Anda di halaman 1dari 5

Nama : Febrina Thogamas Putri

NIM : 185020307111001
Kelas : Pancasila E

Penjabaran Pancasila dalam UUD NRI Tahun 1945

1. Sila pertama: “Ketuhanan Yang Maha Esa”


UUD 1945 paska perubahan memperkuat posisi sila pertama. Hal ini dapat dilihat
dalam beberapa hal berikut, yaitu:
Pertama, secara substansial, spirit, dan filosofi yang terkandung dalamUUD 1945,
seperti keadilan sosial, kedaulatan rakyat,hak asasi manusia, permusyawaratan, dan
lain-lain merupakan konsep yang tidak bisa terlepaskan dari nilai-nilai ketuhanan.
Nilai tersebut yang bersumber dari agama yang ada di indonesia. Dimana Indonesia
merupakan negara yang memiliki beragam suku, budaya, dan agama. Dari perbedaan
itulah dalam membangun negara yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
diperlukan adanya dasar agama yang kuat sebagai tameng dalam menjaga persatuan
dan kesatuan tersebut dengan ajaran agama yang mengajarkan kerukunan serta
kedamaian. Nilai KetuhananYang Maha Esa ini telah menjiwai dan membedakan
konsep-konsep konstitusional bangsa Indonesia dengan bangsa ;lain. Dimana
konstitusi adalah ketetntuan dan peraturan tentang ketatanegaraan. Terkait dengan
Hak Asasi Manusia misalnya, bangsa ini menganut konsep HAM yang bersumber
pada pengakuan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan bersumber dari
pemikiran filsafat yang anthoropesentris. Oleh karena itu, konsepsi HAM berdasarak
UUD 1945 juga terkandung maksud kewajiban untuk melindungi hak orang lain
secara adil. Kedua, dalam UUD 1945 tidak ada satu ayat pun yang bertentangan
dengan nilai-nilai ketuhanan, baik secara eksplisit maupun implisit. UUD 1945 telah
menentukan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berketuhanan serta menolak
atheismme, komunism, dan paham-paham lain yang anti tuhan. Ketiga, dalam UUD
1945 setidaknya terdapat tujuh ketentuan yang secara eksplisit mempertegas bahwa
nilai-nilai ketuhanan merupakan roh dari konstitusi itu, yakni:
1. Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 yang menyebut “Atas berkatrahmat
Allah Yang Maha Kuasa” sebagai basis pernyataan kemerdekaan Indonesia.
2. Pasal 9 UUD 1945 yang mewajibkan Presiden/Wakil Presiden bersumpah
menurut agamanya.
3. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menetapkan adanya peradilan agama di
bawag Mahkamah Agung.
4. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib
tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan UU.
5. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “(1) Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
6. Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang menyataan bahwa “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia....”
7. Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 yang mensyaratkan bahwa “Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjujungtinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.”

2. Sila Kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”


Sila kedua Pancasila sangat diperkuat oleh UUD 1945. UUD 1945 menjadikan Hak
Asasi Manusia (HAM) sebagai hal yang cukup penting, sehingga dimuat dalam bab
tersendiri, yaitu Bab XA Hak Asasi Manusia yang terdiri dari 9 Pasal dan 29 Ayat.
Jika dibandingkan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), maka
konsep HAM dalam UUD 1945 yang menjadi kesepakatan masyarakat internasional.
Semua hal dianggap sebagai hak umat manusia secara universal juga sudah dimuat
dalam UUD 1945. Konsep HAM dalm UUD 1945 tidak hanya membicarakan hak-
hak setiap orang, melainkan juga kewajibannya. Sehingga tercipta suatu
keseimbangan anatara Hak dan Kewajiban. Namun, Pasal 28A sampai 28I berisi
sebagaimana termaktub dalam Pasal 28J ayat (1) dan (2). Pasal 28J ayat (2)
merupakan terjemahan dari Pasal 29 ayat(2) DUHAM. Sehingga penyeimbangan
antara hak dan kewajiban juga merupakan ketentuan HAM yang berlaku secara
universal. Perlu ditegaskan bahwa di sini pasal-pasal HAM dalam UUD 1945 tidak
terbatas pada Bab XA. Hal tersebut dikarenakan dalam pasal lain juga ada ketentuan
secara langsung maupun tidak langsung memperkuat HAM dalam UUD 1945
sekaligus memperkuat sila kemanusiaan dalam pancasila.
3. Sila Ketiga “Persatuan Indonesia”
Spirit persatuan ini diperkokoh oleh UUD 1945, baik di masa kini maupun masa yang
akan datang. Sebelum Perubahan UUD 1945 dilaksanakan, salah satu kesepakatan
dasar para pihak yang terlibat di dalamnya adalah mempertahankan NKRI. Hal
tersebut berarti MPR RI yang terlibat dalam perubahan UUD 1945 telah menyerrap
aspirasi seluruh masyarakat yang masih menganggap relevan keputusan para
pemimpin bangsa agar Indonesia menganut negara kesatuan, bukan negara federal.
Semangat untuk mempertahankan keutuhan NKRI ini kemudian di perkuat dalam
Perubahan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Pada
bebearapa pasal yang terdapat dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia
merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik. Selain itu, dijelaskna pula
bahwa NKRI yang dibagi atas daerah-daerah, provinsi, kota, kabupaten dsb
mempunyai pemerintahan yang di atur dengan undang-undang. Bagi Indonesia,
NKRI lahir sebagai jawaban bahkan pelawanan atas upaya Pemerintah Belanda yang
hendak memecah belah Indonesia menjasi 32 negara bagian dengan bentuk negara
federal yang disebut RIS (Republik Indonesia Serikat). NKRI merupakan bagian
penting dari perjuangan mengakkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaukat. Upaya mempertahankan NKRI sama dengan mempertahankan kedaulatan
Indonesia itu sendiri. Selain itu juga merupakan perwujudan dari sila ketiga
pancasika, yakni Persatuan Indonesia.

