SKRIPSI
Oleh :
Zulkifli. W
NIM. 15301300076
Nama : Zulkifli. W
Nim : 15301300076
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ Tanggal Lahir : Padang Panjang/ 7 Mei 1997
Alamat : Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu
Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar
Gelar Keserjanaan : Sarjana Hukum (S.H)
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas : Syariah
Tahun Masuk/ Keluar : 2015/ 2020
Nomor Handphone : 081270961784
Email : wsjzulkifli@gmail.com
Latar Belakang Pendidikan
SD/MI : SDN 11 Sungai Jambu (2009)
SMP/MTS : SMPN 1 Pariangan (2012)
SMA/MAN : SMAN 1 Pariangan (2015)
Perguruan Tinggi : IAIN Batusangkar (2020)
Pengalaman Kerja : 1. Magang di BMT Al-Hijrah Bukittinggi
(Januari- Maret 2018)
2. Magang Pengadilan Agama Pariaman
(Agustus- Oktober 2018)
3. Magang Pengadilan Negeri Pariaman
(Oktober- November 2018)
4. KPPS Pemilu 2019 di Sungai Jambu
Motto : Do The best
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi dengan judul “Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Pembayaran
Utang Uang Melalui Hasil Penjualan Ubi Studi Kasus Di Jorong Sungai
Jambu Nagari Sungai Jambu Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah
Datar”. Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk penulisan
skripsi dalam bidang jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Dalam penulisan skripsi
ini penulis telah banyak mendapat bantuan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih, mudah-mudahan
skripsi ini dapat diterima.
Salawat serta salam penulis haturkan kepada Allah SWT semoga
disampaikan kepada junjungan ummat baginda Muhammad SAW. Sebagai
pembawa risalah yang benar dan telah meninggalkan pedoman hidup untuk
manusia sebagai petunjuk kejalan yang benar.
Kemudian Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Hukum pada Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah Institut Agama Islam Negeri Batusangkar. Penulis menyadari bahwa
dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan
berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada kedua
orang tua, ayahanda Alm. Wafdol dan ibunda Murniati.M, S.Pd.SD serta kakak
saya Rahmat Hidayat. W dan adik saya Doni Candra. W serta Mak Uwo saya
Mailis serta Mamak saya Afdol, S.Pd.SD, serta etek saya Yurna, S.Ag, serta adik
sepupu saya Ihsan, Izza, dan Mifta serta Wida Swara, S.H yang telah
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
i
Ucapan terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. H. Kasmuri selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Batusangkar, yang telah memberikan segala fasilitas yang penulis butuhkan
dalam rangka melaksanakan semua rangkaian proses akademik di IAIN
Batusangkat.
2. Bapak Dr. H. Zainuddin. MA selaku Dekan Fakulas Syariah Institut Agama
Islam Negeri Batusangkar yang telah memberikan arahan kepada penulis.
3. Ibu Dr. Elsy Reni, M.Ag selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
(HES) IAIN Batusangkar yang telah memberikan solusi dan saran kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini.
4. Bapak Inong Satriadi, S.Ag., MA selaku pembimbing akademik yang
selama ini selalu menasehati penulis dalam perkuliahan.
5. Ibu Dr. Hj. Fitri Yenni M Dalil, Lc,. M.Ag selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan nasehat, dan
memberikan arahan serta masukan kepada Penulis dalam menyelesaikan
Skripsi ini.
6. Ibuk Dr. Hj. Elimartati, M.Ag selaku penguji I yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing, memberikan nasehat, dan memberikan arahan
serta masukan kepada Penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
7. Ibuk Sulastri Caniago, M. Ag selaku penguji II yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing, memberikan nasehat, dan memberikan arahan
serta masukan kepada Penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
8. Bapak/ibuk dosen Institut Agama Islam Negeri Batusangkat yang telah
mencurahkan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis.
9. Kepala pustaka Institut Agama Islam Negeri Batusangkar yang telah
memberi izin untuk meminjam buku.
10. Ucapan terimakasih kepada masyarakat Jorong Sungai Jambu Kecamatan
Pariangan yang telah bersedia memeberikan informasi dan membantu
penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.
11. Para sahabat, Brizzick gengs (Rido Anggara SH, Bang Yogi, Afdol, Wendy
Madeira, Yudi, dan Yovie), kawan-kawan kos (Bang Didi, Bang Roby,
ii
Acik, Da On, Bang Yogi, Da Reza, dan Reo), kawan-kawan di Sungai
Jambu (Hendra, Da rido, Da Riki, Reza, Adek, Admiral, Paje,. Roby), serta
Bang Fauzan, serta teman-teman HES angkatan 2015 dan teman-teman,
adik-adik dari Jurusan Hukum Ekonomi Syariah yang senasib dan
seperjuangan dengan penulis yang tidak tersebutkan namanya satu persatu
yang telah membimbing, mengarahkan beserta memberi motivasi dalam
penyelesaian Skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis berserah diri, semoga bantuan,
motivasi dan bimbingan serta nasehat dari berbagai pihak menjadi amal ibadah
yang iklas hendaknya, dan dibalas Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan dapat memberi
manfaat kepada kita semua. Aamiin.
Batusangkar, 15 Juni 2020
Penulis
Zulkifli. W
NIM. 15301300076
iii
ABSTRAK
Zulkifli. W, NIM 15301300076. Judul skripsi: “Tinjauan Fikih
Muamalah Terhadap Pembayaran Utang Uang Melalui Hasil Penjualan Ubi
Studi Kasus Di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu Kecamatan
Pariangan Kabupaten Tanah Datar”, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah,
Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Batusangkar, 2020.
Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana pelaksanaan
akad utang piutang petani ubi dengan toke ubi dan Bagaimana mekanisme
pembayaran utang uang yang dilakukan oleh petani ubi terhadap toke ubi serta
Bagaimana tinjauan fikih muamalah terhadap pelaksanaan hutang dengan
bersyarat dan mekanisme pembayaran hutang menurut fikih muamalah. Tujuan
dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk pelaksanaan
akad transaksi utang petani ubi dengan toke ubi di Jorong Sungai Jambu Nagari
Sungai Jambu Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar, mekanisme
pembayaran utang uang yang dilakukan oleh petani ubi terhadap toke ubi, dan
tinjauan fikih muamalah terhadap pelaksanaan hutang dengan bersyarat dan
mekanisme pembayaran hutang menurut fikih muamalah
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian lapangan (field
research). Sumber data primer yaitu 5 orang petani ubi yang melakukan
peminjaman uang kepada toke dan 3 orang toke ubi, sedangkan sumber data
sekunder adalah LPJ Nagari Sungai Jambu dan karya ilmiah yang berhubungan
dengan hutang piutang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah
teori Miles dan Hubermen.
