Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


WHO menyatakan bahwa HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah
retrovirus yang menyerang sel-sel pada sistem kekebalan tubuh manusia, terutama
sel darah putih di dalam tubuh, yakni sel limfosit T, sel CD4 dan komponen
utama pada sistem imunitas tubuh, sehingga tubuh kehilangan imunitas dan
kekebalan terhadap serangan yang masuk, akibatnya tubuh menjadi lemah serta
rentan terinfeksi. HIV menyebabkan defisiensi imunitas tubuh manusia secara
perlahan-lahan, dengan masa inkubasi yang cukup lama, yaitu 5-15 tahun untuk
muncul sepenuhnya. HIV merupakan agen pembawa penyakit AIDS.
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada
anak tahun 1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan
dengan infeksi HIV pada orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan,
pola serokonversi, riwayat perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko,
metode diagnosis, dan manifestasi oral.
Dampak AIDS pada anak terus meningkat, dan saat ini menjadi penyebab
pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat penyebab kematian anak
di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO) memperkirakan 2,7
juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS.
Di Indonesia, HIV AIDS pertama kali ditemukan di Provinsi Bali pada tahun
1987. Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Fakta tahun
2002 menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke
rumah tangga, sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah
anak-anak dan remaja, dan transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada
71 kasus.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien anak dengan diagnosa


medis HIV/AIDS?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
1. Memahami definisi HIV/AIDS
2. Memahami etiologi HIV/AIDS
3. Memahami proses penularan HIV/AIDS
4. Memahami patofisiologi HIV/AIDS
5. Memahami manifestasi klinis HIV/AIDS
6. Memahami komplikasi HIV/AIDS
7. Memahami pemeriksaan penunjang HIV/AIDS
8. Memahami penatalaksanaan klinis pada HIV/AIDS
Tujuan Khusus
Memahami konsep penyakit HIV/AIDS dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis HIV/AIDS.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodefiency Virus adalah sejenis virus yang menyerang
atau menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh tersebut maka seseorang akan
sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang sering
berakibat fatal. Pengidap HIV memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV)
untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam
stadium AIDS, sedangkan pengidap AIDS memerlukan pengobatan ARV untuk
mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya (Kemenkes
RI, 2014).

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala


penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV) dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan
penyakit. (Mansjoer, 2000:162).

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa HIV merupakan virus
yang mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) seseorang secara
bertahap yang selanjutnya akan menimbulkan penyakit AIDS yakni suatu gejala
penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala
penyakit, infeksi ataupun keganasan tertentu yang memerlukan penanganan dan
perawatan yang intensif.

2.2 Etiologi HIV/AIDS


AIDS disebabkan oleh virus HIV. HIV adalah jenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Sel imun yang terinfeksi adalah CD4 sel T,

3
makrofag, dan sel dendritik. CD4 sel T secara langsung maupun tidak langsung
dihancurkan oleh virus tersebut. HIV termasuk genus retrovirus dan tergolong ke
dalam famili lentivirus. Infeksi dari famili lentivirus ini khas ditandai dengan sifat
latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yang persisten dan
keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Adapun ciri khas untuk jenis retrovirus
yaitu: dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik yang
tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh
jenis vertebra (Depkes, 2006).

2.3 Proses Penularan HIV/AIDS

Faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :

 bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual,


 bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti,
 bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat
intravena,
 bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau produk darah
berulang,
 anak yang terpapar pada infeksi HIV dari kekerasan seksual
(perlakuan salah seksual), dan
 anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.

Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:


1)       Dari ibu kepada anak dalam kandungannya (antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi
dapat terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi
terpapar dengan darah ibu.
2)       Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah atau cairan servikovaginal yang
mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada jalan lahir.

4
3)       Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina sebanyak
21%. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi dengan adanya kadar HIV
pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks atau vagina, perlukaan dinding
vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan prematur, penggunaan
elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep, episiotomi dan
rendahnya kadar CD4 pada ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan
akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan
jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.
4)       Bayi tertular melalui pemberian ASI.
Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air Susu
Ibu). ASI diketahui mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi
median sel yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah 1 per 10 pada
tiap sel, Partikel virus ini dapat ditemukan pada komponen sel dan non sel ASI.
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI antara
lain mastitis atau luka di puting, lesi di mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon
imun bayi.
Penularan HIV melalui ASI diketahui merupakan faktor penting penularan
paska persalinan dan meningkatkan resiko tranmisi dua kali lipat.

2.4 Patofisiologi HIV/AIDS


Virus HIV hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan
sel pejamunya. Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar
ke organ tubuh yang lain melalui 7 tahapan (Depkes, 2006), yaitu:

a. Sel - sel target mengenali dan mengikat HIV

1) HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target

2) gp41 membran HIV merupakan mediator proses fusi

3) RNA virus masuk ke dalam sitoplasma

5
4) Proses dimulai saat gp120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-reseptor.

b. RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzim
reverse transkriptase

c. Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target

d. Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase.

e. Ekspresi gen-gen virus.

f. Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuan enzim


protease.

g. Virus-virus yang infeksius dilepas ke dalam tubuh dari sel, yang disebut virion.

Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit CD4
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Pada permukaan
sel ini terdapat molekul glikoprotein yang disebut CD4 yang dapat berikatan dengan
glikoprotein amplop virus HIV. Kerusakan CD4 pada limfosit ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya efek imunosupresif oleh virus (Brooks, 2005).

Virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama
beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu (serupa infeksi
mononukleosis) disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe.
Pada tubuh timbul respon imun humoral maupun selular. Sindrom ini akan hilang
setelah 1 atau 3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh
sistem imun tubuh. Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi
keseimbanagan antara pembetukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respon imun.
Titik keseimbangan disebut set point dan amat penting karena menentukan perjalanan
penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung
lebih cepat (Mandal, 2006).

Awal setelah infeksi virus HIV, respon antibodi belum terganggu, atau yang
disebut dengan window period sehingga timbul antibodi terhadap envelope dan

6
protein core virus yang merupakan bukti prinsip adanya infeksi HIV. Aktivasi
poliklonal limfosit B selanjutnya ditunjukkan dengan adanya peningkatan konsentrasi
immunoglobulin serum. Hal ini mungkin terjadi akibat aktivasi langsung virus
terhadap sel limfosit B. Pada stadium penyakit selanjutnya, konsentrasi
immunoglobulin cenderung untuk turun (Hanifah, 2011).

Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1 sampai 3


bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien
akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan terhadap jumlah
CD4 (Jumlah normal 800-1000) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan
kadar RNA virus relatif konstan. Mula-mula jumlah penurunan CD4 sekitar 30-
60/tahun, tapi pada 2 tahun terakhir penurunan jumlah menjadi cepat, 50-100/tahun,
sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS
adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4 akan mencapai dibawah 200 (Mandal, 2006).

Pada akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan


penyakit klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Infeksi
oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan daya tahan
tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis
mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan
mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan
penyakit.

2.5 Manifestasi Klinis HIV/AIDS


Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS, sejalan
dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas selular dan
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis. Penurunan immunitas biasanya diikuti
adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi opurtunistik serta penyakit
keganasan (Depkes RI, 2003). Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala
yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi).
a. Gejala mayor:

7
1) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

5) Dimensia/ HIV ensefalopati

b. Gejala minor:

1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan

2) Dermatitis generalisata

3) Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

4) Kandidias orofaringeal

5) Herpes simpleks kronis progresif

6) Limfadenopati generalisata

7) Retinitis virus Sitomegalo.


Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-
10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada
orang dewasa. Infeksi HIV secara umum dapat dibagi dalam empat stadium yang
berbeda (Suryani, et al, 2009) yaitu:
a. Stadium 1: Infeksi Akut (CD4 = 500 – 1000 /ml)
Stadium ini terjadi setelah masa inkubasi 3-6 minggu. Gejala berlangsung
selama 1- 2 minggu. Pada stadium ini timbul gejala-gejala mirip flu termasuk demam,
artralgia, malaise, dan anoreksia. Timbul juga gejala kulit (bercak-bercak merah,

8
urtikaria), gejala saraf (sakit kepala, kaku kuduk) dan gangguan gastrointestinal
(nausea, vomitus, diare, nyeri perut). Gejala-gejala ini bersesuaian dengan
pembentukan awal antibodi terhadap virus. Gejala akan menghilang setelah respon
imun awal menurunkan jumlah partikel virus, walaupun virus tetap dapat bertahan
pada sel-sel lain yang terinfeksi. Fase ini sangat menular karena terjadi viremia.
b. Stadium 2: Stadium Asimtomatik Klinis (CD4 = 500 – 750 /ml)
Stadium ini dapat berlangsung lebih dari 10 tahun. Stadium ini, seperti
namanya, bebas dari gejala-gejala mayor, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus
secara lambat di dalam tubuh. Dapat juga terjadi Limfadenopati Generalisata
Persisten (LGP). Pada fase ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4, tetapi
masih berada pada tingkat 500/ml. Jumlah HIV dalam darah perifer turun hingga
tingkat yang sangat rendah tetapi orang tetap terinfeksi dan antibodi HIV dapat
dideteksi di dalam darah, sehingga tes antibodi akan menunjukkan hasil positif. Hasil
penelitian telah menunjukkan bahwa HIV tidak dalam masa dorman selama stadium
ini, melainkan sangat aktif di kelenjar limfa.
c. Stadium 3: Infeksi HIV Simtomatik (CD4 = 100 – 500 /ml)
Pada stadium ini terjadi penurunan CD4 yang progresif. Terjadi penyakit-
penyakit infeksi kronis tapi tidak mengancam kehidupan. Seiring dengan berjalannya
waktu sistem imun menjadi sangat rusak oleh HIV. Hal ini disebabkan oleh tiga
alasan utama:
1) Kelenjar limfe dan jaringan menjadi rusak akibat aktivitas bertahun-tahun.
2) HIV bermutasi dan menjadi lebih patogen, dengan kata lain lebih kuat dan lebih
bervariasi.
3) Tubuh gagal untuk mengganti sel-sel T penolong yang hilang. Karena kegagalan
sistem imun, gejala-gejala pun berkembang. Kebanyakan gejala-gejala tersebut tidak
terlalu berat, tetapi karena sistem imun makin rusak, gejala-gejalanya pun semakin
memburuk. Infeksi HIV asimtomatik terutama disebabkan oleh kanker dan infeksi
oportunistik yang secara normal dicegah oleh sistem imun.

d. Stadium 4: Perkembangan dari HIV ke AIDS

9
AIDS merupakan stadium akhir dari infeksi HIV. Penderita dinyatakan
mengidap AIDS bila dalam perkembangan infeksi selanjutnya menunjukkan infeksi-
infeksi dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita dan jumlah CD4
mencapai < 200/ml. Karena sistem imun menjadi semakin rusak, penyakit-penyakit
yang terjadi menjadi semakin menuju kepada diagnosis AIDS.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada

masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun

pertama kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :

 Berat badan lahir rendah

 Gagal tumbuh

 limfadenopati umum

 Hepatosplenomegali

 Sinusitis

 Infeksi saluran pernapasan atas berulang

 Parotitis

 Diare kronik atau kambuhan

 Infeksi bakteri dan virus kambuhan

 Infeksi virus Epstein-Barr persisten

 Sariawan orofarings

 Trombositopenia

 Infeksi bakteri seperti meningitis

 Pneumonia interstisial kronik

10
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang
memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang
terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.

KLASIFIKASI KONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV PADA ANAK


Kelas P-0 : infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda
infeksi HIV.
Kelas P-1 : infeksi asimtomatik
Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi taNpa gejala P-2; mungkin memiliki
fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2 : infeksi simtomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (lebih dari 2 bulan) gagal
berkembang,   limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare
rekuren atau persisten yang tidak spesifik.
P-2B : penyakit neurologi yang progresif
P-2C : Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D : infeksi oportunistik yang menunjukkan AIDS, infeksi bakteri
rekuren, kandidiasis oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster
multidermatomal.
P-2E : terjadi keganasan pada limfoma non-Hodgkin sel-B atau limfoma
otak.
P-2F: penyakit lain yang disebabkan oleh HIV (karditis, nefropati, dan
gangguan hematologi)

2.6 Komplikasi HIV/AIDS


1. Oral Lesi
Karena kandidiasis, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh

11
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis
oral akan berlanjut mengenai esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang
menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum
(nyeri retrosternal).
2. Neurologik
 Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit
kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global,
kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang
kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor,
inkontinensia, dan kematian.
 Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal
Kriteria diagnostic HIV mulai menyerang gastrointestinal adalah terjadi diare
yang mengakibatkan penurunan BB >10% dari BB awal, diare yang kronis selama
lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang sering kambuh atau
menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.
4. Respirasi
Pneumocystic Carini dapat terjadi saat HIV sudah mulai menyerang system
pernapasan. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri
dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunis,
seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus,
virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik
Serangan HIV pada kulit dapat mengakibatkan lesi kulit stafilokokus seperti
virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi
scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder

12
dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai
dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. Moluskum
kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang
disertai deformitas. Dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus dan bersisik
dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan
mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
6. Sensorik
Pandangan penderita AIDS akan mengalami sarkoma kaposi pada konjungtiva
atau kelopak mata sebagai akibat dari aktivitas retinitis sitomegalovirus yang akan
berefek kebutaan.
Serta pada pendengaran akan terjadi otitis eksternal akut dan otitis media,
kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

2.7 Pemeriksaan Penunjang HIV/AIDS


Diagnosis infeksi HIV pada bayi yang terpajan pada masa perinatal dan pada
anak kecil sangat sulit, karena antibodi maternal terhadap HIV yang didapat secara
pasif mungkin masih ada pada darah anak sampai umur 18 bulan. Tantangan
diagnostik bertambah meningkat bila anak sedang menyusu atau pernah menyusu.
Meskipun infeksi HIV tidak dapat disingkirkan sampai 18 bulan pada beberapa anak,
sebagian besar anak akan kehilangan antibodi HIV pada umur 9-18 bulan. Tes HIV
harus secara sukarela dan bebas dari paksaan, dan persetujuan harus diperoleh
sebelum melakukan tes HIV (http://www.ichrc.org).

Semua tes diagnostik HIV harus bersifat rahasia, diikuti dengan konseling,


serta dilakukan hanya dengan informed consent, mencakup telah diinformasikan dan
sukarela.

Pada anak, hal ini berarti persetujuan orang tua atau pengasuh anak. Pada
anak yang lebih tua, biasanya tidak diperlukan persetujuan orang tua untuk

13
tes/pengobatan; akan tetapi untuk remaja lebih baik jika mendapat dukungan orang
tua dan mungkin persetujuan akan diperlukan secara hukum. Menerima atau menolak
tes HIV tidak boleh mengakibatkan konsekuensi yang merugikan terhadap kualitas
perawatan yang diberikan.

Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat dilakukan dengan


dua cara, yakni :
a) Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya dengan

menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu

cara deteksi antigen virus adalah dengan polymerase chain reaction

(PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk ;

 Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi

sehingga menghambat pemeriksaan serologis.

 Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif

 Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero konversi

 Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk rendah.

b) Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti spesifik tes,

misalnya :

 ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%) dan dapat dipercaya untuk

mendiagnosis infeksi HIV pada anak mulai umur 8 bulan, biasanya

memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil positif harus

di konfirmasi dengan pemeriksaan Western Blot.

 Western Blot, spesifitas tinggi (99,6-100%). Namun, pemeriksaan ini

cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Mutlak

14
diperlukan untuk konfirmasi apabila hasil pemeriksaan ELISA

positif.

 Imonofivoresceni assay (IFA)

 Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)

 Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus HIV

a) Status imun

1)  Tes fungsi sel CD4

2)  Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi terhadap

antigen

3)  Kadar imunoglobutin meningkat

4)  Hitung sel darah putih normal hingga menurun

5)  Rasio CD4 : CD8 menurun

 Complete Blood Covnt (CBC)

Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan

thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV.

 CD4 cell count, Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor

perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan.

 Blood Culture

 Immune Complek Dissociaced P24 Assay, Untuk memonitor perkembangan

penyakit dan aktivitas medikasi antivirus.

 Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik baik yang

general atau spesifik antara lain :

15
 Tuberkulin skin testing, Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.

 Magnetik resonance imaging (MRI), Mendeteksi adanya lymphoma pada

otak

 Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik dan

scrologi)

 Pap smear setiap 6 bulan : Mendeteksi dini adanya kanker rahim,

Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak

mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis

dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6

bulan.

 Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak

yang terinfeksi HIV :

 Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut

 Penurunan persentase CD4

 Penurunan rasio CD4 terhadap CD3

 Limfopenia

 Anemia, trombositopenia

 Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)

 Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)

 Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus,

morbilli, Haemophilus influenzae tipe B)

16
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan dan
yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi terpisah
dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia dapat
dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari
18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa
perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang ternyata antibodi-HIV
negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi
HIV maka ia dikatakan “seroreverter”.

2.8 Penatalaksanaan Klinis HIV/AIDS


1. Perawatan
a. Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS

Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak berbeda


dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan proteinnya perlu ditingkatkan.
Selain itu perlu juga diberikan multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan
kekebalan tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. Sebaiknya dipilih bahan
makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk mencegah
infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus dicuci dengan baik dan
sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada anak (Nurs dan Kurniawan, 2013:167).

b. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS

Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang


mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat dalam
perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua memerlukan waktu untuk
mengatasi masalah emosi, syok, kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas,
marah, dan berbagai perasaan lain. Anak perlu diberikan dukungan terhadap
kehilangan dan perubahan mencakup

17
memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga untuk
membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaan keluarga,
membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan melihat keberhasilan
hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah, menerima perasaan marah, sedih,
atau emosi dan reaksi lainnya, mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah,
dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain (Nurs dan
Kurniawan, 2013:169).

2. Pengobatan
Sampai saat ini masih belum ditemukan pengobatan HIV-AIDS yang efisien.
Beberapa usaha tetap dilakukan baik usaha penemuan obat maupun vaksinnya. Obat
yang digunakan saat ini tidak dapat menyembuhkan penyakit HIV-AIDS. Pengobatan
yang ada hanya sebatas untuk mengatasi infeksi atau simtom dari penyakit HIV-
AIDS sehingga rasa sakit penderita dapat berkurang atau hilang. Hal tersebut juga
dapat memperpanjang hidup penderita. Pengobatan HIV-AIDS secara medis dapat
digolongkan menjadi 3 (Suryani, et al., 2009), yaitu:

a. Pengobatan Suportif

HIV dan nutrisi keduanya sangat berhubungan. Infeksi HIV dapat memicu
adanya malnutrisi. Oleh karena pengobatan AIDS meningkat dengan pesat pada
daerah-daerah miskin di seluruh dunia, maka pertanyaannya adalah bagaimana obat
dapat bekerja dengan baik apabila nutrisi makanannya tidak cukup baik. Oleh karena
itu, pada penderita HIV perlu diperhatikan pula mengenai nutrisi Nasihat mengenai
diet perlu disesuaikan dengan kondisi penderita. Akan tetapi, umumnya rekomendasi
untuk orang yang hidup dengan infeksi HIV yang belum menunjukkan gejala
biasanya sama dengan orang lainnya, yang berarti diet yang seimbang dan sehat.
Terdapat tiga perbedaan yang penting, yaitu:

1) Orang yang terinfeksi HIV cenderung membutuhkan energi yang lebih


banyak, maka jumlah kalori harus 10% lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
kalori yang biasanya disarankan serta lebih dari 30% lebih tinggi selama masa

18
penyembuhan dari penyakit. Keseimbangan dari lemak, protein, dan karbohidrat
harus dipertahankan supaya tetap sama.

2) Direkomendasikan multivitamin harian (biasanya yang tanpa zat besi,


kecuali pada wanita yang sedang menstruasi atau orang dengan defisiensi zat besi).

3) WHO merekomendasikan suplemen vitamin A setiap 4-6 bulan pada anak-


anak yang terinfeksi HIV dan hidup di daerah miskin.

Orang positif HIV yang kehilangan selera makan harus berusaha keras untuk
memastikan bahwa mereka telah cukup makan. Beberapa saran yang membantu
antara lain, memakan beberapa makanan kecil per hari, melakukan latihan untuk
merangsang nafsu makan, dan mencari saran dari tenaga kesehatan atau ahli gizi.
b. Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Oportunistik
Meliputi pencegahan penyakit infeksi oportunistik yang sering terdapat pada
penderita infeksi HIV dan AIDS.
1) Tuberkulosis
Sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat kembali. Dosis INH 300 mg
setiap hari dengan vitamin B6 50 mg paling tidak untuk masa satu tahun.

2) Toksoplasmosis
Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak terutama daging yang
kurang matang. Obat : TMP-SMX 1 dosis/hari.
3) CMV
Virus ini dapat menyebabkan Retinitis dan dapat menimbulkan kebutaan,
Ensefalitis, Pnemonitis pada paru, infeksi saluran cerna yang dapat menyebabkan
luka pada usus. Obat : Gansiklovir kapsul 1 gram tiga kali sehari.
4) Jamur
Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah jamur
Kandida.
Obat : Nistatin 500.000 u per hari Flukonazol 100 mg per hari.

19
c. Pengobatan Antiretroviral
Terapi HIV-AIDS saat ini dilakukan terapi kimia (chemotherapy) yang
menggunakan obat antiretroviral virus (ARV) yang berfungsi menekan
perkembangbiakan virus HIV. Prinsip dasar dalam pemberian ARV adalah bahwa
ARV sampai saat ini bukan untuk menyembuhkan. Bila digunakan dengan benar
berhubungan dengan perbaikan kualitas hidup penderita. Tujuan pengobatan yang
ingin dicapai adalah:
1) Memperpanjang usia hidup orang yang terinfeksi,

2) Mencapai tumbuh dan kembang yang optimal,

3) Menjaga, menguatkan dan memperbaiki sistem imun dan mengurangi


infeksi oportunistik,

4) Menekan replikasi virus HIV dan mencegah progresifitas penyakit,

5) Mengurangi morbiditas dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Dalam terapi menggunakan obat ARV ini, umumnya dilakukan dengan


kombinasi beberapa jenis obat. Pemakaian kombinasi NRTI dengan NNRTI dan PI
ini saat ini dikenal sebagai Highly Active Anti Retroviral Therapy (HAART).
Penamaan ini didasarkan atas peningkatan survival, pengurangan kemungkinan
infeksi oportunistik dan komplikasi lain, perbaikan pertumbuhan dan fungsi
neurokognitif dan peningkatan kualitas hidup penderita HIV.
Infeksi HIV ke AIDS muncul dengan rata-rata sekitar sembilan sampai
sepuluh tahun tanpa adanya HAART dan waktu bertahan setelah memiliki AIDS
hanya 9.2 bulan. HAART meningkatkan waktu bertahan antara 4 dan 12 tahun
(Suryani, et al., 2009).

20
2.9 Pencegahan HIV/AIDS
Menurut Depkes (KPA Nasional, 2005) penyebaran HIV/AIDS dan
pencegahannya dapat dilakukan dengan prinsip “ABCDE” yang telah efektif untuk
menurunkan jumlah penularan HIV/AIDS. Prinsip “ABCDE” itu adalah :

A : Abstinence = tidak melakukan hubungan seks berisiko tinggi dengan berganti-


ganti pasangan.
B : Be faithful = bersikap saling setia terhadap pasangan.
C : Condom = cegah dengan memakai kondom secara konsisten dan benar untuk
penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B.
D : Drugs = Hindari penyalahgunaan pemakaian narkoba apapun jenisnya.
E : Equipment no sharing = jangan menggunakan jarum suntik secara bergantian.

Cara-cara mengurangi risiko penularan AIDS antara lain melalui seks aman
yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan penetrasi penis ke dalam
vagina, anus, ataupun mulut. Bila air mani tidak masuk ke dalam tubuh pasangan
seksual maka risiko penularan akan berkurang. Apabila ingin melakukan senggama
dengan penetrasi maka seks yang aman adalah dengan menggunakan alat pelindung
berupa kondom. Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi
menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV
terhadap pasangan yang belum terinfeksi di bawah 1% per tahun (Suryani, et al.,
2009).

Bagi mereka yang belum melakukan hubungan seks perlu diberikan


pendidikan. Selain itu, paket informasi AIDS juga perlu dilengkapi informasi untuk
meningkatkan kewaspadaaan berbagai elemen masyarakat akan berbagai bentuk
rangsangan yang datang dari lingkungan. Dalam upaya pencegahan penularan melalui
narkoba suntik dilakukan pelayanan program terapi rumatan metadon (PTRM), yakni
dengan memberi metadon sejenis narkoba sintesis kelas dua dengan sekali suntik
dalam sehari namun tidak menyebabkan kecanduan. Tujuannya untuk melakukan
terapi bertahap bagi pengguna narkoba suntik tersebut (Suryani, et al., 2009).

21
Peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku
sehingga perilaku individu, masyarakat maupun kelompok sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil
jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Kemudian
perilaku kesehatan akan berpengaruh pada peningkatan indikator kesehatan
masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan (Notoadmodjo, 2005).

Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa menyebabkan


seseorang berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup dan ingin diterima
dalam lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena itu diperlukan peningkatan
keimanan dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran agama.

Bagi petugas kesehatan, alat-alat yang dianjurkan untuk digunakan sebagai


pencegah antara lain sarung tangan, baju pelindung, jas laboratorium, pelindung
muka atau masker, dan pelindung mata. Pilihan alat tersebut sesuai dengan kebutuhan
aktivitas pekerjaan yang dilakukan tenaga kesehatan.

22
BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Pada hari Senin tanggal 20 Agustus 2018 sekitar jam 07.30 WIB, seorang ibu
membawa anaknya yang bernama An. G berjenis kelamin laki-laki yang berusia 1
tahun 7 bulan 8 hari ke Rumah Sakit Bhakti Bunda dengan keluhan utama diare
disertai mual, muntah dan demam yang terus menerus selama kurang lebih 3 minggu.
Oleh karena diare yang terus menerus dan mual muntah yang menyebabkan anak
tidak mau makan, BB anak mengalami penurunan dari mulanya 10kg namun saat ini
hanya 9kg dengan panjang 76cm. Saat dilakukan pemeriksaan integumen, terlihat
terdapat bercak-bercak kemerahan pada kulitnya. Selain itu juga terdapat luka di bibir
dan rongga mulut yang menurut ibunya telah berlangsung lama dan tak kunjung
sembuh.

Sejak usia dua bulan klien sering sakit batuk pilek disertai demam yang
mengakibatkan napasnya sesak. Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien menderita
HIV yang diketahui pada saat melahirkan. Ibu pasien sering melakukan hubungan sex
bebas dengan berganti-ganti pasangan. Selama hamil ibu pasien sering menderita
demam disertai sariawan yang terus menerus. Pasien lahir secara bedah caesar, cukup
bulan dan langsung menangis dengan berat lahir 2400 g dan panjang lahir 46 cm. Saat
ini pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG, DPT-1 dan polio-1. Sejak lahir pasien
tidak mendapat ASI. Pada pemeriksaan mata tampak sklera tidak ikterik, konjungtiva
tampak pucat.

Dari hasil pengukuran tanda-tanda vital didapatkan hasil sebagai berikut; TD :


105/70 mmHg, Nadi : 120x/menit, Nafas : 38x/menit, dan Suhu : 38,7 0C.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 7.7 g/dl, leukosit 20000/mm3, trombosit
640000/mm3. SGOT 108 m/L, SGPT 111 m/L, CD4+ 33%, Viral Load (VL) PCR
RNA 3.034.420 kopi RNA/ml, HIV Elisa reaktif. Diagnosa medis dari dokter
menyimpulkan bahwa An. G terkena HIV/AIDS yang berasal dari ibunya.

23
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIV/AIDS
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien
 No RM : 004652
 Nama : An. G
 Usia : 1 tahun 7 bulan 8 hari
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 BB : 8 kg
 PB : 76 cm
 Tgl MRS : 20 Agustus 2018 pukul 07.30 WIB
 Pendidikan : Belum Sekolah
 Alamat : Jl. Pattimura no. 43
 Agama : Islam
 Dx Medis : HIV/AIDS
2. Identitas Penanggung Jawab
 Nama : Ny. D
 Usia : 28 Tahun
 Pendidikan : Diploma-III
 Pekerjaan : Swasta
 Alamat : Jl. Pattimura no. 43
 Agama : Islam
 Hub dg. Px : Ibu
3. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama : Diare berkelanjutan selama dua minggu disertai
dengan demam.
 Riwayat penyakit sekarang
Ibu klien mengatakan sejak sekitar 2 minggu yang lalu klien anak
mengalami diare berkelanjutan tanpa henti disertai mual dan

24
muntah yang menyebabkan menurunnya berat badan klien. Selain
itu, klien juga mengalami demam hingga 38,70C serta terdapat
bercak kemerahan di kulit dan terdapat lesi di sekitar bibir klien
yang tak kunjung sembuh.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu klien mengatakan sejak usia dua bulan klien anak sering sakit
batuk pilek disertai demam.
1) Prenatal Care
 Pemeriksaan kehamilan 3 kali
 Keluhan selama hamil  ibu mengalami ngidam, kadang-kadang
demam, lemas dan disertai sariawan yang terus menerus.
 Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
 Imunisasi 2 kali
2) Natal Care
 Tempat melahirkan di Rumah sakit
 Lama dan jenis persalinan  : Sectio caesaria
 Penolong persalinan : Dokter Kandungan
 Tidak ada  komplikasi selama persalinan ataupun setelah
persalinan
3) Post Natal
 Kondisi Bayi : BB lahir 2400 g, PB 46 cm
 Pada saat lahir kondisi anak baik
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga, ibu pasien menderita HIV yang
diketahui pada saat melahirkan. Ibu pasien sering melakukan
hubungan sex bebas dengan berganti-ganti pasangan. Selama
hamil ibu pasien sering menderita demam disertai sariawan yang
terus menerus.

25
 Riwayat Imunisasi
Usia Reaksi setelah
No. Jenis Imunisasi Pemberian pemberian
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT-1 2 bulan Demam
3. Polio-1 2 bulan Demam
4. Campak - -
5. Hepatitis -

 Pola Aktivitas Sehari-hari


JENIS SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
NUTRISI
MENYUSU 3-4x menyusu dalam Tidak mau menyusu
sehari

ELIMINASI BAB 1 hari sekali, warna BAB 7x sehari dengan


kuning kecoklatan, bau konsistensi feses cair
khas

ELIMINASI BAK 4-5 x sehari, warna urin 4-5 x sehari, warna urin pekat.
kuning jernih
4-5 jam per hari, tidak bisa
ISTIRAHAT/TIDUR 8 jam per hari, tidak tidur karena mengalami sesak
terbangun dan selalu menangis akibat lesi
di rongga mulut
Pasien bergerak aktif Pasien tidak mampu
AKTIFITAS FISIK dan terlihat melakukan aktivitas fisik dan
bersemangat dan selalu terlihat lemah
bertenaga

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Pasien tampak lemah, gelisah, dan sesak.
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 105/70 mmHg

26
Nadi : 120x/menit
Pernapasan : 38x/menit
Suhu : 38,70C
d. Antropometri
Berat Badan : 9kg
Panjang Badan : 76cm
e. Review of System (ROS)
(1) Kepala : Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam, distribusi
rambut merata, tidak terlihat bayangan pembuluh darah, tidak
terdapat luka, tumor, dan edema.
 Mata ; Tidak terdapat vesikel, tidak ada massa, nyeri tekan, dan
penurunan penglihatan, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis,
mata terlihat cekung.
 Hidung : Ada penumpukan actor, tidak ada lesi
 Mulut ; Terdapat lesi, bibir kering dan pecah-pecah,  lidah ada
bercak-bercak putih, dan halitosis.
 Telinga ; tidak ada nyeri tekan
(2) Leher : Trakea simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
(3) Thoraks : Bentuk simetris, tidak terdapat masa,
 Paru : bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi interkosta,
terdapat takipnea, ronkhi (+), ekspansi paru terlihat menurun,
perkusi paru didapat suara sonor di seluruh lapang paru.
 Jantung : ictus cordis terdengar di mid-clavicula sinistra ICS 5.
(4) Ketiak : Tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe dan tidak ada
benjolan.
(5) Abdomen : Turgor jelek (lebih dari 2 detik), bentuk simetris, ada
nyeri tekan pada actor iliaka dekstra, tidak ada benjolan, tidak ada
tanda pembesaran hepar, tidak didapati asites, dan hasil perkusi

27
didapat suara timpani, hasil auskultasi terdapat bunyi bising usus
lebih dari 15x/menit.
(6) Genetalia : An. G adalah klien laki-laki,
 Penis ; klien di sirkumsisi, gland penis terdapat bercak, merah
dan gatal, tidak ada tanda herpes, ada lesi
 Skrotum ; tidak ada lesi, tidak ada tanda jamur, tidak ada herpes
 Uretra ; tidak terdapat kelainan, tidak ada lesi
(7) Anus dan Rektum : Tidak ada abses, ada hemoroid, actor didapati
sedikit berlendir.
(8) Ekstremitas : Klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan
extremitas bawah, tonus otot lemah akibat tidak ada actor karena
diare dan proses penyakit, tidak terdapat oedema, tidak ada fraktur,
tidak tampak tanda atropi.
(9) Integumen : warna sawo matang, tekstur kering, terdapat kemerahan
pada actor seluruh tubuh, turgor buruk, terdapat tanda sianosis,
capillary refill time >3 detik, tidak ada tanda inflamasi pada kuku.
(10) Refleks : Bisep, trisep, Babinski terkesan normal.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb : 7.7 g/dl
- Leukosit : 20000/mm3
- Trombosit : 640000/mm3
- SGOT : 108 m/L
- SGPT : 111 m/L
- CD4+ : 33%
- Viral Load (VL) PCR RNA 3.034.420 kopi RNA/ml
- HIV ELISA : Reaktif
- Hasil Test Western Blot : Positif
- P24 Antigen Test : Positif

28
DATA FOKUS
Nama: An. G
Umur : 1 tahun 7 bulan 8 hari
Dx Medis : HIV/AIDS
Data Subjektif Data Objektif
1. Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mengalami diare o Pasien tampak lemah
selama kurang lebih 3 minggu disertai mual muntah. o Feses cair
2. Ibu pasien mengatakan anaknya sering mengalami sesak nafas. o Selama 6 jam di RS sudah BAB sebanyak 7 kali
3. Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami demam selama o Anak menolak diberi susu
kurang lebih 3 minggu. o BB menurun (BB awal : 10 kg. BB saat ini : 8kg, PB :
4. Ibu pasien mengatakan terdapat luka di mulut anaknya yang
76cm)
tak kunjung sembuh.
o Bising usus lebih dari 15x/menit
o Turgor kulit lebih dari 2 detik
o Mata pasien tampak cekung
o Pernafasan : 38x/menit
o Sianosis (+)
o Takipnea (+)
o Ronkhi (+)

29
o Terdapat penurunan ekspansi paru
o Terdapat penumpukan sekret di hidung
o Tubuh pasien teraba panas
o Suhu tubuh pasien 38,70C
o Pasien tampak gelisah
o Pasien selalu menangis kesakitan saat membuka
mulutnya
o Terdapat lesi kemerahan dan berbatas tegas di mulut
pasien
o Halitosis (+)
o Keilitis (+)
o Lidah pasien berwarna putih
o Hb : 7.7 g/dl
o Leukosit : 20000/mm3
o Trombosit : 640000/mm3
o CD4+ : 33%
o SGOT : 108 m/L
o SGPT : 111 m/L
o Viral Load (VL) PCR RNA 3.034.420 kopi RNA/ml

30
o HIV ELISA : Reaktif
o Hasil Test Western Blot : Positif
o P24 Antigen Test : Positif

31
ANALISA DATA
Nama: An. G
Umur : 1 Tahun 7 Bulan 8 Hari
Dx Medis : HIV/AIDS

SYMPTOM PROBLEM ETIOLOGI


DS : Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mengalami diare Ketidakseimbangan nutrisi: Faktor biologis
selama kurang lebih 3 minggu disertai mual muntah. kurang dari kebutuhan tubuh.
DO :
 Pasien tampak lemah
 Feses cair
 Selama 6 jam di RS sudah BAB sebanyak 5 kali
 Anak menolak diberi susu
 BB menurun (BB awal : 10 kg. BB saat ini : 8kg, PB : 76cm)
 Bising usus lebih dari 15x/menit
 Nyeri tekan pada regio iliaka dekstra
 Turgor kulit lebih dari 2 detik
 Mata pasien tampak cekung
DS : Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami sesak nafas. Ketidakefektifan pola nafas Hiperventilasi

32
DO :
 Pernafasan : 38x/menit
 Sianosis (+)
 Takipnea (+)
 Ronkhi (+)
 Terdapat penurunan ekspansi paru
 Terdapat penumpukan sekret di hidung
DS : Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami demam selama Hipertermia Penyakit
kurang lebih 3 minggu.
DO :
 Kulit pasien teraba hangat
 Pasien tampak gelisah
 Hasil pemeriksaan TTV :
TD : 105/70 mmHg
Nadi : 120x/menit
Pernapasan : 38x/menit
Suhu : 38,70C
DS : Ibu pasien mengatakan terdapat luka di mulut pasien yang Kerusakan membrane mukosa Imunodefisiensi
tak kunjung sembuh. oral
DO :

33
 Pasien selalu menangis kesakitan saat membuka mulutnya
 Terdapat lesi kemerahan dan berbatas tegas di mulut pasien
 Halitosis (+)
 Keilitis (+)
 Lidah pasien berwarna putih
 Hasil tes laboratorium:
o Hb : 7.7 g/dl
o Leukosit : 13800/Ml
o Trombosit : 440000/mL
o SGOT : 108 m/L
o SGPT : 111 m/L
o CD4+ : 33%
o Viral Load PCR RNA : 3.034.420 kopi RNA/ml
o HIV ELISA : Positif
o Test Western Blot : Positif
o P24 Antigen Test : Positif

34
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Data Fokus Diagnosa Keperawatan
1. DS : Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mengalami diare selama kurang 00002 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
lebih 3 minggu disertai mual muntah. kebutuhan tubuh berhubungan dengan actor
DO : biologis ditandai dengan berat badan 20% atau
 Pasien tampak lemah lebih dibawah rentang berat badan ideal, bising
 Feses cair usus hiperaktif, diare, ketidakmampuan memakan

 Selama 6 jam di RS sudah BAB sebanyak 5 kali makanan, dan nyeri abdomen.

 Anak menolak diberi susu


 BB mengalami penurunan (BB awal : 10 kg. BB saat ini : 8kg, PB :
76cm)
 Bising usus lebih dari 15x/menit
 Nyeri tekan pada regio iliaka dekstra
 Turgor kulit lebih dari 2 detik
 Mata pasien tampak cekung
2. DS : Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami sesak nafas. 00032 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
DO : dengan hiperventilasi ditandai dengan takipnea.
 Pernafasan : 38x/menit
 Sianosis (+)
 Takipnea (+)

35
 Ronkhi (+)
 Terdapat penurunan ekspansi paru
Terdapat penumpukan actor di hidung
3. DS : Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami demam selama kurang 00007 Hipertermia berhubungan dengan penyakit
lebih 3 minggu. ditandai dengan pasien tampak gelisah dan kulit
DO : terasa hangat.
 Kulit pasien teraba hangat
 Pasien tampak gelisah
 Hasil pemeriksaan TTV :
TD : 105/70 mmHg
Nadi : 120x/menit
Pernapasan : 38x/menit
Suhu : 38,70C
4. DS : Ibu pasien mengatakan terdapat luka di mulut pasien yang tak kunjung 00045 Kerusakan actor e mukosa oral
sembuh. berhubungan dengan imunodefisiensi ditandai
DO : dengan halitosis, keilitis, kesulitan makan, lesi
o Pasien selalu menangis kesakitan saat membuka mulutnya pada mulut, lidah terdapat bercak putih, dan
o Terdapat lesi kemerahan dan berbatas tegas di mulut pasien stomatitis.
o Halitosis (+)
o Keilitis (+)

36
o Lidah pasien berwarna putih
o Hasil tes laboratorium:
o Hb : 7.7 g/dl
o Leukosit : 20000/mm3
o Trombosit : 640000/mm3
o CD4+ : 33%
o SGOT : 108 m/L
o SGPT : 111 m/L
o Viral Load PCR RNA : 3.034.420 kopi RNA/ml
o HIV ELISA : Reaktif
o Test Western Blot : Positif
o P24 Antigen Test : Positif

37
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Kep/ Masalah
NOC Tgl/Inisial Intervensi (NIC)
Kolaboratif
1 00002 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 20/08/2018 0460 Manajemen Diare
nutrisi: kurang dari keperawatan selama 2x24 - Tentukan riwayat diare
kebutuhan tubuh jam: - Instruksikan pasien atau anggota keluarga untuk
berhubungan dengan 0501 Eliminasi Usus mencatat warna, volume, frekuensi, dan konsistensi
factor biologis ditandai - 050101 Pola eliminasi tinja
dengan berat badan 20% ditingkatkan ke skala 4 - Monitor tanda dan gejala diare
atau lebih dibawah (sedikit terganggu) - Monitor kulit perineum terhadap adanya ulserasi
rentang berat badan ideal - 050129 Suara bising usus dan iritasi
(BB ideal 11kg, BB saat ditingkatkan ke skala 4 - Timbang pasien secara berkala
ini 8kg, PB 76cm), bising (sedikit terganggu) - Beritahu dokter jika terjadi peningkatan frekuensi
usus hiperaktif (lebih dari - 050111 Diare atau suara perut
15x/menit), pasien tampak ditingkatkan ke skala 4 - Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala
lemah diare, (sedikit terganggu). diare menetap
ketidakmampuan 1014 Nafsu Makan 4120 Manajemen Cairan
memakan makanan, dan - 101401 Hasrat/keinginan - Timbang berat badan setiap hari dan monitor status
nyeri abdomen (iliaka untuk makan ditingkatkan pasien
dekstra). ke skala 4 (sedikit - Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output