4. Sila Keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


permusyawaratan Perwakilan”
Dalam sila keempat Pancasila, terdapat dua kunci yang perlu di diskusikan bersama
yakni kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Kongres Pancasila, 30 Mei- 1
Juni 2009, di Yogyakarta mengartikan kerakyatan dengan penguatan elemen dan
peningkatan mutu masyarakat sipil sehingga masing-masing pihak selalu
mengutamakan kedaulan rakyat. Pada sila ini juga ditekankan urgensi penguatan
masyarakat sipil sebagai syarat bagi adanya permusyawaratan/perwakilan, sehingga
proses perumusan kepentingan publik yang dilakukan dalam sebuah
permusyawaratan/perwakilan berjalan sesuai dengan aspirasi rakyat serta tidak
dibelokkan untuk kepentingan lainnya. UUD 1945 menerjemahkan sila keempatan
itu,dalam artian penguatan masyarakat sipil, dengan pemberian kedaulatan kepada
rakyat sepenuhnya. Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dan Pasal
30 ayat 2 UUD 1945. Pada dua pasal tersebut dijelaskan bahwa kedulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya menurut Undang-Undang Dasar. Bahkan
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dari hal tersebut, berarti semua lembaga
negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 atau peraturan di bawahnya tidak boleh
mendistorsi makna “kedaulatan berada ditangan rakyat” sedikitpun. Begitu pula
halnya dengan pemilihan pejabat yang dilakukan secara umum melalui pemilihan
yang demokratris dan mencerminkan “kedaulatan di tangan rakyat”. Mengingat
urgensi sila tersebut, UUD 1945 penuh dengan ketentuan bahwa kepentingan rakyat
di atas segala-galanya. Dalam UUD 1945 banyak sebutan untuk rakyat yang tertulis
didalamnnya. Secara teknis, kata rakyat merupakan hal yang subjektif, karena bisa
saja kepentingan rakyat berbeda satu sama lain. Maka dari itu, agar tidak terjadi
anarki maka Pancasila mengisyaratkan bahwa kerakyatan itu harus dibingkai dengan
permusyawaratan di mana pesertanya dibentuk melalui perwakilan.

5. Sila ke lima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”


UUD 1945 sebenarnya sangat tegas dalam memperkuat semangat keadilan. Bahkan,
kita tidak perlu takut untuk mengatajkan bahwa inti dari pesan UUD 1945 adalah
KEADILAN. Hal tersebut, terlihat dalam Pembukaan UUD 1945, dari empat alinea
yang ada, tiga di antaranya menyebut secara eksplisit keharusan untuk mewujudkan
“keadilan”. . Kebenaran Keadilan, menurut pengertian klasik ilmiah, artinya
pemenuhan hak-hak hidup dalam hubungan social satu dengan yang lain dan
hubungannya dengan kewajiban pemenuhan hakhak orang lain satu dengan orang
lainnya. Kata adil dapat ditemukan dalam Prinsip atau Sila kedua : …..” yang adil dan
beradab”. Keadilan ditemukan pada prinsip kedua tersebut, yaitu realitas keadilan
manusia , menjadi dasar dan jiwa yang melandasi Keadilan pada prinsip kelima/Sila
kelima Pancasila : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang harus
diwujudkan dalam kehidupan sosial. Hubungan antara sesama menjadi yang mewakili
hubungan mendasar dalam hidup dengan antar. Bentuk keadilan dalam masyarakat,
berbangsa dan bernegara yang disebut keadilan sosial atau keadilan dalam masyarakat
luas, yaitu dalam arti keadilan hidup berdampingan dengan kebaikan, hidup
berdampingan dalam bentuk masyarakat dan juga hidup berdampingan dalam bentuk
bangsa dan negara. Inti isi “keadilan sosial” pada prinsip kelima Pancasila,
merupakan perwujudan yang terkandung dalam Proklamasi Kemerdekaan
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan kenyataan yang
adil, artinya memenuhi segala sesuatu yang menjadi haknya dalam kaitannya hidup
berdampingan dengan sesame, keadilan social harus ada dalam hidup dan keadilan
sosial syarat mutlak dan penting dalam kehidupan yang harus ditanam di perasaan hati
manusia, yaitu manusia sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial.
Keadilan Sosial, berarti tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, namun juga bagi
seluruh umat manusia. Dalam Pembukaan UUD 1945 ayat memuat kebangsaan
aspirasi keempat, yang membentuk “A Pemerintahan Indonesia Negara juga” untuk
memajukan kesejahteraan umum “. Dengan adanya keadilan sosial pada prinsip
kelima dari flosof dasar negara kita, maka berarti bahwa dalam” makmur and Fair
negara “dan” kemakmuran masyarakat “, harus menjelma dengan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai