Anda di halaman 1dari 78

JUAL BELI PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM

(Studi di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten


Tanjung Jabung Timur)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna


Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam
Ilmu Syariah

Oleh :
SYAMSUDIN
NIM: SHE. 130149

KONSENTRASI HUKUM BISNIS ISLAM


JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1439 H / 2018 M
MOTTO

‫ض مِنْكُم‬
ٍ ‫ن َترَا‬
ْ‫ع‬َ ‫ن ِتجَارَ ًة‬
َ ‫ن َتكُو‬
ْ َ‫طلِ إِلَّا أ‬
ِ ‫ن آمَنُوا ال تَأْكُلُوا أَمْوَاَل ُكمْ َبيْنَ ُكمْ بِالْبَا‬
َ ‫يَا أ َُّيهَا الَّذِي‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku suka sama suka di antara kamu.”. (Q.S. An-Nisa’(4):29).
PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah


Diri ini tiada daya tanpa kekuatan dari Mu
Shalawat dan salamku kepada Nabi Muhammad SAW.
Kuharapkan syafa’at beliau di penghujung hari nanti.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada:
Kedua orang tuaku tercinta,
Bapak Alimuddin dan Ibu Indo Tang
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih.
Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat Ibu, Bapak bahagia dan bangga.
Serta adik-adikku Indo Angka,Jumarna dan Marni Olivia
Yang selalu menyayangiku, mencintaiku, dan
Menantikan keberhasilanku.
Juga kepada sahabat-sahabat ku yang tercinta yang tidak dapatku sebutkan satu
persatu
Yang selalu dan tak henti memberi motivasi dan semangat
Terima kasih untuk semua do’a, cinta, kasih sayang, motivasi dan dukungan.
Semua ini tiada dapat ku balas hanya dengan selembar kertas bertuliskan kata cinta.
ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan mengungkap tentang jual pinang berkulit menurut hukum
Islam (Studi di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur). Sebagai tujuan antaranya adalah untuk mengetahui
proses terjadinya praktik jual beli beli pinang berkulit yang dilakukan oleh
masyarakat di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur,dan untuk mengetahui perspektif hukum Islam dalam jual
beli pinang berkulit yang dilakukan oleh masyarakat Desa Siau Dalam Kecamatan
Muara Sabak Timur. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis ditemukan bahwa yang
mempengaruhi terjadinya praktik jual beli pinang berkulit di dalam karung adalah
karena petani ingin mempercepat pekerjaannya dan mudah mendaptkan uang
secepatnya, sedangkan pembeli mendapatkan harga yang lebih murah di
bandingkan dalam membeli keadaan yang sudah siap dikocek. Ketidak jelasan
tersebut dikarenakan pinang yang dijual tidak terlihat dengan jelas kuantitas dan
kualitasnya. Namun berdasarkan pengakuan dari petani dan pembeli dalam
praktik jual beli pinang berkulit didalam karung tidak menyebabkan kerugian baik
terhadap petani maupun pembeli. Sehingga praktik jual beli pinang berkulit
dikategorikan dalam jual beli yang sedikit gharar, dan ketentuannya dikembalikan
kepada adat dan kebiasaan, dan diperbolehkan menurut mazhab Imam Malik yang
terdapat sedikit gharar.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunianya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “JUAL BELI

PINANG BERKULIT MENURUT HUKUM ISLAM (Studi di Desa Siau

Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur).

”. Shalawat serta salam kami haturkan kepada nabi Muhammad Saw, karena

berkat perjuangan beliau kita dapat merasakan indahnya hidup seperti saat ini.

Adapun skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi persyaratan

dalam rangka memperoleh gelar (S1) ilmu Hukum Ekonomi Syar’iah fakultas

Syari’ah Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak kekurangan sehingga

skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan keterbatasan yang

dimiliki oleh penulis. Walaupun demikian penulis telah berusaha semaksimal

mungkin agar inti dari skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca di

kemudian hari.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga penulis

dapatmenyelesaikan skripsi ini, terutama kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA., selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi

2. Bapak DR. A. A. Miftah, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

ix
3. Bapak H. Hermanto, Lc, M. HI., Ph. D., selaku Wakil Dekan 1 bidang

Akademik Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

4. Ibu DR. Rahmi Hidayati, S. Ag., M. HI., selaku Wakil Dekan II bidang

Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Syari’ah UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

5. Ibu DR. Yuliatin, S. Ag., M. HI., selaku Pembantu Dekan III bidang

Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi

6. Ibu MARYANI, S. AG., M. HI., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi

Syari’ah Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

7. Ibu Pidayan Sasnifa, SH., M. Sy., selaku sekertaris jurusan Hukum Ekonomi

Syariah fakultas syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

8. Bapak Drs. H. Maulana Yusuf, M.Ag., selaku Pembimbing Skripsi 1 dan

Pembimbing Akademik Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi, yang selama ini telah membantu segala urusan yang ada dijurusan dan

banyak membantu penulis dalam rangka memberikan arahan, petunjuk dalam

penyusunan skripsi.

9. Bapak Fauzi Muhammad. S. Ag., M. Ag. selaku Pembimbing Skripsi 2

Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, yang selama ini telah

membantu segala urusan yang ada dijurusan dan banyak membantu penulis

dalam rangka memberikan arahan, petunjuk dalam penyusunan skripsi.

10. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen, dan seluruh karyawan dan karyawati

Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

x
11. Semua pihak yang ikut serta membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat

penulis skripsi ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih sederhana

dan jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan data dan pengetahuan yang

dimiliki oleh penulis.. untuk itu penulis menghargai kritik dan saran yang

membangun dari berbagai pihak terhadap skripsi ini.

Akhirnya penulis berharapa semoga skripsi ini juga dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan umumnya untuk mahasiswa dan seluruh yang

membaca skripsi ini.

Jambi, 31 Oktober 2018

SYAMSUDIN
NIM: SHE 130149

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... ii

NOTA DINAS .............................................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iv

MOTTO ........................................................................................................ v

PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 6
C. Batasan Masalah ......................................................................... 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................ 7
E. Kerangka Teori ........................................................................... 8
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 26
BAB II METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 29


B. Pendekatan Penelitian ................................................................ 29
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 30
D. Instrument Pengumpulan Data ................................................... 31
E. Tekhnik Analisis Data ................................................................ 33
F. Sistematika Penulisan................................................................. 34
G. Jadwal Penelitian ........................................................................ 37
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Siau Dalam ........................................................... 38
B. Aspek Geografis ......................................................................... 40
C. Struktur Pemerintahan ................................................................ 42
D. Aspek Demografi ....................................................................... 44
E. Aspek Ekonomi .......................................................................... 47
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Praktik Jual Beli Pinang Berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan

Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur ........... 50

B. Perspektif Hukum Islam Dalam Dalam Jual Beli Pinang Berkulit


di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten
Tanjung Jabung Timur ................................................................ 54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................. 62
B. Saran-saran ................................................................................. 62

C. Kata Penutup.............................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURICULUM VITAE
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara pribadi manusia mempunyai kebutuhan berupa pangan, sandang,

papan, dan lain sebagainya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah putus dan tidak

akan berhenti selama manusia masih hidup. Manusia dituntut untuk mampu

memposisikan dirinya berada di dalam ruang lingkup kehidupan bermasyarakat

dan berhubungan dengan orang lain guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Diantara hubungan tersebut adalah hubungan barter atau pertukaran.

Barter merupakan salah satu bentuk awal perdagangan. Sistem ini

memfasilitasi pertukaran barang dan jasa saat manusia belum menemukan uang.

Sejarah barter dapat ditelusuri kembali hingga tahun 6000 SM. Diyakini bahwa

sistem barter diperkenalkan oleh suku-suku Mesopotamia. Sistem ini kemudian

diadopsi oleh orang Fenisia yang menukarkan barang-barang mereka kepada

orang-orang di kota-kota lain yang terletak di seberang lautan. Sebuah sistem

yang lebih baik dari barter dikembangkan di Babilonia. Berbagai barang pernah

digunakan sebagai standar barter semisal tengkorak manusia. Item lain yang

populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.1

Secara sederhana barter dapat dicontohkan seperti seseorang hanya

memiliki ayam dan membutuhkan jagung, maka seseorang tersebut akan mencari

orang lain yang memiliki jagung untuk ditukar dengan ayam yang dimilikinya.

Kelemahan dari barter ini adalah terkadang sulit untuk mencari orang lain yang

bersedi

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Barter, diakses 10 Oktober 2018 pukul 21.12 WIB.

1
2

ditukarkan barang yang dimilikinya, harga atau nilai tukar yang sulit ditentukan,

sulit dibagi dalam satuan yang lebih kecil, dan sulit disimpan dalam jangka waktu

yang lama. Berangkat dari adanya kelemahan-kelemahan dengan cara barter,

manusia mulai menggunakan daya pikirnya untuk menemukan cara yang lebih

efektif dalam pertukaran barang yang dibutuhkan. Pada akhirnya manusia berhasil

menciptakan uang sebagai alat pertukaran yang lebih efektif dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Pertukaran yang dilakukan antara satu pihak dengan pihak yang lain

merupakan salah satu bentuk muamalah. Pengertian muamalah menurut Rasyid

Ridha yang dikutip oleh Abdul Rahman Ghazaly, dkk, muamalah adalah tukar

menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah

ditentukan.2 Dalam pengertian yang lain, kata muamalah yaitu peraturan yang

mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hal tukar-menukar harta

(termasuk jual beli).3

Jual beli adalah salah satu bentuk interaksi bertukar manfaat. Jual beli

merupakan kegiatan pertukaran manfaat yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan yang diinginkan. Orang yang memiliki suatu kebutuhan akan mencari

orang lain yang memiliki atau menyediakan kebutuhan yang diinginkannya.

Dengan kata lain jual beli menjadi sarana pemenuhan kebutuhan yang didalamnya

terjadi pertukaran manfaat, seseorang yang memiliki kebutuhan akan menukarkan

2
Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamalat, ed.1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2010),
hlm. 4.
3
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2012),
hlm. 2.
3

sejumlah uang yang dimilikinya untuk memperoleh barang atau jasa yang

dibutuhkan, sedangkan orang yang menawarkan barang atau jasa tersebut akan

memperoleh sejumlah uang.

Dalam melakukan proses jual beli setiap manusia akan selalu berupaya

mencari keuntungan. Manusia akan memperhitungkan dengan tepat modal yang

dikelola dan memperkirakan keuntungan yang akan didapat. Tidak jarang manusia

akan melakukan berbagai cara agar jual beli yang dilakukannya mendapatkan

keuntungan sesuai dengan yang diharapkan.

Jual beli sebagai salah satu bentuk perikatan atau perjanjian ini pada umumnya

dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Misalnya dari sisi serah terima

barang, dapat dilakukan dengan tunai, uang dibayar dimuka dan barang menyusul,

barang diterima di muka dan uang menyusul, serta barang dan uang tidak tunai.4

Keberagaman bentuk jual beli yang dibuat oleh manusia untuk memperoleh

keuntungan dan lebih dari itu juga untuk memudahkan dalam proses transaksi.

Transaksi atau aqd dalam fiqh al-muamalat adalah keterkaitan atau pertemuan

ijab dan Kabul yang berakibat timbulnya hukum. Ijab adalah penawaran yang

diajukan oleh salah satu pihak. Kabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan

mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad

merupakan tindakan hukum dua pihak, karena akad pertemuan ijab yang

mempresentasikan kehendak dari satu pihak, dan kabul yang menyatakan

kehendak pihak yang lainnya.5

4
Ibid., hlm. 109.
5
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al-Syari’ah, ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 241.
4

Karena merupakan kegiatan ekonomi yang saling menguntungkan, jual beli

harus berdasarkan pada aturan-aturan yang jelas untuk mengatur kegiatan

tersebut agar tidak merugikan salah satu pihak atau merugikan kedua pihak yang

melakukan jual beli. Maka Islam sebagai agama yang sempurna (komprehensif)

yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah, ibadah, akhlak maupun

muamalah.6 Kegiatan jual beli di dalam hukum ilmu fikih termasuk ke dalam

ruang lingkup fikih muamalah.

Fikih muamalah dalam arti khusus bermakna aturan-aturan Allah yang

wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya

dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Menurut penulis

berdasarkan pengertian fikih muamalah tersebut, dalam praktiknya jual beli harus

berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah agar jual beli tersebut

mendapat ridha Allah. Serta Islam sangat menekankan kepada umatnya agar

dalam setiap transaksi jual beli harus didasari oleh i’tikad yang baik dan

memberikan pedoman supaya kegiatan jual beli tersebut saling menguntungkan.