38
terganggu) - Monitor tanda-tanda vital pasien
- 101407 Intake nutrisi - Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan
ditingkatkan ke skala 4 - Berikan cairan dengan tepat
(sedikit terganggu) - Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
- 101408 Intake cairan 4130 Monitor Cairan
ditingkatkan ke skala 4 - Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan
(sedikit terganggu) serta kebiasaan eliminasi
1009 Status Nutrisi: Asupan - Tentukan faktor-faktor risiko yang mungkin
Nutrisi menyebabkan ketidakseimbangan cairan (dalam
- 100901 Asupan kalori kasus ini seperti hipertermi, muntah, dan diare)
ditingkatkan ke skala 3 - Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan
(Cukup adekuat) sekitar tulang seperti tangan atau tulang kering,
- 100905 Asupan vitamin mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan
ditingkatkan ke skala 4 kedua tangan dan lepaskan (di mana, kulit akan
(sebagian besar adekuat) turun kembali dengan cepat jika pasien terhidrasi
1004 Status Nutrisi dengan baik)
- 100401 Asupan gizi - Monitor berat badan
ditingkatkan ke skala 3 - Monitor asupan dan pengeluaran
(cukup menyimpang dari - Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status
rentang normal) pernapasan

39
- 100408 Asupan cairan - Catat dengan akurat asupan dan pengeluaran
ditingkatkan ke skala 4 (dalam kasus ini misalnya asupan oral, asupan IV,
(sedikit menyimpang dari tabung nasogastrik (NG), muntah, dan air seni)
rentang normal) - Monitor membran mukosa, turgor kulit, dan
2106 Mual & Muntah : Efek respons haus.
yang mengganggu 1260 Manajemen Berat Badan
- 210601 Asupan cairan - Hitung berat badan ideal pasien
menurun ditingkatkan ke - Bantu pasien membuat perencanaan makan yang
skala 4 (sedikit) seimbang dan konsisten dengan jumlah energi yang
- 210608 Penurunan berat dibutuhkan setiap harinya
badan ditingkatkan ke 0430 Manajemen Saluran Cerna
skala 5 (tidak ada). - Monitor buang air besar termasuk frekuensi,
2109 Tingkat Nyeri konsistensi, bentuk, volume, dan warna dengan cara
- 210901 Nyeri yang tepat.
ditingkatkan ke skala 4 - Monitor bising usus
(ringan) 4200 Terapi Intravena
- 210928 Mual ditingkatkan - Verifikasi perintah untuk terapi IV
ke skala 5 (tidak ada) - Jaga teknik aseptik dengan tepat
- 210929 Muntah - Periksa tipe cairan, jumlah, kadaluarsa,
ditingkatkan ke skala 5 karakteristik dari cairan dan tingkat merusak pada

40
kontainer.
- Lakukan prinsip lima benar sebelum memulai infus
atau pemberian pengobatan (misalnya benar obat,
dosis, pasien, cara, dan frekuensi)
- Identifikasi apakah pasien yang mendapatkan
pengobatan cocok dengan istruksi medis.
- Berikan pengobatan IV sesuai yang diresepkan, dan
monitor untuk hasilnya
(tidak ada)
- Monitor kecepatan aliran intravena dan area
intravena selama pemberian infus
- Monitor tanda vital
- Monitor tanda dan gejala yang berhubungan dengan
phlebitis infus dan infeksi lokal.
- Dokumentasikan terapi yang diberikan, sesuai
protokol di institusi.

2. 00032 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 20/08/2018 3140 Manajemen Jalan Nafas
pola nafas berhubungan keperawatan selama 1 x 24 - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
dengan hiperventilasi jam : - Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
ditandai dengan takipnea, 0403 Status Pernafasan : menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan

41
ronkhi (+), dan terdapat Ventilasi - Posisikan untuk meringankan sesak nafas
penumpukan sekret. - 040301 Frekuensi - Monitor status pernafasan dan oksigenasi,
pernafasan ditingkatkan sebagaimana mestinya.
ke skala 4 (deviasi ringan 3320 Terapi Oksigen
dari kisaran normal) - Pertahankan kepatenan jalan nafas
- 040310 Suara nafas - Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
tambahan ditingkatkan ke sistem humidifier
skala 4 (ringan) - Berikan oksigen tambahan sesuai yang
- 040332 Akumulasi diperintahkan
sputum ditingkatkan ke - Monitor aliran oksigen
skala 5 (tidak ada) - Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
0410 Status Pernafasan : - Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya,
Kepatenan Jalan Nafas tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat.
- 041012 Kemampuan - Monitor peralatan oksigen untuk memastikan
untuk mengeluarkan bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien
sekret ditingkatkan ke untuk bernapas.
skala 5 (tidak ada deviasi - Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai
dari kisaran normal) penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan
dan/atau tidur.
- Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan

42
kebutuhan mendapatkan terapi oksigen.
3350 Monitor Pernafasan
- Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
kesulitan bernafas
- Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu nafas, dan retraksi pada otot
supraclaviculas dan intercostal
- Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau
mengi
- Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas tambahan.
- Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan, dan
kekurangan udara pada pasien
- Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk
kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk
sesak nafas tersebut
6680 Monitor Tanda tanda Vital
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status
pernapasan dengan tepat.

43
- Monitor irama dan laju pernapasan (Misalnya
kedalaman dan kesimetrisan)
- Monitor suara paru-paru
- Periksa secara berkala keakuratan instrument yang
digunakan untuk perolehan data pasien.
0840 Pengaturan Posisi
- Monitor status oksigenasi pasien sebelum dan
sesudah perubahan posisi
- Tempatkan pasien dalam posisi terapeutik yang
sudah dirancang
- Posisikan pasien untuk mengurangi takipnea (posisi
semi fowler)
3. 00007 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan 20/08//2018 6480 Manajemen Lingkungan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 - Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
penyakit ditandai dengan jam: - Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan
pasien tampak gelisah dan 0800 Termoregulasi pasien, jika suhu tubuh berubah.
kulit terasa hangat - 080001 Peningkatan Suhu 4120 Manajemen Cairan
Kulit ditingkatkan ke - Monitor status hidrasi (misal, membran mukosa
skala 4 (sedikit terganggu) lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
- 080019 Hipertermia ortostatik)

44
ditingkatkan ke skala 4 - Monitor tanda-tanda vital pasien
(sedikit terganggu) - Berikan cairan dengan tepat
0802 Tanda-tanda Vital - Distribusikan asupan cairan selama 24 jam
- 080201 Suhu tubuh 2380 Manajemen Pengobatan
ditingkatkan ke skala 4 - Tentukan obat apa yang diperlukan, dan kelola
(deviasi ringan dari menurut resep dan/atau protokol
kisaran normal) - Monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
2010 Status Kenyamanan : - Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
Fisik - Monitor efek samping obat
- 201010 Suhu Tubuh - Ajarkan pasien dan/atau keluarga mengenai metode
ditingkatkan ke skala 4 pemberian obat yang sesuai
(sedikit terganggu) - Ajarkan pasien dan/atau keluarga mengenai
tindakan dan efek samping yang diharapkan dari
obat
6680 Monitor Tanda-tanda Vital
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
pernapasan dengan tepat
- Monitor warna kulit, suhu, dan kelembaban
- Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
tanda-tanda vital

45
- Periksa secara berkala keakuratan instrumen yang
digunakan untuk perolehan data pasien
4. - 00045 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 20/08/2018 1100 Manajemen Nutrisi
membrane mukosa keperawatan selama 1x24 - Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien
oral berhubungan jam: untuk memenuhi kebutuhan gizi
dengan 1101 Integritas Jaringan : - Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
imunodefisiensi Kulit dan Membran Mukosa dibutuhkan memenuhi persyaratn gizi
ditandai dengan - 110116 Lesi mukosa - Lakukan perawatan mulut pasien sebelum makan
halitosis, keilitis, membran ditingkatkan ke - Anjurkan pasien mengenai modifikasi diet yang
kesulitan makan, lesi skala 3 (sedang) dieperlukan (misalnya NPO, cairan bening, cairan
pada mulut, lidah 0702 Status Imunitas penuh, lembut, atau diet sesuai toleransi)
terdapat bercak putih, - 070209 Integritas mukosa - Monitor kalori dan asupan makanan
dan stomatitis. ditigkatkan ke skala 4 1710 Pemeliharaan Kesehatan Mulut
Leukosit : 20000/mm3 (sedikit terganggu) - Lakukan perawatan mulut secara rutin
Trombosit: - 070214 Jumlah sel darah - Berikan pelumas untuk melembabkan bibir dan
640000/mm3 putih absolut ditingkatkan mukosa oral, sesuai kebutuhan
- CD4+ : 33% ke skala 3 (cukup - Instruksikan dan bantu pasien untuk membersihkan
terganggu) mulut setelah makan dan sesering mungkin, sesuai
0308 Perawatan Diri : kebutuhan
Kebersihan Mulut - Monitor tanda dan gejala glossitis serta stomatitis

46
- 030803 Membersihkan - Rekomendasikan diet yang sehat dengan intake air
gigi, mulut, dan lidah yang adekuat
ditingkatkan ke skala 4 2380 Manajemen Pengobatan
(sedikit terganggu) - Tentukan obat apa yang diperlukan, dan kelola
1008 Status Nutrisi: Asupan menurut resep dan/atau protokol
Makanan dan cairan - Monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
- 100801 Asupan makanan - Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
secara oral ditingkatkan - Monitor efek samping obat
ke skala 3 (ckp adekuat) - Ajarkan pasien dan/atau keluarga mengenai metode
- 100804 Asupan cairan pemberian obat yang sesuai
secara oral ditingkatkan - Ajarkan pasien dan/atau keluarga mengenai
ke skala 4 (sebagian besar tindakan dan efek samping yang diharapkan dari
adekuat) obat
1056 Pemberian Makan dengan Tabung Enteral
- Siapkan selang nasogastrik, nasoduodenal,
nasojejunal, sesuai peraturan lembaga
- Berikan zat penahan di kulit dan amankan selang
makan dengan plester/perekat.
- Monitor penempatan selang yang tepat dengan
memeriksa rongga mulut, memeriksa residu

