan tumbuhan ini dilakukan dengan sistem pewarisan yang
berasal dari penuturan dari ahli- ahli pengobatan atau berasal dari
kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua mereka masing-masing,
begitu juga dengan masyarakat yang masih menggunakan pengobatan
tradisional yang tinggal di sekitar kawasan hutan mangrove.
Salah satu kawasan hutan mangrove di kota Padang adalah hutan
mangrove yang terdapat di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung.
Luas hutan mangrove ini sekitar 10 ha. Berdasarkan survei jarak hutan
mangrove dengan pemukiman penduduk sekitar 200 meter.
Rhizophoraceae merupakan salah satu familia yang beberapa
speciesnya dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Species pada familia
ini umumnya mendominasi hutan- hutan mangrove yang terdapat di
sepanjang pantai barat Sumatera. Familia ini terdiri dari beberapa genus
antara lain Rhizopora, Brugueria, Kandela, dan Ceriop. Species dari
masing-masing genus ini meruapakan penyusun mangrove sejati atau
dikenal juga dengan komponen mangrove utama yang dapat tumbuh pada
tingkat kadar garam yang tinggi dan tumbuh diteluk-teluk pada zona
terluar yang lansung berbatasan dengan laut.
1

BAB 1
PEMBAHASAN

A. Resume Jurnal Etnofarmaka

Masyarakat sekitar hutan mangrove di Indonesia meyakini


beberapa tumbuhan yang bermanfaat sebagai pengobatan. Pengobatan ini
merupakan upaya masyarakat untuk dapat sembuh dari penyakit
y a n g didasarkan pada kepercayaan yang diwariskan dari orangtua
mereka, dan beberapa diantaranya juga berdasarkan informasi dari
tetangga dan orang yang di tuakan di daerah tersebut. Tercatat ada 3
species dari familia Rhizophoraceae yang dimanfaatkan masyarakat
sebagai tumbuhan obat diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Species dari Familia Rhizophoraceae yang di manfaatkan sebagai


tumbuhan obat

Species Nama Pemanfaatan Bagian yang Pemakaian Pengolahan


Daerah (obat) di gunakan
Rhizophora Bakau Panas dalam Daun,bunga Di minum Di rebus
apiculata Sangkak dan buah
Ceriops Bakau -setelah Daun,bunga -di minum -di rebus
tagal Sakau melahirkan dan buah -di -di tumbuk
-bisul oleskan halus
Bruguiera Bakau Sakit perut Daun,bunga Di minum Di rebus
gymnorrhiz Nila dan buah
a

Rhizophora apiculata (Bakau sangkak) digunakan masyarakat


sebagai obat sakit perut dan panas dalam yaitu dengan cara meminum air
rebusan dari daun, bunga, dan buah tumbuhan tersebut. Terdapat beberapa
cara dalam pembuatan obat tersebut ada yang hanya menggunakan
daun saja dan ada yang dicampur menjadi ramuan. Untuk pengobatan
dengan daun saja, beberapa lembar daun direbus dalam satu liter air
2

kemudian setelah mendidih diangkat dan dibiarkan suam-suam kuku (suhu

sekitar 37oC) kemudian di minum 3-5 kali sehari. Untuk ramuan,


daun diambil beberapa lembar, kemudian tambahkan masing-masing 1-3
bunga dan buah, semua bahan dicampur menjadi satu kemudian direbus

