Anda di halaman 1dari 12

PENILAIAN PRA - ANESTESI DAN SEDASI

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


20/OK/I/2016 0 1 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

Pengertian Pelayanan anestesi pada hakekatnya harus bisa memberikan tindakan medik yang
aman, efektif, manusiawi, berdasarkan ilmu kedokteran mutahir dan teknologi tepat
guna dengan mendayagunakan sumber daya manusia berkompeten, profesional dan
terlatih menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai dengan standar,
pedoman dan rekomendasi profesi anestesi.

Tujuan 1. Menentukan kondisi medis pasien termasuk status fisik ASA sebelum dilakukan
tindakan anestesia dan sedasi
2. Merencanakan pengelolaan anestesia dan sedasi sesuai dengan kondisi pasien dan
rencana pembedahan.
3. Mempersiapkan pasien dalam kondisi optimal pada saat menjalani tindakan
anestesia, sedasi, ataupun pembedahan.

Kebijakan Berdasarkan SK Direktur nomor 011/SK-DIR/RSRS/I/16 tentang Pedoman Pelayanan


Bedah dan Anestesi Rumah Sakit Ridhoka Salma.

Prosedur 1. Setiap pasien yang akan menjalani anestesia dan sedasi harus dilakukan penilaian
praanestesi
2. Penilaian praanestesia dilakukan oleh dokter spesialis anestesia setelah menerima
konsultasi atau jadwal tindakan yang membutuhkan anestesia dan sedasi
3. Pasien atau keluarga pasien sebelumnya diminta untuk mempelajari dan mengisi
formulir praanestesia dengan dibantu oleh perawat, yang berisi antara lain:
a. Identitas pasien
b. Riwayat kebiasaan, obat-obatan yang sedang dikonsumsi, riwayat alergi,
keluarga, penyakit pasien, operasi dan riwayat anestesia sebelumnya
4. Dokter anestesia mempelajari rekam medis dan formulir praanestesia yang telah
diisi oleh pasien atau keluarga serta hasil konsultasi yang tersedia terkait dengan
resiko penyulit dan rencana tindakan anestesia dan sedasi yang akan dilakukan
Dokter anestesia melakukan penilaian praanestesia berdasarkan formulir
praanestesia, antara lain anamnesis tentang kondisi umum dan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta klasifikasi ASA
yang didokumentasikan dalam formulir penilaian praanestesia.
5. Dengan memperhatikan hasil penilaian praanestesia dan jenis operasi atau
prosedur yang akan dijalani, dokter anestesia memberikan penjelasan
mengenai rencana tindakan anestesia dan sedasi yang akan diberikan dan
alternatifnya, risiko dan faktor penyulit anestesia, kemungkinan efek
samping intra maupun pascaanestesia dan sedasi. Penjelasan ini
didokumentasikan dalam formulir informed consent anestesia dan sedasi
6. Instruksi puasa, pemberian premedikasi, maupun persiapan khusus lain
seperti persiapan darah untuk transfusi, pemeriksaan atau konsultasi
tambahan yang diperlukan, serta perawatan ICU pascaoperasi dijelaskan
kepada pasien atau keluarga pasien, dan didokumentasikan dalam formulir
penilaian praanestesia.
PENILAIAN PRA-ANESTESI DAN SEDASI

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


20/OK/I/2016 0 2 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

7. Untuk tindakan terencana, penilaian dilakukan di poliklinik anestesia, ruang rawat,


atau ruang lain bila dibutuhkan.
8. Untuk tindakan cito/emergensi, penilaian dapat dilakukan dari ruangan tempat
pasien tersebut berada ataupun dilakukan di ruang penerimaan pasien di kamar
operasi
9. Apabila ada perubahan kondisi pasien sejak dilakukan penilaian sampai sebelum
dilakukan tindakan anestesia (misal: kesadaran, gangguan kardiorespirasi,
perdarahan), bila perlu akan dikomunikasikan kembali antara dokter anestesia,
dokter operator, serta pasien dan keluarga mengenai kelayakan pasien untuk tetap
menjalani tindakan anestesia atau dilakukan optimalisasi terlebih dahulu.
10. Semua penilaian praanestesia didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

Unit Terkait 1. IGD


2. RAWAT INAP
3. ICU/PICU

FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


21/OK/I/2016 0 1 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPEASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

Pengertian Untuk memberi informasi dan edukasi pasien mengenai kondisi klinis dan rencana
perawatan yang sudah direncanakan.

Tujuan 1. Memastikan bahwa semua pasien telah mendapatkan persetujuan tindakan baik
tindakan pembedahan/ prosedur invasif ataupun tindakan anestesia dan sedasi
sesuai kebijakan.
2. Memastikan semua DPJP memberikan informasi dan mendapatkan persetujuan
tindakan baik tindakan pembedahan/ prosedur invasif ataupun tindakan anestesia
dan sedasi sesuai kebijakan.
3. Mencegah kemungkinan tuntutan (legalitas)

Kebijakan Berdasarkan SK Direktur nomor 011/SK-DIR/RSRS/I/16 tentang Pedoman Pelayanan


Bedah dan Anestesi Rumah Sakit Ridhoka Salma.

Prosedur 1. Sebelum dilakukan tindakan di poli/ruang rawat/kamar operasi maka harus


dilakukan pemberian informasi dan edukasi oleh DPJP bedah kepada pasien,
keluarga yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pasien kemudian
diikuti dengan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan.
2. DPJP bedah formulir persetujuan tindakan kedokteran khusus untuk pembedahan
di poliklinik bedah, ruang rawat inap dan ruangan lain sesuai kebutuhan.
3. Dokter Anestesi mengisi formulir persetujuan tindakan kedokteran khusus untuk
tindakan anestesia di poliklinik perioperatif , ruang rawat inap dan ruangan lain
sesuai kebutuhan.
4. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) memperkenalkan diri.
5. Sesuai dengan baris pertama harus dijelaskan siapa dokter pelaksana tindakan.
6. Sesuai dengan baris kedua harus dituliskan siapa pemberi informasi, antara lain :
dokter yang merawat pasien, dokter yang akan melakukan tindakan kedokteran
7. Sesuai dengan baris ketiga harus dituliskan siapa penerima informasi, antara lain:
pasien yang kompeten, atau keluarga terdekat pasien ( sesuai dengan SPO Pemberi
Informasi dan Penerima Persetujuan)Tahap berikutnya, pemberi informasi harus
memberikan penjelasan sesuai komponen yang terdapat pada kolom jenis
informasi dan menuliskan penjelasan yang diberikan pada kolom isi informasi serta
menandai dengan tanda “V” pada kolom tandai, yang terdiri dari:
a. Diagnosis berisi Working Diagnosis (WD) & Differential Diagnosis (DD), yaitu
diagnosis dan kemungkinan diagnosis lain pasien berdasarkan ICD 10.
b. Dasar diagnosis dijelaskan dasar penegakan diagnosis pasien berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
c. Tindakan kedokteran dijelaskan untuk tujuan diagnostik atau terapeutik yang
terdiri dari :
i. Tindakan kedokteran baik pembedahan atau prosedur invasif berdasarkan
ICD 9
ii. Tindakan anestesia dan sedasi yang akan dilakukan terhadap pasien

FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


21/OK/I/2016 0 2 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur
Prosedur d. Indikasi tindakan dijelaskan alasan dilakukan tindakan tersebut.
e. Tata cara dijelaskan secara singkat prosedur, tahapan yang dianggap
penting yang akan dilakukan.
f. Tujuan dijelaskan manfaat dari rencana tindakan atau pengobatan
g. Risiko berisi tentang risiko yang serius dan sering terjadi akibat
tindakan tersebut
h. Komplikasi berisi kondisi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
dilakukannya tindakan tersebut
i. Prognosis berisi konsekwensi bila dilakukan tindakan tersebut
terhadap:
j. Prognosis hidup/mati pasien, prognosis fungsi dan prognosis
kesembuhan
k. Alternatif berisi pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap
kondisi pasien, dijelaskan juga kemungkinan perluasan tindakan,
kemungkinan dilakukan konsultasi selama tindakan , kemungkinan
transfusi dan komplikasi akibat pemberian transfusi.
8. Beri kesempatan bagi pasien maupun yang bertanggung jawab terhadap pasien
untuk bertanya secara langsung terhadap dokter yang memberi penjelasan.
9. Setelah DPJP bedah menerangkan hal-hal di atas secara benar dan jelas dan
memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi dan pasien mengerti,
DPJP bedah menandatangani pada kolom bukti penjelasan kepada pasien
10. Setelah pasien menerima informasi dan telah memahaminya, kemudian pasien
atau yang bertanggung jawab terhadap pasien menandatangani pada kolom bukti
penerimaan informasi.
11. Pada kolom persetujuan tindakan kedokteran, pasien diharuskan membaca tiga
paragraf terakhir di dalam informed consent sebelum menandatangani.
12. persetujuan tindakan kedokteran.
13. Jika pasien atau yang bertanggung jawab terhadap pasien tidak mengerti dengan
penjelasan dokter tentang pilihan tindakan penatalaksanaan, maka dokter wajib
menjelaskan ulang sampai mengerti.
14. Jika tercapai pengertian dari pasien maupun yang bertanggung jawab secara penuh
terhadap pasien, maka dilakukan pengisian dan penandatanganan formulir
persetujuan tindakan kedokteran oleh pasien/penanggung jawab pasien, dokter
dan saksi.
15. DPJP bedah mencantumkan tanggal dan waktu pemberian informasi.
16. Formulir yang sudah diiisi dan ditandatangani disimpan dalam berkas rekam medik
pasien.