Hasil penelitian ini adalah, pertama, pelaksanaan hutang antara petani ubi dengan
toke ubi yaitu toke memberikan hutang kepada petani dengan syarat petani harus
menjual hasil panen ubinya kepada toke dan toke membeli ubi tersebut dengan
harga yang harga yang ditetapkan sendiri oleh toke. Kedua, mekanisme
pembayaran hutang antara petani dan toke ubi adalah melalui hasil penjualan ubi
yang dipotong langsung oleh toke ubi sebagai bentuk pembayaran hutang.
Ketiga, pelaksanaan hutang-piutang antara petani dengan toke bertentangan
dengan akad tabarru‟ dan dalam jual beli terdapat unsur pemaksaan atau tidak
adanya kerelaan serta toke mengambil keuntungan yang merupakan bukan
haknya.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSEMBAHAN
BIODATA
ABSTRAK ...................................................................................................................... iv
v
3. Rukun dan Syarat Jual Beli ........................................................................... 25
4. Macam-macam Jual Beli ............................................................................... 31
C. Riba ...................................................................................................................... 34
1. Pengertian Riba ............................................................................................. 34
2. Dasar Hukum Riba ........................................................................................ 35
3. Macam-macam Riba ..................................................................................... 36
D. Menghubungkan Jual Beli Dengan Utang ....................................................... 37
1. Pengertian, Jenis Multi Akad ........................................................................ 37
2. Macam-Macam Multi Akad .......................................................................... 39
3. Hukum Multi Akad ....................................................................................... 40
4. Batasan dan Standar Multi Akad ................................................................... 41
E. An-Taradin Minkum .......................................................................................... 42
1. Pengertian An-Taradin Minkum ................................................................... 42
2. Dasar Hukum An-Taradin Minkum .............................................................. 42
3. Kriteria An-Taradin Minkum Pada Akad Jual Beli ...................................... 44
F. Penelitian Relevan .............................................................................................. 45
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................... 47
vi
2. Potensi Nagari Sungai Jambu ........................................................................ 55
B. Pelaksanaan Akad Transaksi Utang Petani Dengan Toke Ubi
di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu ............................................ 57
C. Mekanisme Pembayaran Utang Uang Yang Dilakukan Oleh Petani
Ubi Terhadap toke Ubi ...................................................................................... 62
D. Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Pelaksanaan Hutang
Dengan Bersyarat dan Mekanisme Pembayaran Hutang
Menurut Fikih Muamalah ................................................................................. 65
BAB V PENUTUP .......................................................................................................... 74
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 74
B. Saran ................................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
harta yang diambil oleh orang yang berhutang disebut qardh karena orang
yang memebri utang memotongnya dari hartanya.
Utang piutang yang dalam Islam disebut qardh merupakan salah satu
bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab, dengan
memberikan uang (atau barang yang lain) berari menyayangi manusia,
mengasihi mereka, memudahkan urusan mereka, dan menghilangkan
kesusahannya. Islam menganjurkan dan menyarankan bagi orang yang
(berkecukupan) untuk memberikan pinjaman. Islam juga membolehkan
(orang yang kesusahan) menerima hutangan dari orang yang menghutanginya
dan ia termasuk orang yang meminta-minta yang dimakruhkan. Sebab, orang
yang meminjam atau berhutang mengambil harta atau barang dan
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah itu mengembalikan
harta atau barang yang dipinjamkannya. (Sabiq, 2012: 234)
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 245:
tempat peminjaman uang. Toke akan membeli ubi dengan harga yang
ditetapkan sendiri yang harganya lebih rendah dari harga pasar. Pembayaran
hutang dilaksanakan setelah petani menjual ubinya kepada toke, kemudian
toke tersebut langsung memotong hasil penjualan sebanyak hutang petani,
jika ada bersisa akan diberikan kepada petani, jika kurang petani akan
melunasi keseluruhan hutang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Mailis seorang petani ubi
mengatakan “Saya meminjam uang sebesar Rp. 700.000,- kepada toke ubi
untuk modal menanam ubi. Toke tersebut meminjamkan uang kepada saya
dengan syarat setelah ubi itu dipanen Saya harus menjual ubi kepada toke
tersebut dan pembayaran hutang tersebut dilakukan setelah penjualan ubi.
(wawancara dengan Ibu Mailis petani ubi: 13 Agustus 2019, 19:40)
Hasil wawancara dengan Ibuk Ermawati petani ubi mengatakan “Bagi
petani yang memin jam uang ke toke, ubi harus dijual ke toke dengan harga
yang berbeda dengan petani yang tidak meminjam uang ke toke. Perbedaan
harga mencapai Rp. 20.000,- per karung dengan harga yang sebenarnya yaitu
Rp. 150.000,-. (wawancara dengan Ibu Ermawati petani ubi: 14 Agustus
2019, 20:08)
Hasil wawancara bapak Def petani ubi saling berkaitan dengan hasil
wawancara Ibuk Ermawati “Bagi petani yang meminjam uang ke toke, ubi
harus dijual ke toke dengan harga yang berbeda dengan petani yang tidak
meminjam uang. Perbedaan mulai dari Rp. 10.000,- per karung sampai Rp.
20.000,;- dari harga yang sebenarnya yaitu Rp. 150.000 ,- per karung.
(wawancara dengan Bapak Def petani ubi: 15 Agustus 2019, 17:07)
Misalnya A sebagai petani ubi meminjam uang kepada B sebagai toke
ubi. A mendapatkan pinjaman uang dari B dengan syarat A harus menjual ubi
kepada B dan pelunasan peminjaman uang A dibayarkan ketika panen ubi
tersebut. Ubi yang dibeli B ke A lebih rendah dari harga pasaran. Misalnya
harga pasaran Rp. 150.000,-, maka B akan membeli dengan harga Rp
130.000,-. Dan C sebagai petani ubi yang menjual ubinya ke B dan tidak
5
meminjam uang kepada B, maka B membeli ubi tersebut sesuai dengan harga
pasar yaitu Rp. 150.000,-.
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa peminjaman uang
dengan syarat penjualan ubi ini muncul beberapa persoalan, yaitu utang
bersyarat dan toke menarik keuntungan dari peminjaman melalui
diturunkannya harga.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan
penelitian di nagari tersebut dengan judul: “Tinjauan Fikih Muamalah
Terhadap Pembayaran Utang Uang Melalui Hasil Penjualan Ubi Studi
Kasus Di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu Kecamatan
Pariangan Kabupaten Tanah Datar”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan,
maka fokus penelitian ini adalah tinjauan fikih muamalah terhadap
pembayaran utang uang melalui penjualan ubi studi kasus di Jorong
Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu Kecamatan Pariangan Kabupaten
Tanah Datar.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan akad utang piutang petani ubi dengan toke ubi
di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu Kecamatan Pariangan
Kabupaten Tanah Datar?
2. Bagaimana mekanisme pembayaran utang uang yang dilakukan oleh
petani ubi terhadap toke ubi?
3. Bagaimana tinjauan fikih muamalah terhadap pelaksanaan hutang
dengan bersyarat dan mekanisme pembayaran hutang menurut fikih
muamalah?
6
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk pelaksanaan akad transaksi
utang petani ubi dengan toke ubi di Jorong Sungai Jambu Nagari
Sungai Jambu Kecamatan Pariangan Kabupaten Tanah Datar.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan mekanisme pembayaran utang
uang yang dilakukan oleh petani ubi terhadap toke ubi
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan tinjauan fikih muamalah terhadap
pelaksanaan hutang dengan bersyarat dan mekanisme pembayaran
hutang menurut fikih muamalah
E. Manfaat dan Luaran Penelitian
1. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a) Teoritis
Merupakan suatu harapan bagi penulis untuk dapat memahami dan
mengerti secara lebih jelas mengenai pelaksanaan pinjam
meminjam uang melalui penjuan ubi ditinjau dari perspektif
muamalah sehingga bermanfaan bagi penulis dan menambah
khasanah ilmu bidang agama.
b) Praktis
1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi lembaga pendidikan
Hukum Ekonomi Syariah dan khususnya Institut Agama Islam
Negeri Batusangkar
2) Untuk meningkatkan wawasan ilmiah dan mengamalkan Tri
Dharma Perguruan Tinggi
2. Luaran Penelitian
Adapun luaran dari penelitian ini yaitu:
a. Dapat dipublikasikan pada jurnal kampus IAIN Batusangkar.
b. Untuk membantu memecahkan masalah pada objek yang diteliti.
c. Sebagai bahan bacaan di perpustakaan IAIN Batusangkar
7
F. Definisi Operasional.
1. Utang Piutang
Utang piutang dalam kamus bahasa Indonesia terdiri dari dua
suku kata yaitu utang yang mempunyai arti uang yang dipinjam dari
orang lain. Sedangkan kata piutang mempunyai arti uang yang
dipinjamkan (dapat ditagih dari orang lain).
Menurut ahli fikih utang atau pinjaman adalah transaksi antara
dua pihak yang satu menyerahkan uangnya kepada yang lain secara
suka rela untuk dikembalikan lagi kepadanya pihak kedua dengan hal
yang serupa.
Adapun pengertian utang piutang yang lain yaitu memberikan
sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang
sama dengan itu. (Arianti, 2014: 22)
Utang piutang yang penulis maksud adalah utang piutang
bersyarat yang dilakukan oleh petani ubi dengan toke ubi di Jorong
Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu.
2. Jual Beli
Jual beli secara bahasa adalah tukar menukar sesuatu dengan
sesuatu atau pemindahan harta milik kepada oranglain dengan jalan
tukar menukar.
Menurut istilah (terminologi), jual beli suatu perjanjian tukar-
menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di
antara kedua belah pihak, yang satu menyerahkan benda-benda dan
pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang
telah dibenarkan oleh syara‟ dan disepakati. (Suhendi, 2002: 68)
Jual beli yang penulis maksud adalah jual beli sebagai syarat
utang piutang antara petani ubi dengan toke ubi di Jorong Sungai
Jambu Nagari Sungai Jambu.
3. Fiqh Muamalah
8
A. Hutang Piutang
1. Pengertian Utang Piutang
Utang piutang dalam kamus bahasa Indonesia terdiri dari dua suku
kata yaitu utang yang mempunyai arti uang yang dipinjam dari orang
lain.Sedangkan kata piutang mempunyai arti uang yang dipinjamkan
(dapat ditagih dari orang lain).
Sedangkan menurut ahli fikih utang atau pinjaman adalah transaksi
antara dua pihak yang satu menyerahkan uangnya kepada yang lain
secara suka rela untuk dikembalikan lagi kepadanya pihak kedua dengan
hal yang serupa. Atau seseorang menyerahkan uang kepada orang lain
untuk dimanfaatkan dan kemudian dikembalikan lagi sejumlah yang di
hutang.
Orang yang berutang wajib mengembalikan pinjaman bila telah
jatuh tempo pelunasan. Dan bagi yang mampu melunasi, haram
hukumnya menunda-nunda pembayaran. (Rijal, 2013: 99)
Adapun pengertian utang piutang yang lain yaitu memberikan
sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang
sama dengan itu. (Arianti, 2014: 22)
Sedangkan Abdurrahman Al Jaziri mengemukakan bahwa, utang
menurut bahasa adalah memutuskan dan dinamakan juga harta yang
diberikan kepada orang yang berhutang kemudian diganti dengan harta
yang sama sempurna karena sesungguhnya hutang memutuskan dari pada
harta orang yang berpiutang.
Dalam kitab fiqih sunnah dijelaskan bahwa: “utang menurut bahasa
adalah memotong, dinamakan harta yang diberikan kepada orang yang
berhutang akan sempurna karena sesungguhnya utang memutuskan
daripada harta orang yan berpiutang.
9
10
فسألتما عن السلف فقاال كنا:عن عبد الرحمن بن أبز وعبد اهلل بن أوفى قال
نصيب المغانم مع رسول اهلل ص لى اهلل عليو وسلم وكان يأتينا انباط الشام
)فنسلفهم في الخطة والشعير الزبيب (رواه البيهقي
“Dari Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Aufi ra berkata: Maka
bertanyalah keduanya tentang meminta-minta mereka berkata : Kami
mendapat barang-barang rampasan bersama Rasulullah Saw dan
sekelompok dari golongan Syam datang kepada kami, maka kami
mengutangkan gandum (Sya‟ir) dan kismis kepada mereka (HR
Baihaqi)”. (al-Baihaqy, 1994: 20)
Sistem utang piutang telah berlangsung sejak zaman Nabi Saw dan
Nabi menyaksikan sendiri para sahabat melakukan transaksi utang
piutang.
قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم من نفس عن:عن ابى ىريرة رضي اهلل عنو قال
مسلم كربة من كرب الدنيا نفس اهلل عنو كربة من كرب يوم القيامة ومن يسر على
13
معسر يسراهلل عليو فى الدنيا واألخرة ومن ستر مسلما ستره اهلل من الدنيا واآلخرة
)واهلل فى عون العبد ماكان العبد فى عون أخيو (رواه مسلم
كان لرجل على النبي صلى اهلل عليو وسلم: عن ابى ىريرة رضي اهلل عنو قال
سن من اإلبل فجاءه يتقاضاه فقال أعطوه فطلبوا سنّو يجد الو إال سنّا فوقها
ّ
فقال أعطوه فقال أوفيتني أو فى اهلل بك قال النبي صلى اهلل عليو و سلم
)حياركم احسنكم فضاء (رواه البخرى
“Dari Abu Hurairah ra Rasulullah datang Kepada seorang laki-
laki meminjam satu unta kemudian beliau membayar dengan satu
unta yang lebih baik umurnya (lebih tua) dari pada unta yang
beliau pinjam seraya berkata: hendaklah kamu memberikannya
cukuplah bagimu Allah besertamu Rasulullah SAW berkata:
“Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang
paling baik dalam membayar hutangnya (HR Bukhari).” (Bukhari,
1987, p.93 ).
b. Jaminan orang
Jaminan orang dalam arti luas disebut dhaman, penanggung
hutang atau orang yang diikutsertakan untuk menjamin hutang
seseorang.
Sebagai penjamin hutang maka orang lain dimaksudkan akan
menanggung pembayaran hutang itu kalau yang berhutang pada
waktu yang telah disepakati tidak dapat membayar. Tetapi
walaupun dalam suatu hutang piutang ada jaminan orang tidak
berarti yang berhutang menggantungkan diri sepenuhnya kepada
penjamin.Dalam hal ini yang berhutang harus tetap melunasi
hutangnya.Dan kalau yang berhutang dapat melunasi hutangnya,
maka penjamin tidak perlu untuk memberikan pembayaran kepada
yang diberi jaminan.
Suatu akad dengan hutang piutang mempunyai rukun dan
syarat-syarat tertentu. Adapun rukun dan syarat-syarat itu sebagai
berikut:
a) Yang menjamin, disyaratkan harus baliq,berakal, tidak
mubazir dan atas kehendak sendiri.
b) Yang berpiutang, disyaratkan diketahui oleh penjamin
c) Yang berhutang syaratnya mengetahui adanya penjamin
d) Jaminan orang, disyaratkan keadaannya diketahui dan sifatnya
tetap (tidak sementara atau berubah)
e) Lafaz (kalimat) jaminan, disyaratkan yang mengandung makna
jaminannya dan tidak digantungkan kepada sesuatu yang
masih sementara.
21
B. Jual Beli
Jual beli dalam bahasa Arab adalah al- ba‟i, asy-syira‟, al-mubadah,
dan at-tijarah, sedangkan menurut etimologi adalah tukar menukarsesuatu
dengan sesuatu yang lain. ( Muslich, 2010 : 174)
1. Pengertian Jual Beli
a. Pengertian Jual Beli Secara Bahasa (etimologi) menurut pendapat
ulama yaitu:
1) Menurut Sayyid Sabiq
2) Menurut Hanafiyah
بيع شرعا مبا دلة مال بمال على سبيل عن تراض أونقل ملك بعوضعلى
وجو المأذون فيو
“Jual beli menurut syara‟ adalah tukar menukar harta dengan
harta atas dasar suka sama suka atau pemindahan hak milik
dengan mendapatkan ganti sesuai dengan cara yang
ditentukan”
Adapun pengertian jual beli dalam arti umum adalah suatu akad
atau kegiatan tukar menukar harta dengan harta atau tukar menukar
harta dengan manfaat. Sedangkan jual beli dalam arti khusus ialah tukar
menukar harta dengan uang yang berharga menurut ketentuan Islam
yang dilakukan antara penjual dan pembeli atas dasar suka sama suka
dengan tujuan saling tolong menolong antara satu dengan lainnya.
(Suhendi, 2002 : 68)
2. Dasar Hukum Jual Beli
Dalam ajaran Islam, sesuatu aktifitas yang dilakukan oleh
manusia harus ada dasar hukumnya.Dalam hal ini, al-Quran dan Hadits
Nabi Muhammad SAW, ijma‟ ulama.
a. Dasar hukum jual beli dalam al-Quran di antaranya:
1) Firman Allah Surat An-nisa‟ ayat 29:
24
d. Baligh
Orang yang sudah cukup umur dan dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, maka
jual beli yang dilakukan oleh anak kecil adalah tidak sah.
