Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN AUTISME


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners
Departemen Keperawatan Anak Di Ruangan Poli Tumbuh Kembang
RSUD SIDOARJO

Oleh:
NURLIA OHOIWER
2007 1490 1310

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Menurut American psychiatric association, bahwa autistic adalah gangguan


perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri.
Autisme adalah kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai
dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal,
disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan
obsesif.
Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu
kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain,
pada anak Autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan
pervasif).
Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan perkembangan
yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi, bahasa
dan motorik.

B. ETIOLOGI

Penyebab Autisme diantaranya:

1. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot)
terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan
bicara
2. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
3. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
4. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan
tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf,
perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan
sensori serta kejang epilepsi.
6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak.

Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh


Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak
tidak berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata,
memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua
memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan
cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu
dan tampak berteriak-teriak.
Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon
yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengang
pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan.
Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi
telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung
menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan
kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu
lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat
menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika
mengeksplorais lingkungannya.
Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita
perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan).
Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres.
Kelainann lain adalh destruktif, marah berlebihan dan akurangnya istirahat.
Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat
menyelidiki kontak seksual pada orang asing.

C. TANDA DAN GEJALA


A. Gejala anak autis antara lain:
a). Interaksi sosia
1. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
2. Lebih suka menyendiri
3. Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
4. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang
inginkan
b). Komunikasi
1. Perkembangan bahasa lambat
2. Senang meniru atau membeo
3. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara
4. Kadang kata yang digunakan tidak sesuai artinya
5. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang
6. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

c). Pola Bermain


1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2. Senang akan benda-benda yang berputar
3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan
4. Tidak kreatif, tidak imajinatif
5. Dapat sangat lekat dengan benda tertentu
d). Gangguan Sensoris
1. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
2. Sering menggunakan indera pencium dan perasanya
3. Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan
4. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut
e). Perkembangan Terlambat
1. Tidak sesuai seperti anak normal, keterampilan sosial, komunikasi dan
kognisi
2. Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian
menurun bahkan sirna
f). Gejala Muncul
1. Gejala di atas dapat dimulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil
2. Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun gejala tampak agak kurang

B. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak
menurut usia :

1. USIA 0 - 6 BULAN

a. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)

b. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik

c. Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi

d. Tidak "babbling"

e. Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu

f. Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan

g. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

2. USIA 6 - 12 BULAN

a. Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)


b. Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
c. Gerakan tangan dan kaki berlebihan
d. Sulit bila digendong
e. Tidak "babbling"
f. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
g. Tidak ditemukan senyum sosial
h. Tidak ada kontak mata
i. Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal

3. USIA 6 - 12 BULAN

a. Kaku bila digendong


b. Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
c. Tidak mengeluarkan kata
d. Tidak tertarik pada boneka
e. Memperhatikan tangannya sendiri
f. Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
g. Mungkin tidak dapat menerima makanan cair

4. USIA 2 - 3 TAHUN

a. Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain


b. Melihat orang sebagai "benda"
c. Kontak mata terbatas
d. Tertarik pada benda tertentu
e. Kaku bila digendong

5. USIA 4 - 5 TAHUN

a. Sering didapatkan ekolalia (membeo)


b. Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
c. Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
d. Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
e. Temperamen tantrum atau agresif

D. KLASIFIKASI
Yatim (2002) mengemukakan anak yang mengalami gangguan autis dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga):

1. Autisme Persepsi

Autisme persepsi dianggap autisme asli karena kelainan sudah timbul


sebelum lahir. Autisme ini terjadi karena berbagai faktor baik itu berupa
pengaruh dari keluarga, maupun pengaruh lingkungan (makanan,
rangsangan) maupun faktor lainnya. Ketidakmampuan anak berbahasa
termasuk pada penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu
juga ketidakmampuan anak bekerja sama dengan orang lain, sehingga anak
akan bersikap masa bodoh. Gejala yang dapat diamati antara lain :

1. Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan
menimbulkan kecemasan. Tubuh akan mengadakan mekanisme dan
reaksi pertahanan hingga terlihat timbul pengembangan masalah.
2. Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan.
Orang tua tidak ingin peduli terhadap keinginan dan kesengsaraan
anaknya. Kebingungan anaknya perlahan berubah menjadi kekecewaan.
Lama-kelamaan rangsangan ditolak atau anak bersikap masa bodoh.
3. Pada kondisi begini baru orang tua mulai peduli atas kelainan anaknya,
sambil terus menciptakan rangsangan-rangsangan yang memperberat
kebingungan anaknya, mulai berusaha mencari pertolongan.
4. Pada saat begini, si bapak malah sering menyalahkan si ibu kurang
memiliki kepekaan naluri keibuan. Si bapak tidak menyadari hal tersebut
malah memperberat kebingungan si anak dan memperbesar kekhilafan
yang telah diperbuat.
2. Autisme Reaksi
Timbulnya autisme reaktif karena beberapa permasalahan yang
menimbulkan kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah
rumah/ sekolah dan sebagainya. Autisme jenis reaktif akan memunculkan
gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-
kejang. Gejala autisme reaktif mulai terlihat pada usia lebih besar (6-7) tahun
sebelum anak memasuki tahapan berpikir logis, mempunyai sifat rapuh
mudah terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik karena trauma
fisik atau psikis. Gejalanya antara lain :

1. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkenapengaruh luar yang timbul setelah


lahir, baik karena trauma fisik atau psikis, tetapi bukan disebabkan
karena kehilangan ibu.
2. Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa
rapuh ini, sehingga mempengaruhi perkembangan normal dikemudian
harinya.
Ada beberapa keterangan yang perlu diketahui yang mungkin merupakan
faktor resiko pada kejadian autisme reaktif :

a. Anak yang terkena autis reaktif menghadapi kecemasan yang berat pada
masa kanak-kanak, memberikan reaksi terhadap pengalamannya yang
menimbulkan trauma psikis tersebut.
b. Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada pada penyimpangan
memory di awal kehidupannya tetapi proses sosialisasi dengan
sekitarnya akan terganggu.
c. Trauma kecemasan yang terjadi setelah masa penyimpanan memory
akan berpengaruh pada anak usia 2-3 tahun. Karena itu, meskipun anak
masih memperlihatkan emosi yang normal tetapi kemampuan berbicara
dan berbahasanya sudah mulai terganggu. Ini yang membuat orang tua
si anak menjadi khawatir.

Salah satu sebab timbulnya autisme reaktif : Trauma yang menyebabkan


kecemasan anak. Setelah beberapa waktu yang lama akan menyisakan
kelainan, antara lain, tidak bisa membaca (dyslexia), tidak bisa bicara (aphasia),
serta berbagai masalah yang menghancurkan si anak yang menjelma dalam
bentuk autisme. Kadang-kadang trauma yang mencemaskan si anak
menimbulkan ketakutan, atau gejala sensoris lain yang terlihat sebagai autisme
persepsi.

3. Autisme yang Timbul Kemudian


Autisme jenis ini terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan kelainan
jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan mempersulit
memberikan pelatihan dan pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah
melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dari hasil interaksi dengan
lingkungannya. Untuk itu mendiagnosa dan intervensi awal pada anak autis
kelompok ini, merupakan langkah yang harus segera dilakukan dalam rangka
mengembangkan potensinya.

E. PHATHOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel saraf
terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson di bungkus
selaput bernama myelin terletak di bagian otak berwarna putih.Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.pada
trimester ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan di mulai pembentukan
akson,dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir,terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson,dendrite dan sinaps. proses ini di pengaruhi secara
genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan
akson,dendrite dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan.Bagian
otak yang digunakan dalam belajarmenunjukan pertamabhan akson,dendrite dan
sinaps,sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan kematian
sel,berkurangnya akson,dendrite dan sinaps.Kelainan genetis,keracunan logam
berat,dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-proses
tersebut.Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Penelitian post-mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-daerah
yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang
berbeda-beda pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas berupa
substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak normal tetapi
mengandung lebih sedikit neuron. Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal
kadarnya pada anak dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT),
yaitu sebagai neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel saraf.
Anak-anak penyandang autisme dijumpai 30-50% mempunyai kadar serotonin tinggi
dalam darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin (DA), dan 5-HT juga
mengalami gangguan.
Patway

Nutrisi yang sangat kelainan ketidak factor ganguan


buruk saat hamil neurobiologis seimbangan genetic kekebalan
biokimia

Autisme

Perubahan interaksi
Ganguan presepsi
Ganguan komunikasi sosial
sensori
verbal dan non verbal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Tes laboratorium
Tes autisme lewat laboratorium juga digunakan untuk menentukan
apakah masalah fisik yang menyebabkan gejala autisme pada anak Anda.
Biasanya hal ini dilakukan lewat tes DNA (genetik). Tes keracunan timbal
mengukur jumlah timbal dalam darah anak Anda. Timbal adalah logam
beracun yang dapat menyebabkan kerusakan otak dan bagian tubuh lainnya.
Tes autisme ini bisa dilakukan dengan cara mengambil sampel darah.
Menurut situs kesehatan WebMD, anak yang mengidap autisme punya
kemungkinan lebih besar mengalami keracunan timbal. Ini karena anak
mungkin suka makan atau memasukkan benda-benda asing ke mulutnya.
Pindai (scan) MRI bisa menunjukkan gambar detail dari otak dan
membantu dokter menentukan apakah tanda perbedaan pada struktur otak
bisa menyebabkan gejala seperti autisme. Analisis kromosom akan dilakukan
jika anak Anda dicurigai memiliki kelainan kecerdasan (yang ditandai dengan
kemampuan mental dan kecerdasan di bawah rata-rata dan kurangnya
keterampilan dasar untuk hidup).
2) Skrining perkembangan
Screening atau skrining perkembangan adalah tes autisme singkat
untuk menguji apakah anak Anda mengalami keterlambatan perkembangan.
Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan pada Anda menyangkut
perkembangan anak Anda dan ia mungkin akan berbicara atau bermain
dengan anak Anda. Tujuannya untuk melihat caranya belajar, berbicara,
bergerak, berperilaku, bereaksi, dan berinteraksi dengan orang
lain.keterlambatan bisa menjadi tanda dari masalah perkembangan. Jadi bila
kemampuan anak cenderung terlambat dibandingkan dengan anak-anak
usianya, Anda perlu waspada. Anak Anda harus melakukan skrining di usia 9
bulan, 18 bulan, dan 24 atau 30 bulan. Ia mungkin harus menjalani skiring
tambahan jika ia lahir prematur, memiliki berat lahir yang ringan, atau
mengalami masalah lainnya.
3) Penilaian perilaku
Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan untuk menentukan jenis
keterlambatan perkembangan yang dialami anak Anda.Pertama, dokter akan
mengulas rekam medis (riwayat kesehatan) anak Anda. Selama wawancara,
dokter akan mengajukan pertanyaan menyangkut perkembangan anak Anda,
seperti apakah ia menunjuk barang-barang bila ia menginginkan sesuatu.
Seorang anak penderita autisme sering kali diam saja, tidak menunjuk apa
pun jika ingin memberi tahu apa yang ia inginkan. Ia juga biasanya tidak
memeriksa apakah orangtuanya melihat ke barang tersebut. Kemudian,
dokter akan menggunakan panduan diagnostik untuk mendapatkan penilaian
perilaku anak Anda yang mungkin berkaitan dengan gejala utama autisme.
Contoh gejala utama autisme adalah fokus yang tidak lazim pada beberapa
hal. Ini berarti anak penderita autisme seringkali berfokus pada bagian-bagian
suatu mainan, tetapi ia tidak ingin bermain dengan mainan tersebut secara
keseluruhan dan ia tidak dapat memahami mainan tersebut. Tes
perkembangan dan kecerdasan bisa digunakan untuk menilai apakah
keterlambatan perkembangan berpengaruh pada pemikiran dan kecerdasan
anak Anda.
4) Penilaian fisik
Penilaian fisik digunakan untuk memeriksa apakah masalah fisik
menyebabkan gejala anak Anda. Dokter akan mengukur tinggi, berat, dan
lingkar kepala untuk memastikan bahwa anak Anda tumbuh dengan normal.
Tes pendengaran juga digunakan untuk memeriksa kemampuan mendengar
anak Anda. Dokter juga akan memeriksa jika ada kaitan antara masalah
pendengaran dan keterlambatan perkembangan, termasuk yang berkaitan
dengan kemampuan bahasa.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin
ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi
medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik,
pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku
dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam
penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen
multidisiplin yang
sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari
perkembangan anak dengan autisme.
Manajemen multidisiplin non medikamentosa .
1. Non medikamentosa
 Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial,
keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai
metode penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and
Education of Autistic and related Communication Handicapped
Children) metode ini merupakan suatu program yang sangat
terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual,
metode pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas
yang ditata khusus.
 Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif
mungkin yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode
yang banyak dipakai adalah ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana
keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan
(terbaik sekitar usia 2-5 tahun).
 Terapi wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan,
mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi
secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan
intensif dengan terapi-terapi yang lain.
 Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat
melakukan gerakan, memegang, menulis, melompat dengan
terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu.
 Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,
pendengaran)untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui
semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai kondisi
fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua
gangguan akan dapat teratasi.
 AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengganggu
pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri terapi yang
mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan
suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap
suara-suara yang menyakitkan tersebut.
 Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga
baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk
dapat tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak,
mandiri dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu
diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar
anggota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu
pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi
menjadi sangat penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali
kita dapat melaksanakan terapi apapun pada individu dengan
autisme.
Daftar pustaka

Narendra, B. Moersintowarti, dkk. 2015. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Jilid II
edisi 1.Jakarta: EGC.

Santetrock, John W. 2007. Perkembangan Anak – edisi ketuju jilid dua. Jakarta: Erlangga

Safaria, T. 2005. Autisme: Pemahaman Baru Untuk Hidup Bermakna Bagi Orang
Tua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai