UUD 1945 paska perubahan memperkuat posisi sila pertama. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa hal berikut, yaitu: Pertama, secara substansial, spirit, dan filosofi yang terkandung dalamUUD 1945, seperti keadilan sosial, kedaulatan rakyat,hak asasi manusia, permusyawaratan, dan lain-lain merupakan konsep yang tidak bisa terlepaskan dari nilai-nilai ketuhanan. Nilai tersebut yang bersumber dari agama yang ada di indonesia. Dimana Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam suku, budaya, dan agama. Dari perbedaan itulah dalam membangun negara yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan diperlukan adanya dasar agama yang kuat sebagai tameng dalam menjaga persatuan dan kesatuan tersebut dengan ajaran agama yang mengajarkan kerukunan serta kedamaian. Nilai KetuhananYang Maha Esa ini telah menjiwai dan membedakan konsep-konsep konstitusional bangsa Indonesia dengan bangsa ;lain. Dimana konstitusi adalah ketetntuan dan peraturan tentang ketatanegaraan. Terkait dengan Hak Asasi Manusia misalnya, bangsa ini menganut konsep HAM yang bersumber pada pengakuan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan bersumber dari pemikiran filsafat yang anthoropesentris. Oleh karena itu, konsepsi HAM berdasarak UUD 1945 juga terkandung maksud kewajiban untuk melindungi hak orang lain secara adil. Kedua, dalam UUD 1945 tidak ada satu ayat pun yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan, baik secara eksplisit maupun implisit. UUD 1945 telah menentukan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berketuhanan serta menolak atheismme, komunism, dan paham-paham lain yang anti tuhan. Ketiga, dalam UUD 1945 setidaknya terdapat tujuh ketentuan yang secara eksplisit mempertegas bahwa nilai-nilai ketuhanan merupakan roh dari konstitusi itu, yakni: 1. Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 yang menyebut “Atas berkatrahmat Allah Yang Maha Kuasa” sebagai basis pernyataan kemerdekaan Indonesia. 2. Pasal 9 UUD 1945 yang mewajibkan Presiden/Wakil Presiden bersumpah menurut agamanya. 3. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menetapkan adanya peradilan agama di bawag Mahkamah Agung. 4. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan UU. 5. Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” 6. Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang menyataan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia....” 7. Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 yang mensyaratkan bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjujungtinggi nilai- nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
2. Sila Kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
Sila kedua Pancasila sangat diperkuat oleh UUD 1945. UUD 1945 menjadikan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai hal yang cukup penting, sehingga dimuat dalam bab tersendiri, yaitu Bab XA Hak Asasi Manusia yang terdiri dari 9 Pasal dan 29 Ayat. Jika dibandingkan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), maka konsep HAM dalam UUD 1945 yang menjadi kesepakatan masyarakat internasional. Semua hal dianggap sebagai hak umat manusia secara universal juga sudah dimuat dalam UUD 1945. Konsep HAM dalm UUD 1945 tidak hanya membicarakan hak- hak setiap orang, melainkan juga kewajibannya. Sehingga tercipta suatu keseimbangan anatara Hak dan Kewajiban. Namun, Pasal 28A sampai 28I berisi sebagaimana termaktub dalam Pasal 28J ayat (1) dan (2). Pasal 28J ayat (2) merupakan terjemahan dari Pasal 29 ayat(2) DUHAM. Sehingga penyeimbangan antara hak dan kewajiban juga merupakan ketentuan HAM yang berlaku secara universal. Perlu ditegaskan bahwa di sini pasal-pasal HAM dalam UUD 1945 tidak terbatas pada Bab XA. Hal tersebut dikarenakan dalam pasal lain juga ada ketentuan secara langsung maupun tidak langsung memperkuat HAM dalam UUD 1945 sekaligus memperkuat sila kemanusiaan dalam pancasila. 3. Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” Spirit persatuan ini diperkokoh oleh UUD 1945, baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Sebelum Perubahan UUD 1945 dilaksanakan, salah satu kesepakatan dasar para pihak yang terlibat di dalamnya adalah mempertahankan NKRI. Hal tersebut berarti MPR RI yang terlibat dalam perubahan UUD 1945 telah menyerrap aspirasi seluruh masyarakat yang masih menganggap relevan keputusan para pemimpin bangsa agar Indonesia menganut negara kesatuan, bukan negara federal. Semangat untuk mempertahankan keutuhan NKRI ini kemudian di perkuat dalam Perubahan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Pada bebearapa pasal yang terdapat dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik. Selain itu, dijelaskna pula bahwa NKRI yang dibagi atas daerah-daerah, provinsi, kota, kabupaten dsb mempunyai pemerintahan yang di atur dengan undang-undang. Bagi Indonesia, NKRI lahir sebagai jawaban bahkan pelawanan atas upaya Pemerintah Belanda yang hendak memecah belah Indonesia menjasi 32 negara bagian dengan bentuk negara federal yang disebut RIS (Republik Indonesia Serikat). NKRI merupakan bagian penting dari perjuangan mengakkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaukat. Upaya mempertahankan NKRI sama dengan mempertahankan kedaulatan Indonesia itu sendiri. Selain itu juga merupakan perwujudan dari sila ketiga pancasika, yakni Persatuan Indonesia.
