Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


MENINGOENCHEPALITIS
DI RUANG ICU RUMKIT TK. II 04.05.04
DR. SOEDJONO MAGELANG

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ainnur Rahmanti.,M.Kep

Disusun oleh :

HANA PUTRI SETYANI

20101440118032

STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO PRODI DIII KEPERAWATAN


SEMARANG

2021
1. DEFINISI
Meningoensefalitis adalah Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik
terbentuknya tuberkel granuloma pada paru. Yang biasanya disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. (Amin, M.,1999).
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan
meningens. Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis,
encephalomeningitis, dan meningocerebritis. ( Ilmu Kesehatan Anak, 1985)
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus. (Kapita selekta kedokteran jilid 2,
2000).

2. ETIOLOGI
a. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin :
1. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
a). Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
b).Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis,
Eastern e quire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley
encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella,
pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
4. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
5. Keracunan : arsenik, CO
3. PATHWAY
Penyebab (virus, toxin, racun)

Masuk melalui kulit, sel nafas, sel cerna


Infeksi yang menyebar Infeksi yang menyebar
melalui darah melalui sitem saraf

Peradangan SSP Gangguan Tumbang

Peningkatan TIK

Perubahan perfusi Jaringan G3 Pertukaran Gas Disfungsi hipotalamus Nyeri Kepala

Hipermetabolik Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri


Gangguan Transmisi Impuls Gangguan perfusi
Jar. Cerebral

Mual, Muntah

Kejang G3 Cairan dan Elektrolit


Peningkatan Suhu Tubuh

Kelemahan Neurologis Immobilisasi

Gangguan Integritas Kulit

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Demam.

b. Sakit kepala dan biasanya pada bayi disertai jeritan.

c. Pusing.

d. Muntah.

e. Nyeri tenggorokan.

f. Malaise.

g. Nyeri ekstrimitas.

h. Pucat.

i. Halusinasi.

j. Kaku kuduk.
k. Kejang.

l. Gelisah.

m. Iritable.

n. Gangguan kesadaran.
5. KOMPLIKASI
Dapat terjadi :
- Akut :
- Edema otak.

- SIADH.

- Status konvulsi.

- Kronik :
- Cerebral palsy.
- Epilepsy.
- Gangguan visus dan pendengaran.

6. DATA PENUNJANG
a. Pemeriksaan cairan serebrospinal.
Warna dan jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan
dominasi sel limfosit. Protein agak meningkat sedangkan glucose dalam batas
normal.
b. Pemeriksaan EEG.
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas
rendah.
c. Pemeriksaan virus.
Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibody yang spesifik terhadap
virus penyebab
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Pengobatan penyebab :
Diberikan apabila jenis virus diketahui Herpes encephalitis : Adenosine
arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari.
b. Pengobatan suportif.
Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah : pengobatan nonspesifik yang
bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.
c. Pengobatan tersebut antara lain :
ABC (Airway breathing, circulation) harus dipertahankan sebaik-baiknya.
Pemberian makan secara adequate baik secara internal maupun parenteral
dengan memperhatikan jumlah kalori, protein, keseimbangan cairan elektrolit
dan vitamin.
Obat-obatan yang lain apabila diperlukan agar keadaan umum penderita tidak
bertambah jelek.

8. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis) sehubungan dengan
perkembangan infeksi opportunistik.
b. Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hypothermi sehubungan
dengan peningkatan tingkat metabolisme tubuh, vasokontriksi/vasodilatasi pembuluh
darah.
c. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya supply
oksigen/pernapasan irreguler.
d. Resiko tinggi defisit volume cairan sehubungan dengan diare, muntah, perpindahan
cairan dari jaringan interstitial ke vaskuler.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah,
metabolisme meningkat.
INTERVENSI
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis) sehubungan dengan
perkembangan infeksi opportunistik.
a. Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai indikasi.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan
sarung tangan.
c. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan.
d. Gunakan teknik steril
e. Monitor suhu/peningkatan suhu secara teratur
f. Amati adanya menggigil
g. Pantau TTV klien
h. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian antibiotik

2. Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu : hyperthermi/hypothermi sehubungan dengan


peningkatan tingkat metabolisme tubuh, vasokontriksi/vasodilatasi pembuluh darah.

1. Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforesis.


2. Pantau suhu lingkungan/pengaturan suhu lingkungan.
3. Isolasi anak/bayi dalam inkubator
4. Beri kompres (dingin, hangat) bila terjadi peningkatan/penurunan suhu.
5. Catat peningkatan/penurunan suhu tubuh bayi.
6. Kolaborasi dengan team medis dalam pemeriksaan laboratorium (leukosit
meningkat).

3.Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan supply okigen berkurang/pernapasan


irreguler.
1) Kaji ulang terhadap pola pertumbuhan prenatal dan atau penurunan jumlah cairan
amnion seperti yang dideteksi oleh ultrasonografi.
2) Perhatikan jenis kelahiran dan kejadian intra partum yang menandakan hipoksia.
3) Perhatikan waktu dan skor Apgar, observasi pola pernafasan.
4) Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, upaya, observasi dan laporkan tanda dan
gejala distress pernafasan, bedakan dari gejala yang berhubungan dengan
polisitemia.
5) Auskultasi bunyi nafas secara teratur.
6) Hisap selang nasofaring sesuai kebutuhan, setelah pemberian suplemen oksigen
pertama.
7) Auskultasi nadi apikal, perhatikan adanya sianosis.
8) Cegah komplikasi latrogenik berkenaan dengan distress dingin, ketidakseimbangan
metabolik dan ketidakcukupan kalori.

Kolaborasi

9) Pantau pembacaan oksimeter nadi.


10) Pantau pemeriksaan lab sesuai indikasi, PH serum, GDA, dan HT.
11) Berikan O2 hangat dan lembab, berikan vertilasi bantuan sesuai indikasi.
12) Lakukan suction.
13) Hindari pelaksanaan suction yang terlalu sering.
Observasi dan kaji respon bayi terhadap terapi oksigen

(Doenges,2000).

3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan diare, muntah dan perpindahan
cairan dari interstitial ke vaskuler.
1. Pantau intake dan out put.
2. Timbang berat badan setiap hari.
3. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum, osmolalitas,
kreatinin, Ht dan Hb.
4.Kaji suhu tubuh, kelembaban pada rongga oral, volume dan konsentrasi urine.
5.Berikan : bentuk-bentuk cairan yang menarik, wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna,
sedotan) dan sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika tiba giliran anak).
(Carpenito, 2000)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah dan
metabolisme meningkat.
a) Kaji BB dalam hubungannya dengan usia gestasi dan ukuran. Dokumentasikan pada
grafik pertumbuhan. Timbang BB setiap hari.
b) Pertahankan lingkungna termonetral, termasuk penggunaan incubator sesuai indikasi.
Pantau suhu pemanas bayi dan lingkungan dengan sering.
c) Lakukan pemberian makan awal dan sering serta lanjutkan sesuai toleransi.
d) Kaji toleransi terhadap makanan. Perhatikan warna feses, konsistensi dan frekwensi,
adanya penurunan subtansi, lingkar abdomen, muntah dan residu lambung.
e) Pantau masukan dan haluaran. Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari.
f) Kaji tingkat dehidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, BJ urine, kondisi membran
mukosa dan fluktuasi BB.
g) Pantau kadar Dextrosix segera setelah kelahiran dan secara rutin sampai glukosa serum
distabilkan.
h) Kaji tanda-tanda hipoglikemia.
Kolaborasi
i) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
j) Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi : kalsium glukonat 10%.
k) Buat akses intravaskuler sesuai indikasi.
l) Berikan nutrisi parenteral.
m) Diskusikan komplikasi jangka panjang dari malnutrisi pada bayi SGA dan kegemukan
pada bayi LGA, diskusikan pentingnya protein selam pertumbuhan otak
(Doenges, 2000)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. EGC. Jakarta.

Doengoes, ME. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

IDAI dan PP IDAI UKK Pulmonologi. 2015. Tatalaksana Mutakhir Penyakit Respiratorik Pada
Anak; Dalam Temu Ahli Respirologi Anak-Anak. Jakarta.

Nelson. 2016. Ilmu Kesehatan Anak; Volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

Ngastiyah. 2017. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Soeparman. 2019. Ilmu Penyakit Dalam; Jilid I. FKUI. Jakarta.

Staf Pengajar Ilmu Keperawatan Anak FKUI. 2018. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI.
Jakarta.
Diktat Kuliah Medikal Bedah PSIK FK Unair Surabay

Anda mungkin juga menyukai