Agar tercipta jual beli yang menguntungkan dan tidak ada pihak yang

dirugikan, maka fikih muamalah khususnya tentang jual beli menetapkan

beberapa bentuk jual beli yang dilarang. Jual beli yang dilarang tersebut terbagi

atas dua, pertama jual beliyang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual

beli yang tidak memenuhi syarat dan rukun, dan kedua jual beli yang hukumnya

sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya,

6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 2.
5

tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. Sesuai

dengan firman Allah yang berbunyi sebagai berikut:

ٍ‫ن تَرَاض‬
ْ َ‫ن تَكُونَ تِجَارَ ًة ع‬
ْ ‫طلِ إِلَّا َأ‬
ِ ‫ن آمَنُوا ال تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَا‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّذِي‬
‫مِنْكُم‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku suka sama suka di antara kamu.”.7

Berdasarkan ayat tersebut, menurut penulis Allah menghendaki agar setiap

transaksi seperti jual beli yang dilakukan oleh umat manusia terhindari dari cara-

cara yang batil, karena Islam sangat menjaga hak-hak setiap orang dan

kemaslahatan umat agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur.

Salah satu dari kegiatan jual beli yang dilarang oleh hukum Islam adalah

jual beli gharar. Gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidak jelasan

atau keraguan tentang adanya komoditi yang menjadi objek akad, ketidak jelasan

akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan rugi, pertaruhan atau

perjudian.8 Gharar ini terjadi bila mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat

pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain).9

Seperti praktik jual beli pinang berkulit yang lakukan di Desa Siau Dalam

Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Petani Pinang

menjual pinang yang telah di panen dalam keadaan yang sudah di dalam karung.

Adapun yang mendasari petani untuk menjual pinang berkulit adalah untuk

7
an-Nisa’ (4): 29.
8
Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori, dan Analisis, cet. 1,
(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 18.
9
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 29.
6

mengurangi pekerjaan dan mudah mendapatkan uang. Sedangkan bagi pembeli

hanya melihat dari sisi luarnya saja tanpa mengetahui isi dalam karung apakah

yang ada didalam karung tersebut berkualitas baik semuanya atau kurang baik.

Dalam jual beli pinang seperti yang di lakukan para petani pinang, bisa jadi

pembeli tersebut untung dan juga rugi sebab, berbeda dengan jual beli pinang

yang sudah di kocek oleh penjual sudah pasti pembeli mendapatkan keuntungan

dibandingkan dengan membeli dalam keadaan berkulit. Dikarnakan para

pedagang nantinya akan di upahkan lagi ke masyarakat.

Dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Siau Dalam

Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Praktik Jual

beli pinang berkulit tidak ada batas waktunya.

Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap praktik jual beli

pinang berkulit tersebut. Menurut penulis yang menjadi permasalahan tersebut

adalah terdapat ketidak jelasan terhadap objek yang diperjual belikan. Pinang

berkulit tersebut tidak diketahui secara pasti baik kondisi maupun jumlah

keseluruhan dari pinang tersebut. Sehingga apakah di dalam prakteknya

menimbulkan kerugian terhadap pihak-pihak yang melakukannya dan apakah

masih sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam, dalam hal ini khususnya fikih

muamalah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana praktik jual beli pinang berkulit yang dilakukan oleh petani pinang

di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung

Jabung Timur?
7

2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap praktik jual pinang berkulit yang

dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas dan agar tidak terjadi perluasan

permasalahan, maka dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada bentuk

praktik jual beli pinang berkulit yang dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa

Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

dan yang berlangsung pada tahun 2016.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian:

a. Untuk mengetahui proses terjadinya praktik jual beli pinang berkulit yang

dilakukan oleh petani dan pembeli di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

b. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap praktik jual beli pinang

berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

Tanjung Jabung Timur.

2. Manfaat Penelitian:

a. Secara teoritis untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya

tentang hukum jual beli dalam Islam.

b. Secara praktis untuk mengimplementasikan antara ilmu pengetahuan yang

diperoleh di perkuliahan dengan fakta yang sesuai dengan kondisi yang ada

di dalam kehidupan masyarakat.


8

c. Secara akademis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu (S1) pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam

Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

E. Kerangka Teori

1. Pengertian Jual Beli

Secara terminologi fikih jual beli disebut dengan al-ba’i yang berarti

menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’i

dalam terminologi fikih terkadang dipakai untuk pengertian lawannya, yaitu lafal

al-Syira yang berarti membeli. Dengan demikian, al-ba’i mengandung arti

menjual sekaligus membeli.10

Pengertian jual beli menurut beberapa ulama adalah sebagai berikut :

a. Menurut Hanafiah pengertian jual beli (al-ba’i) secara definitif yaitu tukar-

menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang

sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.

b. Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, bahwa jual beli (al-ba’i) yaitu

tukar-menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik daan

kepemilikan.11

2. Pengertian Praktik Jual Beli Pinang Berkulit

Pengertian praktik jual beli pinang berkulit di dalam penelitian ini adalah

jual beli pinang antara petani dan pembeli dimana pinang telah dipanen

dimasukkan kedalam karung tanpa takaran berat tertentu. Kondisi pinang yang

10
Ibid., hlm. 110.

11
Ibid.
9

diperjual belikan tidak diketahui oleh pembeli. Pembeli mengetahui kondisi

pinang dari luar karung dan berdasarkan informasi yang diterima dari penjual

tentang kondisi pinang tersebut.

Pinang yang di telah di panen dari kebun langsung di jual oleh petani

kepada pembeli secara borongan dalam bentuk karungan yang dilakukan oleh

pembeli pinang. Adapun yang mendasari petani menjual pinang dalam karungan

yaitu mempercepat pekerjaannya di bandingkan dalam menjual pinang yang

keadaan pinang sudah kering dimana harus membelahnya, menjemurnya, serta

mencungkilnya terlebih lagi jika dalam keadaan musim hujan dan lambat proses

jualnya.12

Informasi yang di peroleh dari pembeli mengenai kondisi pinang dari penjual

adalah sebagai berikut

a. Pinang sudah siap di panen

b. Kondisi buah pinang dalam keadaan baik.13

Berdasarkan cirri-ciri pada pinang tersebut, hampir dapat dipastikan kuantitas dan

kualitas hasil panen yang baik. Sehingga praktik jual beli pinang berkulit didalam

karung ini telah dilakukan berulang kali oleh petani dan pembeli.

3. Dasar Hukum Jual Beli Pinang Berkulit

a. Al-Qur’an

12
Wawancara dengan Kasang,Petani Pinang di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak
Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur 9 September 2018.
13
Observasi Tanda-tanda Buah Pinang Layak Panen, di Desa Siau Dalam Kecamatan
Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur 9 September 2018.
10

‫ض‬
ٍ ‫ن َترَا‬
ْ‫ع‬َ ‫ن ِتجَارَ ًة‬
َ ‫ن تَكُو‬
ْ ‫ل إِلَّا َأ‬
ِ‫ط‬ِ ‫ن آ َمنُوا ال َتأْكُلُوا َأمْوَالَكُمْ بَيْ َنكُمْ بِالْبَا‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّذِي‬

‫ِمنْكُم‬

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesama dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku suka sama suka di antara kamu.”.14
Sehubungan dengan ayat tersebut Allah SWT telah menjelaskan pokok-

pokok muamalah keharta bendaan yang adil dan diperbolehkan dalam al-Quran.

Adapun dasar yang dijadikan prinsip dalam muamalah keharta bendaan ada dua

hal, yaitu melarang memakan makanan yang batil dan saling merelakan.15

Berkaitan dengan larangan memakan makanan yang batil, hal ini berarti

mencari harta dengan jalan yang batil juga dilarang. Jual beli yang batil termasuk

jual beli yang tidak benar (ghayr shahih). Jual beli yang tidak benar adalah yang

tidak terpenuhi syarat dan rukun akadnya.16

b. As-Sunnah:

ُ ُ‫ض‬
‫للا‬ ُ‫ال َع ُْن نَ هفعُ َع ُْن َع ْب هُد ه‬
َ ‫للا ْب هُن َُع َُر َر ه‬ ُ‫ف َأخ َ ََْبنَُ َم ه ك‬
ُ َ ‫للا ْبنُ يوس‬ ُ‫َح َّدثَنَا َع ْبدُ ه‬
ُ َّ ‫ّل للاُ عَلَ ْي هُه َو َس َُّّل َنَ َى َع ُْن ب َ ْي ُع ه الث َّ َما هُر َح‬
‫ّت ي َ ْبد َُو َص ََل َُحا‬ ُ َّ ‫َع ْْن َما َأ َُّن َرس ْو َُل للاُ َص‬
َُ ‫َنَ َى الْ َبائه َُع َوالْم ْب َتا‬
.‫ع‬
Artinya: “Dari Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya
Rasulullah SAW melarang menjual buah-buahan hingga tampak
masak. Beliau melarang penjual dan pembeli.”.17

an-Nisa’ (4): 29.


14
15
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, alih bahasa Saefullah dkk, cet. 11, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008), hlm. 129.
16
Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif
Maqashid Al-Syari’ah, hlm. 244.
17
Shahih Bukhari, Jilid 12, No. 2194. Lihat Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah:
Shahih Bukhari, penerjemah Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm. 337.
11

Larangan bagi penjual adalah untuk mencegahnya agar tidak memakan harta

saudaranya dengan cara yang batil. Sedangkan larangan bagi pembeli adalah

larangan bagi pembeli bertujuan mencegah agar tidak menyia-nyiakan hartanya

dan tidak membantu pembeli mengerjakan perbuatan yang batil. disamping itu,

larangan ini juga dapat menghindarkan perselisihan dan pertengkaran.

Konsekuensi dari larangan itu adalah diperbolehkannya menjual buah

setelah masak secara mutlak, baik tidak langsung dipetik maupun lagsung dipetik,

sebab hukum sesuatu setelah batasan suatu larangan berbeda dengan hukum

adanya batasan. Sementara dalam hal ini larangan tersebut dibatasi hingga buah

itu masak. Maksudnya pada saat itu buah telah terbebas dari hama sampai pembeli

merasa yakin akan dapat memetiknya. Berbeda dengan sebelum buah itu masak,

karena hal itu mendekati suatu penipuan.18

Bertalian dengan persoalan di atas, ada beberapa masalah terkenal yang

akan kami sebutkan pokok-pokoknya. Sebab, menjual buah- buahan terkadang

dilkakukan sebelum terjadi. Akan halnya sudah terjadi, maka kadang sesudah di

petik dan kadang sebelum bercahayanya buah- buahan dan atau sesudahnya. Dan

masing-masing dari kedua bentuk yang terakhir ini kadang berupa penjualan

bebas, atau dengan syarat tetap di pohon, atau dengan syarat dipotong.19

Sementara dalam praktik jual beli pinang berkulit masih pada penelitian ini,

meskipun pinang berada didalam karung baik petani maupun pembeli

18
Ibid., hlm. 341.
19
Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, Cet.1, ( Semarang : Asy- Syifa’, 1990), hlm,
50.
12

berkeyakinan pinang yang ada didalam karung dalam kondisi baik. Keyakinan

tersebut berdasarkan kepercayaan pembeli yang diperoleh dari penjual.

c. Ijma’

Adapun dalil ijma’ adalah bahwa ulama sepakat tentang halalnya jual beli

dan haramnya riba berdasarkan dari ayat dan hadis.20 Para ulama sepakat

memperbolehkan jual beli, karena sebagian besar kebutuhan seseorang itu ada

pada kepemilikan orang lain, sementara orang itu tidak ingin memberikan

kepadanya dan adanya syariat jual beli merupakan sarana untuk mencapai apa

yang dimaksudkan tanpa ada unsur keterpaksaan.

d. Qiyas

Secara etimologis kata qiyas berarti artinya mengukur membanding sesuatu

dengan yang semisalnya. Secara terminologi definisi qiyas adalah

mempersamakan hukum sesuatu kasus yang tidak dinashkan dengan hukum kasus

lain yang dinashkan karena adanya persamaan illat hukumnya.21

Buah pinang yang layak untuk dipanen memiliki tanda-tanda sebagai

berikut: usia buah 3 bulan,permukaan kulit buah pinang menguning , dan buah

mulai berguguran. Berdasarkan keterangan tersebut penulis menganalogikan

dengan kebolehan menjual buah-buahan pada pohonnya yang telah menunjukkan

tanda-tanda kematangannya berdasarkan hadis Rasulullah SAW sebagai berikut:

20
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 104.
21
Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, Cet. 5,
(Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 77.
13

ُ‫ض ُللا‬ َ ‫للا َُر ه‬ ‫اُس هع ْيد ُ ْبن ُ هم ْينَاُقَا َل َ ه‬


‫َُس ْعت ُ َجا هب َر ُ ْب َن ُ َع ْب هد ُ ه‬: َ َ‫َع ْن َُس هل ْ هْي ُ ْب هن ُ َحيَّ َان ُ َح َّدثَُن‬
ُ‫ُفَ هق ْي َل َُو َما‬.‫َُنَ َى ُالنَّ ه ُِّب َُص َّّل ُللا ُعَلَ ْي هه َُو َس َّ َّل ُ َأ ْن ُت َباُ َع ُالث َّ َم َرة ُ َح َّّت ُتشَ هق َح‬:‫َع ْْن َماُق َا َل‬
ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُ.‫ُكُ هم ْْنَا‬ ْ َ ‫تشَ هقح؟ُقَا َل‬
ُ َ ‫َُت َم ُّار َُوت َْص َف ُّار َُوي ْؤ‬:
Artinya: “Dari Sulaim bin Hayyan, Sa’id bin Mina telah menceritakan kepada
kami, dia berkata: Aku mendengar Jabir bin Abdullah RA berkata, “Nabi
SAW melarang menjual buah-buahan hingga masak.” Maka dikatakan,
“Bagaimanakah buah itu masak?”Dia berkata, “Hingga memerah,
menguning dan sudah dapat dimakan.”.22

Berdasarkan hadis tersebut menurut penulis buah-buahan yang telah

menunjukkan tanda-tanda seperti perubahan warna dan sudah dapat untuk untuk

dipanen. Sedangkan pada buah pinang yang telah layak untuk dipanen

menunjukkan tanda-tanda seperti usia tanam serta perubahan fisik pada buah

pinang.

e. ‘Urf

Kata ‘urf berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu (‫ )عرف يرف‬sering diartikan

dengan al-ma’ruf ( ‫ )المعروف‬dengan arti sesuatu yang dikenal. Pengertian ‘urf

menurut Badran sebagaimana yang dikutip Amir Syarifuddin adalah apa-apa yang

dibiasakan dan diikuti oleh orang banyak, baik dalam bentuk ucapan atau

perbuatan, berulang-ulang dilakukan sehingga berbekas dalam jiwa mereka dan

diterima baik oleh akal mereka.23

Ditinjau dari segi obyeknya jual beli termasuk dalam ‘urf ‘amali, yaitu

kebiasaan manusia tentang sesuatu dalam bentuk perbuatan yang diadatkan atau

22
Shahih Bukhari, Jilid 12, No. 2196. Lihat Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah:
Shahih Bukhari, penerjemah Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm. 338.
23
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, cet. 7, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 412.
14

dalam bentuk muamalah yang bersifat materi. Yang dimaksud dengan perbuatan

yang diadatkan ialah perbuatan-perbuatan manusia secara individu dalam berbagai

persoalan kehidupannya dalam rangka saling tukar kemashlahatan dan

mendapatkan berbagai hak.24

Sesuai dengan kaidah ‘urf sebagai berikut:25

َ ‫ُولَ ْم ََُيدَّه ه‬,


ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُ‫ُِبد‬ َّ ‫ُكُح ْْكُ َح َ َْكُ هب هه‬
َ ‫ُالش هارع‬ ‫َُاُلْع ْرف َُُوالْ َعادَةُي ْر َجعُالَ ْي هه هُِف ه‬
ِ
ُُُُُُُُ
Artinya: “ ‘Urf dan kebiasaan dijadikan pedoman pada setiap hukum dalam
syariat yang batasannya tidak ditentukan secara tegas”.

Kaidah ini mencakup berbagai aspek dalam syariat, baik muamalat, penunaian

hak, dan yang lain. Karena penentuan hukum suatu perkara dalam syariat

dilakukan dengan dua tahapan, yaitu :

1) Mengetahui batasan dan rincian perkara yang akan dihukumi.

2) Penentuan hukum terhadap perkara tersebut sesuai ketentuan syar’i.

Adat kebiasaan (‘urf) dalam jual beli juga mempunyai peran yang sangat

penting sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara’, kaidah hukum

Islam menyatakan adat istiadat (‘urf) yang digunakan sebagai hukum pelaksanaan

jual beli dapat dijadikan sumber hukum Islam bila memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

24
Suhar AM, Metodologi Hukum Islam (Ushul Al-Fiqh), (Jambi: Salim Media Indonesia,
2015), hlm. 139.
25
“Qawa’id Fiqhiyah,” https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-
dijadikan-pedoman-pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html, akses 12 september 2018.
15

1) ‘Urf harus berlaku terus menerus (untuk semua peristiwa tanpa terkecuali)

atau kebanyakan berlaku (‘urf tersebut telah berlaku dalam kebanyakan

peristiwa).

2) ‘Urf yang diajadikan sumber hukum bagi suatu tindakan tersebut yaitu yang

berlaku pada waktu keluarnya nash, karena pengertian tersebut yang

dikehendaki oleh syara’.

3) Tidak ada penegasan (nash) yang berlawanan dengan ‘urf. Pemakaian ‘urf

tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya nash yang pasti dari syari’at,

sebab syara’ harus dapat digunakan dengan ‘urf tersebut dapat tetap dipakai.

Ditinjau dari segi ketentuan hukumnya maka ‘urf terbagi menjadi dua, yaitu:

1) ‘Urf sahih adalah adat kebiasaan masyarakat yang sesuai dan tidak

bertentangan dengan aturan-aturan hukum Islam. Dengan kata lain ‘urf yang

tidak mengubah ketentuan yang haram menadi halal, atau sebaliknya

mengubah ketentuan halal menjadi haram.

2) ‘Urf fasid adalah adat kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan

ketentuan dan dalil-dalil syara. Adat kebiasaan yang salah adalah

menghalalkan hal-hal yang haram, atau mengharamkan yang halal.26

Praktik jual beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur sudah menjadi suatu bentuk

kebiasaan. Praktik jual beli Pinang berkulit yang dilakukan petani dan pembeli

telah berlangsung sejak tahun 2011. Dalam prakteknya, baik petani maupun

26
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, Ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Hamzah, 2011), hlm. 210-211.
16

pembeli sudah saling memahami berdasarkan pengalaman mereka terhadap jual

beli Pinang Berkulit.

Kaidah Fikih Muamalah

ُ َ َ‫َُا ْ َُل ُْصلُُ ه ُِْفُاُلْمُ َُعاَُم َهُلُُْا ُلُ َُب َُحةُُُا َُّلَُُأ ُْنُُي َدَُ َُّلُ َُدهُلُْي كُلُُع‬
َُْ ‫ّل‬
‫َُتُهرُيَُْمهَا‬
ِ ِ
Artinya: “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.27
Maksud dari kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi,

pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama

(mudharabah dan musyarakah) perwakilan, dan lain-lain, kecuali yang tegas-tegas

diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi dan riba.28

Sedangkan praktek jual beli pinang berkulit tidak menyebabkan kemudaratan.

Berdasarkan pengakuan dari petani dan pembeli, jual beli yang mereka lakukan

tidak menimbulkan kemudaratan, seperti kerugian dan adanya pihak-pihak yang

merasa terzalimi.

4. Hukum Jual Beli

Perjanjian Jual beli merupakan akad dari sejumlah akad yang diatur oleh

agama. Jika dilihat dari kitab-kitab fikih akan ditemukan hukum yang terdapat

dalam perjanjian jual beli, yaitu mubah, wajib, sunat, makruh dan haram.29

27
A. Djazuli, Kaidah- Kaidah Fikih : Kaidah- Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan
Masalah-Masalah yang Praktis, Ed. 1, Cet.2, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2007), hlm. 130.
28
Hasbi Umar, Filsafat Fiqh Muamalat Kontemporer, Ed. 1, Cet.5, (Jakarta: Rajawali Pers,
2014), hlm. 192.
29
Aiyub Ahmad, Fikih Lelang: Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, (Jakarta:
Kiswah,2004), hlm. 13-16.
17

a. Mubah

Mubah adalah hukum asal dari perjanjian jual beli, hal ini sesuai dengan

firman Allah SWT:

‫َل اللَّ ُه الْبَيْ َع وَحَرَّ َم الرِِّبَا‬


َّ ‫وَأَح‬

Artinya: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba...”.30

Sesuai dengan ayat di atas, hukum jual beli pada dasarnya adalah boleh (mubah),

yang diharamkan dalam muamalah adalah apabila jual beli tersebut mengandung

unsur riba, karena riba itu bisa merugikan salah satu pihak dan dilarang oleh

agama.

b. Wajib

Hukum jual beli menjadi wajib apabila dalam keadaan terpaksa karena

melarat atau ketiadaan makanan sehingga jika barang tersebut tidak dijual dapat

mengakibatkan masyarakat luas menderita kelaparan.

Jual beli seperti ini biasanya terjadi ketika ada peperangan yang lama atau

embargo ekonomi (pemberhentian pengiriman bantuan) oleh suatu negara lain,

maka para pedagang tidak diperbolehkan menyimpan barang-barang kebutuhan

masyarakat atau bahan makanan yang diperlukan oleh masyarakat setempat.

30
Al-Baqarah (2): 275.
18

c. Sunah (mandub)

Jual beli jika dilaksanakan keluarga dekat atau sahabat-sahabatnya, maka

hukumnya sunah. Karena dalam Islam dianjurkan untuk berbuat baik kepada

sesama saudaranya, temannya, dan kaum kerabat yang lainnya.

Hukum sunah (mandub) ini hanya berlaku apabila jual beli tersebut

dilakukan dengan keluargnya sendiri atau sahabat terdekatnya, karena Islam lebih

mengutamakan hal tersebut, agar tetap terjalinnya tali persaudaraan dan

kekerabatan yang baik. Akan tetapi, apabila salah satu keluarga atau sahabat tidak

membutuhkan barang tersebut maka tidak boleh dipaksa.

d. Makruh

Makruh melaksanakan sesuatu perjanjian yang akan digunakan utnuk

melangggar ketentuan syara’ seperti menjual anggur kepada seseorang yang

diduga akan dibuat menjadi minuman keras (khamr).

Ketentuan makruh tersebut dikarenakan yang menjadi objek jual beli

dikhawatirkan akan merugikan orang lain atau dipergunakan barang yang

diperjualbelikan,serta dikhawatirkan juga akan digunakan untuk hal-hal yang bisa

membahayakan dan terdapat unsur yang dilarang oleh syara’.

e. Haram

Hukum dalam bermuamalah itu dapat berubah menjadi haram apabila benda

yang menjadi objeknya itu adalah sesuatu yang memang telah diharamkan oleh

syara’, seperti khamr, bangkai, daging babi dan sebagainya.


19

5. Rukun Jual Beli dan Syarat-syarat Jual Beli

Suatu transaksi harus memenuhi rukun dan syarat yang harus ada dalam

setiap transaksi. Jika salah satu rukun tidak ada dalam transaksi yang dilakukan,

maka transaksi tersebut dipandang tidak sah menurut Hukum Islam.

Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:

a. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).

b. Ada shighat (ijab dan kabul).

c. Ada barang yang dibeli

d. Ada nilai tukar pengganti barang.31

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang

dikemukakan jumhur ulama tersebut adalah sebagai berikut:32

a. Syarat-syarat orang yang berakad.

Para ulama fikih sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu

harus memenuhi syarat:

1) Berakal.

2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.

b. Syarat-syarat yang terkait dengan ijab dan Kabul.

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan Kabul itu sebagai

berikut:

1) Orang yang mengucapkannya telah balig dan berakal.

2) Kabul sesuai dengan ijab.

31
Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamalat… hlm. 71.
32
Ibid.,hlm. 71-77.
20

3) Ijab dan Kabul itu dilakukan dalam satu majelis.

c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan.

Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai

berikut:

1) Barang yang ada dalam akad adalah suci.

2) Dapat dimanfaatkan secara syar’i walaupun pada masa yang akan datang.

3) Mampu menyerahkan barang yang dijual.

4) Mempunyai kuasa terhadap barang yang akan dijual.

5) Mengetahui barang yang dijual baik zat, jumlah, dan sifat.

d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang).

Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) sebagai berikut:

1) Harga yag disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.

2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti

pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar

kemudian (berutang) maka waktu pembayarannya harus jelas.

3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang

(al-muqqyadhah) maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang

diharamkan oleh syara’.

Selain itu, para ulama fiqh juga mengemukakan syarat-syarat lain, yaitu:

a. Syarat sah jual beli. Para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu jual beli

dianggap sah apabila:

1) Jual beli itu terhindar dari cacat, seperti kriteria barang yang diperjualbelikan

itu tidak diketahui, baik jenis, kualitas, maupun kuantitasnya, jumlah harga
21

tidak jelas, jual beli itu mengandung unsur paksaan, tipuan, mudarat, serta

adanya syarat-syarat lain yang membuat jual beli itu rusak.