dalam satu liter air kemudian didinginkan dengan suhu sekitas 37oC
dan di minum 3-5 kali sehari.
Bagian lain dari R. apiculata yang belum digunakan oleh
masyarakat adalah kulit batang, pada hal menurut Purnobasuki (2004)
kulit batang dari R. apiculata dapat digunakan sebagai anti muntah,
antiseptik, diare, haemostatik, menghentikan pendarahan, dan tupoid.
Kulit batang, bunga, buah dan daun dapat dijadikan sebagai obat
hepatitis. Sedangkan menurut Inoue (1999) dalam Anwar dan Gunawan
(2006) air rebusan R. apiculata dapat digunakan sebagai astrigent. R.
Apiculata ini mengandung zat samak yang dapat digunakan untuk
pelangsing badan, menghentikan pedarahan, homeostatis an antiseptik
(Agromedia, 2008).
Ceriops tagal (Bakau sakau) merupakan tumbuhan yang digunakan
digunakan sebagai obat setelah melahirkan untuk melancarkan nifas dan
pengeluaran darah-darah kotor. C.tagal ini digunakan dengan cara
meminum rebusan air daun, bunga, dan buah. Kulit batang tumbuhan ini
ditumbuk sampai halus kemudian ditempelkan ditempat yang ada
bisulnya. Menurut Purnobasuki (2004) kulit batang C. tagal dapat
menahan pendarahan. Sedangkan menurut (Inoue dkk., 1999 dalam
Anwar dan Gunawan 2006) air rebusan C. tagal dapat digunakan sebagai
antiseptik luka. Noor dkk, (2006) juga menyatakan bahwa ekstrak kulit
kayu bermanfaat untuk persalinan. C. tagal mengandung diterpenoid pada
daun, batang, ranting dan akarnya, tagalenes pada daun dan ranting,
triterpenoid, betulin, asam betulinic dan cereotagalol pada akar, buah dan
hipokotilnya. C. tagal merupakan tumbuhan anti bakteri yang menghambat
pertumbuhan Streptococus pyrogenes, Salmonella ponii, Bacillus cereus,
3

Sthaphylococcus aureus dan Micrococcus kristinae (Chan dkk,2015).


Ekstrak dari akar, kulit kayu, daun dari tumbuhan ini juga meghambat
pertumbuhan Salmonela typhi dan Listeria monocyogenes (Mustopa,
2015). B
Tumbuhan ini digunakan masyarakat sebagai obat sakit perut dengan
cara meminum air rebusan dari bunga, buah. Menurut Purnobasuki (2004)
buah dari B. gymnorrhiza dapat mengobati sakit mata. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Warsinal et al, (2007) Uji toksisitas
dilakukan untuk memastikan bahwa ekstrak etanol kulit batang B
gymnorhiza benar-benar bersifat toksik terhadap sel meiloma.
uji sitotoksisitas dengan pengamatan intensitas warna menggunakan
ELISA reader menghasilkan harga serapan yang berbeda-beda untuk
setiap perlakuan. B. gymnorrizha juga mengandung senyawa golongan
diterpen, triterpens, flavanoid, derivat tropan, dan polisulfida siklik.
Senyawa ini di isolasi dari daun, batang, bunga, kulit batang, dan kulit
akar. Senyawa bioaktif yang terdapat pada tumbuhan ini seperti
bruguerins-A-C, 4-hydroxy- dithiosulfonate-bruguiesulfurol mau- pun dua
yang diketahui sebagai 4- hydroxydithiolane-1-oxides yaitu: brugierol dan
isobrugierol yang merupakan senyawa aktif dan antioksidan. Senyawa
makrosiklik polisulfida dan gymnorrizol menghambat aktivitas protein
tryrosin fosfatase 1B (PTP1B). PTP1B ini merupakan enzim yang terlibat
dalam regulasi sinyal insulin dan juga sebagai kunci dalam perlakuan
untuk diabetes dan obesitas. Salah satu senyawa aromatik yang diekstrak
dari batang B. gymnorrizha yaitu bruguierol memperlihatkan aktivitasnya
dalam menghambat bakteri gram positif dan gram negatif, termasuk
mycobakteri dan strain yang resisten (Nebula dkk.,2013).
4