4. Sila Keempat “Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
permusyawaratan Perwakilan” Dalam sila keempat Pancasila, terdapat dua kunci yang perlu di diskusikan bersama yakni kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Kongres Pancasila, 30 Mei- 1 Juni 2009, di Yogyakarta mengartikan kerakyatan dengan penguatan elemen dan peningkatan mutu masyarakat sipil sehingga masing-masing pihak selalu mengutamakan kedaulan rakyat. Pada sila ini juga ditekankan urgensi penguatan masyarakat sipil sebagai syarat bagi adanya permusyawaratan/perwakilan, sehingga proses perumusan kepentingan publik yang dilakukan dalam sebuah permusyawaratan/perwakilan berjalan sesuai dengan aspirasi rakyat serta tidak dibelokkan untuk kepentingan lainnya. UUD 1945 menerjemahkan sila keempatan itu,dalam artian penguatan masyarakat sipil, dengan pemberian kedaulatan kepada rakyat sepenuhnya. Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 30 ayat 2 UUD 1945. Pada dua pasal tersebut dijelaskan bahwa kedulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya menurut Undang-Undang Dasar. Bahkan dalam usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Dari hal tersebut, berarti semua lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 atau peraturan di bawahnya tidak boleh mendistorsi makna “kedaulatan berada ditangan rakyat” sedikitpun. Begitu pula halnya dengan pemilihan pejabat yang dilakukan secara umum melalui pemilihan yang demokratris dan mencerminkan “kedaulatan di tangan rakyat”. Mengingat urgensi sila tersebut, UUD 1945 penuh dengan ketentuan bahwa kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Dalam UUD 1945 banyak sebutan untuk rakyat yang tertulis didalamnnya. Secara teknis, kata rakyat merupakan hal yang subjektif, karena bisa saja kepentingan rakyat berbeda satu sama lain. Maka dari itu, agar tidak terjadi anarki maka Pancasila mengisyaratkan bahwa kerakyatan itu harus dibingkai dengan permusyawaratan di mana pesertanya dibentuk melalui perwakilan.
5. Sila ke lima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
UUD 1945 sebenarnya sangat tegas dalam memperkuat semangat keadilan. Bahkan, kita tidak perlu takut untuk mengatajkan bahwa inti dari pesan UUD 1945 adalah KEADILAN. Hal tersebut, terlihat dalam Pembukaan UUD 1945, dari empat alinea yang ada, tiga di antaranya menyebut secara eksplisit keharusan untuk mewujudkan “keadilan”. . Kebenaran Keadilan, menurut pengertian klasik ilmiah, artinya pemenuhan hak-hak hidup dalam hubungan social satu dengan yang lain dan hubungannya dengan kewajiban pemenuhan hakhak orang lain satu dengan orang lainnya. Kata adil dapat ditemukan dalam Prinsip atau Sila kedua : …..” yang adil dan beradab”. Keadilan ditemukan pada prinsip kedua tersebut, yaitu realitas keadilan manusia , menjadi dasar dan jiwa yang melandasi Keadilan pada prinsip kelima/Sila kelima Pancasila : “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang harus diwujudkan dalam kehidupan sosial. Hubungan antara sesama menjadi yang mewakili hubungan mendasar dalam hidup dengan antar. Bentuk keadilan dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara yang disebut keadilan sosial atau keadilan dalam masyarakat luas, yaitu dalam arti keadilan hidup berdampingan dengan kebaikan, hidup berdampingan dalam bentuk masyarakat dan juga hidup berdampingan dalam bentuk bangsa dan negara. Inti isi “keadilan sosial” pada prinsip kelima Pancasila, merupakan perwujudan yang terkandung dalam Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan kenyataan yang adil, artinya memenuhi segala sesuatu yang menjadi haknya dalam kaitannya hidup berdampingan dengan sesame, keadilan social harus ada dalam hidup dan keadilan sosial syarat mutlak dan penting dalam kehidupan yang harus ditanam di perasaan hati manusia, yaitu manusia sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Keadilan Sosial, berarti tidak hanya untuk masyarakat Indonesia, namun juga bagi seluruh umat manusia. Dalam Pembukaan UUD 1945 ayat memuat kebangsaan aspirasi keempat, yang membentuk “A Pemerintahan Indonesia Negara juga” untuk memajukan kesejahteraan umum “. Dengan adanya keadilan sosial pada prinsip kelima dari flosof dasar negara kita, maka berarti bahwa dalam” makmur and Fair negara “dan” kemakmuran masyarakat “, harus menjelma dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.