2) Apabila barang yang diperjualbelikan itu benda bergerak, maka barang itu

boleh langsung dikuasai penjual. Adapun barang tidak bergerak boleh dikuasai

pembeli setelah surat menyuratnya diselesaikan sesuai dengan ‘urf (kebiasaan)

setempat.

b. Syarat yang terkait dengan jual beli. Jual beli baru boleh dilaksanakan apabila

yang berakad mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.

c. Syarat yang terkait dengan kekuatan hukum akad jual beli. Para ulama fiqh

sepakat bahwa suatu jual beli baru bersifat mengikat apabila jual beli itu

terbebas dari segala macam khiyar (hak pilih untuk meneruskan atau

membatalkan jual beli). Apabila jual beli itu masih mempunyai hak khiyar,

maka jual beli itu belum mengikat dan masih boleh dibatalkan.

6. Bentuk-Bentuk Jual Beli yang Dilarang

Jual beli yang dilarang terbagi dua: pertama, jual beli yang dilarang dan

hukumnya tidak sah (batal). Kedua , jaul beli yang hukumnya sah tetapi dilarang,

yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa

faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. Bentuk-bentuk jual beli yang

dilarang tersebut antara lain sebagai berikut:33

a. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.

Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:

33
Abdul Rahman Ghazaly, dkk.,Fiqh Muamala. hlm. 80-86.
22

1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjualbelikan.

Adapun bentuk jual beli yang dilarang karena barangnya yang tidak boleh

diperjualbelikan yaitu air susu ibu dan air mani (sperma) binatang.

2) Jual beli yang dilarang karena belum jelas (samar-samar) antara lain:

a) Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya.

b) Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya menjual ikan dikolam/laut, dan

anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.

3) Jual beli bersyarat.

4) Jual beli yang menimbulkan kemudaratan.

5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya.

6) Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah atau

di ladang.

7) Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang masih hijau (belum

pantas dipanen).

8) Jual beli mulamasah yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.

9) Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar.

10) Jual beli munabazah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang

kering.

b. Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak terkait,

antara lain:

1) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar-menawar.

2) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar.


23

3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun kemudian akan dijual

ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.

4) Jual beli barang rampasan atau curian.

7. Gharar dan Konsep Gharar

Menurut Wahbah az-Zuhaili sebagaimana yang dikutip Syakir Sula bahwa

gharar sebagai al-khatar dan at-taghrir, yang artinya penampilan yang

menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan

tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian. Dengan demikian, menurut bahasa,

arti gharar adalah al-khida’ penipuan, suatu tindakan yang di dalamnya

diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fikih berarti penipuan dan

tidak mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak diserahkan.34

Gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu:35

a. Gharar dalam kuantitas. Gharar dalam kuantitas terjadi dalam kasus ijon,

dimana penjual menyertakan akan membeli buah yang belum tampak di pohon

seharga X. Dalam hal ini terjadi ketidakpastian mengenai berapa kuantitas

buah yang dijual, karena memang tidak disepakati sejak awal.

b. Gharar dalam kualitas contohnya adalah seorang peternak yang menjual anak

sapi yang masih dalam kandungan induknya. Dalam kasus ini terjadi

ketidakpastian dalam kualitas objek transaksi, kareana tidak ada jaminan

bahwa anak sapi tersebut akan lahir dengan sehat tanpa cacat, dan dengan

spesifikasi kualitas tertentu.

34
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general): konsep dan sistem operasional,
Cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 46.
35
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, hlm. 29-30.
24

c. Gharar dalam harga contohnya adalah bank syariah menyatakan akan

memberi pembiayaan murabahah rumah1 tahun dengan margin 20% atau dua

tahun dengan margin 40%, kemudian disepakati oleh nasabah. Ketidakpastian

terjadi karena harga yang disepakati tidak jelas, apakah 20% atau 40%.

d. Gharar dalam waktu contohnya adalah seseoarang menjual barang yang hilang

dengan harga X dan disetujui oleh pembeli. Dalam kasus ini terjadi ketidak

pastian mengenai waktu penyerahan karena penjual dan pembeli sama-sama

tidak tahu kapankah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali.

Jual beli gharar yang dilarang adalah jual beli hashah (lemparan) dengan

cara apapun, sebab terjadi kesamaran dan ketidakjelasan harga atau benda yang

dijual, jual beli tipuan dan ketidakjelasan dalam jual beli, sebab hal itu

menyebabkan salah satu pihak tidak rela jika benar-benar terjadi.36 Selain itu jual

beli bibit yang terdapat dalam tulang rusuk binatang jantan, unta yang masih

dalam kandungan, burung yang terbang di udara, ikan yang berenang di air, dan

buah-buahan yang belum masak pada pohonnya juga merupakan jual beli gharar

yang dilarang. Dilarangnya jual beli seperti tersebut karena tidak dapat

menentukan kepastian dalam akad jual belinya.37

Menurut Dr. Yusuf Al-Subaily, alasan syariat Islam mengharamkan ba’i

al-gharar karena beberapa hal, yaitu:

1) Termasuk memakan harta dengan cara yang batil.

36
Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits, (Jakarta:
Widya Cahaya, 2009), hlm. 22.
37
Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Terj. Syed Ahmad Semait, Cet. 4,
(Singapura: Pustaka Islamiyah Pte Ltd, 2004), hlm. 414.
25

2) Menimbulkan permusuhan sesama muslim.

3) Mengumpulkan harta dengan cara untung-untungan dan judi yang

menyebabkan sseorang lupa mendirikan shalat dan zikrullah serta

menghancurkan dan menghilangkan keberkahan harta.

4) Membiasakan seseorang menjadi pemalas, karena tidak perlu susah payah.

5) Mengalihkan konsentrasi berpikir dari hal yang berguna kepada memikirkan

keuntungan yang bersifat semu.

Menurut Imam An-Nawawi larangan jual beli gharar merupakan salah satu

asas jual beli. Dalam hal ini ada dua perkara yang dikecualikan dari larangan jual

beli gharar. Pertama, apa yang masuk dalam barang yang diperjualbelikan, karena

jika dipisahkan jual beli itu tidak sah. Kedua, apa yang sepertinya dapat ditolerir;

baik karena nilainya sangat rendah atau karena sulit dibedakan dan dipisahkan.

Contoh untuk bagian pertama adalah jual beli fondasi rumah serta hewan yang ada

air susunya dan hewan yang hamil. Sedangkan contoh bagian kedua adalah

pakaian yang bagian dalamnya dilapisi kain tipis, dan meminum dari timba.38

Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya Halal dan Haram Dalam Islam,

menyebutkan tidaklah semua jual beli gharar dilarang. Apabila gharar

(ketidakjelasan) yang ringan maka ketentuan dikembalikan berdasarkan adat dan

kebiasaan yang berlaku. Jual beli beli gharar yang ringan tidaklah dilarang

seperti menjual hasil tanaman (ubi-ubian) yang ada di dalam tanah, seperti ubi,

keladi, lobak, bawang, dan sejenisnya. Gharar (ketidakjelasan) yang ringan

38
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari Syarah: Shahih Bukhari… hlm. 217.
26

tersebut tidak dilarang menurut mazhab Imam Malik yang membenarkan

penjualan segala keperluan sehari-hari dan barang-barang makanan yang terdapat

sedikit gharar.39

F. Tinjauan Pustaka

Sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam latar belakang masalah,

maka untuk mendukung pembahasan penelitian yang menyeluruh terhadap kajian

permasalahan, penulis melakukan peninjauan terhadap pustaka atau karya-karya

ilmiah (skripsi) yang mempunyai relevansi terhadap topik yang diteliti.

Kajian dan pembahasan tentang jual beli menurut hukum Islam bukan

merupakan wacana yang baru tetapi telah diuraikan secara jelas dan rinci oleh

para fuqaha. Pembahasan tentang jual beli ini banyak terdapat dalam kitab klasik,

kitab fikih dan literatur Islam lainnya. Semua menjadi acuan dan inspirasi dalam

penyusunan skripsi ini.

Setelah melakukan penelusuran pada beberapa penelitian terdahulu, dapat

disimpulkan bahwa penelitian tentang jual beli dalam perspektif hukum Islam

sudah pernah dilakukan akan tetapi obyek kajian dan permasalahan yang berbeda.

Berdasarkan dari studi pustaka yang telah dilakukan, terdapat beberapa penelitian

sebelumnya yang cukup relevan dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu :

Pertama, Siti Marwiyah Mahasiswi IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi

tahun 2013 dengan judul “ Tinjauan hukum Islam terhadap praktek jual beli buah

jeruk karungan (Studi di Desa Bukit Subur Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten

39
Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, alih bahasa Syed Ahmad Semait,
Cet. 4, (Singapura: Pustaka Islamiyah Pte Ltd, 2004), hlm. 415-416.
27

Muaro Jambi). Proses pelaksanaan jual beli jeruk secara karungan di Desa Bukit

subur, yang pertama ketika buah jeruk siap dipanen petani langsung menjualnya

ke tengkulak, kedua, tengkulak hanya melihat keadaan buah jeruk dari luar saja

dan kemudian para pihak melakukan transaksi dan petani langsung mendapatkan

uang, ketiga disaat itu penjual/petani melakukan kecurangan dengan cara buah

yang bagus yang manis, matang sempurna di atas sedangkan buah yang kurang

bagus, yang masam, yang matangnya tidak sempurna ditaruh dibawah. Praktek

jual beli buah jeruk yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bukit Subur dengan

cara menipu dimana dengan cara buah jeruk yang bagus, yang manis ditaruh

diatas sedangkan buah jeruk yang tidak bagus dan masam ditaruh di bawah

menurut Hukum Islam adalah dilarang (haram) apalagi adanya unsur kesengajaan

untuk melakukan jaul beli yang menipu. Sikap seperti ini tidak dibolehkan karena

dapat merugikan salah satu pihak yaitu pembeli/tengkulak.40

Kedua, Ali Mursidi mahasiswa IAIN STS Jambi tahun 2013 dalam

skripsinya yang berjudul “ Jual beli putik durian dalam perspektif hukum Islam

(Studi Kasus di Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi

Provinsi Jambi). Proses jual beli putik durian atau buah durian yangbelum masak

dilakukan di Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh adalah berawal dari pembeli

yang datang dan melakukan pengecekan ke kebun warga yang terdapat pohon

durian atau beberapa pohon durian, memperkirakan harga dengan pertimbangan

jumlah putik atau buah yang baru jadi atau buah yang belum masak pada

40
Siti Marwiyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Jeruk Karungan
(Studi di Desa Bukit Subur Kecamatan Bahar Selatan Kabupaten Muaro Jambi)”, Skripsi IAIN
STS Jambi, (2012), hlm. 59-60.
28

batangnya, dan menentukan harga dilanjutkan dengan transaksi. Perspektif hukum

Islam tentang jual beli putik atau buah durian yang belum masak yang dilakukan

oleh masyarakat desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Hulu adalah Haram dalam

konteks ba’i muamalah.41

Ketiga, Nur Aripin mahasiswi IAIN STS Jambi tahun 2012 dengan judul

“ Jual Beli duku yang belum masak (majak) ditinjau dari hukum Islam (Studi

Kasus Di Desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir). Proses jual beli buah duku

yang belum masak yang dilakukan di desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir

adalah diawali dengan survei pembeli ke kebun atau warga yang memiliki

beberapa pohon duku, menaksir atau memperikirakan harga dengan pertimbangan

jumlah buah duku yang baru jadi atau buah yang belum masak di pohon, dan

menentukan harga dilanjutkan dengan transaksi jual beli. Pandangan hukum Islam

tentang jual beli duku yang belum masak yang dilakukan oleh masyarakat Desa

Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir adalah boleh hukumnya, karena jual bedengan

sistem ini sudah lama dilaksanakan dan tidak merugikan kedua belah pihak.42

41
Ali Mursidi, “ Jual Beli Putik Durian Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di
Desa Mekarsari Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi)”, Skripsi IAIN STS
Jambi, (2013), hlm. 56-57.
42
Nur Aripin, “Jual Beli Duku Yang Belum Masak (majak) Ditinjau Dari Hukum Islam
(Studi Kasus Di Desa Teluk Rendah Kecamatan Tebo Ilir)”, (2012), hlm. 59-60.
BAB II

METODE PENILITIAN

A. Tempat dan Waktu Penilitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak

Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang membahas tentang Jual Beli

Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam. Pengumpulan data dengan cara

pengambilan data dari kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan dilanjutkan dengan mewawancarai petani

dan pembeli serta tokoh agama mengenai jual beli yang terdapat ketidak jelasan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan pada bulan 6 Agustus – 6 Oktober 2018.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan bersifat kualitatif deskriptif menjelaskan

tentang penelitian lapangan yaitu tentang Jual Beli Pinang Berkulit Menurut

Hukum Islam secara karungan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Siau Dalam

Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Penelitian ini

akan meneliti permasalahan mengenai bagaimana praktik jual beli pinang berkulit

di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur dan bagaimana perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit

Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur.