(Hasan, 2004 : 119 )
2. Syarat objek jual beli
Maksud objek jual beli di sini adalah benda yang menjadi sebab
terjadinya perjanjian jual beli.
a. Kesucian barang
Barang yang ditransaksikan harus suci, sehingga tidak sah
penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi, dan yang lainnya.
b. Kepemilikan orang yang berakad atas barang tersebut
Barang yang ditransaksikan harus dimiliki oleh orang yang
sedang melangsungkan akad atau mendapatkan izin atau kuasa dari
orang yang memiliki barang (yang akan diakadkan).
c. Kemampuan untuk menyerahkan barang
Barang yang ditransaksikan harus bisa diserahterimakan
secara syar‟i dan secara fisik.
d. Mengetahui(barang tersebut jelas)
Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang dan jumlah
harganya tidak diketahui, maka perjanjian jual beli itu tidak
sah.Sebab bisa jadi perjanjian tersebut mengndung unsur penipuan.
e. Telah diterimanya barang yang dijual
Barang yang akan dijual harus sudah diterima oleh penjual
apabila sebelumnya dia memperoleh barang tersebut dengan
pertukaran.
3. Lafal akad jual beli
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual
beli adalah kerelaan kedua belah pihak.Kerelaan kedua belah pihak dapat
dilihat dari ijab dan qabul yang dilangsungkan.Akad ialah kata antara
penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan
30
3. Macam-Macam Riba
a. Riba akibat hutang piutang disebut riba qiradh yaitu suatu manfat atau
kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(muqtarid).
b. Riba jahiliyah yaitu hutang yang dibayar dari pokoknya, karena si
peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang
ditetapkan.
37
c. Riba akibat jual beli disebut riba fadl yaitu pertukaran antar barang
sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dan barang yang
dipertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi.
d. Riba nasi‟ah yaitu penangguhan atas penyerahan benda ribawi. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaann, perubahan atau tambahan antara
yang diserahkan pada saat jatuh tempo dengan yang diserahkan
kemudian. (Wahab, 2017: 29)
melakukan ijab dan qabul hanya dapat dilakukan oleh orang yang
telah memiliki kecakapan (ahiyyah) yaitu baliqh dan berakal.
Allah SWT memerintahkan kepada orang yang beriman agar
hanya memperoleh keuntungan dari sesamanya hanya dengan jalan
perniagaan (baik barang atau jasa) yang berlaku secara rida sama rida,
sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa‟ (4) ayat 29,
yang berbunyi:
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
lapangan (field research). Penelitian ini melalui pendekatan penelitian
kualitatif, yaitu prosedur penelitian dengan hasil data deskriptif. Dalam
penelitian ini peneliti akan meneliti pelaksanaan utang piutang dan proses
pembayaran hutang petani ubi kepada toke ubi di Jorong Sungai Jambu.
B. Latar dan Waktu Penelitian
a. Latar Penelitian
Penelitian yang akan penulis lakukan bertempat di Jorong
Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu Kecamatan Pariangan Kabupaten
Tanah Datar.
b. Waktu Penelitian
Adapun waktu dalam Penelitian yang penulis lakukan dapat
dilihat sebagai berikut:
Tabel 1
Time Schedule Penelitian
NO Kegiatan Bulan
2019 2020
Agus
Sept
Nov
Juni
Mar
Mei
Apr
Des
Okt
Feb
Jan
1
Survei Awal
2 Pembuatan
Proposal
Proses
4 Bimbingan
Pra Seminar
5 Seminar
47
48
Proposal
6 Revisi Pasca
Seminar
7 Penelitian
skripsi
8 Bimbingan
Skripsi
9 Sidang
Munaqasyah
10 Revisi Pasca
Munaqasyah
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah peneliti sendiri.
Insturmen pendukung yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan, guna mendapatkan data
dari pihak petani ubi dan toke ubi di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai
Jambu. Instrumen tambahan lainnya adalah buku catatan, pena, Hp, dan
alat bantu lainnya.
D. Sumber Data
Pada penelitian ini, sumber data yang penulis pakai adalah :
a. Sumber Data Primer.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah 5 orang petani
ubi yang melakuan peminjaman uang kepada toke dan 3 orang toke ubi
di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder atau data tambahan segala sesuatu yang
dapat dijadikan data tambahan atau pelengkap dalam mengungkapkan
masalah dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan LPJ Nagari
Sungai Jambu serta karya ilmiah yang berhubungan dengan hutang
piutang.
49
yang sama kepada 3 orang petani ubi dan 2 orang toke ubi di Jorong
Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu.
BAB IV
51
52
Tabel 4.1
Letak Topografi
Nagari Sungai Jambu Kecamatan Pariangan
No Topografi Kemiringan Luas (Ha) %
2 Wilayah - - -
Berombak
3 Wilayah - - -
Bergelombang
4 Wilayah - 396 76
53
Berbukit
Jumlah 521 100
2 Labuatan 551
4 Batur 425
Jumlah 2.822
d. Komposisi Penduduk
1) Menurut Jenis Kelamin
Dilihat dari segi komposisi penduduk berdasarkan jenis
kelamin di Nagari Sungai Jambu dapat dilihat pada Tabel
berikut:
Tabel 4.3
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Di Nagari Sungai Jambu Tahun 2019
No Jorong Penduduk Jumlah
Laki-laki Perempuan
untuk upah membajak sawah, untuk upah orang menanam ubi dan
menyiangi ubi. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari
dan juga untuk keperluan anak mereka sekolah atau kuliah. Keuntungan
bagi toke ubi sebagai pemberi hutang yaitu agar dapat mengembangkan
usahanya, dengan memberikan syarat kepada petani yang berhutang agar
menjual ubi kepadanya, toke lebih mudah mendapatkan ubi apabila ada
banyak permintaan ubi. (wawancara dengan Da Nok sebagai toke ubi
pada tanggal 24 Desember 2019)
Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa petani
ubi yang melakukan hutang bersyarat kepada toke ubi, diantaranya:
Ibuk Ermawati menjelaskan bahwasanya ketika beliau melakukan
peminjaman uang kepada toke, toke memberikan syarat agar beliau
menjual hasil panen ubi kepada toke tersebut dan pembayaran hutang
tersebut dilakukan dengan cara pemotongan langsung dari hasil penjualan
ubi. Dengan dengan adanya utang ini beliau juga menjelaskan bahwasanya
beliau sangat tertolong, dengan hutang yang diberikan oleh toke tersebut
beliau mendapatkan modal untuk menanam ubi, untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari serta untuk memenuhi kebutuhan anaknya kuliah
dan sekolah. (wawancara dengan ibu Ermawati sebagai petani ubi tanggal
22 Desember 2019). Dengan demikian Ibuk Ermawati melakukan praktek
hutang bersyarat di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu
dikarenakan keadaan ekonomi yang dihadapi dan untuk modal, maka dari
itu beliau memilih untuk melakukan hutang bersyarat yang mana
pembayarannya dilakukan dilakukan ketika panen.
Menurut Bapak Def sebagai salah satu petani ubi di Jorong Sungai
Jambu Nagari Sungai Jambu mengatakan bahwasanya ketika memasuki
musim taman para petani mendatangi toke dan mengutarakan niatnya
untuk behutang uang kepada toke guna untuk keperluan mengolah
sawahnya untuk ditanami ubi seperti untuk memberi upah membajak
sawah, upah petani menanam ubi dan membersihkan rumput liar
ditanaman ubinya, apabila dilakukannya sendiri akan lama selesainya serta
60
untuk membeli pupuk ubi tersebut dan untuk keperluan lainnya dalam
mengolah tanaman ubinya tersebut. namun dalam memberikan hutang
piutang tersebut ada syarat tambahan agar hasil panen nanti harus dijual
pada toke ubi sebagai pemberi hutang yang telah memberikan modal.
Sebenarnya dengan adanya syarat dalam pemberian hutang tersebut
menurutnya suatu paksaan karena seharusnya jika berhutang atau
meminjam modal tidak perlu diberikan syarat. Namun karena suatu
kebutuhan dan keterbatasan modal mau tidak mau petani harus
menyanggupi syarat tersebut. Utang piutang bersyarat suah menjadi
kebiasaan masyarakat untuk menempuh jalan pintas demi memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan modal. Meskipun terasa berat petani harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh toke ubi. (wawancara
dengan bapak Def sebagai petani ubi pada tanggal 23 Desember 2019)
Ibuk Mailis petani ubi yang melakukan hutang bersyarat di Jorong
Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu mengungkapkan bahwa akad atau
perjanjian dalam melakukan hutang yaitu toke ubi sebagai pemberi hutang
memberikan hutang kepada petani tetapi dengan syarat pada saat panen ubi
tersebut, hasil panen tersebut harus dijual kepadanya, dan pembayaran
hutang dilakukan dengan cara memotong langsung dari penjualan ubi
tersebut. Ibuk Mailis menambahkan bahwasanya meski hutang yang
dilakukannya hutang bersyarat, namun bagi dirinya hutang bersyarat
tersebut cukup membantu untuk membantu untuk mendapatkan modal
guna menanam ubi. Dia tidak memungkiri keadaan ekonomi yang
mendesak untuk memenuhi kebutuhan yang lain juga menjadi salah satu
alasan mengapa beliau melakukan hutang bersyarat tersebut, karena
hutang yang telah diberikan dapat diberikan saat waktu panen tiba.
Sehingga membantu dirinya meski tidak memiliki modal awal.
(wawancara dengan Ibuk Mailis sebagai petani ubi pada tanggal 23
Desember 2019)
Tek Pik sebagai petani ubi yang melakukan hutang bersyarat
menjelaskan, beliau mengetahui bahwa hutangn tersebut bersyarat. Namun
61
hasil penjualan ubi petani dan dari penjualan ubi petani tersebut terdapat
perbedaan harga antara petani ubi yang meminjam uang kepada toke
dengan petani yang tidak meminjam uang kepada toke. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara Ibuk Ermawati selaku petani ubi, yang
mengatakan bahwa beliau membayar hutang yang diberikan toke ubi
dengan cara toke ubi memotong langsung dari hasil penjulan ubi serta toke
juga mengambil upah mencuci ubi dan mengangkut ubi dari sawah ke tepi
jalan dari hasil ubi tersebut. beliau juga mengatakan bahwa ubinya yang
dibeli toke tersebut lebih rendah dari harga pasaran, sedangkan toke
membeli ubi petani yang tidak meminjam uang kepada sesuai dengan
harga pasaran. Dan tidak ada kesepakatan pada saat akad bahwa toke akan
memotong harga jual beli ubi, toke hanya mengatakan memotong harga
jual beli ubi tersebut ketika hasil penjualan ubi diberikan kepada beliau.
(wawancara dengan buk Ermawati sebagai petani ubi pada tanggal 22
Desember 2019). Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat bahwa
adanya perbedaan harga ubi antara petani ubi yang berhutang kepada toke
dengan petani yang tidak berhutang kepada toke. Dan juga toke memotong
harga dari penjualan ubi petani tanpa adanya kesepakatan awal dengan
petani.
Petani lain juga membenarkan hal di atas, yaitu Bapak Def yang
mengatakan bahwa toke ketika melakukan akad atau perjanjian dengan
petani tidak mengatakan adanya pemotongan harga dari hasil penjualan
ubi. Apabila ada kesepakatan awal bahwa harga penjualan ubi akan
dipotong atau dibeli lebih rendah dari harga pasaran mungkin petani tidak
mau berhutang kepada toke, karena petani merasa dirugikan secara materil
dengan adanya pemotongan harga tersebut serta tidak adanya kebebasan
petani untuk menjual ubinya kepada toke lain, yang mana apabila petani
menjual ubi kepada toke lain, maka harga ubi tersebut sesuai dengan harga
pasaran. Beliau juga menambahkan terdapat perbedaan harga ubi antara
toke pemberi hutang dengan toke lain yang mana perbedaan tersebut
sebesar Rp. 20.000 per karung. Toke yang memberi hutang hanya
64
membeli ubi petani yang berhutang kepadanya sebesar Rp. 130.000 per
karung sedangkan toke lain membeli dengan harga sesuai dengan harga
pasaran yaitu sebesar Rp. 150.000. (wawancara dengan Bapak Def sebagai
petani ubi pada tanggal 23 Desember 2019)
Alasan toke memotong harga seperti yang disampaikan petani ubi
untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan hasil wawancara dengan
toke ubi yang mengatakan bahwa benar, saya memotong harga kepada
orang yang meminjam uang kepada saya, sistemnya hampir sama dengan
bank, kalau di bank kita meminjam uang akan memakai bunga, jadi dari
situ saya mengambil keuntungan, sambil menolong, petani petani terbantu
dan saya juga dapat mengambil keuntungan. (wawancara dengan Da Al
sebagai toke ubi pada tanggal 23 Desember 2019)
Dengan adanya pemotongan harga ubi seperti yang dijelaskan diatas
petani ubi merasa dirugikan, seperti yang disampaikan petani ubi yang
menjelaskan bahwa beliau merasa dirugikan dengan adanya pemotongan
harga ubi tersebut, beliau menjual ubi kepada toke yaitu 15 karung ubi
besar, 3 karung ubi menengah, dan 2 karung ubi yang kecil, kalau diambil
kerugian dari ubi yang besar saya rugi seratus lima puluh ribu belum lagi
dari ubi yang kecil dan menengah, toke mengambil banyak keuntungan
dari penjualan ubi tersebut. (wawancara dengan Ibuk Ermawati sebagai
petani ubi pada tanggal 22 Desember 2019).
Penulis melihat adanya kerugian yang ditimbulkan hutang bersyarat
ini yaitu petani harus menjual ubinya secara keseluruhan kepada toke
dengan harga yang jauh dari harga pasaran. Misalkan: petani meminjam
uang Rp. 800.000 kemudian hasil ubinya ada 20 karung, harga per
karungnya Rp. 150.000, sedangkan harga yang diberikan kepada petani
yang berhutang kepada toke adalah Rp. 140.000 per karung. Jika dengan
harga normal, maka petani akan mendapatkan uang sebesar Rp. 3.000.000,
sedangkan petani yang berhutang hanya mendapatkan uang sebesar Rp.
2.800.000. Jadi, terdapat selisih harga Rp. 200.000, jika petani berhutang
sebesar Rp. 800.000.
65
petani untuk berhutang kepada toke ubi. Sehingga mau tidak mau petani
ubi harus menjual hasil panen ubinya kepada toke ubi walaupun harga dari
hasil panen ubi tersebut di bawah harga pasaran.
Dari dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pelaksanaan jual beli ubi
yang antara petani ubi dengan toke ubi yang menjadi syarat pembayaran
hutang yang dilakukan di Jorong Sungai Jambu tidak memenuhi syarat
dari jual beli, yang mana jual beli ubi ini tidak memenuhi syarat dari
subjek jual beli. Syarat dari subjek jual beli, yaitu:
a. Berakal
Dengan demikian, jual beli yang dilakukan anak kecil yang
belum berakal, hukumnya tidak sah.Anak kecil yang sudah
mumayyiz (menjelang baligh), apabila akad yang dilakukannya
membawa keuntungan baginya, seperti menerima hibah, wasiat,
dan sedekah, maka akadnya sah menurut Mazhab Hanafi.
Yang dimaksud dengan berakad adalah dapat membedakan
atau memilih mana yang terbaik bagi dirinya.Apabila salah satu
pihak tidak berakal maka jual beli yang diadakan tidak sah.
(Lubis, 2000 : 30)
Sebaliknya apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya,
seperti meminjamkan harta kepada orang lain, mewakafkan atau
menghibahkannya tidak dibenarkan menurut hukum.
Transaksi yang dilakukan anak kecil yang mumayyiz yang
mengandung manfaat dan mudarat sekaligus, seperti jual-beli,
sewa-menyewa dan perserikatan dagang, dipandang sah menurut
hukum dengan ketentuan bila walinya mengizinkan setelah
dipertimbangkan dengan sematang-matangnya. ( Hasan, 2004 :
118-119)
b. Dengan kehendak sendiri(bukan terpaksa)
Dalam melakukan perbuatan jual beli, salah satu pihak tidak
melakukan tekanan atau paksaan atas pihak lain. Akibatnya, pihak
69
dicapai secara bebas dan tanpa paksaan, bila mana terjadi paksaan, maka
akadnya fasid. Dalam akad jual beli ubi ijab qabul dilakukan dengan
terpaksa karena petani yang meminjam uang kepada toke, harus menjual
ke toke yang meminjamkan uang. Rukun ketiga, yaitu objek akad, dengan
ketiga syaratnya memerlukan sifat-sifat sebagai unsur penyempurna, yaitu
bahwa penyerahan itu tidak menimbulkan kerugian (dharar) atau kerugian
dimana ubi yang di jual kepada toke ubi yang meminjamkan uang tersebut
dikurangkan harganya Rp. 10.000- Rp20.000/ karung, maka dari itu petani
merasa dirugikan atas pengurangan harga tersebut.
Dari penelitian yang penulis lakukan di Jorong Sungai Jambu tentang
jual beli antara petani ubi dengan toke ubi terdapat pemotongan harga jual
beli ubi tersebut. Yang mana seharusnya harga ubi perkarungnya adalah
Rp. 150.000, tetapi toke hanya membeli dengan harga Rp. 130.000
perkarung. Toke ubi memotong keseluruhan harga dari hasil panen ubi
dari petani. Dari pemotongan harga tersebut toke mengambil keutungan di
dalamnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara penulis:
Alasan toke memotong harga seperti yang disampaikan petani ubi
untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan hasil wawancara dengan
toke ubi yang mengatakan bahwa benar, saya memotong harga kepada
orang yang meminjam uang kepada saya, sistemnya hampir sama dengan
bank, kalau di bank kita meminjam uang akan memakai bunga, jadi dari
situ saya mengambil keuntungan, sambil menolong, petani petani terbantu
dan saya juga dapat mengambil keuntungan. (wawancara dengan Da Al
sebagai toke ubi pada tanggal 23 Desember 2019)
Keuntungan yang diambil toke dari pemotongan harga hasil panen ubi
ini bukanlah hak dari toke ubi melainkan hak dari petani ubi. Hal ini
merupakan perbuatan bathil. perbuatan bathil ini dilarang di dalam agama
Islam yang terdapat di dalam firman Allh SWT Q.S An-Nissa ayat 29,
yang berbunyi:
72
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa Allah SWT dengan tegas melarang
memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil adalah
membelanjakan hartanya pada jalan maksiat. Memakan harta orang lain
dengan cara bathil ada berbagai caranya, seperti memakannya dengan jalan
riba, judi, menipu, menganiaya. Termasuk juga dalam jalan yang bathil ini
segala jual beli yang dilarang syara‟ (Mahmud, 2018: 249). Apabila
melakukan apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, maka akan diberikan
hukuman oleh Allah SWT begitu juga dengan melakukan hal yang bathil
ini. Hukumannya terdapat dalam firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nissa
Ayat 30, yang berbunyi:
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa Allah SWT melarang untuk berbuat
bathil dan berbuat aniaya serta melanggar hak orang lain. Apabila
melakukan hal tersebut maka akan di masukkan ke dalam neraka. Yang
demikian itu merupakan hal yang mudah bagi Allah SWT.
73
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai Tinjauan Fiikih
Muamalah Terhadap Pembayaran Hutang Uang Melalui Penjualan Ubi Studi
Kasus di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu Kecamatan Pariangan
Kabupaten Tanah Datar, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Dari penelitian yang penulis lakukan, akad hutang piutang yang dilakukan
antara petani ubi dengan toke ubi di Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai
Jambu termasuk kepada hutang bersyarat. Karena pada saat peminjaman
kepada petani toke mensyaratkan agar petani menjual ubinya kepada
petani.
2. Proses pembayaran hutang petani kepada toke yaitu dengan cara petani
menjual ubinya kepada toke. Dari penjualan tersebut adanya kerugian dari
petani ubi karena toke ubi membeli ubi petani jauh di bawah harga
pasaran dan menurunkan harga keseluruhan dari hasil panen ubi petani.
3. Berdasarkan tinjuan fikih muamalah akad hutang piutang yang terjadi di
Jorong Sungai Jambu Nagari Sungai Jambu merupakan akad yang
bertentangan dengan akad tabarru‟, karena dalam memberikan hutangnya
toke memberikan syarat agar petani ubi yang berhutang kepadanya harus
menjual hasil ubi kepadanya. Kemudian di dalam jual beli ubi terdapat
unsur keterpaksaan dan toke mengambil keuntungan yang bukan
merupakan haknya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap hutang
piutang bersyarat di Jorong Sungai Jambu, maka penulis ingin memberikan
saran, yaitu:
74
75
1. Bagi pihak toke ubi agar tidak mengambil manfaat dalam memberikan
hutang, dan memberikan hutang kepada petani dengan niat untuk
menolong petani, bukan mencari keuntungan dari hutang yang diberikan.
2. Bagi pihak toke ubi agar tidak membedakan harga petani ubi yang
berhutang dengan petani ubi yang tidak berhutang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Hasan Binjai, 2006, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Amir Syarifuddin, 2010, Garis-Garis Besar Fiqh,Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Agus Rijal, 2013, Utang Halal Utang Haram, Jakarta : Pt Gramedia Pustaka Utama
Basyir, Ahmad Azhar, 2000, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),
Yogyakarta: UII Press
Chumaedatul Umamah, 2013, Pinjaman Bersyarat Dalam Tinjauan Hokum Islam
(Studi Di Dusun Tegalsari, Desa Kawungantenlor, Kec.Kaunganten,
Kab.Cilacap, Fakultas syariah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Yogyakarta
Denim Sudirman, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Jakarta: PustakaSetia
Farida Arianti, 2014, Fikih Muamalah II, Batusangkar: Stain Batusangkar Press
Ghofur, Abdul, 2016, Konsep Riba Dalam Al-Qur‟an, Volume VII,
journal.walisongo.ac.id, 3 Oktober 2019
Hasanudin Maulana, 2011, Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, Vol III, journal.uinjkt.ac.id, 2
Oktober 2019.
Hendi Suhendi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Hidayanto, M. Fajar, 2008, Praktek Riba dan Kesenjangan Sosial, Vol. II,
journal.uii.ac.id, 3 Oktober 2019
Hulaify, Akhmad, 2019, Asas-asas Kontrak (Akad) Dalam Hukum Syari‟ah,
ojs.uniska.ac.id/attadbir, 2 oktober 2019
Lubis, Suhrawardi. K, 2000, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika
Nasrun Haroen, 2000, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama
Mahmud, Taufiq, 2013, Memakan Harta Secara Bathil (Perspektif Surat An-Nisa: 29
dan At-Taubah: 34), Vol 17, journal.lhokseumawe.ac.id, 24 Juni 2020.
M. Ali Hasan, 2004, Berbagai Transaksi Dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo
Muslich, Wardi Ahmad, 2010, Fiqh Muamalah, Jakarta: Amzah
Muhammad Nasiruddin al-Albani, 2011, Fikih Sunnah, Jakarta: Cakrawala
Publishing.
Rohman , Abdur, 2016, Menyoal Filosofi An Taradin Pada Pada Jual, Volume 3,
journal.trunojoyo.ac.id, 2 oktober 2019
Sabiq Sayyid, 2012, Fikih Sunnah 5, Jakarta: Cakrawala Publishing
Sahrani, Sohari dkk, 2011, Fikih Muamalah, Bogor: Ghalia Indonesia
Siswadi, 2013, Jual Beli Dalam Perspektif Islam, Vol III, ejornal.kopertais4.or.id, 3
Oktober 2019.
Susiawati, Wati, 2017, Jual Beli dan Dalam Konteks Kekinian, Vol. 8,
http://journal.uhamka.ac.id/index.php/jei, 3 Oktober 2019
Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung :CV. Alfabeta
Syafe‟I Rachmad, 2004, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia.
Wahab, Muhammad Abdul, 2018, Fiqh Pinjam Meminjam („Ariyah), Jakarta: Rumah
Fiqih Publishing
Wahab, Fatkhul, 2017, Riba: Transaksi Kotor Dalam Ekonomi,
ejournal.alqolam.ac.id, 3 oktober 2019
Wahbah Az-Zuhaili, 2011, Fiqih Islam 5, Jakarta: Gema Insani
Wahyuddin, Iwan, 2016, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hybrid Kontrak Dalam
Akad Syariah, journal.uii.academia.edu, 2 Oktober 2019
Yulianti, Rahmani Timorita, Riba Dalam Perspektif Ekonomi Islam, Vol. II,
journal.uii.ac.id, 3 Oktober 2019.
Zainal Arifin, 2013, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pinjaman Di Koperasi
PT Djarum Kudus, Syariah, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Yogyakarta
DAFTAR WAWANCARA