Unit Terkait 1. UGD


2. RAWAT INAP
3. ICU/PICU
4. VK

INFORMED CONSENT
ANESTESIA

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


22/OK/I/2016 0 1 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

Pengertian Suatu proses mendapatkan persetujuan pasien atas tindakan medis yang akan
dijalani, setelah memberikan penjelasan yang dimengerti sepenuhnya oleh pasien.

Tujuan 1. Untuk tertib laksana anestesia.


2. Memberikan pasien hak untuk memahami tindakan yang akan dijalani beserta
kemungkinan komplikasi dan tatalaksananya
3. Memberikan pasien kesadaran bahwa semua yang berlaku di atas dirinya bukan
semata-mata tanggung jawab petugas kesehatan melainkan juga merupakan
tanggung jawab pribadi sendiri, sehingga memungkinkan pasien mengambil
keputusan untuk menerima atau menolak tindakan.
4. Mencegah kejadian yang tidak diinginkan yang berasal dari ketidakadekuatan
komunikasi antara dokter dengan pasien.
5. Mencegah tuntutan hukum jika terjadi komplikasi tindakan medis.

Kebijakan 1. Informed consent anestesia merupakan bagian dari Informed consent/ surat
persetujuan tindakan medik secara keseluruhan.
2. Informed consent anestesia diambil oleh dokter anestesi yang akan melakukan
tindakan anestesia atau tindakan lain yang terkait dengan tatalaksana pasien
kritis.
3. Informed consent anestesia diperlukan sebelum tindakan yang memerlukan baik
tindakan anestesia dan sedasi (monitor care anesthesia).
4. Informed consent anestesia tidak diperlukan untuk tindakan segera yang bersifat
penyelamatan nyawa (life saving), misalnya resusitasi jantung paru.
5. Informed consent anestesia dimulai dengan memberikan penjelasan kepada pasien
mengenai kondisinya dan mengenai tindakan
6. Pada pasien yang tidak sadar, belum dewasa atau yang tidak kooperatif, informed
consent didapatkan dari keluarga yang dapat bertanggungjawab secara legal ke
atas pasien.
7. Prosedur informed consent anestesia diakhiri dengan ditandatanganinya Surat
Persetujuan atau Surat Penolakan tindakan medis

Prosedur 1. Dokter Anestesi menjelaskan kepada pasien tentang penyakit, kondisi klinis,
rencana tindakan medis, rencana teknik anestesia beserta obat yang akan
digunakan
2. Penjelasan harus mencakup risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
prognosis dan rencana tatalaksananya.
3. Penjelasan juga mencakup rencana perawatan pascabedahan
4. Penjelasan dilakukan menggunakan bahasa yang dipahami oleh pasien, sesuai
tingkat pendidikan serta ras/ etnisitasnya.
5. Bilamana perlu dapat digunakan alat peraga/ gambar untuk memudahkan
penjelasan
6. Selama prosedur penjelasan, pasien mempunyai hak untuk bertanya.
INFORMED CONSENT
ANESTESIA

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


22/OK/I/2016 0 2 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur
7. penjelasan diberikan, pasien diminta mengulang apa yang telah dimengerti.
Jika ada bagian penting yang tidak dimengerti oleh pasien atau
disalahmengertikan, dokter harus mengulangi lagi penjelasannya hingga pasien
mengerti.
8. Semua penjelasan lisan dokter harus juga tercatat dalam bentuk tertulis.
9. Apabila penjelasan menyangkut hal-hal khusus dan tidak tercakup di dalam
lembar Persetujuan Tindakan Medis, dapat dicatat di dalam lembar tersendiri
10. Setelah menerima penjelasan dan mengerti, pasien berhak menyetujui atau
menolak tindakan medis yang akan dilakukan.
11. Jika pasien menyetujui dilakukan tindakan medis yang disebut, maka pasien
akan menandatangani lembar Persetujuan Tindakan Medis .
12. Jika pasien tidak menyetujui tindakan medis yang akan dijalani,maka pasien
akan menandatangani lembar Penolakan Tindakan Medis.
13. Persetujuan atau penolakan tindakan medis ditandatangani oleh pasien atau
keluarga yang bertanggungjawab, saksi, dan dokter yang memberikan
penjelasan di atas.
14. Persetujuan/ penolakan tindakan medis harus memuat identitas dan alamat
pasien serta identitas dan alamat keluarga yang bertanggungjawab.
15. Penjelasan tertulis serta lembar persetujuan atau lembar penolakan tindakan
medis dijadikan satu dan dimasukkan bersama dokumen lain dalam rekam
medis pasien.

Unit Terkait 1. UGD


2. RAWAT INAP
3. ICU/PICU
4. VK

KONDISI YANG HARUS DILAPORKAN SETELAH PEMULIHAN

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


23/OK/I/2016 0 1 dari 1

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

1.Sedasi/Analgesia Sedang adalah pemberian obat yang menyebabkan penurunan


kesadaran, namun pasien masih dapat merespon perintah verbal dengan atau tanpa
Pengertian rangsang sentuh, tidak diperlukan intervensi untuk menjaga patensi jalan nafas,
ventilasi spontan adekuat, dan fungsi kardiovaskular biasanya tidak terganggu.

2.Sedasi/Analgesia Dalam adalah pemberian obat yang menyebabkan penurunan


kesadaran, sehingga pasien tidak mudah dibangunkan namun merespon terhadap
rangsang nyeri, mungkin diperlukan intervensi untuk menjaga patensi jalan nafas,
ventilasi spontan mungkin tidak adekuat, dan fungsi kardiovaskular biasanya tidak
terganggu.

Tujuan 1. Pasien akan tetap mempertahankan reflex protektif tubuh selama prosedur
dilaksanakan
2. Pasien akan mendapatkan pengawasan yang seksama selama prosedur dilaksanakan
untuk menjaga keamanan pasien
3. Pasien dan keluarga mengerti risiko, keuntungan dan alternative dari pemberian
sedasi sedang
4. Pasien akan merasa nyaman selama prosedur dilaksanakan.
5. Pasien dapat kembali ke unit, fasilitas atau rumahnya dengan selamat Pasien,
keluarga atau orang yang bertanggung jawab terhadapnya akan memiliki
pengetahuan yang cukup untuk memastikan keselamatan pasien setelah pasien
dikembalikan ke ruangan, dipulangkan ke rumah.

Kebijakan 1. Undang Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 779/Menkes/SK/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Anastesi di Rumah Sakit

Prosedur 1. Denyut jantung.


a. Dewasa : denyut jantung kurang dari 60 x/menit atau lebih dari 100x/menit
dan berbeda lebih dari 15% nilai awal
b. Anak-anak : Perbedaan lebih dari 15% nilai awal
2. Tekanan darah
a. Dewasa : tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau lebih dari 150mmHg DAN
berbeda lebih dari 15% nilai awal
3. Saturasi Oksigen pada udara kamar dibawah 93% DAN penurunan 3% lebih dari nilai
awal.
4. Perubahan karakter pasien atau penurunan kesadaran.
5. Kondisi lain dimana perawat merasa perlu menghubungi dokter.

Unit Terkait 1. UGD


2. RAWAT INAP
3. ICU/PICU

PELAYANAN SEDASI / ANALGESIK SEDANG DAN DALAM

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


24/OK/I/2016 0 1 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur
Pengertian Sedasi/Analgesia Sedang adalah pemberian obat yang menyebabkan penurunan
kesadaran, namun pasien masih dapat merespon perintah verbal dengan atau tanpa
rangsang sentuh, tidak diperlukan intervensi untuk menjaga patensi jalan nafas,
ventilasi spontan adekuat, dan fungsi kardiovaskular biasanya tidak terganggu.