Pendekatan tersebut adalah bersifat kualitatif deskriptif sedangkan

kualitatif deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat- sifat suatu

29
30

individu,keadaan,gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan

penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara

satu dengan gejala yang lain.43

C. Jenis dan Sumber Data

1) Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data diproleh langsung dari sumber pertama.44 Data

primer disini adalah merupakan data pokok yang di peroleh melalui hasil hasil

wawancara dan observasi dilapangan. Data yang termasuk dalam penelitian ini

adalah data- data tentang praktik jual beli buah pinang berkulit didalam karung

yang ditinjau dari hukum Islam yang dilakuakan oleh masyarakat Desa Siau

Dalam kecamata Muara Sabak Timur.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi,buku-

buku,hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya. 45 Data

pendukung yang di peroleh penulis dari sumber informasi yang dikumpulkan

selama proses penelitian yaitu berupa dokumentasi yang berkenaan dengan Desa

Siau Dalam dan kajian pustaka yang berkenaan dengan jual beli dalam Islam.

43
Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 25.
44
Ibid, hlm. 30.
45
Ibid
31

2). Sumber Data

Sumber data adalah subjek dimana data dapat di peroleh. Adapun yang

menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah orang dan materi yang ada di

Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur.

a) Kepala Desa

b) Pemuka agama

c) Tokoh Masyarakat

d) Warga Masyarakat

D. Instrumen Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang betul- betul akurat dan lengkap, maka

dalam penulisan ini menulis menggunakan beberapa metode penelitian dalam

pengumpulan data antara lain :

1) Observasi

Observasi adalah data untuk menjawab masalah, mengamati gejala yang

diteliti dalam hal ini panca indra manusia (penglihatan, dan pendengaran) di

perlakukan untuk menangkap gejala yang diamati. Apa yang di tangkap tadi di

catat dan selanjutnya catatan tersebut di analisis.46

Penulis menggunakan metode observasi untuk melihat bagiamana

mekanisme jual beli buah pinang berkulit karungan yang di lakukan masyarakat di

Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur. Observasi juga dilakukan

untuk melihat bagaimana praktik tersebut berlangsung dengan pengamatan selama

penelitian.

46
Rianto Adi. Metode Penelitian dan Hukum ( Jakarta : Granit . 2005), hlm .70.
32

2) Wawancara

Wawancara adalah situasi peran antara peribadi bertatap muka (face- to-

face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan- pertanyaan

yang di rancang untuk memperoleh jawaban- jawaban yang relevan dengan

masalah penilitian kepada seseorang responden.47

Dengan melakukan wawancara, maka penulis akan mengetahui lebih

mendalam dan detail tentang, Bagaimana praktik jual beli pinang berkulit di Desa

Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur

dan Bagaimana perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit di Desa

Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur .

3) Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara mencari data mengenai hal- hal atau variabel

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

lengger, agenda dan sebagainya.48

Dokumentasi penulis gunukan untuk memperoleh semua data- data yang

berhubungan dengan jual beli dalam hukum Islam, yang penulis kumpulkan

dengan menggunakan kajian pustaka dan penelaah buku yang membahas tentang

muamalah, dan terutama tentang jual beli dalam hukum Islam yang sesuai degan

hukum bisnis Islam.

47
Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum. Hlm. 72.
48
Ibid,hlm 75
33

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang di peroleh dari hasil wawancara, catatan, lapangan dan dokumentasi,dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-

unit,melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan

yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga muda di pahami oleh

diri sendiri dan orang lain.49

Tahapan analisis data yang peneliti gunakan adalah :

1) Analisis Domain

Analisis ini di gunakan untuk memperoleh gambaran umum dan

menyeluruh tentang situasi sosial yang di teliti atau objek penelitian.50 Analisis ini

untuk menganalisis data yang di peroleh dari lapangan penelitian secara garis

besarnya yaitu mengenai Jual Beli Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam (Studi

Kasus di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung

Jabung Timur).

2) Analisis Taksonomi

Analisis yang di gunakan terhadap keseluruhan data yang terkumpul

berdasarkan domain yang telah diciptkan.51 Setelah mengumpulkan data –data

dilapangan mengemukakan permasalahan yang lebih mendalam yang mengarah

kepada tujuan yang ingin dicapai.

49
Sugiono, Metode Penelitian kombinasi ( Mixid Methods), ( Bandung : ALFABETA,
2012),hlm.333.
50
Ibid,hlm.347.
51
Ibid,hlm.353.
34

3) Analisis komponensial

Analisis ini di gunakan setelah mendapatkan data/ informasi dari hasil

observasi dan wawancara serta dokumentasi yang terfokus.52 Pada masalah

Jual Beli Pinang Berkulit Menurut Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Siau

Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur).

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan pemahaman secara runtut, pembahasan dalam

penulisan skripsi ini akan disistematisasi sebagai berikut :

Pembahasan diawali dengan Bab I :

Bab ini pada hakikatnya menjadi pijakan bagi penulis skripsi, baik yang

mencakup background, pemikiran tentang tema yang di bahas, dengan sub bab

Latar Belakang Maslah. Inti untuk pokok permaslahan dalam pembahasan

diperlihatkan dalam Rumusan Masalah. Kemudian penulisan suatu karya ilmiah

tidak bisa di lepaskan dari kegunaannya berupa pemaparan pembahasan serta

seberapa jauh kegunaannya bagi penelitian akademik berikutnya, Tujuan dan

kegunaan Penelitian perlu diungkap menjadi suatu sub bab tersendiri. Agar

pembahasan ini lebih terarah dan tidak adanya perluasan masalah maka penulis

perlu membatasi penelitian ini pada sub bab batasan Masalah serta agar mudah

untuk di pahami maka terdapat sub bab Kerangka Teori yang membahas

mengenai pengertian jual beli. Serta penulis dirasakan perlu melakukan Tinjauan

Pustaka. Tinjauan Pustaka merupakan aktifitas menelusuri penelitian- penelitian

atau tulisan lampau mempunyai kaitan dengan topik yang diangkat dalam tulisan

52
Ibid,hlm.356.
35

ini. Tujuan dari penelusuran ini tidak lain adalah untuk melihat bahwa topic atau

pembahasan utama yang diangkat dalam tulisan saat ini belum pernah dilakukan

oleh penulis atau peneliti sebelumnya, yang demikian akan terhindar dari asumsi

duplikasi atau plagiasi karya ilmiah.

Pembahasan di dalam Bab II :

Di paparkan mengenai persoalan teknik atau metode dan landasan pijakan

teori penulisan diulas dalam Bab II Metode Penelitian. Bab ini lebih banyak

terkait dengan permasalahan metodologik, yang menjadi pijakan dan pendekatan

yang di tempuh penulis. Untuk mengetahui dimana dan kapan waktunya

penelitian maka dalam penulisan perlu adanya tempat dan waktu penelitian yang

dibahas dalam sub bab tersendiri yaitu tempat dan waktu penelitian yang

menjelaskan mengenai kapan waktu penelitian dan terdapat beberapa sub bab

yang pembahasannya tersendiri antara lain membahas mengenai Pendekatan

Penelitian, Jenis dan Sumber Data,Instrumen Pengumpulan Data, Teknik Analisis

Data, Sistematika Penulisan, dan Jadwal Penelitian.

Pembahasan di Bab III :

Bab tiga membahas mengenai detail Lokasi gambaran secara umum Desa

Siau Dalam.

Pembahasan di Bab IV :

Bab empat adalah pembahasan yang akan menjawab rumusan masalah

yang ada dalam penelitian ini, yaitu mengenai Bagaimana praktek jual beli pinang

berkulit menurut hukum islam di dalam karungan yang dilakukan oleh masyarakat

Desa Siau Dalam dan Perspektif hukum Islam dalam jual beli pinang berkulit di
36

didalam karungan di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten

Tanjung Jabung Timur.

Pembahasan ini diakhiri dengan Bab V

Bab V adalah Penutup mengenai yang terdiri dari kesimpulan dan Saran-

Saran serta dilengkapi dengan Daftar Pustaka,Lampiran, Curiculum Vitae.

Kesimpulan ditarik dari pembuktian atau dari uraian yang telah di tulis terdahulu

dan bertalian erat dengan pokok masalah. Kesimpulan bukan resume atau ikhtisar

dari apa yang ditulis terdahulu. Kesimpulan adalah jawaban masalah berdasarkan

data yang diperoleh kesimpulan bertujuan agar pembaca dapat melihat gambaran

seutuhnya dari penelitian berikutnya, segala bentuk opini dan pemikiran lebih

lanjut diaktualkan dengan mediasi saran-saran.


37

G. Jadwal Penelitian

Tabel 1

Jadwal Penelitian

Tahun 2016
No. Keterangan Mei Juni Agustus November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul x

2 Pembuatan x
proposal
3 Perbaikan x
proposal dan
seminar
x
Tahun 2018
Agustus September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
4 Surat Riset x

5 Pengumpulan X x
Data

6 Pembuatan
Skripsi x x

Bimbingan dan
7 X
Perbaikan
Agenda dan
8 x
Ujian Skripsi
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Desa Siau Dalam

Nama Desa Siau Dalam diambil dari nama sebuah sungai berukuran

sedang yang mengalir dari arah utara kea rah selatan (Sungai Siau), membelah

Desa ini menjadi dua bagian, yaitu bagian timur atau disebut oleh masyarakat

setempet parit tanjung dan bagian barat atau disebut oleh masyarakat setempat

dengan bagian parit gantung. Sungai ini bernama Sungai Siau.

Pemukiman penduduk desa pertama kali adalah para pendatang dari pulau

Sulawesi ( Suku Bugis) sekitar tahun seribu Sembilan ratus enam puluan, tepatnya

dikuala sungai siau. Kelompok pendatang ini kemudian mendirikan pemukiman

disekitar sungai dan beberapa saat kemudian di ikuti dengan kelompok keluarga

lain, baik yang langsung dari pulau Sulawesi maupun orang-orang bugis yang

telah berdomisili kuala dendang. Muara Sabak,Kuala Jambi dan lainnya, serta

suku lain terutama suku Jawa dan Banjar.

Maksud kedatangan penduduk kedesa ini pertama kali adalah sebagai

petani yang memerlukan lokasi pasang surut, kemudian mereka mulai mengolah

lahan untuk tanaman pangan (padi) dan selanjutnya menanam kelapa yang

ternyata hasilnya cukup baik dan berkembang sampai saat sekarang.

Perkembangan penduduk desa mengalami arus turun naik dari periode ke periode

seperti pada akhir tahun seribu sembilan ratus tujuh puluan dan awal seribu

Sembilan ratus delapan puluan jumlah penduduk datang cukup banyak tetapi,

mulai tahun seribu sembilan ratus sembilan puluan jumlah pendatang cukup

banyak, tetapi mulai tahun seribu Sembilan ratus Sembilan puluan jumlah

38
39

pendatang semakin sedikit dan bahkan sebagian kembali ke Sulawesi Selatan.

Penduduk yang meinggalkan desa sampai saat masih memiliki lahan dan tidak

diolah sehingga menjadi semak dan belukar terutama pada parit delapan daman

pada lokasi ini masih ditemukan bekas lahan persawahan yang sudah ditumbuhi

semak dan belukar.