B. Jamu dan Fitofarmaka

Jamu adalah obat tradisional berbahan alami warisan budaya yang telah
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi untuk kesehatan.
Pengertian jamu dalam Permenkes No. 003/Menkes/Per/I/2010 adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan serian (generik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman dan
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
(Biofarmaka IPB, 2013). Sebagian besar masyarakat mengkonsumsi jamu
karena percaya memberikan manfaat yang cukup besar terhadap kesehatan
baik untuk pencegahan dan pengobatan terhadap suatu penyakit maupun
dalam hal menjaga kebugaran dan kecantikan dan meningkatkan stamina
tubuh. Sampai saat ini keberadaan jamu terus berkembang. Hal ini terlihat
pada permintaan terhadap jamu yang terus mengalami peningkatan
(Biofarmaka IPB, 2013). Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004)
mengelompokkan obat herbal menjadi tiga bentuk sediaan yaitu sediaan jamu,
sediaan herbal terstandar dan sediaan fitofarmaka. Persyaratan ketiga sediaan
berbeda yaitu untuk jamu pemakaiannya secara empirik berdasarkan
pengalaman, sediaan herbal tersandar bahan bakunya harus distandarisasi dan
sudah diuji farmakologi secara eksperimen, sedangkan sediaan fitofarmaka
sama dengan obat modern, bahkan harus distandarisasi dan harus melalui uji
klinik (Badan POM, 2004).
Dalam pemasarannya jamu disajikan dalam bermacam-macam jenis,
diantaranya jamu gendong, jamu godokan, serbuk seduhan, pil dan cairan.
Satu jenis jamu disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5
sampai 10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu tidak memerlukan pembuktian
ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris, jamu juga harus
memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu (Suharmiati et al., 2006).
5

1. Contoh produk Jamu


a. Diabeta
Komposisi :
1) Curcumae rhizoma 0,5 g
2) Andrographidis Paniculata Herba 0,75 g
3) Bahan lain 2,5 g
Dosis : 2x sehari 2 kapsul
Khasiat :
Membantu meringankan gejala kencing manis
Kontra Indikasi :
Pasien yang menderita alergi terhadap bawang putih dan tukak
lambung
Efek Samping : Gangguan lambung
b. Alamix Beras Kencur
Komposisi : Tiap 35 ml mengandung,
1) Kaempferiae galangae Rhizoma 13,5 g
2) Amylum oryzae 6,8 gr Bahan-bahan lain :
Zingiberis offcinale Rhizoma, Curcumae
domesticae Rhizoma, Pandani Folium,
Cymbopogan nardus Folium, Carryophylli
Flos, Cinnamomum burmanni cortex,
illicium verum flos, cinnamomum
bormanni cortex, Illicium verum flos,
Tamaridus indica Frutus Extract, kalium
sorbat, Brown Sugar, Saccharum album
(gula pasir).
Aturan minum :
Diminum scara teratur pagi dan sore.
Seduh saatu sachet dengan 150 ml air.
Khasiat :
Membantu meredakan batuk, serta pegal-pegal ditubuh.
6
7

c. Lestero
Komposisi :
1) Sojae Semen 3,68 g
2) Curcumae Rhizoma 4,47 g
3) Alii Sativfae Bulbus 1,58 g
4) Bahan lain hingga 500 g
Dosis : 2x sehari 2 kapsul
Khasiat : Membantu mengurangi lemak darah
d. Resikda
Komposisi :
Curcuma Rhizoma, Orthosipon stamineus
Folium, Lingustrinae Lignum,
Phyllanthus niruri Herba, Alsthoniae
Cortex.
Aturan minum :
Diminum 1x sehari dan diseduh
dengan 100 ml air hangat
Khasiat :
Membantu mengurangi gatal-gatal,
bisul bernanah, dan jerawat yang
disebabkan oleh darah kotor.
e. Garlicia
Komposisi :
1) Alii sativi Bulbus 280 mg
2) Morindae Fructus 280 mg
3) Polyanthi Folium 70 mg
4) Curcumae Rhizoma 70 mg
Dosis :
1x sehari 2 kapsul sesudah makan
Khasiat :
Membantu mengurangi lemak darah
8

Kontra Indikasi :
Pasien yang alergi terhadap bawang putih dan tukak
lambung.

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat


disejajarkan dengan obat modern karena telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan uji
klinik pada manusia, bahan baku dan produk jadinya telah di
standarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan,klaim khasiat dibuktikan dengan
uji klinis, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Obat tradisional yang merupakan
warisan budaya bangsa dan digunakan secara turun temurun,
umumnya berasal dari tiga macam sumber (Hutapea, 1998), yaitu : a.
Obat tradisional yang berasal dari suatu daerah dalam bentuk
sederhana yang telah dikenal manfaatnya pada suatu daerah, biasanya
berupa seduhan, rajangan yang digunakan menurut aturan atau
kebiasaan suatu daerah itu. b. Obat tradisional yang muncul karena
dibuat oleh pengobatan tradisional (dukun, sebagian bahan baku
tumbuh di daerah itu dan biasanya bahan ini dirahasiakan oleh
pengobatan). c. Obat tradisional dengan formula yang berasal dari
butir (a) dan butir (b) dalam jumlah besar, diperoleh dari pasar,
pemasok maupun kolektor.
2. Contoh produk Fitofarmaka
a. Stimuno Forte
Komposisi :
Ekstrak kering Phyllanthus niruri 50 mg
Dosis :
3x sehari 1 kapsul sesudah makan
Khasiat :
9

Membantu memperbaiki sistem imun, membantu merangsang tubuh


memproduksi lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh.
Kontra Indikasi :
Pasien dengan kondisi imun yang hiperreaktif, misal pada pasien
dengan riwayat penyakit autoimun atau hipersensitivitas.

b. Tensigard
Komposisi :
1) Ekstr Apii herba 92 mg
2) Ekstr Orthosiphonis folium 28 mg
Dosis :
3x sehari 1 kapsul sebelum atau sesudah makan
Khasiat :
Menurunkan dan menstabilkan tekanan darah
Kontra Indikasi :
Hipersentivitas.

c. Nodiar
Komposisi :
1) Attapulgite 300 mg
2) Psidii Folium Extract 50 mg
3) Curcuma domestica Rhizoma Extract 7,5 mg
Dosis :
Dewasa dan anak (12 tahun lebih): 1x shari 2 tablet, maksimum 12
tablet dalam waktu 24 jam anak-anakk (6 – 12 tahun) 1x sehari 1 tablet,
maksimum

6 tablet dalam waktu 24 jam.


Khasiat :
Mengobati diare yang tidak spesifik
10

Kontra Indikasi :
Tidak boleh diberikan pada kondisi dimana konstipasi harus
dihindarkan dan pada pasien yang hipersensitif terhadap attapulgit.
d. X-gra
Komposisi :
1) Ekstrak Ganoderma Lucidum 150 mg
2) Ekstrak Eurycomae radix 50 mg
3) Ekstrak ginseng 30 mg
4) Ekstrak Retrofracti fructus 2,5 mg
5) Royal jelly 5 mg
Dosis : 1-2 kapsul/ hari, dimimun sebelum tidur secara rutin minimal 1
bulan. Khasiat :
Meningkatkan stamina dan kesegaran tubuh, membantu meningkatkan
stamina pria dan mengatasi disfungsi ereksi dann ejakulasi dini.
Kontra Indikasi : Hipersesitivitas.
e. Laxing
Komposisi :
1) Casiae sannae folium 100 mg
2) Aloe vera folium 33 mg
3) Foeniculi vulgaris semen 20 mg
Dosis :
1-2 kapsul per hari, diminum sebelum tidur.
Khasiat :
Membantu melancarkan buang air besar, dan membantu melunakkan
feses Kontra Indikasi : Ibu hamil atau menyusui mengingat data
keamannya belum ukup. Hindari peenggunaan bagi penderita yang
memiliki alergi terhadap salah satu atau beberapa komponen obat.
11

BAB 2
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terdapat tiga species dari familia Rhizophoraceae yang dimanfaatkan
sebagai tumbuhan obat, tumbuhan tersebut dimanfaatkan sebagai obat
panas dalam, pengobatan dalam masa penyembuhan pasca melahirkan,
bisul dan sakit perut. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun,
bunga, buah dan kulit batang. Tumbuhan ini diolah dengan cara direbus
untuk dimimun dan ada yang ditumbuk halus untuk dioleskan. Selain itu
ada berbagai macam jamu untuk pengobatan dan macam-macam
fitofarmaka.

B. Saran
Demikian hasil dari makalah ini, bila ada kekurangan bisa disempurnakan
di kemudian hari. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi referensi pembaca
dalam makalah selanjutnya. Terima kasih.
12

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. dan H. Gunawan. 2007. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonomis
Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangun- an Wilayah Pesisir.
Ekspos Hasil-hasil Penelitian: Padang

Biofarmaka IPB. 2013. Quality of Herbal Medicine Plants and Traditional


Medicine. Diakses dari http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-
article/587-Quality-of- herbal-medicine-plants-and-traditional-
medicine-2013

Chan, EWC., J Tangah, M Kezuka, HD Hoan, CH Binh. 2015. Botany,


Uses, Chemistry and Bioactivities of Mangrove Plants II: Ceriops
tagal. ISME/GLOMIS electronic Journal. Vol 13, No.6

Depkes RI. (2007). Kebijakan Obat Tradisionnal Tahun 2007. In Depkes RI.