47
lambung, atau mendengarkan suara saat udara
dimasukkan dan ditarik, sesuai prosedur.
- Tandai selang di titik keluar untuk
mempertahankan penempatan yang tepat
- Monitor apa ada bunyi usus tap 4-8 jam
- Monitor status cairan dan elektrolit
- Konsultasikan dengan anggota tim perawatan
kesehatan lainnya dalam memilih jenis dan
persentase makanan
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat selama
pemberian makanan
- Irigasi selang setiap 4-6 jam saat memberikan
makan dan setelah setiap pemberian makan
intermiten
- Gunakan teknik yang bersih dalam memberikan
makanan lewat selang
- Monitor pasien jika merasa kenyang, mual, dan
muntah
- Periksa sisa makanan setiap 4 sampai 6 jam untuk
24 jam pertama, kemudian setiap 8 jam selama

48
pemberian makanan yang berkelanjutan
1874 Perawatan Selang : Gastrointestinal
- Pantau terkait penempatan tabung yang benar,
sesuai protokol
- Amankan selang ke bagian tubuh yang tepat dengan
mempertimbangkan kenyamanan pasien dan
integritas kulit
- Bilas selang, sesuai protokol
- Monitor adanya sensasi kenyang, mual, dan muntah
- Monitor suara usus
- Monitor status cairan dan elektrolit
- Monitor jumlah, warna, dan konsistensi output
nasogastric
- Berikan perawatan hidung dan mulut 3-4 kali
sehari, atau sesuai kebutuhan
- Mulai dan pantau pemberian makan lewat selang
enteral, sesuai protokol
- Berikan perawatan kulit di sekitar tempat
penyisipan selang.

49
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Px : An. G
No. Register : 004652
Umur : 1 Tahun 7 Bulan 8 Hari

INTERVENSI
NO DIAGNOSA TGL/JAM IMPLEMENTASI TTD
(NIC)
1. 00002 0460 Manajemen Diare 20/08/2018 - Mengkaji riwayat terjadinya diare pada
08.00 WIB
Ketidakseimbangan - Tentukan riwayat diare pasien sebelum MRS
nutrisi: kurang dari - Instruksikan pasien atau anggota - Menginstruksikan kepada anggota
kebutuhan tubuh keluarga untuk mencatat warna, keluarga untuk mencatat warna,
berhubungan dengan volume, frekuensi, dan konsistensi volume, frekuensi, dan konsistensi
factor biologis ditandai tinja tinja

50
dengan berat badan - Monitor tanda dan gejala diare - Memantau tanda dan gejala diare yang
20% atau lebih - Monitor kulit perineum terhadap terjadi pada pasien
dibawah rentang berat adanya ulserasi dan iritasi - Inspeksi terhadap kulit perineum
badan ideal, bising usus - Timbang pasien secara berkala terhadap adanya ulserasi dan iritasi
hiperaktif, diare, - Beritahu dokter jika terjadi - Melakukan penimbangan berat badan
ketidakmampuan peningkatan frekuensi atau suara pasien secara berkala
memakan makanan, perut - Melakukan auskultasi bising usus
dan nyeri abdomen. - Konsultasikan dengan dokter jika - Laporkan pada dokter apabila diare
tanda dan gejala diare menetap tidak membaik setelah dilakukan
4120 Manajemen Cairan tindakan
- Timbang berat badan setiap hari dan - Memberikan intake/asupan yang akurat
monitor status pasien sesuai indikasi pasien
- Jaga intake/asupan yang akurat dan - Mencatat output pasien secara rutin
catat output - Melakukan pengukuran TTV, yakni
- Monitor tanda-tanda vital pasien tekanan darah, nadi, suhu tubuh, dan
- Berikan terapi IV, seperti yang pernafasan
ditentukan - Kolaborasi pemberian cairan ringer
- Berikan cairan dengan tepat laktat dengan dosis 70ml/kg BB secara
- Distribusikan asupan cairan selama IV selama 2,5 jam pertama
24 jam - Mempertahankan asupan cairan tetap

51
4130 Monitor Cairan adekuat selama 24 jam
- Tentukan jumlah dan jenis - Menentukan jumlah dan jenis
intake/asupan cairan serta kebiasaan intake/asupan cairan serta kebiasaan
eliminasi eliminasi
- Tentukan faktor-faktor risiko yang - Mengidentifikasi dan menentukan
mungkin menyebabkan faktor-faktor risiko yang mungkin
ketidakseimbangan cairan (dalam menyebabkan ketidakseimbangan
kasus ini seperti hipertermi, muntah, cairan (dalam kasus ini seperti
dan diare) hipertermi, muntah, dan diare)
- Periksa turgor kulit dengan - Memeriksa turgor kulit pasien dengan
memegang jaringan sekitar tulang cara mencubit kulit bagian perut
seperti tangan atau tulang kering, dengan lembut
mencubit kulit dengan lembut, - Melakukan pemantauan BB pasien
pegang dengan kedua tangan dan - Selalu memantau kemudian mencatat
lepaskan (di mana, kulit akan turun asupan dan pengeluaran pasien
kembali dengan cepat jika pasien - Melakukakan pemantauan tekanan
terhidrasi dengan baik) darah, denyut jantung, dan status
- Monitor berat badan pernapasan pasien
- Monitor asupan dan pengeluaran - Melakukan monitor dan pemantauan
- Monitor tekanan darah, denyut terhadap membran mukosa, turgor

52
jantung, dan status pernapasan kulit, dan apakah ada respons haus dari
- Catat dengan akurat asupan dan pasien
pengeluaran (dalam kasus ini - Melakukan penghitungan berat badan
misalnya asupan oral, asupan IV, ideal dengan perbandingan antara berat
tabung nasogastrik (NG), muntah, dan panjang badan.
dan air seni) - Selalu memonitor BAB pasien
- Monitor membran mukosa, turgor termasuk frekuensi, konsistensi,
kulit, dan respons haus. bentuk, volume, dan warna dengan
1260 Manajemen Berat Badan cara yang tepat
- Hitung berat badan ideal pasien - Melakukan prinsip lima benar sebelum
0430 Manajemen Saluran Cerna memberikan perintah obat IV kepada
- Monitor buang air besar termasuk pasien
frekuensi, konsistensi, bentuk, - Melakukan monitor dan pemantauan
volume, dan warna dengan cara yang terhadap hasil pemberian obat secara
tepat. IV
- Monitor bising usus - Menentukan kemudian memantau
4200 Terapi Intravena kecepatan aliran intravena dan area
- Verifikasi perintah untuk terapi IV intravena selama pemberian infus
- Jaga teknik aseptik dengan tepat - Memantau tanda dan gejala yang
- Periksa tipe cairan, jumlah, berhubungan dengan phlebitis infus

53
kadaluarsa, karakteristik dari cairan dan infeksi lokal.
dan tingkat merusak pada kontainer. - Mendokumentasikan terapi yang
- Lakukan prinsip lima benar sebelum diberikan, sesuai protokol di institusi
memulai infus atau pemberian
pengobatan (misalnya benar obat,
dosis, pasien, cara, dan frekuensi)
- Identifikasi apakah pasien yang
mendapatkan pengobatan cocok
dengan instruksi medis.
- Berikan pengobatan IV sesuai yang
diresepkan, dan monitor untuk
hasilnya
- Monitor kecepatan aliran intravena
dan area intravena selama pemberian
infus
- Monitor tanda vital
- Monitor tanda dan gejala yang
berhubungan dengan phlebitis infus
dan infeksi lokal.
- Dokumentasikan terapi yang

54
diberikan, sesuai protokol di institusi.

2. 00032 Ketidakefektifan 3141 Manajemen Jalan Nafas 20/08/2018 - Bantu pasien untuk mendapatkan
10.00
pola nafas berhubungan - Posisikan pasien untuk posisi semi fowler untuk
dengan hiperventilasi memaksimalkan ventilasi memaksimalkan ventilasi dan
ditandai dengan - Buang sekret dengan memotivasi meringankan sesak nafas
takipnea. pasien untuk melakukan batuk atau - Lakukan auskultasi suara nafas secara
menyedot lendir berkala
- Auskultasi suara nafas, catat area - Bersihkan hidung pasien dari
yang ventilasinya menurun atau tidak penumpukan sekret/lendir yang
ada dan adanya suara tambahan berlebihan
- Posisikan untuk meringankan sesak - Lakukan tindakan kolaborasi dengan
nafas dokter yakni pemberian terapi oksigen
- Monitor status pernafasan dan melalui nasal kanul dengan kecepatan
oksigenasi, sebagaimana mestinya. 6lt/menit
3321 Terapi Oksigen - Memantau aliran oksigen apakah tidak
- Pertahankan kepatenan jalan nafas terdapat hambatan atau sesuatu yang
- Siapkan peralatan oksigen dan mengganggu kelnacaran terapi oksigen
berikan melalui sistem humidifier - Dorong pasien untuk menghirup udara
- Berikan oksigen tambahan sesuai dari nasal kanul

55
yang diperintahkan - Pastikan posisi nasal kanul sudah tepat,
- Monitor aliran oksigen nyaman, dan tidak mengganggu upaya
- Monitor posisi perangkat (alat) pasien untuk bernafas
pemberian oksigen - Monitor status pernafasan,
- Monitor efektifitas terapi oksigen kesimetrisan pergerakan dada, dan
(misalnya, tekanan oksimetri, ABGs) lakukan auskultasi apakah masih ada
dengan tepat. suara nafas tambahan setelah diberikan
- Monitor peralatan oksigen untuk terapi oksigen
memastikan bahwa alat tersebut tidak
mengganggu upaya pasien untuk
bernapas.
- Konsultasi dengan tenaga kesehatan
lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan selama kegiatan dan/atau
tidur.
- Monitor kecemasan pasien yang
berkaitan dengan kebutuhan
mendapatkan terapi oksigen.
3351 Monitor Pernafasan
- Monitor kecepatan, irama,

56
kedalaman, dan kesulitan bernafas
- Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot
supraclaviculas dan intercostal
- Auskultasi suara nafas, catat area
dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan.
- Monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan, dan kekurangan udara
pada pasien
6681 Monitor Tanda tanda
Vital
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernapasan dengan tepat.
- Monitor irama dan laju pernapasan
(Misalnya kedalaman dan
kesimetrisan)
- Monitor suara paru-paru

57
- Periksa secara berkala keakuratan
instrument yang digunakan untuk
perolehan data pasien.
0840 Pengaturan Posisi
- Monitor status oksigenasi pasien
sebelum dan sesudah perubahan
posisi
- Posisikan pasien untuk mengurangi
takipnea (posisi semi fowler)
3. 00007 Hipertermia 6480 Manajemen Lingkungan 20/08/2018 - Menciptakan lingkungan yang aman dan
11.30
berhubungan dengan - Ciptakan lingkungan yang aman bagi nyaman bagi pasien
penyakit ditandai pasien - Karena pasien hipertermi, maka suhu
dengan pasien tampak - Sesuaikan suhu lingkungan dengan ruangan dibuat menjadi lebih dingin
gelisah dan kulit terasa kebutuhan pasien, jika suhu tubuh - Kenakan baju yang tipis kepada pasien
hangat. berubah. - Nyalakan kipas angin/pendingin ruangan
3740 Perawatan Demam apabila diperlukan
- Pantau suhu dan TTV lainnya - Melakukan pemantauan terhadap
- Monitor warna kulit dan suhu membran mukosa, denyut nadi, dan
- Beri obat atau cairan IV (misalnya tekanan darah ortostatik pasien
antipiretik) - Melakukan pengukuran dan pemantauan

58
- Tutup pasien dengan selimut atau terhadap TTV pasien
pakaian ringan, tergantung pada fase - Mempertahankan asupan cairan tetap
demam adekuat selama 24 jam
- Mandikan pasien dengan spons - Melakukan tindakan kolaborasi dengan
hangat dengan hati-hati dokter untuk pemberian antipiretik
4120 Manajemen Cairan parasetamol 120mg/6 jam, diberikan 4x
- Monitor status hidrasi (misal, sehari secara peroral
membran mukosa lembab, denyut - Lakukan tepid sponge bath saat suhu
nadi adekuat, dan tekanan darah tubuh pasien tinggi dan hindari agar
ortostatik) tidak menggigil
- Monitor tanda-tanda vital pasien - Berikan obat sesuai resep dari dokter dan
- Berikan cairan dengan tepat cara yang sesuai dengan pasien
- Distribusikan asupan cairan selama - Memantau efek terapeutik pada pasien
24 jam setelah meminum obat
2380 Manajemen Pengobatan - Memantau efek samping yang dihasilkan
- Tentukan obat apa yang diperlukan, oleh obat
dan kelola menurut resep dan/atau - Mengedukasi keluarga pasien mengenai
protokol metode pemberian obat yang sesuai
- Monitor efektifitas cara pemberian dengan kondisi pasien saat ini
obat yang sesuai - Melakukan pengukuran tanda-tanda vital

59
- Monitor pasien mengenai efek setelah memberikan obat
terapeutik obat - Memeriksa warna kulit pasien, suhu
- Monitor efek samping obat tubuh yang teraba dan kelembaban
- Ajarkan pasien dan/atau keluarga - Selalu periksa termometer yang
mengenai metode pemberian obat digunakan untuk mengukur suhu tubuh
yang sesuai untuk memastikan keakuratannya.
6680 Monitor Tanda-tanda Vital
- Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernapasan dengan tepat
- Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban
- Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
- Periksa secara berkala keakuratan
instrumen yang digunakan untuk
perolehan data pasien
4. 00045 Kerusakan 1100 Manajemen Nutrisi 20/08/2018 - Menentukan status gizi pasien saat ini
14.00
membran mukosa oral - Tentukan status gizi pasien dan dengan mengukur BB, PB serta LILA.
berhubungan dengan kemampuan pasien untuk memenuhi - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
imunodefisiensi kebutuhan gizi menentukan jumlah kalori dan nutrisi

60
ditandai dengan - Tentukan jumlah kalori dan jenis yang dibutuhkan serta menu diet dan
halitosis, keilitis, nutrisi yang dibutuhkan untuk jenis diet bagi pasien untuk memenuhi
kesulitan makan, lesi memenuhi persyaratan gizi persyaratan gizi.
pada mulut, lidah - Lakukan perawatan mulut pasien - Lakukan perawatan mulut setiap 2 jam
terdapat bercak putih, sebelum makan sekali atau sesuai kebutuhan
dan stomatitis. - Anjurkan pasien mengenai menggunakan obat kumur yang
Leukosit : 20000/mm3 modifikasi diet yang dieperlukan mengandung Povidone Iodine (PVP-I)
Trombosit: (misalnya NPO, cairan bening, cairan non–alkohol.
640000/mm3 penuh, lembut, atau diet sesuai - Oleskan vaseline apabila bibir atau
CD4+ : 33% toleransi) mukosa oral pasien tampak kering
1710 Pemeliharaan Kesehatan Mulut - Lakukan tindakan kolaborasi dengan
- Lakukan perawatan mulut secara dokter yakni pemberian obat
rutin Amoxicillin 400mg 3x sehari secara
- Berikan pelumas untuk IV.
melembabkan bibir dan mukosa oral, - Lakukan tindakan kolaborasi dengan
sesuai kebutuhan dokter yakni pemberian obat ARV lini
- Instruksikan dan bantu pasien untuk pertama, yakni Stavudin (d4T) +
membersihkan mulut setelah makan Lamivudine (3TC) + Nevirapine
dan sesering mungkin, sesuai (NVP) melalui selang NGT apabila
kebutuhan pasien tidak dapat mendapatkan obat

61
- Monitor tanda dan gejala glossitis secara oral.
serta stomatitis - Lakukan pemantauan secara ketat
- Rekomendasikan diet yang sehat terhadap dosis obat ARV yang
dengan intake air yang adekuat diberikan
2380 Manajemen Pengobatan - Lakukan edukasi dan pendampingan
- Tentukan obat apa yang diperlukan, kepada keluarga pasien untuk jangan
dan kelola menurut resep dan/atau sampai pernah melewatkan jadwal
protokol pemberian obat ARV
- Monitor efektifitas cara pemberian - Menangani dengan segera dan tepat
obat yang sesuai efek samping yang mungkin timbul
- Monitor pasien mengenai efek setelahh pemberian obat
terapeutik obat - Mengkaji dan memantau kepatuhan
- Monitor efek samping obat minum obat
- Ajarkan pasien dan/atau keluarga - Lakukan pemasangan NGT dengan
mengenai metode pemberian obat berkolaborasi bersama dokter ataupun
yang sesuai ahli gizi untuk menentukan dosis obat
- Ajarkan pasien dan/atau keluarga maupun asupan diet yang dapat
mengenai tindakan dan efek samping diberikan melalui selang nasogastrik
yang diharapkan dari obat - Tinggikan kepala tempat tidur 30-45
1056 Pemberian Makan dengan Tabung derajat selama pemberian makanan

62
Enteral ataupun obat melalui selang
- Siapkan selang nasogastrik, nasogastrik
nasoduodenal, nasojejunal, sesuai - Kaji keadaan kulit di sekitar selang
peraturan lembaga nasogastrik maupun di daerah kulit
- Berikan zat penahan di kulit dan yang diberi perekat/plester untuk
amankan selang makan dengan fiksasi selang nasogastrik
plester/perekat. - Bilas selang dengan air hangat setiap
- Monitor penempatan selang yang kali selesai memberikan obat ataupun
tepat dengan memeriksa rongga makanan pada pasien melalui selang
mulut, memeriksa residu lambung, nasogastrik
atau mendengarkan suara saat udara - Monitor jumlah, warna, dan
dimasukkan dan ditarik, sesuai konsistensi output nasogastric
prosedur.
- Tandai selang di titik keluar untuk - Berikan perawatan hidung dan mulut
mempertahankan penempatan yang 3-4 kali sehari, atau sesuai kebutuhan
tepat - Berikan perawatan kulit di sekitar
- Monitor apa ada bunyi usus tiap 4-8 tempat penyisipan selang.
jam
- Monitor status cairan dan elektrolit
- Konsultasikan dengan anggota tim

63
perawatan kesehatan lainnya dalam
memilih jenis dan persentase
makanan
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-45
derajat selama pemberian makanan
- Irigasi selang setiap 4-6 jam saat
memberikan makan dan setelah
setiap pemberian makan intermiten
- Gunakan teknik yang bersih dalam
memberikan makanan lewat selang
- Monitor pasien jika merasa kenyang,
mual, dan muntah
- Periksa sisa makanan setiap 4 sampai
6 jam untuk 24 jam pertama,
kemudian setiap 8 jam selama
pemberian makanan yang
berkelanjutan
1874 Perawatan Selang : Gastrointestinal
- Pantau terkait penempatan tabung
yang benar, sesuai protokol

64
- Amankan selang ke bagian tubuh
yang tepat dengan
mempertimbangkan kenyamanan
pasien dan integritas kulit
- Bilas selang, sesuai protokol
- Monitor adanya sensasi kenyang,
mual, dan muntah
- Monitor suara usus
- Monitor status cairan dan elektrolit
- Monitor jumlah, warna, dan
konsistensi output nasogastric
- Berikan perawatan hidung dan mulut
3-4 kali sehari, atau sesuai kebutuhan
- Mulai dan pantau pemberian makan
lewat selang enteral, sesuai protokol
- Berikan perawatan kulit di sekitar
tempat penyisipan selang.

65
V. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama : An. G
No. Registrasi : 004652
Usia Px : 1 Tahun 7 Bulan 8 Hari
T
NO TGL/JAM DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI T
D
1. 22/08//2018 00002 - Mengkaji riwayat terjadinya diare S : Ibu pasien mengatakan frekuensi
Ketidakseimbangan pada pasien sebelum MRS BAB pasien dalam sehari mulai
08.00
nutrisi: kurang dari - Menginstruksikan kepada anggota berkurang

66
kebutuhan tubuh keluarga untuk mencatat warna, O:
berhubungan dengan volume, frekuensi, dan konsistensi - Konsistensi feses lebih padat
factor biologis ditandai tinja - Bising usus 10x/menit
dengan berat badan 20% - Memantau tanda dan gejala diare - Mata pasien sudah tidak tampak
atau lebih dibawah yang terjadi pada pasien cekung
rentang berat badan - Inspeksi terhadap kulit perineum - Turgor kulit mulai membaik
ideal, bising usus terhadap adanya ulserasi dan iritasi A : Masalah teratasi sebagian
hiperaktif, diare, - Melakukan penimbangan berat P : Lanjutkan implementasi sampai
ketidakmampuan badan pasien secara berkala BB pasien mencapai BB ideal
memakan makanan, dan - Melakukan auskultasi bising usus (11kg).
nyeri abdomen. - Laporkan pada dokter apabila diare
tidak membaik setelah dilakukan
tindakan
- Memberikan intake/asupan yang
akurat sesuai indikasi pasien
- Mencatat output pasien secara rutin
- Melakukan pengukuran TTV, yakni
tekanan darah, nadi, suhu tubuh,
dan pernafasan
- Kolaborasi pemberian cairan ringer

67
laktat dengan dosis 70ml/kg BB
secara IV selama 2,5 jam pertama
- Mempertahankan asupan cairan
tetap adekuat selama 24 jam
- Menentukan jumlah dan jenis
intake/asupan cairan serta kebiasaan
eliminasi
- Mengidentifikasi dan menentukan
faktor-faktor risiko yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan
cairan (dalam kasus ini seperti
hipertermi, muntah, dan diare)
- Memeriksa turgor kulit pasien
dengan cara mencubit kulit bagian
perut dengan lembut
- Melakukan pemantauan BB pasien
- Selalu memantau kemudian
mencatat asupan dan pengeluaran
pasien
- Melakukakan pemantauan tekanan

68
darah, denyut jantung, dan status
pernapasan pasien
- Melakukan monitor dan
pemantauan terhadap membran
mukosa, turgor kulit, dan apakah
ada respons haus dari pasien
- Melakukan penghitungan berat
badan ideal dengan perbandingan
antara berat dan panjang badan.
- Memonitor BAB pasien termasuk
frekuensi, konsistensi, bentuk,
volume, dan warna dengan cara
yang tepat
- Melakukan prinsip lima benar
sebelum memberikan perintah obat
IV kepada pasien
- Melakukan monitor dan
pemantauan terhadap hasil
pemberian obat secara IV
- Menentukan kemudian memantau

69
kecepatan aliran intravena dan area
intravena selama pemberian infus
- Memantau tanda dan gejala yang
berhubungan dengan phlebitis infus
dan infeksi lokal.
- Mendokumentasikan terapi yang
diberikan.
2. 21/08/2018 00032 Ketidakefektifan - Bantu pasien untuk mendapatkan S : Ibu pasien mengatakan sesak
10.00
pola nafas berhubungan posisi semi fowler untuk nafas yang dialami oleh anaknya
dengan hiperventilasi memaksimalkan ventilasi dan mulai sedikit mereda
ditandai dengan takipnea. meringankan sesak nafas O : - Pernafasan : 28x/menit
- Lakukan auskultasi suara nafas - Sianosis (-)
secara berkala - Penumpukan sekret di hidung (-)
- Bersihkan hidung pasien dari A : Masalah teratasi sebagian
penumpukan sekret/lendir yang P : Lanjutkan implementasi sampai
berlebihan takipnea (-) dan ronkhi (-)
- Lakukan tindakan kolaborasi
dengan dokter yakni pemberian
terapi oksigen melalui nasal kanul
dengan kecepatan 6lt/menit

70
- Memantau aliran oksigen apakah
tidak terdapat hambatan atau
sesuatu yang mengganggu
kelnacaran terapi oksigen
- Dorong pasien untuk menghirup
udara dari nasal kanul
- Pastikan posisi nasal kanul sudah
tepat, nyaman, dan tidak
mengganggu upaya pasien untuk
bernafas
- Monitor status pernafasan,
kesimetrisan pergerakan dada, dan
lakukan auskultasi apakah masih
ada suara nafas tambahan setelah
diberikan terapi oksigen
3. 21/08/2018 00007 Hipertermia - Menciptakan lingkungan yang aman S : Ibu pasien mengatakan pasien
11.30
berhubungan dengan dan nyaman bagi pasien sudah tampak lebih tenang dan
penyakit ditandai dengan - Karena pasien hipertermi, maka suhu tidak gelisah
pasien tampak gelisah ruangan dibuat menjadi lebih dingin O : TTV
dan kulit terasa hangat - Kenakan baju yang tipis kepada - Suhu : 380C

71
pasien - Nadi : 110x/menit
- Nyalakan kipas angin/pendingin - TD : 100/65 mmHg
ruangan apabila diperlukan - Pernafasan : 28x/menit
- Melakukan pemantauan terhadap - Kulit pasien sudah tidak sehangat
membran mukosa, denyut nadi, dan sebelumnya
tekanan darah ortostatik pasien A : Masalah teratasi sebagian
- Melakukan pengukuran dan P : Lanjutkan implementasi sampai
pemantauan terhadap TTV pasien suhu pasien mencapai suhu tubuh
- Mempertahankan asupan cairan tetap normal, 37,50C.
adekuat selama 24 jam
- Melakukan tindakan kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian
antipiretik parasetamol 120mg/6 jam,
diberikan 4x sehari secara peroral
- Lakukan tepid sponge bath saat suhu
tubuh pasien tinggi dan hindari agar
tidak menggigil
- Berikan obat sesuai resep dari dokter
dan cara yang sesuai dengan pasien
- Memantau efek terapeutik pada

72
pasien setelah meminum obat
- Memantau efek samping yang
dihasilkan oleh obat
- Mengedukasi keluarga pasien
mengenai metode pemberian obat
yang sesuai dengan kondisi pasien
saat ini
- Melakukan pengukuran tanda-tanda
vital setelah memberikan obat
- Memeriksa warna kulit pasien, suhu
tubuh yang teraba dan kelembaban
- Selalu periksa termometer yang
digunakan untuk mengukur suhu
tubuh untuk memastikan
keakuratannya.
4. 21/08/2018 00045 Kerusakan - Menentukan status gizi pasien saat S : Ibu pasien mengatakan pasien
14.00
membran mukosa oral ini dengan mengukur BB, PB serta sudah tidak sering menangis
berhubungan dengan LILA. karena kesakitan akibat lesi di
imunodefisiensi ditandai - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mulutnya
dengan halitosis, keilitis, menentukan jumlah kalori dan O : - Halitosis (-)

73
kesulitan makan, lesi pada nutrisi yang dibutuhkan serta menu - Bercak putih pada lidah (-)
mulut, lidah terdapat diet dan jenis diet bagi pasien untuk A : Masalah teratasi sebagian
bercak putih, dan memenuhi persyaratan gizi. P : Lanjutkan intervensi sampai tidak
stomatitis. - Lakukan perawatan mulut setiap 2 ada lesi pada rongga mulut, dan
jam sekali atau sesuai kebutuhan pasien sudah tidak menangis lagi
Leukosit : 20000/mm3
menggunakan obat kumur yang akibat kesakitan.
Trombosit: 640000/mm3
mengandung Povidone Iodine Lanjutkan intervensi pemberian obat
CD4+ : 33%
(PVP-I) non–alkohol. ARV sampai ada instruksi
- Oleskan vaseline apabila bibir atau penggantian obat oleh dokter
mukosa oral pasien tampak kering
- Lakukan tindakan kolaborasi
dengan dokter yakni pemberian
obat Amoxicillin 400mg 3x sehari
secara IV.
- Lakukan tindakan kolaborasi
dengan dokter yakni pemberian
obat ARV lini pertama, yakni
Stavudin (d4T) + Lamivudine
(3TC) + Nevirapine (NVP) melalui
selang NGT apabila pasien tidak

74
dapat mendapatkan obat secara oral.
- Lakukan pemantauan secara ketat
terhadap dosis obat ARV yang
diberikan
- Lakukan edukasi dan
pendampingan kepada keluarga
pasien untuk jangan sampai pernah
melewatkan jadwal pemberian obat
ARV
- Menangani dengan segera dan tepat
efek samping yang mungkin timbul
setelahh pemberian obat
- Mengkaji dan memantau kepatuhan
minum obat
- Lakukan pemasangan NGT dengan
berkolaborasi bersama dokter
ataupun ahli gizi untuk menentukan
dosis obat maupun asupan diet yang
dapat diberikan melalui selang
nasogastrik

75
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-
45 derajat selama pemberian
makanan ataupun obat melalui
selang nasogastrik
- Kaji keadaan kulit di sekitar selang
nasogastrik maupun di daerah kulit
yang diberi perekat/plester untuk
fiksasi selang nasogastrik
- Bilas selang dengan air hangat
setiap kali selesai memberikan obat
ataupun makanan pada pasien
melalui selang nasogastrik
- Monitor jumlah, warna, dan
konsistensi output nasogastric
- Berikan perawatan hidung dan
mulut 3-4 kali sehari, atau sesuai
kebutuhan
- Berikan perawatan kulit di sekitar
tempat penyisipan selang.

76
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

HIV merupakan virus yang mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh


(kekebalan) seseorang secara bertahap yang selanjutnya akan menimbulkan penyakit
AIDS yakni suatu gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya
tahan tubuh atau gejala penyakit, infeksi ataupun keganasan tertentu yang
memerlukan penanganan dan perawatan yang intensif.

Seseorang yang positif HIV harus mendapatkan penanganan dan perawatan


yang intensif dari tenaga medis agar virus yang ada dalam tubuhnya tidak menyebar
dan menyebabkan infeksi baru terhadap orang lain.

4.2 Saran

Sebagai perawat, hendaknya harus memahami terlebih dahulu tentang konsep


penyakit HIV/AIDS, untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang seoptimal
mungkin guna membantu pasien untuk meningkatkan derajat kesehatannya.

77
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F., Janet S. Butel, dan Stephen A. Morse. 2005. Medical Microbiology.
Terj. Nani Widorini dan Dripa Sjabana, Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner. 2017. Nursing Intervensions
Classification. USA: Elsevier
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. “Penanggulangan HIV/AIDS di
Indonesia” (Online), (http://data.unaids.org), diakses pada 26 September 2018.
Departemen Kesehatan RI. 2006. “Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang
dengan HIV/AIDS (ODHA)”. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI
(Online). (http://binfar.depkes.go.id), diakses pada 26 September 2018.
Hanifah, Rizka. 2011. “Sistem Imun Adaptif atau Spesifik” (Online).
(http://allergyclinic.wordpress.com) diakses pada 26 September 2018
Infodatin Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis HIV AIDS. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Mandal, B.K, et al., eds. 2006. “Lecture Notes: Penyakit Infeksi” edisi keenam.
Jakarta: Erlangga.
Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculopius: Jakarta
Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson. 2017. Nursing Outcomes Classification.
USA: Elsevier
NANDA International. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015 –
2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. “Metodologi Penelitian Kesehatan”. Cet. 3. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Nursalam, M., Ninuk Dian Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien
terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika,
Suryani, Mega Dewi, et al., eds. 2009. “Makalah Diagnostik Klinik HIV-AIDS”
(Online). Departemen Farmasi Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia. (http://exuico.multiply.com), diakses pada 26
September 2018.

78
-------. 2016. Anak dengan HIV/AIDS. Hospital Care for Children. (Online),
(http://www.ichrc.org/bab-8-anak-dengan-hivaids), diakses pada 27 September 2018.

79

Anda mungkin juga menyukai