TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Batubara
Batubara adalah suatu batuan sedimen yang tersusun atas unsur karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. dalam proses pembentukannya batubara
diselipi batuan yang mengandung mineral bersama dengan moistur, mineral ini
5
merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatnya kandungan kedua
materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga pemanfaatan jenis batubara yaitu sebagai
pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus
diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin rendah
kandungan karbon, sehingga makin semakin rendah pula nilai panas yang di hasilkan
batubara tersebut (Muchjidin, 2006).
Batubara Indonesia berada pada perbatasan antara batubara sub-bitumen dan
batubara bitumen, tetapi hampir 50% dari lignit. Menurut hasil eksplorasi yang
dinyatakan dalam sumner daya hipotetik, tereka, terunjuk dan terukur, sampai tahun
1999 akhir, sumber daya batubara Indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton dan
sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton. Adapun sistem penambangan batubara
terbagi atas dua yaitu penambangan terbuka (open pit mining) dan penambangan
bawah tanah (undergrown mining). Di Indonesia cara penambangan terbuka banyak
digunakan karena letak batubaranya tidak terlalu dalam (Muchjidin, 2006).
Berdasarkan kebijakan diversifikasi energi yang dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia melalui Kebijakan Energi Nasional no 5/2006 mengakibatkan penggunaan
batubara untuk kebutuhan domestik (dalam negeri) semakin meningkat. Terlihat
pada industri tekstil guna pemenuhan kebutuhan daya (power generation)
penggunaan batubara naik secara signifikan dari hanya 15% pada tahun 2006
menjadi 19% di tahun 2009. Namun, peningkatan penggunaan batubara tersebut
untuk industri/ pabrik saja di mana untuk sektor industri rumahan tidak memberikan
kontribusi positif konsumsi batubara domestik sebab nilai kalori batubara domestik
masih tergolong rendah (Umar et al., 2017).
Batubara terbentuk melalui proses yang panjang. Banyak faktor yang terlibat
dalam pembentukannya. Setiap faktor memegang peran tersendiri dan harus berada
dalam kondisi setimbang. Dengan kata lain, pembentukan batubara berkaitan erat
dengan kesetimbangan sistem. Sistem yang dimaskud dalam pembentukan batubara
adalah isi dan wadah dalam prosesnya. Isi berkaitan dengan apa saja yang
membentuk batubara dan aliran sedimen. Wadah merupakan tempat batubara
terbentuk. Pembentukan batubara bisa dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap
6
penggambutan (peatification) dan tahap pembatubaraan (coalification) seperti pada
gambar 2.1 di bawah
Time
Pressure
Heat
Peat
Lignite
Coal
Gambar 2.1 Tahap Penggambutan dan Tahap Pembatubaraan serta Fakto yang
Mempegaruhinya (Kentucky Geological Survey, 2012)
7
pohon-pohon tersebut mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari fase
penggambutan (Muchjidin, 2006). Berikut beberapa fase proses pembatubaraan yang
terdapat pada gambar 2.4
Batubara terbentuk melalui proses yang sangat panjang dan lama. Di samping
dipengaruhi oleh faktor alamiah yang tidak mengenal batas dan waktu, terutama
ditinjau dari segi fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Dikenal faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan batubara. Faktor-faktor tersebut antara lain posisi
geotektonik, keadaan topografi daerah (morfologi), iklim daerah, proses penurunan
8
cekungan sedimentasi, umur geologi, jenis tumbuh-tumbuhan, proses dekomposisi,
sejarah setelah pengendapan, struktur geologi cekungan dan metamorfosa organik
(Hutton dan Jones,1995).
2.4.1 Posisi Geotektonik
Posisi geotektonik merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi
gaya-gaya tektonik lempeng. Gaya-gaya tektonik ini akan mengakibatkan cekungan
sedimentasi menjadi lebih luas apabila terjadi penurunan dasar cekungan, atau lebih
sempit apabila terjadi kenaikan dasar cekungan. Proses geotektonik dapat pula diikuti
oleh perlipatan lapisan batuan ataupun patahan. Apabila proses tersebut terjadi, satu
cekungan sedimentasi akan dapat terbagi menjadi dua atau lebih sub cekungan
sedimentasi dengan luas yang relatif kecil (Arif, 2014).
2.4.2 Keadaan Topografi
Daerah tempat tumbuhan berkembang baik merupakan daerah yang relatif
tersedia air, tempat tersebut mempunyai topografi yang lebih rendah dari daerah
yang mengelilinginya. Makin luas daerah dengan topografi relatif rendah, makin
banyak tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak terdapat bahan pembentuk
batubara. Apabila daerah ini dipengaruhi oleh gaya tektonik, baik yang
mengakibatkan kenaikan maupun penurunan topografi, maka akan berpengaruh pula
terhadap luas tanaman yang merupakan bahan utama sebagai bahan pembentuk
batubara (Arif, 2014).
2.4.3 Iklim
Iklim berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Di daerah beriklim
tropis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun, disamping tersedianya sinar
matahari sepanjang waktu, merupakan tempat yang cukup baik untuk pertumbuhan
tanaman. Oleh karenanya, di daerah yang mempunyai iklim tropis pada masa
lampau, sangat mungkin didapatkan endapan batubara dalam jumlah banyak,
sebaliknya daerah yang beriklim sub tropis mempunyai penyebaran endapan
batubara yang terbatas. kebanyakan luas tanaman yang keberadaanya sangat
ditentukan oleh iklim akan menentukan penyebaran dan ketebalan lapisan (seam)
batubara yang nantinya akan terbentuk. hasil pengkajian menyatakan bahwa hutan
rawa tropis mempunyai siklus pertumbuhan setiap 7-9 tahun dengan ketinggian
pohon sekitar 30 m. Sedangkan pada iklim yang lebih dingin ketinggian pohon hanya
mencapai sekitar 5-6 m dalam selang waktu yang sama.
9
2.4.4 Proses Penurunan Cekungan Sedimentasi
Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat luas, hingga
mencapai ratusan hingga ribuan hektar. dalam sejarah bumi batuan sedimen
merupakan bagian kuliat bumi akan mengalami deformasi akibat dari gaya tektonik.
Cekungan ini mengalami gaya deformasi lebih hebat apabila cekungan tersebut
berada dalam suatu sistem geoantiklin atau geosingklin. akibat gaya tektonik pada
waktu waktu tertentu, batubara bersama dengan batuan sedimen yang merupakan
perlapisan di antaranya akan terlipat dan tersesarkan. Proses pensesaran dan
perlipatan tersebut akan menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan akan
berpengaruh pada proses metamorphosis batubara dan batubara akan menjadi lebih
keras dan lapisanya terpatah patah akan semakin banyak perlipatan dan pensesaran
terjadi dalam cekungan sedimen yang mengandung batubara. Oleh sebab itu,
pencarian batubara yang bermutu baik diarahkan pada daerah tersebut diyakini
kegiatan tektonik berjalan cukup intensif (Arif, 2014).
2.4.5 Umur Geologi
Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan sebagai macam
tumbuhan. Perkembangannya secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan
batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan dalam penimbunan yang
terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi, tetapi pada batubara yang
mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektoknik
yang membentuk struktur perlapisan atau patahan pada lapisan batubara.
2.4.6 Jenis Tumbuh-Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora
terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi
tertentu, merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara. Hutan
tumbuh dengan subur selama masa karbon. Pada masa tersier merupakan
perkembangan yang sangat luas dari berbagai jenis tanaman.
2.4.7 Proses Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dan organik
merupakan titik awal rantai sepanjang proses alterasi. Sisa tumbuhan dalam
pertumbuhan gambut akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi.
Proses degradasi biokimia lebih berperan setelah tumbuhan mati. Proses pembusukan
(decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini berkerja
10
dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan
seperti selulosa, protoplasma dan pati (Sukandarrumidi, 2006).
11
2.5.5 Antrasit (Anthracite)
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi dengan warna hitam berkilauan
(Luster) metalik, keras, dan kompak. mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C)
dengan kadar air kurang dari 8%, dengan Nilai kalori lebih dari 7.300 Cal/g.
Faktor tumbuhan purba yang sejenisnya berbeda-beda sesuai dengan zaman
geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembanganya, ditambah dengan lokasi
pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi
serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan
terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karateristik
batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya
(coal seam) (Muchjidin, 2006).
sumur/parit uji. Luas minimal potongan melintang 100 cm dan contoh yang diambil
+ 15 kg batubara untuk setiap ketebalan lapisan.
Pada channel sampling ini ada beberapa aturan yang menjadi keharusan, yaitu;
a. Pemilihan tempat sampling, maksudnya agar lapisan batubara atau seam
batubara benar-benar terambil dari mulai roof sampai floor. Jadi harus dipilih
tempat-tempat yang bisa mewakili dari roof sampai floor.
b. Kebersihan dari batubara lapuk, Maksudnya adalah tambang yang batubaranya
sudah terlihat dan terpapar udara maka dikatakan batubara tersebut sudah
lapuk. Hal ini bertujuan supaya batubara yang di sampling benar-benar batu
yang sesuai dengan batu dalam tanah. Jadi lapisan pemukaan yang terpapar
dengan udara harus di bersihkan dulu.
c. Kedalaman galian channel, maksudnya adalah galian dari permukaan batubara
setelah dibersihkan 8 cm. Hal ini bisa jadi sulit pada keadaan tertentu karena
12
saat membuat lubang sedalam 8 cm pada dinding bisa jadi batubara retak
kebelakang yang bisa menyebabkan dalamnya lebih dari 8 cm. Penggalian ini
bisa menggunakan palu geologi
d. Lebar galian, yaitu lebarnya galian yang dibuat sepanjang seam batubara 10 cm.
Hal ini pun bisa terjadi masalah saat melakukan penggalian yaitu batubara bisa
jadi pecah ke samping sehingga lebarnya akan melebihi dari 10 cm.
e. Memotong dari roof sampai floor.
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisis kimia pada
batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimate. Analisis
proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), kadar abu (ash),
kandungan relatif zat terbang (volatil matter), dan karbon padat (fixed carbon).
Sedangkan analisis ultimate dilakukan untuk menentukan kandungan kandungan
unsur kimia pada batubara seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur
(Farabi, 2011).
13
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan inherent
moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total moisture (TM).
Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara
berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak untuk
mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.
Batubara mempunyai sifat hidrofobik yaitu ketika batubara dikeringkan, maka
batubara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan menambah jumlah air
internal.
Kadar air total (total moisture) yang terdiri dari kandungan air bebas (free
moisture atau air-dry loss) dan kandungan air bawaan (inherent moisture). Free
moisture merupakan air yang menempel di permukaan atau berada di celah rekahan
batubara. Kandungan air bebas (free moisture) dapat dihilangkan dengan cara
mengangin-anginkan batubara pada suhu kamar, contoh ini kemudian disebut air-
dried sample. Kandungan air bawaan (inherent moisture) adalah kandungan air yang
terikat di dalam pori internal batubara dan umumnya terikat bersamaan dengan
proses pembatubaraan. Kandungan air bawaan (inherent moisture) dapat dihilangkan
dengan cara memanaskan conto batubara yang sudah dikecilkan ukurannya di dalam
oven pada suhu 107o ± 3oC selama 60 menit.
Kadar air total terdiri dari dua jenis, yaitu:
1) Free moisture merupakan air yang menempel pada permukaan atau berada di
celah rekahan batubara. Kandungan air bebas (free moisture) dapat dihilangkan
dengan cara menganginkan batubara pada suhu kamar, conto ini kemudian
disebut air dried sample.
2) Kandungan air bawaan (inherent moisture) adalah kandungan air yang terikat
di dalam pori internal batubara dan umumnya terikat bersamaan dengan proses
pembatubaraan.
b. Kadar Abu (ash)
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan senyawa
anorganik, yang merupakan hasil rombakan batuan yang ada disekitarnya, bercampur
selama proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan. Abu hasil dari
pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai ash content. Abu ini merupakan
kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batubara yang tidak dapat terbakar atau yang
dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa
14
SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, N2O, P2O, SO3, dan oksida unsur
lain.
Selain kualitas yang akan mempengaruhi penanganannya, baik sebagai fly ash
maupun bottom ash tetapi juga komposisinya yang akan mempengaruhi
pemanfaatannya dan juga titik leleh yang dapat menimbulkan fouling pada pipa-pipa.
Dalam hal ini kandungan Na2O dalam abu akan sangat mempengaruhi titik leleh abu.
Abu ini dapat dihasilkan dari pengotor bawaan (inherent impurities) maupun
pengotor sebagai hasil penambangannya.
Kandungan abu ini akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar
dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya mencapai
80% dan abu dasar sebanyak 20%. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan
mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang
dilalui (Said, 2017).
Abu yang terkandung dalam batubara merupakan senyawa anorganik yang
tekandung pada batubara sejak proses pembentukan atau terbawa pada saat proses
penambangan. Abu batubara adalah residu yang dihasilkan setelah batubara dibakar
sempurna. Kadar abu batubara dapat ditentukan dengan cara pembakaran yang
bertahap. Tahap pertama adalah pembakaran selama 60 menit pada suhu 450 o-500oC.
Tahap selanjutnya adalah suhu dinaikkan hingga 700o-750oC selama 120 menit.
Sedangkan analisis ultimate merupakan analisis yang dilakukan untuk
menentukan kadar Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Sulfur
(S) dalam batubara. Nitrogen dan sulfur merupakan faktor penting yang memiliki
potensi pencemaran yang ditimbulkan dari pemanfaatan batubara. Analisis ultimate
juga bisa menentukan peringkat batubara dalam pengklasifikasiannya.
2.7.3 Nilai Kalor (Heating value)
Nilai kalor adalah jumlah energi yang terkandung di dalam bahan bakar setiap
satuan massa bahan bakar (Btu/lbm) atau (kCal/kg). Nilai kalor dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah jenis bahan bakar dan berat jenis bahan bakar.
Semakin tinggi berat jenis bahan bakar maka makin rendah nilai kalor yang
dihasilkan (Koesoemadinata, 1980). Alat yang digunakan untuk mengukur nilai kalor
adalah Bomb Calorimeter. Prinsip kerja Bomb Calorimeter adalah dengan
menentukan panas yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar dan oksigen pada volume
15
tetap. Terdapat dua jenis nilai kalor pada suatu bahan bakar padat termasuk
biomassa, yaitu (Patabang, 2009).
Metode standar yang umum digunakan dalam perdagangan batubara:
a) ISO-International Organization for Standarisation.
b) ASTM-American Society for Testing and Materials.
c) BS-British Standards.
d) AS-Australian Standards.
16