Sesuai dengan perkembangan sistem administrasi pemerintahan di

Indonesia,sebutan desa sewaktu berdiri adalah kampong (termasuk ke dalam

warga Siau) yang dikepalai oleh seseorang yang disebut dengan kepala kampong

atau lebih popular disebut dengan panggilan datuk. Setelah diberlakukan undang-

undang No.lima Tahun seribu Sembilan ratus tujuh puluh sembilan tentang

pemerintahan Desa, maka pada tahun seribu Sembilan ratus delapan puluh sebutan

kampong berubah menjadi Desa yang dikepalai oleh seseorang yang disebut

dengan Kepala Desa, namun sampai sekarang masih tetap popular dengan sebutan

Datuk. Sejak berdirinya Desa sampai sekarang telah tercatat lima orang pemimpin

Desa seperti tabel di bawah ini.53

Tabel 2

Perkembangan Kepemimpinan Desa Siau Dalam54

No Nama Tahun Menjabat Jabatan


1 Ahmad B 1980- 1985 Kepala Desa
2 Buirin 1990-1995 Kepala Desa
3 M.Rasyid 2000- 2005 Kepala Desa
4 Sunardi 2005- 2006 Kepala Desa
5 M. Guntur 2007-2012 Kepala Desa
6 Sarman 2013-2019 Kepala Desa
53
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

54
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
40

B. Aspek Geografis

Desa Siau Dalam terletak di pesisir pantai Timur Provinsi Jambi, secara

geografis desa ini berada pada muara sungai siau dengan koordinat geografis

1040230’8’’ BT sampai berada 1040270’25’’ BT dan antara 10160’54’’ LS

sampai 10210’56’’LS. Secara administrasi Desa Siau Dalam berada di Kecamatan

Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Desa Siau

Dalam terdiri dari 24 RT dan 4 Dusun. Desa ini memiliki luas wilayah 4,800 ha

atau 48 km2 yang berbatasan langsung dengan :

a. Sebelah Utara : Desa Sungai Ular

b. Sebelah Selatan : Sungai Batang Hari

c. Sebelah Barat : Kelurahan Muara Sabak Ilir

d. Sebelah Timur : Desa Lambur, Lambur I dan Desa Lambur II

Kawasan pemukiman pusat meliputi lokasi Dusun I yang meliputi Rt 1

dengan RT 6 dan Dusun II yang terdiri dari RT 7 sampai dengan RT 10

merupakan konsentrasi kegiatan penduduk desa ini. Kawasan pemukiman Dusun

III yang terdiri RT 12 sampai dengan RT 16 dan Dusun IV terdiri dari RT 17

sampai dengan RT 24 merupakan kelompok pemukiman penduduk yang berlokasi

di tepi jalan aspal kalau dilihat dari pusat desa. Penduduk yang bermukim disini

pada umumnya bermata pencarian pekebunan. Rumah penduduk dilokasi ini

umumnya dibangun di jalan aspal dengan posisi menghadap ke jalan. Beberapa


41

penduduk di kawasan pemukiman ini membuka toko kebutuhan pokok dan toko

manisan.55

Tabel 3

Komposisi Penggunaan Lahan Desa Siau Dalam56

No Penggunaan Lahan Data Luas ( ha)


1 Pemukiman 896
2 Kebun dan Tanaman Lain 2.498
3 Sawah 212
4 Belukar 92
5 Rawa 675
6 Mangrove 325
7 Badan Air/ Sungai 102
Jumlah 4.800

Tabel 4

Jarak dan Waktu Tempuh Aksebilitas Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.57

NO Jarak Desa Jarak (KM) Waktu


(Jam)
1 Pasar Terdekat 8 0,5
2 Kecamatan Muara Sabak Timur 8 0,5
3 Kabupaten Tanjab Timur 24 1
4 Provinsi Jambi 205 4

55
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

56
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

57
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
42

Kepemilikan lahan di Desa Siau Dalam masih belum merata dalam artian

bahwa tidak semua masyarakat desa memiliki lahan yang cukup untuk usaha

pengembangan pertanian pangan maupun perkebunan ditambah lagi dengan ke

pemilikan lahan yang cukup luas oleh beberapa orang di desa. Status kepemilikan

lahan di desa kebanyakan berdasarkan warisan keluarga dan sedikit sekali yang

merupakan hasil jual beli. Dari tahun ke tahun semakin menurunnya produksi

lahan pangan maka banyak yang mengalih fungsikan lahan untuk pengembangan

perkebunan rakyat.

C. Struktur Pemerintahan

Struktur pemerintahan Desa merupakan gambaran dari susunan dari

organisasi desa dalam dalam pemerintahan dan susunan para aparat desa, untuk

lebih jelasnya tentang tugas pemerintahan Desa Siau Dalam , berikut ini

dijelaskan tentang tugas-tugas pemerintah desa :

1. Kepala Desa berfungsi yaitu bertanggung jawab atas jalannya kegiatan roda

pemerintahan di tingkat desa dengan sering melakukan koordinasi atau melalui

kerja sama dengan aparat Desa.

2. Sekretaris Desa yaitu bertanggung jawab di semua kegiatan baik di bidang

administrasi atau surat menyurat dan pengarsipan surat masuk atau surat

keluar.

3. Kasi keuangan yaitu melakukan pembayaran baik itu di bidang pendanaan

perlengkapan kantor dan juga berfungsi merincikan semua kegiatan yang ada

dalam desa tersebut.


43

4. Kasi Umum yaitu berfungsi melakukan pengetahuan dan dan perlengkapan

perkantoran yang di anggap perlu.

5. Kasi Pemerintahan bertanggung jawab atas kegiatan yang ada dan melakukan

koordinasi dan juga melaksanakan kegiatan-kegiatan pemerintahan.

6. Kasi Pembangunan yaitu melakukan koordinasi dan pendataan tentang

pembangunan Desa.

7. Kasi Kesra yaitu melakukan pembinaan terhadap mayarakat baik itu di bidang

agama, pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya.

8. BPD berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung

dan menyalurjan aspirasu masyarakat.58

Tabel 5
Struktur pemerintah Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur
Kabupaten Tanjung Jabung Timur berdasarkan Jabatan59

NAMA JABATAN

SARMAN KEPALA DESA

KAHARUDIN SEKRETARIS DESA

AMBO INTANG BPD

HENI JANUARITA, S.Sos KASI UMUM

M. SALIM KASI PEMERINTAHAN

AJENG KASI PEMBANGUNAN

SITI HAMINAH KASI KEUANGAN

MARWANA, S.E KASI KESRA

58
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam , Kecamatan Muara Sabak Timur 2018
59
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam , Kecamatan Muara Sabak Timur 2018
44

Dengan adanya struktur pemerintahan Desa di atas, maka diharapkan

jalannya roda pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik, semoga melalui

struktur di atas dari masing-masing pihak dapat melaksanakan kegiatan dan tugas

sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.

D. Aspek Demografis

1. Kependudukan

Jumlah penduduk keseluruhan di Desa Siau Dalam adalah 2.177 jiwa (640

KK), dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 6

Jumlah Penduduk Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur Berdasarkan Jenis Kelamin.60

No Penduduk Jumlah (Jiwa)

1 Laki – Laki 1.054

2 Perempuan 1.123

Jumlah 2.177

2. Struktur Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Berdasarkan struktur umur, mayoritas penduduk Desa Siau Dalam adalah

tergolong penduduk yang berusia produktif. Indikasi ini tergambar dari rasio

penduduk usia 13-50 tahun merupakan usia yang terbanyak, dibandingkan dengan

penduduk yang berusia 0 dan 60 tahun keatas.

60
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
45

Tabel 7

Jumlah Penduduk Desa Siau Dalam Berdasarkan Struktur Umur61

No Kelompok Umur Jumlah (Orang)


1 0-5 190
2 6-12 565
3 13-50 1.283
4 51-60 62
5 0 77
Jumlah 2.177

3. Tingkat Kelulusan Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

menunjang perekonomian dan kesejahteraan. Dengan tingkat pendidikan yang

tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan, serta tingkat kecakapan juga

akan mendorong keterampilan dalam bekerja. Pendidikan biasanya akan dapat

mempertajam sistematika berpikir baik individu maupun kelompok-kelompok

masyarakat.

Tingkat pendidikan penduduk di Desa Siau Dalam terdiri atas lulusan

pendidikan umum sebagai berikut.

Tabel 8

Jumlah Kelulusan Masyarakat Keluruhan Desa Siau Dalam Berdasarkan


Tingkatan Pendidikan62

No Lulusan Pendidikan Jumlah (Orang)

Pendidikan Umum

61
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.

62
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
46

1 Taman Kanak-Kanak 47

2 Sekolah Dasar 637

3 Sekolah Menengah Pertama 462

4 Sekolah Menengah Atas 339

5 Akademi D1-D3 10

6 Sarjana 25

Pendidikan Khusus

1 Pondok Pesantren 47

2 Pendidikan Keagamaan 36

Jumlah 1.603

4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi

dalam menunjang kegiatan pemerintahan dan kegiatan kemasyarakatan. Sarana

dan prasaranayang dibutuhkan seperti sarana dan prasarana pemerintahan,

kesehatan, pendidikan, ibadah dan kegiatan umum lainnya. Sarana dan prasarana

yang ada di Desa Siau Dalam :

Tabel 9

Keadaaan Sarana da Prasarana di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara


Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.63

No Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Pemerintahan Desa
Kantor Desa 1

63
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
47

2 Kesehatan
Puskesdes 1
Posyandu 4
3 Pendidikan
Paud 2
Sd 2
Smp 1
4 Ibadah
Masjid 1
Mushollah 4
5 Prasarana Umum
Olahraga 4
Air Pompa 4
Wc Umum 2
Balai Pertemuan 1
Jumlah 27

E. Aspek Ekonomi

1. Keadaan Ekonomi

Keadaan eknomi masyarakat Desa Siau Dalam secara umum bisa

dikatakan masih tergolong labil atau tidak pasti. Kadang mengalami kenaikan

terkadang juga dapat mengalami penurunan, dikarnakan keadaan cuaca, harga dari

penjualan dan banyak tidaknya buah yang tidak menentu.

Mata pencaharian utama masyarakat Desa Siau Dalam adalah petani dan

pekebun yang menunjukkan sebagai desa perkebunan. Lebih dari separuh (80%)

merupakan petani (kelapa dan kelapa sawit) dan sekitar 3% bekerja sebagai
48

pegawai negeri dan 7% diantaranya honorer. Sumber pedapat lain masyarakat

Desa Siau Dalam diluar sector perkebunan adalah perdagangan. Tingkat

pendapatan masyarakat Desa Siau Dalam bisa dikatakan termasuk kedalam

keadaan ekonomi menengah. 64

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka sebagian dari warga Desa Siau

Dalam menanam pohon pinang untuk penghasilan tambahan, petani buah pinang

di Desa Siau Dalam berjumlah sekitar kurang lebih 60% orang petani buah

pinang.65

Data penelitian ini tidak dilakukan secara keseluruh kepada semua petani karna

terbatasnya waktu dan tenaga.

Sedangkan sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 20

orang yakni dengan ketentuan 10 petani/penjual, 4 orang pembeli.1 orang kepala

desa dan 1 orang kasi pemerintahan 2 orang tokoh agama dan 2 orang ketua RT.

2. Pendapatan Perekonomi

Seperti yang di jelaskan bahwa pendapatan ekonomi masyarakat Desa Siau

Dalam masih tergolong labil atau tidak pasti dikarenakan faktor dari cuaca,harga

penjualannya, dan tingkat pertumbuhan buah kelapa sawit. Ketika cuaca

penghujan biasanya buah kelapa sawit banyak yang masak tetapi harga

penjualannya murah, tetapi jika musim kemarau atau panas buah kelapa sawit

jarang yang masak karena kurangnya kadar air tetapi harga jual buah kelapa sawit

mahal atau tinggi. Jika cuaca panas atau kemarau petani hanya dapat

64
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
65
Wawancara dengan Bapak Sarman, Selaku Kepala Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 30 Agustus 2018.
49

menghasilkan buah kelapa sawit kurang lebih 1-3 ton/bulan jika di Rp kan dengan

penjualan/ kilogramnya Rp.1000 maka mendapatkan kurang lebih Rp.1.000.000-

3.000.000/bulan dalam luas tanah 1 ha. Tetapi jika musim penghujan dan buah

kelapa sawit dalam keadaan normal maka petani bisa menghasilkan 2 kali lipat

dari musim kemarau yaitu kurang lebih 2-6 ton dan jika di Rp kan dengan

penjualan /kilogramnya Rp.1000 maka mendapatkan kurang lebih Rp 2.000.000-

6.000.000/perbulan. Sedangkan dalam penjualan buah kelapa hanya saja yang

membedakan yaitu dalam segi panen karna didalam pengerjaannya buah kelapa di

panen dalam jangka waktu kurang lebih 3 bulan sekali masa panennya dilakukan

oleh para petani.66

66
Dokumentasi Kantor Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Tahun 2018.
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Praktik Jual Beli Pinang Berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan


Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Pada umumnya masyarakat di Desa Siau Dalam mata pencahariannya

adalah perkebunan (kelapa dan kelapa Sawit) ,untuk menambah penghasilan guna

memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian masyarkat Desa Siau Dalam menanam

pohon pinang. Masyarakat Desa Siau Dalam menanam pohon pinang dengan

system tumpang sari maksudnya menjelang pohon kelapa dan kelapa sawit besar

dan tinggi petani menanam pohon pinang.

Setelah tanaman pinang berbuah dan telah memasuki usia panen, petani

melakukan penjualan pinang. Pinang yang telah di panen kemudian diperjual

belikan dalam kondisi berkulit dan dimasukan ke dalam karung. Seperti yang

diungkapkan oleh bapak Ambo Janjang selaku Petani sebagai berikut: ’’Seperti

kebiasaan yang sudah lama saya dan petani pinang lainnya lakukan, kami menjual

pinang berkulit dalam karung dikarenakan agar lebih cepat memperoleh uangnya

dan juga dari segi kerjanya menjadi lebih ringkas.”67

Praktik jual beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam sudah berlangsung cukup

lama yakni sejak tahun 2011. Dalam kurun waktu tersebut artinya jual beli pinang

berkulit ini sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh petani dan

pembeli.

67
Wawancara dengan Ambo Janjang ,Petani Desa Siau Dalam Kec.Muara Sabak Timur,
tanggal 25 Agustus 2018.

50
51

1. Dampak positif dan negatif dari praktik jual beli pinang berkulit di Desa Siau
Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Dalam praktik jual beli pinang berkulit ini menimbulkan dampak positif

dan negatif terhadapa petani maupun pembeli. Dampak tersebut dapat dilihat dari

adanya keuntungan maupun kerugian terhadap petani maupun pembeli.

Keuntungan petani dalam praktek jual beli pinang berkulit adalah

memperoleh uang lebih cepat dan meringkas pekerjaan petani. Seperti yang

diungkapkan oleh Bapak Manda sebagai berikut: “Saya akan lebih cepat

memperoleh uang. Dan pekerjaan saya menjadi lebih ringan. Karena saya tidak

perlu lagi mengocek, menjemur, mencungkil sendiri dan pula mengupahkan ke

orang lain jika buah pinang itu banyak.” .68

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dengan menjual pinang berkulit didalam

karung , keuntungan petani adalah memperoleh uang lebih cepat. Apabila petani

mengolah pinang tersebut sendiri, maka proses penjualan pinang menjadi lebih

lama dikarnakan petani harus mengolah pinang dalam proses yang cukup lama.

Dalam praktik jual beli pinang berkulit, sebenarnya petani tidak mengalami

adanya kerugian, namun uang yang diperoleh dari hasil penjualan menjadi lebih

sedikit bila dibandingkan menjual dengan pinang yang telah diolah sendiri.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Ahmad sebagai berikut:

Biasanya dalam menjual pinang yang sudah di kocek dalam satu karung
dapat menghasilkan 15 kilogram, bila dijual secara takaran dengan harga Rp
14.000,-/kilogram uang yang dapat saya peroleh adalah Rp 210.000,-.

68
Wawancara dengan Manda ,Petani Pinang Desa Siau Dalam Kec.Muara Sabak Timur,
tgl 25 Agustus 2018.
52

Namun dengan bila menjual karungan masih uang yang saya peroleh
menjadi lebih sedikit, yaitu hanya Rp 120.000,-69

Keuntungan terhadap pembeli dalam praktik jual beli pinang berkulit

adalah harga yang lebih murah. Membeli dengan jenis pinang dalam keadaan

berkulit lebih murah di bandingkan dengan membeli pinang yang tidak berkulit

yang telah dikocek oleh penjual, pembeli membayar dengan harga yang lebih

murah. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Ambo Endre sebagai berikut:

Pembelian pinang berkulit dalam karungan harga yang dibayar lebih murah.
Apabila membeli pinang dengan takaran akan lebih tinggi. Selisih harga
penjualan takaran dan karungan dapat mencapai kisaran Rp 75.000 hingga
Rp 100.000.- dalam 1 karungnya .70

Berdasarkan hasil wawancara tersebut keuntungan terhadap pembeli dalam

praktik jual pinang berkulit adalah harga yang lebih murah. Apabila pembeli

berkeinginan untuk membeli 100 kilogram pinang, uang yang harus mereka bayar

adalah Rp 1.400.000,-. Sedangkan dalam praktek jual beli pinang berkulit dengan

membayar Rp 1.200.000, hasil panen pinang yang didapat oleh pembeli mencapai

100 kilogram hingga 1000 kilogram.

Keuntungan yang lainnya dalam praktik jual beli pinang berkulit terhadap

pembeli adalah memiliki cadangan pinang. Membeli pinang berkulit dengan

dengan karungan, memberikan keuntungan tersendiri terhadap pembeli, yaitu

memiliki cadangan pinang. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Darwis sebagai

berikut

69
. Wawancara dengan Ahmad ,Petani Pinang Desa Siau Dalam Kec.Muara Sabak Timur,
tgl 25 Agustus 2018
70
Wawancara dengan Ambo Endre, Pembeli Pinang Desa Siau Dalam Kec.Muara Sabak
Timur, tgl 29 Agustus 2018.
53

Sebagai pembeli pinang berkulit, saya mendapat keuntungan yaitu memiliki


cadangan pinang. Dalam praktek jual beli pinang berkulit . Pinang ini dapat
saya jual kembali ketika, dalam keadaan harga pinang sudah mahal dan dari
sini juga saya mendapatkan keuntungan yang lebih besar .71

Pembeli pinang berkulit sengaja untuk menyimpan sebagai cadangan dan tidak

menjualnya terlebih dahulu dikarenakan ingin menjual dengan harga yang tinggi

dan mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka akan menjual pinang tersebut

dalam keadaan harga pinang sudah mahal.

Berdasarkan hasil penemuan dilapangan melalui wawancara baik terhadap

petani dan pembeli menyatakan tidak ada kerugian yang berarti dari praktik jual

beli pinang berkulit . Seperti yang diungkapkan oleh Usman sebagai berikut:

Setelah saya membuka dan melihat pinang yang didalam karung, saya
menemukan adanya beberapa pinang yang kurang bagus seperti
tumbuh,busuk dan tidak ada isinya, namun kondisi tersebut tidak sampai
membuat saya mengalami kerugian.72

Selain daripada itu, tidak ada kerugian yang dialami oleh pembeli dapat
dilihat dari tidak adanya keluhan pembeli terhadap pembeli. Seperti yang
diungkapkan oleh Ibu Patik sebagai berikut:“Selama ini pembeli tidak pernah
mengeluh kepada saya tentang kondisi pinang yang mereka beli. Bahkan mereka
akan datang kembali untuk membeli kembali”. 73

Tidak adanya kerugian yang dialami petani dan pembeli dalam praktik jual

beli pinang berkulit, juga dapat dilihat dari tidak adanya perselisihan. Praktik jual

beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur sudah berlagsung cukup lama. Dari praktik jual

71
Wawancara dengan Mude, Pembeli Pinang Desa Siau Dalam Kec.Muara Sabak Timur,
tgl 29 Agustus 2018.
72
Wawancara dengan Usman,Pembeli Pinang Desa Siau Dalam Kec.Muara Sabak Timur,
tgl 25 Agustus 2018.
73
Wawancara dengan Patik, Penjual Pinang Desa Siau Dalam Kec.Muara Sabak Timur, tgl
27 Agustus 2018.
54

beli tersebut tidak pernah terjadi perselisihan diantara petani dan pembeli.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Hamsah sebagai berikut:

Sebagaimana yang saya ketahui praktik jual beli beli pinang berkulit ini
sudah berlangsung cukup lama yaitu dimulai sekitar tahun 2011 dan tidak
pernah terjadi perselisihan diantara petani dan pembeli. Hal ini menurut
menyiratkan bahwa jual beli pinang berkulit ini dilakukan atas dasar suka
sama suka dan saling menguntungkan baik terhadap petani maupun
pembeli. Sehingga baik petani maupun pembeli tidak merasa dirugikan dan
tidak pernah saya dengar adanya perselisihan.74

Berdasarkan hasil wawancara tersebut pembeli tidak mengalami adanya

kerugian. Meskipun dalam kenyataan setelah dipanen pembeli menemukan

adanya pinang yang kondisinya kurang bagus seperti tumbuh, busuk dan tidak ada

isi namun hal tersebut tidak menyebabkan pembeli mengalami kerugian. Selain

itu, tidak pernah terjadi perselisihan yang menyebabkan pertengkaran ataupun

permusuhan di antara petani dan pembeli. Sementara praktek jual beli pinang

berkulit telah berlangsung cukup lama.

B. Praktik Jual Beli Pinang Berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara
Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur Ditinjau dari
Perspektif Hukum Islam

Di dalam praktiknya, pinang yang merupakan objek jual beli masih berada

di dalam karung. Petani menjual pinangnya yang telah dipanen dari kebun. Cara

penjualan dilakukan dengan karungan . Pinang yang dijual oleh petani tidak

ditakar, namun masih tetap berada di dalam karung. Pinang yang diperjual belikan

tersebut dikarenakan adanya keinginan petani untuk meringankan pekerjaan

mereka dan muda mendapatkan uang.

74
Wawancara dengan Hamsah,Selaku Ketua Rukun Tetangga Desa Siau Dalam Kec.Muara
Sabak Timur, tgl 30 Agustus 2018.
55

Petani memiliki kecenderungan untuk menjual pinang dengan menakarnya.

Petani berasumsi dengan melakukan praktek jual beli pinang berkulit akan

meringankan pekerjaan mereka dan mudah mendapatkan uang. Dengan

melakukan praktek jual beli pinang berkulit petani tidak menakarnya,

dikarenakan proses pemanenan dan penakaran dilakukan oleh pembeli.

Meskipun tidak ditakar, pembeli sudah dapat memperkirakan hasil panen

berdasarkan pengalaman mereka dalam jual beli seperti ini. Pada mulanya

pembeli menanyakan kepada petani tentang pinang yang ada didalam karung

tentang khualitasnya, dan pada kenyataannya mereka memperoleh hasil yang

memuaskan dan tidak merasa dirugikan. Berangkat dari hal ini, maka pembeli

telah melakukan pembelian pinang berkulit secara berulang kali.

Berdasarkan keterangan diatas, praktik jual beli pinang berkulit di Desa Siau

Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur

dilakukan atas dasar suka sama suka. Adanya unsur suka sama suka dalam prak

tek jual beli tersebut adalah baik petani maupun pembeli sama-sama memiliki

kebutuhan di dalamnya. Hal ini mengindikasikan adanya unsur kerelaan diantara

petani dan pembeli. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:

ٍ‫ن تَرَاض‬
ْ َ‫ن تَكُونَ تِجَارَ ًة ع‬
ْ ‫طلِ إِلَّا َأ‬
ِ ‫ن آمَنُوا ال تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَا‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّذِي‬
‫مِنْكُم‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”.75

75
an-Nisa’ (4): 29.
56

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas

dasar suka sama suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak

diperbolehkan ada tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-statement.76

Di dalam prakteknya petani menjual pinang yang sudah menunjukkan

tanda-tanda layak panen. Tanda-tanda tersebut seperti kulit buah sudah mulai

menguning dan buah mulai rontok. Serta tanda-tanda ini menjadi asumsi bagi

petani untuk menjual pinang tanpa menakarnya.

Berdasarkan penelitian di lapangan baik observasi maupun wawancara

terhadap pembeli, penulis mendapati bahwa hasil panen dari tanaman pinang

memiliki kuantitas dan kualitas yang memuaskan pembeli. Pembeli menyatakan

tidak pernah mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan praktek jual beli pinang

berkulit yang telah berlangsung cukup lama ini menyiratkan tidak termasuk dalam

kategori jual beli yang batil. Maka kebiasaan praktek jual beli ubi pinang berkulit

ini termasuk dalam ‘urf atau adat yang shahih, yaitu adat yang berulang-ulang,

diterima orang banyak, tidak bertentangan dengan agama, sopan santun, dan

budaya yang luhur.77

Salah seorang tokoh agama di Desa Siau Dalam mengungkapkan

pandangannya tentang praktek jual beli ubi kayu masih dalam tanah sebagai

berikut:

Menurut pandangan saya terhadap praktik jual beli pinang berkulit ini
telah memenuhi rukun dan syarat. Hanya saja objek jual beli yaitu pinang
yang masih ada di dalam karung ini dikarenakan pejual mempercepat

76
Hasbi Umar, Filsafat Fiqh Muamalah Kontemporer, hlm. 216.
77
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, hlm. 416.
57

pekerjaannya serta mendapatkan uangnya lebih cepat. Serta pinang yang


diperjualbelikan telah mencapai masa panen dan adanya tanda-tanda
lainnya yang menunjukkan bahwa tanaman tersebut memang sudah layak
untuk dipanen. Maka praktek jual beli ini boleh untuk dilakukan.78

Berdasarkan pernyataan tersebut praktek jual beli pinang berkulit ini telah

memenuhi dari rukun dan syarat. Akan tetapi, pinang tidak terlihat secara

sempurna dikarenakan masih berada di dalam karung. Namun untuk mengetahui

tentang kelayakan untuk dipanen , dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda pada

pinang tersebut.

Apabila dilihat dari bentuknya transaksinya, praktik jual beli pinang

didalam karung terdapatnya adanya unsur gharar. Unsur gharar tersebut adalah

ketidak jelasan kuantitas dan kualitas pinang. Kondisi pinang yang berada didalam

karung akan menimbulkan dua kemungkinan terhadap pembeli. Kemungkinan

yang pertama adalah pembeli mendapatkan keuntungan, disebabkan pinang yang

dia beli dalam kuantitas yang diharapkan dan kualitas yang baik. Kemungkinan

kedua adalah pembeli mengalami kerugian, disebabkan pinang yanag dibeli dalam

kuantitas yang sedikit dan kualitas yang kurang baik.

Dalam konteks jual beli gharar terbagi atas tiga hukum, pertama yaitu

disepakati larangannya dalam jual beli seperti jual beli yang belum ada wujudnya

(ma’dum). Kedua yaitu disepakati kebolehannya seperti jual beli rumah dengan

pondasinya padahal jenis dan ukuran serta hakikat sebenarnya tidak diketahui. Hal

ini dibolehkan karena kebutuhan dan karena merupakan satu kesatuan, tidak

78
Wawancara dengan Bapak Asbullah, Salah Seorang Tokoh Agama Desa Siau Dalam.
Kecamatan Muara Sabak Timu.Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2 Oktober 2018.
58

mungkin lepas darinya. Ketiga yaitu gharar yang diperselisihkan, diikutkan pada

bagian pertama atau kedua.79

Melihat dari fakta yang penulis temukan di lapangan dan berdasarkan hasil

observasi penulis serta berdasarkan pengkuan dari pembeli dan petani, tidak ada

pihak yang merasa dirugikan. Dalam observasi yang penulis lakukan, hasil panen

pinang pada kenyataannya menunjukkan hasil yang baik (kuantitas dan kualitas).

Pembeli sendiri mengakui tidak ada kerugian yang berarti yang mereka dapat

dalam praktek jual beli pinang berkulit. Serta pengakuan dari pihak lain diluar

petani dan pembeli yaitu Ketua Rukun Tetangga di lingkungan sekitar kebun

pinang, mereka menyatakan selama berlangsungnya jual beli pinang berkulit di

dalam karung tersebut tidak pernah diketahui adanya perselisihan maupun

pertengkaran di antara kedua belah pihak.

Berdasarkan keterangan di atas maka praktik jual beli pinang berkulit tidak

termasuk ke dalam gharar yang besar, yaitu gharar yang dapat menyebabkan

terjadinya perselisihan atau pertengkaran, dan menyebabkan memakan harta

manusia secara batil.80 Seperti menjual anak lembu yang masih dalam perut

induknya dan burung yang terbang di udara. Karena tidak dapat dipastikan

sempurnakah janin yang dilahirkan dan dapatkah ditangkap burung yang terbang

di udara itu.81

79
Abu Asma Kholid Syamhudi, “ Jual Beli Gharar”, https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-
gharar.html, akses 10 November 2016.
80
Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, hlm. 415.
81
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), hlm. 47.
59

Menurut Imam Nawawi pelarangan jual beli dianggap sebagai salah satu

ushul syariat yang dibawahnya banyak mencakup banyak permasalahan. Dalam

jual beli dikecualikan dua hal. Pertama barang yang termasuk dalam bilangan

yang terjual, dimana sekiranya dipisahkan jual beli menjadi sah, seperti jual beli

pondasi bangunan mengikuti bangunan dan susu yang ada di mammae mengikuti

ternak. Kedua barang pada kebiasaannya disepelekan, adakalanya kecil sepelenya

atau karena sulit didalam membedakannya atau menentukannya, seperti masuk

kekamar mandi sewaan, dengan segala perbedaan dalam masa/zaman dan kadar

air yang digunakan, dan seperti minum air tak jelas jumlahnya dan baju jubbah

yang di dalamnya diisi dengan kapas.82

Jual beli yang terdapat sedikit gharar, ketentuannya kembali kepada adat

dan kebiasaan. Di dalam bukunya yang berjudul “Halal dan Haram Dalam

Islam”, Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa tidak diharamkan jual beli yang

terdapat sedikit gharar seperti menjual hasil (ubi-ubian) yang di dalam tanah,

seperti ubi, keladi, lobak, bawang dan yang sejenisnya, yaitu menurut mazhab

Imam Malik yang membenarkan jual beli segala keperluan sehari-hari dan barang-

barang makanan yang terdapat sedikit ghararnya.83

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim merajihkan pendapat

yang membolehkan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa dalam

permasalahan ini, madzhab Imam Malik adalah madzhab terbaik, yaitu

diperbolehkan melakukan jual-beli perihal ini dan semua yang dibutuhkan, atau

82
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, Cet. 1, ( Kuala Lumpur : Pustaka Al-Azhar,1987), hlm 74-75.
83
Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, hlm. 415-416.
60

sedikit ghararnya, sehingga memperbolehkan jual-beli yang tidak tampak

di permukaan tanah, seperti wortel, lobak dan sebagainya. 84

Di dalam Majmu’ Fatawa Syaikhul-Islam Ibn Taimiyah sebagaimana yang

dikutip oleh Ahmad Sabiq bahwa jual beli tanaman masih dalam tanah diperboleh

kan berdasarkan beberapa sebab diantaranya:85

1.Jual beli tersebut tidak termasuk dalam jual beli gharar yang fahisy (berat dan

dominan), karena orang yang sudah berpengalaman akan mampu untuk

mengetahui isi dan kadar tanaman tersebut meskipun belum dicabut. Misalkan

dengan melihat batang dan daunnya maka bisa diprediksikan apakah biji-bijian

tersebut bagus ataukah tidak, juga dengan mencabut satu atau dua tanaman akan

bisa diprediksikan berapa jumlah yang akan dihasilkan dalam kebun atau ladang

tersebut.

2.Jual beli tersebut dibutuhkan manusia, terutama yang mempunyai lahan luas,

karena akan sangat menyulitkan sekali kalau diharuskan memanennya sendiri.

Sebab itu, kalau diharamkan maka itu akan sangat memberatkan, padahal Allah

Ta'ala telah mencabut sesuatu yang berat dari syari'at ini.

Sedangkan praktik jual beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam,

berdasarkan beberapa asumsi dapat dikategorikan dalam gharar yang ringan.

Pertama berdasarkan pengakuan dari pembeli, mereka bertanya kepada petani

tentang kondisi pinangnya yang ada didalam karung. Namun setelah terjadinya

84
https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-gharar.html, akses 10 November 2016.
85
https://imnasution.files.wordpress/2014/04/gharar-dalam-transaksi-komersial.pdf, akses
10 Oktober 2018.
61

transaksi jual beli berulang kali, pembeli merasakan hasil yang memuaskan dan

tidak bertanya lagi kepada petani tentang kondisi pinang. Hal ini dikarenakan

pengalaman mereka dalam jual beli seperti ini.

Kedua adalah pinang yang dijual oleh petani telah memasuki usia masa

panen. Pada buah pinang menunjukkan tanda-tanda layak untuk dipanen pada

fisiknya. Berdasarkan observasi penulis terhadap proses pemanenan yang

dilakukan pembeli. Pinang yang dipanen terlihat memiliki kualitas dan kuantitas

yang baik.

Berdasarkan keterangan diatas, maka praktik jual beli pinang berkulit di

Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung

Timur ditinjau dari persepektif hukum Islam (fikih muamalah) adalah

diperbolehkan. Praktik jual beli pinang berkulit dilakukan atas dasar suka sama

suka dan dilaksanakan karena adanya kebutuhan baik petani maupun pembeli.

Praktik jual beli ini telah dilakukan berulang kali yaitu sejak tahun 2011 hingga

sekarang. Berdasarkan pengakuan petani, pembeli, dan ketua RT setempat, praktik

jual beli ini tidak menimbulkan perselisihan diantara petani dan pembeli. Praktik

jual beli pinang berkulit ini dapat digolongkan dalam jual beli gharar yang ringan,

yaitu hasil panen pinang dapat diprediksi berdasarkan usia, tanda-tanda layak

panen, dan telah dilakukan berulang kali sehingga menjadi suatu kebiasaan.

Praktik jual beli pinang berkulit didalam karung juga tidak menyebabkan

perselisihan diantara petani dan pembeli.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai praktik jual beli pinang berkulit,

penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Praktek jual beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara

Sabak Timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan praktik jual beli

pinang yang telah dipanen dari kebun tanpa ditakar terlebih dahulu atau masih

berada di dalam karung. Praktek jual beli pinang berkulit masih telah

berlangsung cukup lama dan telah menjadi kebiasaan yang dilakukan. Dalam

praktiknya baik petani maupun pembeli menyatakan bahwa tidak merasa

adanya kerugian dalam jual beli seperti ini.

2. Perspektif Hukum Islam khususnya kajian fikih muamalah terhadap praktek

jual beli pinang berkulit di Desa Siau Dalam Kecamatan Muara Sabak Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah diperbolehkan. telah memenuhi

rukun dan syarat jual beli, serta termasuk dalam kategori ‘urf atau adat

kebiasaan yang tidak bertentangan dengan agama (‘urf shahih).

B. Saran

Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Kesepakatan dalam jual beli pinang berkulit harus jelas, dan lebih baik bila

adanya kesepakatan tertulis diantara petani dan pembeli. Kesepakatan tertulis

ini berguna untuk menghindari perselisihan di antara petani dan pembeli.

62
63

2. Hendaknya kepada mahasiswa/i UIN STS Jambi khususnya mahasiswa/i

Fakultas Syariah selalu mengadakan kajian-kajian Fikih Muamalah melalui

penelitian lapangan.

C. Kata Penutup

Puji syukur Alhamdulillah penulis bersyukur kepada Allah SWT, berkat

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.Kemudian penulis mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing Skripsi I

dan Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan bimbingan kepada penulis

sehingga terwujudnya skripsi ini.


64

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI, ed. ke-2,


Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002.

Abdul Rahman Ghazaly, dkk., Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010.

Ahmad Muhammad Yusuf,Ensiklopedi Tematis ayat al-Qur’an dan Hadits,


Jakarta: Widya Cahaya, 2009.

Aiyub Ahmad, Fikih Lelang: Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, Jakarta:
Kiswah,2004.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, cet. 7, Jakarta: Kencana, 2014.

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.

A.Djazuli, Kaidah – Kaidah Fikih, ed. ke-1, cet. ke-2, Jakarta : Fajar Interpratama
Offset, 2007.

Djazuli, Ilmu Fiqh: Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam,


Cet. 5., Jakarta: Kencana, 2012.

Hasbi Umar, Filsafat Fiqh Muamalat Kontemporer, ed. ke-1, cet. ke-1, Jakarta:
Rajawali Pers, 2014.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, cet. Ke-1, Semarang : Asy-


Asyifa’,1990.

M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general): Konsep dan Sistem
Operasional, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012.

Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, alih bahasa Saefullah dkk, cet. 11, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2008.

Rianto Adi. Metode Penelitian dan Hukum Jakarta : Granit, 2005.

Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, cet.ke-1, Kuala Lumpur : Pustaka Al-Azhar, 2001.
65

Suhar AM, Metodologi Hukum Islam (Ushul Al-Fiqh), Jambi: Salim Media
Indonesia, 2015

Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixid Methods), Bandung :


ALFABETA, 2012.

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi),cet. ke-2, Jambi:


Syariah Press, 2014.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits, Penyunting Z. Fuad


Hasbi Ash Shiddieqy, Semarang: Pustaka Rizky Putra, 2003.

Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, alih bahasa Syed Ahmad
Semait, Cet. 4, Singapura: Pustaka Islamiyah Pte Ltd, 2004.

Lain-lain :
https://imnasution. files. wordpress/2014/04/gharar-dalam-transaksikomersial.pdf

https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-gharar.html.

https://id.wikipedia.org/wiki/Barter.

https://almanhaj.or.id/2508-kaidah-ke-9-urf-dan-kebiasaan-dijadikan-pedoman-

pada-setiap-hukum-dalam-syariat.html
CURRICULUM VITAE

A. Identitas Diri

Nama : Syamsudin
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/Tanggal Lahir : Sulawesi, 23 November 1993
NIM : SHE. 130149
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah
Golongan Darah : B
Alamat : RT 24 RW 004 Parit 07 Desa Siau Dalam
No. Hp : 085383858574
Nama Ayah : Alimuddin
Nama Ibu : Indo Tang
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD, tahun lulus : SD Negeri 101 Lambur 1 (2007).
b. MTS, tahun lulus : MTS Nurul Hidayah Lambur 1 ( 2010)
c. SMA, tahun lulus : SMA Negeri 02 Tanjab Timur ( 2013)

Anda mungkin juga menyukai