Sedasi/Analgesia Dalam adalah pemberian obat yang menyebabkan penurunan


kesadaran, sehingga pasien tidak mudah dibangunkan namun merespon terhadap
rangsang nyeri, mungkin diperlukan intervensi untuk menjaga patensi jalan nafas,
ventilasi spontan mungkin tidak adekuat, dan fungsi kardiovaskular biasanya tidak
terganggu.

Tujuan 1. Pasien akan tetap mempertahankan reflex protektif tubuh selama prosedur
dilaksanakan
2. Pasien akan mendapatkan pengawasan yang seksama selama prosedur dilaksanakan
untuk menjaga keamanan pasien
3. Pasien dan keluarga mengerti risiko, keuntungan dan alternative dari pemberian
sedasi sedang
4. Pasien akan merasa nyaman selama prosedur dilaksanakan
5. Pasien dapat kembali ke unit, fasilitas atau rumahnya dengan selamat
Pasien, keluarga atau orang yang bertanggung jawab terhadapnya akan memiliki
pengetahuan yang cukup untuk memastikan keselamatan pasien setelah pasien
dikembalikan ke ruangan, dipulangkan ke rumah.

Kebijakan 1. Undang Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 779/Menkes/SK/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Anastesi di Rumah Sakit

Prosedur 1. Tahap Pra Sedasi


a. Perencanaan tindakan sedasi yang akan dilakukan berdasarkan dari hasil
penilaian pra sedasi yang dilakukan oleh dokter anestesi.
b. Dokter anestesi dapat meminta konsultasi ke spesialis lain jika diperlukan,
misalnya pasien anak ke dokter anak, pasien dewasa ke dokter penyakit
dalam, jantung, paru.
c. Sebelum tindakan sedasi sedang dan dalam dimulai, dokter anestesi
memberikan penjelasan dan edukasi serta meminta persetujuan tindakan
medis dalam Informed Consent kepada pasien. Untuk pasien anak atau pasien
yang tidak mampu mengambil keputusan sendiri maka informed consent
diwakilkan kepada keluarga pasien atau penanggung jawab.
d. Persiapan sedasi dilakukan jika pasien/keluarga/penanggung jawab setuju
terhadap tindakan berdasarkan instruksi saat penilaian pra sedasi di rawat
jalan maupun rawat inap berdasarkan instruksi saat kunjungan pra anestesia
dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

2. Tahap Intra sedasi


a. Tim anestesi melakukan evaluasi ulang kelengkapan status pasien, obat-
obatan, peralatan anestesia, monitoring pasien, troli emergensi dan peralatan
resusitasi.
b. Dilakukan pemasangan infus, oksigen (bila diperlukan) dan alat monitoring
berdasarkan cek list kesiapan anestesia.

PELAYANAN SEDASI / ANALGESIK SEDANG DAN DALAM

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


24OK/I/2016 0 2 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

c. Tim anestesi melakukan proses sign in


d. Dokter anestesi melakukan penilaian ulang untuk menilai kesiapan pasien
menjalani prosedur sedasi.
e. Seluruh tim yang terlibat melakukan proses time out, kemudian prosedur
tindakan dapat dimulai.
f. Tim anestesi melakukan pemantauan yang berkesinambungan selama proses
sedasi berlangsung dan bereaksi cepat terhadap segala kondisi pasien akibat
tindakan sedasi.
g. Pemantauan yang dilakukan selama tindakan sedasi sedang dalam adalah
tekanan darah maksimal setiap lima (5) menit, sedangkan laju nadi, laju
nafas, saturasi oksigen yang dilakukan secara terus menerus dan
didokumentasikan setiap lima belas (15) menit
h. Semua kondisi pasien selama sedasi dicatat dalam status anestesia dan
didokumentasikan dalam rekam medis.

3. Tahap Pasca sedasi


a. Setelah prosedur tindakan selesai, kondisi fisiologis dan tanda-tanda vital
pasien harus tetap dipantau dan dicatat.
b. Tim anestesi melakukan proses sign out.
c. Selama pasien berada dalam masa pemulihan dilakukan pemantauan
menggunakan skor Aldrette setiap 15 menit.
d. Pasien dinyatakan boleh pulang/pindah ruang jika skor Aldrette ≥ 9 oleh tim
anestesi.
e. Tim anestesi mengidentifikasi keadaan pasien bila terjadi keadaan sedasi yang
berkepanjangan akibat komplikasi atau pemulihan sedasi yang lambat. Bila
terjadi keadaan sedasi yang berkepanjangan, maka Dokter Anestesi membuat
rencana pengelolaan keperawatan pasien selanjutnya dan bila diperlukan
pasien dapat langsung dipindahkan ke ruang rawat intensif.
Tim anestesi menginformasikan kepada perawat/petugas radiologi bila pasien
sudah pulih dan siap dipindahkan ke ruang rawat inap atau dapat dipulangkan.
f. Tim anestesi harus menginformasikan mengenai rencana perawatan pasien
pasca sedasi kepada pasien dan keluarga pasien.
g. Semua proses pasca sedasi harus terdokumentasi dan dimasukkan dalam rekam
medis pasien.

Unit Terkait 1. Rawat Inap


2. ICU/PICU
3. VK

Dokumen Terkait 1. Formulir Penilaian Pra Anestesi & Sedasi


2. Formulir Prosedur Sedasi Sedang Dalam

PEMANTAUAN INDIKATOR MEDIS ANESTESI


( Termasuk Sedasi Sedang dan Sedasi Dalam )

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


25/OK/I/2016 0 1 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

Pengertian Suatu alat ukur objektif yang digunakan sebagai panduan untuk evaluasi tatalaksana
dan outcome pelayanan pasien anestesia

Tujuan
1. Meningkatkan perbaikan terhadap mutu pelayanan yang berkesinambungan
2. Mengurangi morbiditas dan mortalitas
3. Meningkatkan pelayanan yang efisien dan efektif
4. Memberikan alat ukur yang objektif dan kuantitatif terhadap aplikasi pelayanan
klinis serta cost effectiveness dari pelayanan kesehatan.

Kebijakan 1. Indikator medis bukan sebagai standar yang pasti melainkan dirancang sebagai
peringatan bagi pelayanan anestesi bila hasil analisis data terdapat indikasi
mengenai kemungkinan adanya masalah dalam pelayanan medis.
2. Dalam menetapkan indikator medis harus memperhatikan objektifitas indikator,
informasi yang dapat dipercaya dan diandalkan tentang mutu layanan kesehatan,
relevan dengan kepentingan pelayanan anestesia, bersifat spesifik sesuai
departemen terkait dan dapat diterima serta bermanfaat bagi pelayanan anestesi
3. Indikator medis digunakan untuk mengukur suatu proses atau outcome pelayanan
medis

1. Dokter Anestesi akan menilai indikator medis sesuai unit kerja lokasi penilaian
Prosedur indikator terkait.
2. Pencatatan data indikator medis dilakukan ditempat sesuai lokasi unit kerja dalam
form pencatatan terpisah.
3. Dokter Anestesi yang telah ditunjuk akan mengumpulkan data indikator pelayanan
medis yang sudah ditentukan setiap bulan.
4. Data indikator pelayanan didapat dari hasil pencatatan pelayanan Anestesi dan
unit terkait, dengan menilai persentase dari jumlah pasien yang dilakukan
tindakan anestesi dalam satu bulan.
5. Indikator medis anestesia yang dinilai adalah:
a. Kesulitan atau kegagalan intubasi
b. Komplikasi Pemasangan Central Vein Catheter (CVC)
c. Pasien radioterapi yang mengalami efek samping selama dan sesudah
anestesia
d. VAS > 4 dalam 30 menit setelah sadar di RR.

PEMANTAUAN INDIKATOR MEDIS ANESTESI


( Termasuk Sedasi Sedang dan Sedasi Dalam )

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


25/OK/I/2016 0 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL
KAMAR OPERASI 27 Januari 2016
dr Rachmat Setiyadi
Direktur

Prosedur
e. Pasien pasca bedah di ruang pulih yang mengalami masalah jalan nafas dan
membutuhkan bantuan jalan nafas di RR
f. Rawat ICU tak terencana pasien pasca bedah
6. Setelah seluruh data indikator medis terkumpul setiap bulannya maka dilakukan
presentasi oleh Dokter Anestesi
7. Secara periodik (3 bulan) standar indikator medis akan dinilai ulang oleh dokter
Anestesi sesuai evaluasi di lapangan dan dapat dilakukan perubahan dari standar
tersebut
8. Setiap perubahan dari standar tersebut akan disosialisasikan kepada seluruh dokter
Anestesi

Unit Terkait 1. UGD


2. RAWAT INAP
3. ICU/PICU
4. VK

PERSIAPAN ANESTESIA

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


26/OK/I/2016 0 1 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

Pengertian Suatu proses persiapan sebelum dilakukannya tindakan anestesia meliputi persiapan
peralatan anestesia, obat anestesia dan pemantauan anestesia.

Tujuan 1. Untuk tertib laksana anestesia.


2. Untuk terselenggaranya prosedur anestesia yang mengutamakan keselamatan
pasien (patient’s safety).
3. Meminimalkan komplikasi akibat tindakan anestesia.
4. Mencegah komplikasi karena malfungsi peralatan medis.
5. Menciptakan kondisi siap menghadapi kegawatan kardiorespirasi setiap saat

Kebijakan 1. Persiapan anestesia dilakukan oleh dokter Anestesi bersama dengan perawat yang
akan melakukan tindakan anestesia.
2. Semua pelaku anestesia yang melakukan persiapan mengisi chelist keamananan
Anestesi yang telah disediakan.
3. Persiapan dan Chelist Keamanan Anestesi berlaku untuk semua tindakan anestesia,
baik anestesia umum, regional, blok perifer, sedasi sedang dan dalam
4. Chelist Keamanan Anestesi yang telah diisi sebelum tindakan anestesia
didokumentasikan bersama data lain dalam rekam anestesia.
5. Persiapan anestesia ini berhubungan dengan kesiapan sarana dan prasarana untuk
prosedur anestesia, tidak secara langsung menyangkut pasien yang akan menjalani
tindakan medis.
6. Persiapan anestesia bukan penilaian pra-anestesia.

Prosedur 1. Pelaku anestesia menghubungkan semua peralatan elektronik dengan


sumber listrik. Diyakini listrik mengalir dengan baik.
2. Sumber gas medis diperiksa satu per satu, dimulai dengan sumber
oksigen, kemudian compressed air dan N2O.
3. Mesin anestesia diperiksa apakah berfungsi dengan baik.
4. Sirkuit nafas yang sesuai untuk pasien diperiksa apakah berfungsi dan
apakah ada kebocoran.
5. Peralatan manajemen jalan nafas diperiksa satu per satu, dimulai dengan
sungkup muka dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, oropharyngeal airway,
laringoskop dengan bilah sesuai dengan pasien, berbagai ukuran ETT atau sungkup
laring, spuit untuk mengisi balon ETT, forsep Magill, stilet (introduser) ETT.
6. Tersedia alat penyedot (suction) yang berfungsi baik beserta selang dan
kateternya.
7. Stetoskop tersedia dan berfungsi baik.
8. Tersedia plester untuk fiksasi ETT/ sungkup laring, sarung tangan, swab
alcohol.
9. Penyerap CO2 (CO2 absorber) diperiksa apakah masih layak pakai. Jika
tidak harus segera diganti.
10. Peralatan untuk pemantauan diperiksa satu per satu. Sesuai chelist
keamanan anestesi.
11. Persediaan obat diperiksa sesuai chelist keamanan anestesi
12. Chelist keamanan anestesi diperiksa ulang dan ditandatangani.
13. Bila semua telah sesuai chelist keamanan anestesi, baru dapat dinyatakan
tim anestesia siap dan pasien dapat segera dimasukkan ke ruang bedah.
Chelist keamanan anestesi kemudian akan digabungkan dengan rekam medis
anestesia.

PERSIAPAN ANESTESIA

Nomor Dokumen : Revisi : Halaman :


26/OK/I/2016 0 2 dari 2

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit : Ditetapkan,


OPERASIONAL

KAMAR OPERASI 27 Januari 2016


dr Rachmat Setiyadi
Direktur

Unit Terkait 1. UGD.


2. RAWAT INAP.
3. POLIKLINIK.
4. ICU/PICU.

Dokumen Terkait Keamanan pasien.

Anda mungkin juga menyukai