Giessen. W, S. Wulffraat, M. Zieren, and L. Scholten. 2007. Mangrove


Guidebook For Southeast Asia. FAO and Wetland International:
Thailand.

halodoc.com/obat-dan-vitamin/jamu-iboe-garlicia-plus-30-kapsul. Diakses pada


23 Oktober 2020 Pukul 19.20.

halodoc.com/obat-dan-vitamin/laxing-4-kapsul. Diakses pada 24 Oktober 2020


Pukul 19.30.

halodoc.com/obat-dan-vitamin/nodiar-4-tablet-per-strip-tablet. Diakses pada


24 Oktober 2020 Pukul 20.02.

halodoc.com/obat-dan-vitamin/stimuno-forte-10-kapsul. Diakses pada 24 Oktober


2020 Pukul 20.10.
halodoc.com/obat-dan-vitamin/tensigard-10-kapsul. Diakses pada 24 Oktober
2020 Pukul 20.30.

halodoc.com/obat-dan-vitamin/x-gra-150-mg-30-kapsul. Diakses pada 24


Oktober 2020 Pukul 20.40.
Hutapea, R.J. 1998. Kebijakan Pemerintah Menyangkut Bahan Baku Obat
Tradisional yang Berasal dari Tanaman Obat. Jakarta: Direktorat
Pengawasan Obat dan Makanan.
Iswanto, H 2008. Ramuan Tradisional Untuk Mengobati Penyakit.
Jakarta: Agromedia Pustaka.

jamuiboe.com/frontends/product_detail/134/iboe-health-drink-beras-kencur-plus.
13

Diakses pada 23 Oktober 2020.

m.klikdokter.com/obat/diabeta. Diakses pada 23 Oktober 2020.

m.klikdokter.com/obat/resikda. Diakses pada 23 Oktober 2020.

LIPI, 2016. 9006 Species Tanaman Obat Ada di Indonesia.


www.biotex.lipi.go.id. (Online) Diakses 24 Oktober 2020.

Mustopa, AP., RN Umami, Melki. 2015. Antibacterial Activity Assay of


Mangrove Extracts Against Salmonela typhi and Listeria
monocytogenes. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol 7, No.
2.
Nebula, M., HS Harisankar and N. Chandramohanakumar. 2013. Metabolites
and Bioactivities of Rhizophoraceae Mangrove. Springer nat. Prod.
Bioprospect. 3, 207-232

Noor, R, Y, M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor.

Pengawasan Obat dan Makanan (POM). 2004. Tentang Ketentuan Pokok


Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Purnobasuki, H. 2004. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. (Online).


Jurnal Prospect of Mangrove as Herbal Medicine: Surabaya

Purwanto, Y. (1999). Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini di Indonesia


Dalam Menunjang Upaya Konservasi dan Pengwmbangan
Keanekatagaman Hayati. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian
Bidang Ilmu Hayat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.

Redaksi Agromedia, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. PT Angromedia


Pustaka: Jakarta

Rizki, R., Safitri, E., & Asroen, A. (2016). Morfologi Bruguiera cylindrica (L.)
Blume Yang Tumbuh Di Hutan Mangrove Kecamatan Siberut Utara
Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sainstek: Jurnal Sains dan
Teknologi, 7(1), 2 6 - 3 2 .

Santoso, V.P., J. Posangi, H. Awaloei, R. Bara. 2015. Uji Efek Antibakteri Daun
Mangrove Rhizophora apiculata terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Staphyloccos aureus. Jurnal e-Biomedik (eBm), 3 (1).
14

Setyowati, F. M., 2010. Etnofarmakologi dan Pemakaian Tanaman


Obat Suku Dayak Tunjung di Kalimantan Timur. Media Litbang
Kesehatan XX (3).

Suharmiati, Handayani L. 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional. Jakarta:


Agromedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai