Anda di halaman 1dari 41

RESUME PBL

SKENARIO 4
“BOROK PADA KAKI”

NAMA : Yusuf Candra Dewa


NPM : 119170194
KELOMPOK : 5B
TUTOR : dr. Hilmi Mawaddi Ahmad

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
Skenario 4
Borok pada kaki

Seorang anak perempuan berusia 8 tahun datang dibawa oleh orang tuanya ke Puskesmas
dengan keluhan borok di kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan borok disertai nyeri dan
kadang terasa gatal. Awalnya pasien mengalami luka akibat terjatuh dari pohon tapi tidak
langsung diobati. Pada pemeriksaan fisik didapatkan luka yang sudah kering dan pus (+), tepi
hiperemis. Dokter mengatakan bahwa lukanya telah mengalami infeksi oleh bakteri.

STEP 1
1. Hiperemis : peningkatan dan volume aliran darah yang disebabkan oleh
bervasodilatasinya pembuluh darah local pada daerah peradangan.
2. Borok : luka bernanah dan busuk akibat infeksi dari bakteri, borok ini bisa terjadi pada
jaringan kulit.
3. Pus : suatu cairan hasil dari proses peradangan yang terbentuk dari sel-sel leukosit.
4. Infeksi : adanya serangan dan perkembangbiakkan mikroorganisme seperti bakteri virus,
dan parasite yang pada dasarnya tidak berasal dari dalam tubuh.

STEP 2
1. Bagaimana bisa timbul keluhan borok tersebut pada pasien?
2. Bagaimana bisa terjadi infeksi bakteri tersebut?
3. Apa saja macam-macam dari penyebab infeksi?
4. Bagaimana respon imun terhadap bakteri?
5. Bagaimana struktur bakteri?

STEP 3
1. Borok bisa terjadi akibat luka, borok bisa muncul pada proses pada penyembuhan luka,
sehingga luka lebih lama dan sulit sembuh, bisa juga disebabkan oleh jaringan tubuh
yang mengalami kerusakan. Penyembuhan luka ada 2 ada regenerasi dan pembentukan
jaringan parut. Penyembuhan luka termasuk penyembuhan luka yang perskundam karena
gangguan factor infeksi pada bakteri.
2. Infeksi pada bakteri pertama terjadi virulensi dari bakteri, lalu bakteri akan diletakkan
pada sel penjamu lalu akhirnya adalah toksin dari bakteri, bisa juga dari respon imun dari
factor penjamu. Ketika terjadi luka dan tidak langsung diobati akan menyebabkan
akumulasi dari infeksi itu sendiri yaitu bakteri.
3. Prion, virus, bakteri, fungi/jamur, protozoa, dan cacing. Virus merupakan parasite
intraseluler yang untuk proses replikasinya berdasarkan jamur. Kemudian
diklasifikasikan berbentuk , tipe kelainan patologi dari yang diakibatkannya. Bakteri
adalah prokariota dan mempunyai membrane sel dan membrane inti jadi intinya seperti
sel pada manusia, bakteri juga memiliki dinding sel yaitu peptidoglikan, ada bakteri yang
memiliki dinding sel tebal yaitu gram positif, dan yang memiliki membrane inti yaitu
gram negative. Ada pula Parasite dan ekstoparasit. Untuk fungi, mikosis pada umumnya
yaitu ingeksi kronis karena jamur tumbuh perlahan. Ada sistemi, subkutan, oportunistik.
Obat-obatan juga mempengaruhi sel jamur juga bisa mempengaruhi sel hewan. Mikosis
sistemik yaitu infeksi jamur yang tidak terbatas pada tubuh tertentu bisa tumbuh dimana
saja. Mikosis subkuntan bisa hidup di bawah kulit, contohnya sopsoro yang biasanya
dialami tukang kebun dan petani yang awalnya ada luka tusuk yang nantinya sporanya
menempel dan menyebabkan mikosis subkuntan. Prion merupakan protein penjamu yang
hidup di intra sel, bakteri ada prokariotik yang dilapisi membrane, dan untuk parasite
yang nantinya akan menyerang eosinophil. Bakteri ada yang ekstraseluler dan intra
seluler, yang intra seluler ada fakultatif bisa hidup dan bereplikasi di luar sel pejamu, dan
ada obligatif yang hanya bisa berkembang dalam sel penjamu.
4. Respon imun terhadap ekstraseluler bisa hidup di luar sel penjamu, bakteri dari ekstra
seluler ini dapat menyebabkan inflamasi. Respon imun bisa menimbulkan seperti nanah.
Kompinen utama ada komplemen, fagositosis, dan kemudia disamping itu. Ketika terjadi
infeksi bakteri akan menyebabkan terjadinya netralisasi toksin, lalu akan terjadi proses
opsoniasai, lalu akan terjadi fagositosis, lalu akan teradi lisis diperantarai oleh
komplemen yang mengakibatkan vasodilatasi dan menyebabkan peningkatan
permeabilutas yang kemudian makrofag akan mengaktivasi dari sel T itu sendiri. Untuk
bakteri intraseluler ada yang spesifik dan nonspesifik, yang spesifik itu dari imunitas
seluler yang berperan ada sel CD4+ dan sel Tc. Untuk yang nonspesifik ada sel NK yang
memberikan respon dini yang menyebabkan interaksi dengan makrofag.
5. Dibagi menjadi 2 yaitu eksternal dan internal. Struktur eksternal meliputi : membrane
sitoplasma, membrane plasma, kapsul/dinding sel, lapisan lender bakteri, flagella,
fimbrae&fili. Struktur internal meliputi : materi nuclear, ribosom, granula inklusi,
endospore.
Struktur eksternal bakteri :
- Dinding sel, membungkus bakteri dengan pembungkus luar yang kuat dan kaku
yang tersusun dari peptidoglikan, gabungan protein dan polisakarida. Ketebalan
peptidoglikan, membagi bakteri menjadi bkateri gram positif (lapisan
peptidoglikan tebal) dan bakteri gram negative (lapisan peptidoglikan tipis).
- Membrane sel yang berfungsi sintesis dan ekspor komponen dinding sel, respirasi,
sekresi enzim dan toksin ekstra sel, serta penyerapan nutrisi secara transport aktif.
- Membrane plasma adalah membrane yang menyelubungi sitoplasma, yang
tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein.
- Kapsul ,erupakan lapisan luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu yang tersusun
oleh polisakarida dan air.
- Lapisan lender bakteri terdiri dari glikokaliks (polisakarida kompleks) dan
berperan terhadap virulensi.
- Flegelum/bulu cambuk, filament spiral yang menonjol dari dinding sel, berfungsi
sebagai alat gerak.
- Pilus, struktur seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel. Pilus mirip
dengan flagellum namun lebih pendek, kaku, dan berdiameter lebih kecil. Pilus
tersusun dari protein.
Bakteri juga bisa bergerak karean mempunyai flagel dan juga fili yang memiliki kaki
panjang yang dapat berputar dan menggerakkan bakteri tersebut dan akan menempel
pada sel penjamu atau matriks. Struktur internal ada dari materi nuclear, ribosom,
klorosom, granula, dan. Selubung terdiri dari membrane plasma ada tempat untuk
transfor dan reseptor, selubung juga mengandung komponen toksin untuk tumbuhnya
inang.

STEP 4
1. Ada beberapa stadium luka, ada 4 stadium. Stadium pertama luka superficial lapisan
epidermis kulit, hilangnya lapisan epidermis dan bagian atas epidermis, nekrosis
sumkutan tapi tidak melewati lapisan batasannya belum mengenai otot, full sickness
sudah mencapai lapisan tendon sudah mengalami destruksi yang meluas.
- Impetigo
Impetigo adalah penyakit infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri dan dapat
menular. Penularan dapat terjadi bila bersentuhan langsung dengan kulit penderita
impetigo yang mengalami borok atau menggunakan peralatan pribadi, seperti handuk
atau lap, bergantian dengan orang yang memiliki impetigo. Impetigo biasanya lebih
sering menyerang anak-anak, namun terkadang juga bisa terjadi pada orang dewasa.
- Diabetes melitus
Penderita diabetes melitus yang tidak berobat bisa mengalami peningkatan gula darah.
Jika gula darah tinggi tidak terkontrol, kondisi ini lama-kelamaan bisa mengganggu
kelancaran aliran darah di dalam tubuh penderita diabetes.
Ketika aliran darah di dalam tubuh tidak lancar, maka risiko terjadinya borok atau luka
yang terinfeksi akan semakin tinggi. Borok pada penderita diabetes ini bisa muncul pada
bagian tubuh mana pun, namun paling sering muncul di bagian kaki.
Untuk mencegah terjadinya borok, penderita diabetes disarankan untuk rutin berobat agar
kadar gula darahnya terkontrol, menjaga kaki tetap bersih dan kering, rutin memotong
kuku, mengenakan kaus kaus kaki, serta memakai sepatu yang tepat dan sesuai dengan
bentuk kaki.
- Aterosklerosis
Pembuluh darah arteri berfungsi mengantar darah bersih yang kaya oksigen dan nutrisi ke
seluruh tubuh. Namun, pembuluh darah bisa rusak dan tersumbat oleh plak, sehingga
menyebabkan aliran darah menjadi tidak lancar. Kondisi ini disebut aterosklerosis.
Ketika aliran darah menjadi tidak lancar, maka risiko timbulnya borok akan lebih tinggi.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya aliran darah pada jaringan kulit, sehingga kulit mudah
rusak dan mengalami borok.
Untuk mengatasi borok akibat aterosklerosis, diperlukan perawatan luka yang baik.
Selain itu, penderita aterosklerosis juga perlu mendapatkan obat-obatan dari dokter untuk
melancarkan aliran darah dan mencegah terjadinya sumbatan berulang pada pembuluh
darah.
- Ulkus vena kaki
Penyakit ini disebabkan oleh adanya sumbatan atau gangguan pada aliran darah vena di
tungkai, sehingga tekanan pada pembuluh tersebut meningkat.
Tekanan tersebut mengakibatkan pembuluh vena tidak mampu mengembalikan darah ke
jantung dengan baik. Akibatnya, darah akan terkumpul di tungkai dan kaki, sehingga
lama-kelamaan merusak jaringan kulit. Kulit yang rusak inilah yang akhirnya menjadi
borok atau ulkus.
Ulkus vena kaki bisa diobati dengan cara menggunakan obat-obatan dan stoking khusus
untuk melancarkan aliran darah di tungkai serta menggunakan antibiotik sesuai resep
dokter untuk mengatasi infeksi. Jika sudah parah, terkadang ulkus vena kaki perlu
ditangani dengan langkah operasi.
MIND MAP

infeksi

faktor yang respon imun


penyebab mekanisme jenis-jenis
mempengaruhi terhadap infeksi

prion spesifik kronik

bakteri nonspesifik akut

virus

jamur

parasit

STEP 5
1 Kategori agen infeksi: bakteri, virus, parasit, jamur dan prion
2. Respon sawar pejamu terhadap adanya agen infeksi
3. Mekanisme agen infeksi menyebabkan penyakit
4. Mekanisme mikroba menghindar dari sistem imun
5. Respon imun terhadap agen infeksi
6. Patogenesis molekuler penyakit menular

REFLEKSI DIRI

Alhamdulilah pada pertemuan PBL di Skenario 4 ini berjalan dengan lancar,. Saya berharap
pada pertemuan kedua nanti dapat lebih aktif lagi dalam berdisukusi sehingga akan
tercapainya sasaran belajar yang sudah ditentukan.
STEP 6

Belajar Mandiri

STEP 7

1. JELASKAN KATEGORI AGEN INFEKSI (BAKTERI, VIRUS, JAMUR, PARASITE)

A. Prion
Prion terdiri atas protein pejamu yang bentuknya abnormal yang disebut protein prion (PrP).
Agen-agen ini menyebabkan ensefalopati spongiform yang dapat ditularkan, penyakit Creutzfeldt-
Jakob (CJD), dan varian penyakit Creutzfeldt-Jakob (vCJD) (transmisi ke manusia terjadi melalui
konsumsi daging dari hewan ternak yang terkena ESB). PrP dijumpai pada neuron. Penyakit terjadi
apabila PrP mengalami perubahan penyesuaian untuk menghadapi resistansi terhadap protease. PrP
yang resisten terhadap protease akan menyebabkan perubahan PrP sensitif protease yang normal
menjadi bentuk abnormal.. Akumulasi dari PrP abnormal akan mengakibatkan kerusakan neuron dan
perubahan patologis spongiform tertentu di otak.1

B. Virus
Virus merupakan parasit yang hanya bisa hidup intrasel dan untuk kegiatan replikasinya, yang
bergantung pada proses metabolisme sel pejamu. Terdiri atas genom asam nukleat yang dikelilingi
oleh pembungkus protein (disebut kapsid) dan kadang-kadang terbungkus di dalam membran lipid.
Virus diklasifikasikan menurut genom asam nukleat (DNA atau RNA), bentuk kapsid (icosahedral
atau helical), ada atau tidak adanya pembungkus lipid, cara bereplikasi, jenis sel yang dibutuhkan
untuk replikasi (disebut tropisme), atau tipe kelainan patologi yang diakibatkannya. Beberapa
komponen virus dan partikel akan beragregasi di dalam sel yang terinfeksi dan membentuk benda
inklusi yang karakteristik. Virus bisa mangakibatkan penyakit dengan berbagai cara (misalnya, demam
dan influenza). Virus lain tidak dapat dieliminasi dari tubuh dan tetap berada di dalam sel pejamu
selama bertahun-tahun, terjadi karena multiplikasi berkelanjutan (misalnya, infeksi kronik pada virus
hepatitis B (HBV) atau bertahan dalam bentuk non-replikasi (disebut infeksi laten) dengan potensi bisa
terjadi reaktivasi kemudian. Beberapa virus terlibat dalam sel pejamu yang mengalami transformasi
menjadi tumor jinak atau tumor ganas (misalnya, human papillomavirus). 1
Gambar 1.1 Mikroskopis Virus1

C. Bakteri
Bakteri adalah prokariotik, bahwa bakteri tersebut mempunyai membran sel tetapi tidak
mempunyai membran pengikat inti dan organel lain yang dilapisi membran. Bakteri dikelilingi oleh
dinding sel yang terdiri atas peptidoglican, suatu polimer dari rantai gula yang panjang yang
dihubungkan oleh jembatan peptida yang mengelilingi membran sel. Bakteri diklasifikasikan dengan
pulasan Gram (positif atau negatif), bentuk (bentuk sferis adalah kokus, bentuk ongkat adalah basil),
dan kebutuhan akan oksigen (aerobik atau anaerobik). Bakteri bergerak karena mempunyai flagel,
yang merupakan filamen panjang yang berasal dari permukaan sel yang dapat berputar dan
menggerakkan bakteri. Beberapa bakteri mempunyai pili, suatu bentuk lain pertumbuhan dari
permukaan yang akan menempelkan bakteri tersebut pada sel pejamu atau matriks ekstrasel. Bakteri
mensintesa DNA-nya sendiri, RNA dan protein, tetapi mereka bergantung pada kondisi pertumbuhan
pejamu. Banyak bakteri tetap dalam kondisi ekstrasel ketika tumbuh di dalam pejamu, sedangkan
bakteri lain akan bertahan hidup dan bereplikasi di dalam atau di luar sel pejamu (bakteri intrasel
fakultatil) dan lainnya hanya bisa hidup dan berkembang di dalam sel pejamu (bakteri intrasel

obligatif). Orang sehat normal dapat mempunyai 10 12 bakteri di kulit, 1010 bakteri di mulut, dan 1014
bakteri di saluran cerna. Bakteri yang tinggal di kulit termasuk Staphylococcus epidermidis dan
Propionibacterium acnes, yang merupakan penyebab jerawat. Bakteri aerobik dan anaerobik di mulut,
terutama Streptococcus mutans, menyebabkan plak gigi, merupakan penyebab utama dari kerusakan
gigi. lebih dari 3.000 taxa bakteri di dalam flora saluran cerna normal pada seorang manusia, tetapi
hanya suatu subset kecil, terutama anaerob, yang mayoritas. Klamidia dan Riketsia merupakan bakteri
intrasel obligatif yang melakukan replikasi di dalam vakuol yang terikat pada membran sel epitel dan
endotel. Bakteri mendapatkan sebagian besar sumber energinya, yaitu ATP, dari sel pejamu. Klamidia
trakoma (Chlamydia trachomatis) merupakan penyebab infeksi tersering pada wanita yang steril
(dengan menimbulkan jaringan parut dan penyempitan tuba Fallopi) dan kebutaan (akibat radang
kronik pada conjunctiva yang mengakibatkan jaringan parut dan kelainan kornea). Riketsia akan
mengakibatkan kerusakan pada sel endotel tempat mereka tumbuh, menyebabkan vaskulitis
hemoragika, sering timbul sebagai ruam, tetapi dapat juga mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf
pusat (CNS), berpotensi untuk hasil yang fatal, seperti pada demam Rocky Mountain dan epidemi
tifus. Riketsia ditransmisi melalui vektor artropod, termasuk berbagai jenis kutu (dalam epidemi tifus,
demam Rocky Mountain dan ehrlichiosis serta scrub tifus). 1

Gambar 1.2 Perbedaan Bakteri dengan Pulasan Gram positif Dan Gram Negatif. 1.

Gambar 1.3 Mikroskopis Bakteri.1

D. Jamur
Jamur adalah eukariotik yang mempunyai dinding sel tebal, dan membran sel yang mengandungi
ergosterol. Jamur dapat tumbuh sebagai sel ragi bundar atau hifa ramping berbentuk filamen. Hifa
dapat berbentuk septat (dengan dinding sel yang memisahkan sel-sel individu) atau aseptat. Beberapa
jamur patogen penting mempunyai sifat dimorfisme termal yaitu, jamur tersebut tumbuh sebagai
bentuk hifa pada suhu kamar namun akan berbentuk ragi pada suhu tubuh. Jamur dapat membentuk
spora seksual, atau berupa spora aseksual yang disebut konidia. Konidia diproduksi pada struktur
khusus atau struktur yang menyerupai buah-buahan yang berasal dari filamen hifa. Jamur dapat
menyebabkan infeksi pada permukaan tubuh atau infeksi pada organ dalam tubuh. Infeksi permukaan
tubuh meliputi kulit, rambut dan kuku. Spesies jamur yang mengakibatkan infeksi permukaan disebut
dermatophyta. Infeksi pada kulit disebut tinea; karena itu, tinea pedis adalah "athlete's foot" dan
tinea capitis adalah scalp ringworm. Jenis jamur tertentu akan menginvasi jaringan sub-kutis,
menyebabkan abses atau granuloma dan kadang-kadang disebut misetoma. Infeksi jamur yang dapat
menyebar secara sistemik dan menginvasi jaringan, merusak organ vital pada pejamu yang
immunocompromised (imunitas rendah), tetapi biasanya dapat di atasi atau tetap laten pada pejamu
normal. Jamur dibagi dalam spesies endemik dan oportunistik.

1. Jamur endemik adalah spesies yang invasif dan dijumpai terbatas pada daerah geografik tertentu
(misalnya, Coccidioides di barat daya Amerika Serikat, Histoplasma di Ohio River Valley).1
2. jamur oportunistik (misalnya, Candida, Aspergilus, Mucor, Cryptococcus) merupakan organisme
yang dijumpai di mana-mana yang ditemukan pada manusia maupun dijumpai pada lingkungan.
Pada individu dengan imunodefisiensi, jamur oportunis akan mengakibatkan infeksi invasif yang
dapat mematikan dengan tanda nekrosis jaringan, pendarahan, penyumbatan pembuluh, dengan
sedikit respons radang atau tidak memberikan respons radang. Pasien dengan AIDS sering
terkena jamur oportunis Pneumocystis jiroveci (sebelumnya disebut Pneumocystis carinii).1

Gambar 1.4 Mikroskopis Jamur.1


E. Protozoa
Protozoa adalah sel tunggal eukariotik yang merupakan penyebab utama penyakit dan kematian
pada negara berkembang. Protozoa dapat melakukan replikasi intrasel di dalam berbagai sel
(misalnya, Plasmodium dalam sel darah merah, Leishmania di makrofag) atau secara ekstrasel pada
sistem urogenital, saluran cerna atau darah. Organisme Trichomonas vaginalis adalah parasit
protozoa berflagela yang ditansmisi secara seksual, hidup di vagina dan uretra laki-laki. Protozoa
pada usus adalah Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia, yang masuk berbentuk kista nonmotil
pada makanan atau air yang berubah menjadi trofozoit motil yang menempel pada sel epitel saluran
cerna. Protozoa yang berasal dari darah (misalnya, Plasmodium, Tripanosoma, Leishmania)
ditransmisikan melalui vektor serangga, di mana protozoa tersebut akan mengalami replikasi sebelum
diteruskan ke pejamu manusia. Toksoplasma gondii diperoleh melalui kontak dengan anak kucing
yang mengandungi oocyst atau dengan mengkonsumsi makanan/ daging yang belum matang yang
mengandungi kista.1

F. Cacing
Cacing parasit adalah organisme multisel dengan diferensiasi tinggi. Siklus kehidupannya sangat
kompleks. Sebagian besar terjadi bergantian antara reproduksi seksual pada pejamu tertentu dan
multiplikasi aseksual pada pejamu perantara atau vektor. Karena itu, tergantung pada spesiesnya,
manusia dapat mengandungi cacing dewasa (misalnya, Ascaris lumbricoides), stadium imatur
(misalnya, Toxocara canis), atau bentuk larva aseksual (misalnya, Echinococcus spp.). Ketika cacing
dewasa berada dalam manusia, cacing tersebut tidak akan bermultiplikasi tetapi akan menghasilkan
telur atau larva yang akan dikeluarkan melalui tinja. Cacing terbagi atas tiga kelompok:
1. Cacing bulat (nematoda) bentuknya bulat pada potongan melintang dan tidak bersegmen. Yang
termasuk nematoda intestinal adalah Ascaris lumbricoides, Strongyloides stercoralis, dan cacing
tambang. Nematoda yang menginvasi jaringan adalah filariae dan Trichinella spiralis 1
2. Cacing pita (sestoda) mempunyai kepala (scolex) dan pita bersegmen multipel yang rata
(proglottids). Cacing ini akan menyerap nutrisi melalui selaputnya/tegument dan tidak mempunyai
saluran cerna. Termasuk dalam kategori ini adalah cacing pita pada ikan, sapi dan babi, dijumpai
pula pada saluran cerna manusia. Larva yang berkembang setelah telur dari cacing pita tertentu
tertelan akan mengakibatkan penyakit kista di dalam jaringan (larva Echinoccus granulosus
mengakibatkan kista hydatid, larva cacing pita pada babi menimbulkan kista yang disebut
sistiserkus pada berbagai organ).1
3. Cacing pipih/ Flukes (trematoda) adalah cacing berbentuk daun dengan alat penghisap yang
digunakan untuk menempel pada pejamu. Termasuk dalam kategori ini adalah trematoda hati dan
paru serta sistosoma.1

Gambar 1.5 Mikroskopis Cacing.1

G. Ektoparasit
Ektoparasit adalah serangga (berbagai kutu) atau araknida (tungau/mites, kutu/ticks, laba-laba)
yang akan melekat dan hidup pada atau di dalam kulit. Penyakit-penyakit akibat langsung artropoda
ditandai dengan keluhan gatal dan ekskoriasi, misalnya pedikulosis yang diakibatkan oleh kutu yang
melekat pada rambut, atau skabies yang diakibatkan oleh kutu yang menembus stratum korneum.
Pada tempat gigitan, bagian dari mulut dijumpai dengan infiltrat limfosit, makrofag, dan eosinofil.
Artropoda dapat berfungsi sebagai vektor untuk patogen lain, seperti Borrelia burgdorferi, penyebab
penyakit Lyme, yang ditransmisi melalui kutu dari rusa. Infeksi akut dapat dibuat diagnosis secara
serologik dengan mendeteksi antibodi patogen spesifik dalam serum. Adanya imunoglobulin spesifik
M (IgM) setelah timbulnya gejala merupakan tanda diagnostik. antibodi spesifik dapat diulangi
setelah 4 hingga 6 minggu (convalescent).1
Tabel 1.1 Kelompok Agen Patogen Manusia.1

2. RESPON SAWAR PEJAMU TERHADAP ADANYA AGEN INFEKSI

Sawar pejamu terhadap infeksi mencegah masuknya mikroba keseluruh tubuh serta mencegah
penyebaran selanjutnya ke jaringan Sawar pejamu yang ertama adalah kulit, dimana kulit dan mukosa
mensekresikan seperti lisozim untuk menguraikan dinding bakteri Mikroba dapat masuk ke pejamu
melalui kerusakan kulit, inhalasi, pencernaan, atau transmisi seksual. Pertahanan pertama terhadap infeksi
ialah permukaan kulit dan mukosa yang utuh, yang merupakan penghalang fisis dan menghasilkan
substansi anti bakterial. Secara umum, infeksi pada organ pernapasan, saluran cerna, genitourinaria yang
terjadi pada orang sehat, disebabkan oleh mikroorganisme yang relatif virulen yang mampu merusak atau
menembus barier epitel yang utuh. Sebaliknya, infeksi pada kulit orang sehat disebabkan oleh organisme
yang kurang virulen yang masuk melalui bagian kulit yang tidak utuh. 1

Kulit

Lapisan luar kulit yang padat, berkeratin, merupakan barier alamiah terhadap infeksi, dan pH
rendah daripada kulit (kurang dari 5,5) dan adanya asam lemak dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang bukan flora normal. Pada kulit biasanya dijumpai bakteri dan jamur, termasuk yang
mempunyai potensi oportunistik misalnya S. aureus dan Candida albicans. Mikroorganisme umumnya
menembus kulit melalui kerusakan pada kulit, termasuk akibat tusukan dangkal (infeksi jamur), luka
(stafilokokus), luka bakar (Pseudomonas aeruginosa), dan luka diabetes serta luka pada kaki akibat
tekanan (infeksi multibakterial). Kateter intravena pada pasien di rumah sakit merupakan tempat masuk
untuk infeksi lokal atau sistemik. Jarum suntik dapat memaparkan infeksi darah pada resipien dan
menyebarkan HBV, virus hepatitis C (HCV), atau HIV. Beberapa patogen masuk ke dalam kulit melalui
gigitan serangga atau gigitan binatang. Gigitan kutu, tungau, nyamuk, dapat merusak kulit dan dapat
mentransmisi arbovirus (penyebab demam kuning dan ensefalitis), bakteri (plague, penyakit Lyme,
Rocky Mountain spotted fever), protozoa (malaria, leishmaniasis), dan helmintes (filariasis). Gigitan
binatang dapat menyebabkan infeksi bakteri dan virus tertentu, misalnya rabies. Hanya beberapa
mikroorganisme yang dapat masuk melalui kulit yang utuh. Misalnya, larva Schistosoma yang
dikeluarkan oleh keong air tawar dapat menembus kulit perenang dengan mengeluarkan enzim yang
merusak matriks ekstrasel. Beberapa jamur (dermatophytes) dapat menginfeksi stratum corneum, rambut
dan kuku yang utuh.1

Saluran Cerna

Agen patogen saluran gastrointestinal ditularkan melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh materi dari tinja. Apabila keadaan tidak bersih, seperti pada bencana alam, banjir dan
gempa bumi, maka penyakit diare akan meluas. Sekresi asam lambung penting untuk pertahanan dan
merupakan hal mematikan bagi banyak agen patogen saluran cerna. Relawan yang sehat tidak akan
terinfeksi Vibrio cholerae kecuali apabila mendapat organisme sejumlah 1011, tetapi dengan
menetralisasi asam lambung maka terjadi penurunan dosis infeksi sebanyak 10.000 kali. Sebaliknya,
beberapa agen yang masuk melalui pencernaan, misalnya Shigella dan kista Giardia, relatif resisten
terhadap asam lambung, sehingga jumlah organisme kurang dari 100 sudah dapat menyebabkan penyakit.
Pertahanan normal lain pada saluran cerna termasuk (1) lapisan musin yang melapisi epitel saluran cerna
(2) enzim litik pankreas dan detergen empedu, (3) peptida antimikroba mukosa disebut defensin, (4) flora
normal dan (5) sekresi antibodi IgA. Antibodi IgA dibuat oleh sel plasma yang terdapat pada jaringan
limfoid terkait mukosa (MALT ). Agregat limfoid ini diliputi oleh satu lapis sel epitel khusus disebut sel
M, yang penting untuk mentransportasi antigen ke MALT . Berbagai agen patogen saluran cerna
memakai sel M untuk memasuki pejamu melalui lumen intestinum, termasukvirus polio, enteropatik
Escherichia coli, V. cholerae, Salmonella typhi, dan Shigella flexneri. Infeksi melalui saluran cerna
terjadi apabila pertahanan lokal melemah atau organisme membuat strategi untuk melawan pertahanan
ini. Pertahanan pejamu melemah pada asam lambung yang rendah, memakai antibiotik yang menghambat
pertumbuhan bakteri normal (misalnya, pada kolitis pseudomembran), atau peristalsis yang terganggu
atau obstruksi mekanis. Virus yang masuk tubuh melalui saluran cerna (misalnya, Hepatitis A, rotavirus)
adalah virus tanpa pembungkus (envelop), karena virus yang mempunyai pembungkus akan diinaktifkan
oleh empedu dan enzim saluran cerna. Bakteri Enteropatogenik meyebabkan penyakit saluran cerna
melalui beberapa cara:
• Staphylococcus aureus dapat mengkontaminasi dan tumbuh di makanan dan akan mengeluarkan
enterotoksin yang kuat, yang apabila ditelan akan mengakibatkan keracunan makanan tanpa
berkembangnya bakteri dalam saluran cerna. 1

• Vibro cholerae dan enterotoxigenic Escherichia coli akan melekat pada epitel intestinum dan terjadi
multiplikasi pada lapisan mukosa, kemudian akan mengeluarkan eksotoksin yang mengakibatkan sel
epitel mengeluarkan banyak cairan, sehingga mengakibatkan diare yang airnya banyak. 1

• Shigella, Salmonella, dan Campylobacter menginvasi lokal dan merusak mukosa usus dan lamina
propria sehingga menyebabkan ulserasi, radang, perdarahan, dan bermanifestasi Idinis sebagai disentri. 1

• Salmonella typhi masuk melalui mukosa yang rusak terus ke plak Peyer dan kelenjar limfe mesenterium
dan kemudian masuk aliran darah, sehingga terjadi infeksi sistemik Infeksi jamur pada saluran cerna
terutama terjadi pada orang dengan kekebalan rendah. Candida, merupakan bagian dari flora normal
saluran cerna, mempunyai predileksi untuk epitel skuamosa berlapis, dan menyebabkan gangguan pada
rongga mulut atau esofagitis membranosa, tetapi dapat pula menyebar ke lambung, saluran cerna bagian
bawah dan organ lain.1

Protozoa intestinal ditransmisi sebagai kista, yang tahan terhadap asam lambung. Di dalam usus,
kista akan berubah menjadi trophozoites yang motil dan akan menempel pada gula di epitel intestinal
melalui lektin permukaan. Kejadian selanjutnya akan berbeda bergantung pada masing masing protozoa.
Giardia lamblia akan menempel pada epitel bersilia, sedangkan Cryptosporidia akan diambil oleh
enterocytes, dan akan membentuk gametes dan oocysts. E. histolytica akan membunuh sel pejamu dengan
cara sitolisis melalui pori-pori protein yang membentuk rongga dengan akibat terjadi ulserasi dan invasi
ke dalam mukosa usus besar. Cacing saluran cerna menyebabkan penyakit apabila terdapat dalam jumlah
besar atau mencapai daerah di luar usus, misalnya mengobstruksi usus dan merusak saluran empedu
(Ascaris lumbricoides). Cacing tambang mengakibatkan anemia defisiensi besi karena menyedot darah
melalui vili intestinal; Diphyllobothrium, cacing pita ikan, menyebabkan anemia karena mengambil
vitamin B12. pejamu. Akhirnya larva beberapa cacing bisa sampai pada organ lain melalui saluran cerna;
contoh, larva Trichinella spiralis yang hidup sebagai kista di otot, dan larva Echinococcus yang hidup di
hati atau paru.1

Saluran Pernapasan

Banyak mikroorganisme, termasuk virus, bakteri, dan jamur terhirup setiap hari oleh tiap orang.
Pada banyak kasus, mikroba dihirup bersama debu atau partikel aerosol. pejamu melalui lumen
intestinum, termasuk Penyebaran dan Perkembangan Mikroba dalam Tubuh Beberapa mikroorganisme
berproliferasi lokal, pada tempat asal infeksi, sedangkan lainnya menembus pertahanan epitel dan
menyebar ke tempat yang jauh melalui pembuluh limfe, darah atau saraf. Kuman patogen yang
mengakibatkan infeksi permukaan tetap berada di lumen organ tubuh (misalnya, Vibrio cholerae) atau
melekat pada atau berproliferasi di dalam sel atau permukaan sel epitel (misalnya, papillomavirus,
dermatophytes). Mikroba dapat menyebar dalam tubuh melalui beberapa cara: • Beberapa bakteri
ekstrasel, fungus, dan helmint mensekresi enzim litik yang merusak jaringan sehingga memungkinkan
invasi langsung. Contoh, Staphyloccocus aureus mensekresi hialuronidase, yang melakukan degradasi
matriks ekstrasel di antara sel pejamu. Mikroba yang invasif akan mencari tempat dengan resistensi
terkecil dan kemudian menuju kelenjar getah bening regional. S. aureus dari abses lokal bisa pindah ke
kelenjar getah bening. Hal ini kadangkadang dapat mengakibatkan bakteremia dan terjadi penyebaran ke
organ dalam (jantung, tulang) Mikroorganisme dapat menyebar dalam darah atau cairan limfe bisa bebas
dalam cairan ekstrasel atau di dalam sel pejamu. Beberapa virus (misalnya, virus polio, HBV), hampir
semua bakteri Jauhnya perjalanan partikel pada sistem pernapasan sesuai dengan ukuran partikel. Partikel
besar akan terjerat pada selaput lendir yang melapisi hidung dan saluran napas atas. 1

Mikroorganisme yang terjerat pada musin yang disekresi oleh sel goblet dipindahkan melalui
kerja silia kebagian belakang tenggorokan, kemudian akan ditelan dan dipunahkan. Partikel yang lebih
kecil dari 5 µm langsung akan menuju alveolus, kemudian akan difagosit oleh makrofag alveolar atau
oleh neutrofil yang direkruit ke paru oleh sitokin. Mikroorganisme yang menginvasi saluran napas orang
sehat normal telah membentuk suatu mekanisme spesifik untuk melawan pertahanan mukosiliaris atau
menghindarkan destruksi oleh makrofag alveolar. Beberapa virus saluran napas menghindari pertahanan
ini dengan melekat dan masuk ke sel epitel saluran napas bawah dan farings. Contoh, virus influenza
mempunyai protein hemaglutinin yang terletak pada permukaan virus dan mengikat asam sialik
permukaan sel epitel. Perlekatan ini menginduksi sel pejamu untuk menyelubungi virus, dengan akibat
virus masuk dan melakukan replikasi di dalam sel pejamu. Bakteri patogen jalan napas tertentu, termasuk
Haemophilus influenzae, Mycoplasma pneumoniae, dan Bordetella pertussis, mengeluarkan toksin yang
merusak aktivitas silia.1

Beberapa bakteri tidak mampu melawan pertahanan paru yang sehat dan hanya dapat
mengakibatkan infeksi saluran napas pada pejamu yang daya tahannya rendah. S. pneumoniae dan S.
aureus bisa menyebabkan pneumonia setelah influenza, sebab infeksi virus menyebabkan hilangnya epitel
bersilia yang berfungsi protektif. Kerusakan kronik pada mekanisme pertahanan mukosiliar terjadi pada
perokok dan penderita fibrosis kistik, sedangkan jejas akut terjadi pada pasien yang mengalami pertubasi
dan mereka yang mengaspirasi asam lambung. Beberapa agen patogen jalan napas dapat menghindar dari
fagositosis atau destruksi setelah fagositosis. M. tuberculosis, contohnya, dapat berada di alveolus karena
dapat menghindari kematian pada fagolisosom makrofag. Jamur oportunistik menginfeksi paru apabila
imunitas seluler menurun atau apabila jumlah leukositnya menurun (misalnya, P. jiroveci pada pasien
AIDS, Aspergillus spp. setelah kemoterapi).1

Saluran Urogenital

Saluran urinarius hampir selalu diinvasi dari luar melalui uretra. Aliran urin yang keluar secara
berkala dalam saluran ini berfungsi sebagai pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme. Urin dalam
kandung kemih normalnya steril, dan patogen yang berhasil masuk (misalnya, Neissere gonorrhoeae,
Escherichia coli) akan menempel pada sel epitel saluran urin. Anatomi berperan penting pada infeksi.
Wanita mengalami 10 kali lebih sering infeksi saluran kemih dibanding pria karena jarak kandung kemih
dan kulit (yaitu panjang uretra) hanya 5 cm pada wanita, dibanding 20 cm pada pria. Obstruksi atau
refluks urin akan melemahkan pertahanan tubuh dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi saluran
kemih. Infeksi saluran kemih sering menjalar retrograd dari kandung kemih menuju ginjal dan akan
mengakibatkan pielonefritis akut dan kronik. Dari pubertas hingga menopause vagina terlindung dari
kuman patogen karena pH yang rendah yang terjadi akibat katabolisme glikogen pada epitel normal oleh
laktobasil. Antibiotik dapat mematikan laktobasilus, sehingga mempermudah tumbuhnya jamur, dan
mengakibatkan candidiasis vagina.1
Gambar 2.1. Jalan masuk dan diseminasi mikroba.1

3. MEKANISME AGEN INFEKSI MENYEBABKAN PENYAKIT

Agen infeksi dapat mengakibatkan infeksi dan kerusakan jaringan dengan mekanisme sebagai
berikut.
a. Kontak/masuk ke sel pejamu (kematian sel)
b. Mengeluarkan toksin (mematikan sel jarak tertentu) mengeluarkan enzim (degradasi komponen
jaringan), atau merusak pembuluh darah (nekrosis iskemia)
c. Respons imun pejamu (kerusakan jaringan)
 Mekanisme cedera oleh virus
Virus merusak sel pejamu dengan cara memasuki dan replikasi menggunakan sumber daya
pejamu. Faktor mempengaruhi tropisme (sel yang dipilih) sebagai berikut.
a. Reseptor virus pada pejamu
 Virus (protein permukaan) mengikat pejamu (protein spesifik)
 Glikoprotein gp120 HIV mengikat CD4, CXCR4, dan CCR5 (sel T dan makrofag)
b. Faktor transkripsi spesifik
 Kemampuan replikasi (sel tertentu) dan bergantung faktor transkripsi spesifik sel (mengenali
enhancer dan promotor virus)
 Virus JC memicu leukoensefalopati replikasi di oligodendroglia SSP (promotor dan enhancer
tidak ada di neuron/endotel)
c. Lingkungan fisik
 Karakteristik lingkungan pejamu dan suhu
 Enterovirus replikasi di usus (tahan asam, empedu, dan enzim pencernaan)

Gambar 3.1. Mekanisme virus mengakibatkan kerusakan2,3


 Mekanisme virus mengakibatkan kerusakan sebagai berikut.
(1). Efek sitopatik langsung
a. Mencegah sintesis makromolekul penting
b. Menghasilkan enzim perusak, protein toksik, dan induksi apoptosis (jalur intrinsik)
Virus polio menonaktifkan cap-binding protein (mencegah sintesis protein), HSV sekresi
protein (menghambat sintesis DNA dan mRNA sehingga mendegradasi DNA pejamu).
(2). Respons imun anti virus
a. Protein virus di permukaan pejamu dapat dikenali sistem imun pejamu
b. Limfosit menyerang sel terinfeksi virus (CTL atau Tc) dan merusak jaringan
Hepatitis B memicu kerusakan hepatosit (respons CTL) untuk menghilangkan infeksi.
(3). Transformasi sel yang telah terinfeksi
a. Virus onkogenik (HPV, EBV) menstimulasi pertumbuhan sel dan ketahanan sel
b. Mekanisme yang digunakan seperti mengambil alih komponen siklus sel, anti apoptosis,
dan mutagenesis insersional
c. Penempelan DNA virus dengan genom pejamu (mengubah ekspresi gen pejamu)

 Mekanisme cedera oleh bakteri


(1). Virulensi pejamu
a. Bakteri patogen (gen virulen untuk menentukan bakteri bahaya/tidak)
b. Plasmid (transposon dan gen Carbapenemase) dan bakteriofag (virus) menyandi faktor
virulen (toksin atau enzim) untuk meningkatkan kekebalan terhadap antibiotik
c. Pertukaran plasmid dan bakteriofag memicu bakteri bertambah ketahanan hidup dan
menyebabkan penyakit sehingga menyulitkan terapi antibiotik
Kerjasama meningkatkan virulensi
a. Quorum sensing
 Ekspresi gen virulen saat konsentrasi bakteri meningkat
 S. aerus kontrol sekresi autoinducer saat ekspresi gen (menstimulasi produksi
eksotoksin
b. Biofilm
 Kumpulan bakteri hidup di lapisan kental polisakarida ekstraseluler (pejamu/alat-alat
seperti kateter)
 Biofilm memicu bakteri tidak dikenali oleh efektor imun dan resistensi terhadap obat
antimikrob
(2). Melekatnya bakteri pada sel pejamu
a. Permukaan bakteri dengan pejamu saling berikatan (adhesin)
b. Protein F dan asam teikoat mengikat fibronektin sel pejamu di matriks ekstraseluler
c. Fili (protein filamen) dan asam amino ujung fili menentukan spesifik ikatan bakteri
(3). Toksin bakteri
Endotoksin bakteri (komponen sel bakteri)
a. Lipopolisakarida (LPS) pada bakteri gram negatif
b. Jangkar asam lemak rantai panjang (lipid A) mengikat CD14 (leukosit) dan berikatan
dengan TLR4 (Toll-like receptor 4) sehingga memicu respons LPS
c. Respons terhadap LPS menguntungkan saat aktifasi imunitas (proteksi) dengan cara
induksi sitokin, kemokin dan ekspresi kostimulator (sel T aktif)
d. Respons terhadap LPS merugikan (tinggi) memicu syok septik, koagulasi intravaskuler
diseminata (DIC), dan acute respiratory distress syndrome
Eksotoksin bakteri (sekresi protein oleh bakteri)
a. Enzim
 Bakteri sekresi enzim (protease, hialuronidase, koagulase, fibrinolisin)
 Toksin eksfoliativa (protease) oleh S. aureus merusak protein mengikat keratinosit
sehingga epidermis terlepas dari kulit
b. Toksin A-B

Gambar 3.2. Mekanisme kerja eksotoksin antraks4


 Komponen aktif atau toksin antraks(A) dan komponen mengikat reseptor (B)
 Subunit B berikatan dengan reseptor dan protease pejamu (subunit B dipecah)
menjadi heptamer
 Subunit A (faktor edema dan letal) berikatan dengan heptamer memasuki sel
kemudian dilepaskan ke sitoplasma
 Memicu efek edema dan kematian sel
c. Superantigen
 Proliferasi sel T dan sekresi sitokin
 Kadar sitokin tinggi (kebocoran kapiler dan systemic inflammatory response
syndrome)
d. Neurotoksin
 Mencegah pengeluaran neurotransmitter (lumpuh)
 Diproduksi oleh Clostridium botulinum dan Clostridium tetani
e. Enterotoksin
 Mempengaruhi saluran cerna seperti mual dan muntah (S. aureus), diare encer
berlebihan (V. cholerae), dan diare berdarah (C. difficile)
 Mekanisme infeksi oleh jamur
Infeksi jamur terjadi pada permukaan tubuh atau organ dalam
(1). Infeksi permukaan tubuh (kulit, rambut, dan kuku)
 Infeksi permukaan (dermatofit)
 Infeksi kulit (tinea)
 Jamur invasi subkutis memicu abses/granuloma
 Infeksi kronis kaki (misetoma)
(2). infeksi jamur menyebar secara sistemik, invasi jaringan, dan merusak organ vital pejamu

 Mekanisme infeksi oleh prion


(1). PrP mengalami perubahan konformasi (resistensi terhadap protease)
(2). PrP resisten akan meningkatkan konversi PrP normal (sensitif protease) menjadi bentuk
abnormal
(3). Hal tersebut menyebabkan kemampuan penyakit untuk ditularkan

 Mekanisme infeksi oleh cacing


Siklus hidup cacing sangat kompleks terdiri dari reproduksi seksual (pejamu utama) dan aseksual
(pejamu perantara)
a. Manusia; pejamu cacing dewasa (Acraris lumbricoides)
b. Manusia; stadium imatur (Toxocara canis)
c. Manusia; larva aseksual (Echinococcus spp.)
Mekanisme infeksi cacing sebagai berikut.
(1). Cacing dewasa di tubuh manusia (cacing tidak bermultiplikasi) dan menghasilkan telur/larva
yang dikeluarkan melalui feses
(2). Gejala berat penyakit sitentukan oleh jumlah yang menginfeksi
(3). 10 ekor cacing tambang (keluhan ringan atau tanpa keluhan klinis)
(4). 1000 ekor cacing tambang (konsumsi darah) sehingga memicu anemia berat

4. MEKANISME MIKROBA MENGHINDARI SYSTEM IMUN

Sawar pertahanan terhadap agen infeksi


a. Kulit
Kulit memiliki struktur padat, berkeratan, pH asam (5,5), dan asam lemak mencegah
pertumbuhan mikroorganisme. Infeksi kulit saat terjadi luka (Staphylococcus aureus), luka jarum
suntik (HIV; virus hepatitis), gigitan serangga (malaria), dan kulit utuh (Schistosoma).

b. Saluran gastrointestinal
Pertahanan berupa sekresi HCl, lapisan musin (epitel saluran cerna), enzim litik pankreas
dan empedu, peptida antimikrob (defensin), flora normal, dan IgA. Infeksi saluran cerna saat
terjadi penggunaan antibiotik (menghambat pertumbuhan bakteri normal), penempelan dan
proliferasi mikrob, kista dan telur resisten asam, dan lapisan mikrob resisten (enzim empedu dan
pankreas).
c. Saluran respirasi
Pertahanan melalui mukosiliar dan makrofag alveolar. Infeksi terjadi saat penempelan
dan proliferasi (virus influenza), toksin melumpuhkan silia, resistensi terhadap fagosit.
d. Saluran urogenital
Pertahanan melalui perkemihan, flora normal vagina, dan epidermis utuh. Infeksi terjadi
saat perlekatan dan proliferasi (E.coli di perkemihan; Neisseria gonorrhoeae di epidermis), dan
penggunaan antibiotik (Candida albicans).
Mikroorganisme mengatasi respons imunitas alami dan adaptif agar mampu berproliferasi di
pejamu.

Gambar 3.3. Mekanisme mikroba menghindari sistem imun4


Modifikasi protein permukaan
(1). Peptida antimikrob pejamu (defensin, katelisidin, dan trombosin) pertahanan awal
(2). Peptida tersebut berikatan dengan mikrob (membentuk pori dan lisis)
(3). Bakteri patogen (S. aureus) modifikasi permukaannya tahan ikatan peptida antimikrob atau
menonaktifkan peptida antimikroba
Mengatasi antibodi dan komplemen
(1). Pertahanan pejamu dengan cara opsonisasi (C3b) oleh antibodi (fagositosis makrofag)
(2). M. tuberculosis (intraseluler fakultatif); aktivasi sistem komplemen jalur alternatif dan
memicu opsonisasi sehingga difagosit
(3). Organisme tersebut dapat masuk ke monosit (replikasi)

Pertahanan fagositosis dan pemusnahan fagosom


(1). Fagositosis oleh leukosit PMN dan monosit (pertahanan terhadap bakteri ekstrasel)
(2). Kapsul karbohidrat bakteri (S. pneumoniae, N. meningitidis, H. influenzae) mampu
mencegah fagositosis neutrofil
(3). Protein A (S.aureus) dan protein M (S.pyogene) menghambat fagositosis
(4). Pertahanan makrofag fusi fagosom dan lisosom (fagolisosom) untuk membunuh bakteri
(5). M. tuberculosis (menghalangi fusi), Legionella (listeriolisin O dan dua fosfolipase) untuk
degradasi membran fagosom

Menghindari inflamasom
(1). Pertahanan dengan aktivasi inflamasosom di sitosol untuk aktivasi caspase, sekresi sitokin
IL-1 dan IL-18, serta induksi kematian sel (pyroptosis)
(2). Bakteri (Yersina dan Samonella) ekspresi protein virulen menghambat inflamasosom,
caspase, dan persinyalan aktivasi inflamasosom
Membuat kerusakan di jalur interferon
(1). Interferon (IFN) mediator untuk menghambat replikasi di sel yang belum terinfeksi
(2). Virus memproduksi reseptor IFN dan dapat berikatan (menghambat IFN)
(3). Memproduksi protein penghambat jalur JAK/STAT (downstream reseptor IFN)
(4). RIG-I (RNA helicase retinoic acid inducible gene I protein); reseptor pejamu dapat
mengenali virus RNA rantai ganda
(5). RIG-I virus menghambat persinyalan reseptor tersebut sehingga mampu memblokir
(downstream reseptor IFN)
Berkurangnya pengenalan sel T terhadap virus
(1). DNA virus dapat mengikat atau mengubah MHC I sehingga menghambat pemaparan peptida
ke sel Tc (CD8+)

Virus herpes ekspresikan homolog MHC I (mengecoh sel NK) dan mampu degradasi MHC II
(pemaparan ke sel Th terganggu)

Cara patogen menghindari sistem imun

Gambar 4.2 Mekanisme patogen menghindari efek sistem imun(3)

5. RESPON IMUN TERHADAP AGEN INFEKSI

A. Bakteri
a) Bakteri Intraseluler, dapat bersembunyi di tempat yang tidak dapat ditemukan oleh antibody di
dalam sirkulasi.
 Imunitas Spesifik

Proteksi utama berupa imunitas selular yang terdiri atas : 3

Sel CD4+ merespon MHC-II → memproduksi IFN- yang mengaktifkan makrofagm→ sel CD4+
naif berdiferensiasi menjadi sel Th1 → mengaktifkan fagosit dan sel Th2 yang mencegah aktivasi
makrofag. Sel CD8+ merespons MHC-I →mengikat antigen sitosol dan membunuh sel terinfeksi.
3

 Imunitas Non Spesifik


Proteksi utama berupa fagosit dan sel NK melalui mekanisme berikut:
Fagosit menelan mikroba → mikroba resisten terhadap efek degradasi fagosit → bakteri
intraselular mengaktifkan sel NK melalui aktivasi makrofag yang memproduksi IL-12 → sel
NK memproduksi IFN-y untuk mengaktifkan kembali makrofag dan meningkatkan daya
membunuh bakteri dan memakan bakteri. 3
b) Bakteri Ekstraseluler, dapat berkembangbiak di luar sel pejamu misalnya dalam sirkulasi,
jaringan ikat dan lumen jaringan.
 Imunitas Nonspesifik
Proteksi utama berupa komplemen, fagositosis dan respons inflamasi.
Bakteri yang mengekspresikan manosa → berikatan dengan lektin yang homolog C1q →
aktivasi komplemen melalui jalur lektin → meningkatkan opsonisasi dan fagositosis juga MAC
menghancurkan membran bakteri.

 Imunitas Spesifik
Antibodi akan menyingkirkan mikroba dan menetralkan toksinnya melalui berbagai
mekanisme :
- Antibodi menetralisasi toksin bakteri.
- Aktivasi komplemen menimbulkan lisis.
- Komplemen C3a mengikat bakteri, berperan sebagai opsonin yang meningkatkan
fagositosis .
- C3a dan C5a dengan bantuan antibodi, memacu aktivasi sel mast untuk melepas mediator
inflamasi
Gambar 5.1 Mekanisme Antibodi pada Bakteri Intraseluler 3

Toksin superantigen→ mengaktifkan sel T sehingga menimbulkan produksi sitokin


dalam jumlah besar dan dapat menimbulkan shock septik. 3

Gambar 5.2. Respons imun


spesifik terhadap mikroba ekstraselular 3

B. Virus

3
Virus memasuki sel pejamu steleh menempel pada sel tersebut melalui berbagai cara :
 Translokasi, virus menembus membran sel yang utuh.
 Insersi genom, virus menempel menginjeksikan material genetik direk ke dalam
sitoplasma.
 Fusi membran, isi genom virus dimasukkan ke dalam sitolasma sel pejamu.
 Endositosis yang diatur oleh reseptor permukaan yang mengikat dan transpor melalui
klatrin.

Gambar 5.3. Mekanisme infeksi sel pejamu oleh virus 3

a.) Imunitas Non Spesifik


Efektor yang berperan adalah IFN dan sel NK dan yang membunuh sel terinfeksi. 3
 Sel terinfeksi mensekresikan IFN tipe 1 →mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan
sel sekitarnya. IFNa dan IFN-B mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi.
 Makrofag mensekresikan IL-12 →aktivasi sel NK →sel NK mensekresikan IFN γ untuk
aktifasi makrofag.

Gambar 5.4. Mekanisme IFN pada Infeksi Virus 4


b.) Imunitas Spesifik
 Humoral
Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan eliminasi partikel virus oleh
fagosit. Aktivasi komplemen berperan dalam meningkatkan fagositosis dan menghancurkan
virus dengan envelop lipid secara langsung. IgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap
virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran napas dan cerna. 3
Gambar 5.5. Mekanisme Antibodi terhadap Virus 3
 Selular
- Aktivasi CD8+ terjadi melalui sitokin sekresi CD4+ yang diekspresikan pada sel
terinfeksi.
- Sel terinfeksi dipresentasikan oleh APC dendritic berupa MHC I ke sel CD8+ naif di
KGB.
Gambar 9 Mekanisme Antibodi untuk Melawan Virus 3
- Sel CD8+ naif yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat
membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi. 3

Gambar 5.6 lmunitas nonspesifik dan spesifik pada virus 3

C. Jamur
 Imunitas nonspesifik
Efektor utama berupa neutrofil dan makrofag. Neutrofil melepas bahan fungisidal seperti
ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraselular. Galur virulen
(kriptokok neofarmans) menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan
merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag. 3
 Imunitas Spesifik
Respon imun seluler dilakukan sel T CD 4+ dan CD 8+ yang bekerja sama untuk
mengeliminasi jamur. Invasi jamur → berikatan dengan sel dendritik → mensekresikan IL-1,
IL6, IL-23 dan TGF-β untuk aktifasi sel Th.
Gambar 5.7. Imunitas Seluler pada Jamur 4

D. Cacing
 Imunitas Nonspesifik

Efektor utama protozoa dan cacing (fagositosis; namun beberapa resisten). Cacing
mengaktifkan komplemen jalur alternatif (resisten pada parasit permukaan tebal).

 Imunitas Spesifik

Cacing merangsang Th2 → melepaskan IL-4 dan IL-5 → IL-4 merangsang produksi IgE
dan IL-5 merangsang perkembangan dan aktivasi eosinophil → IgE yang berikatan dengan
permukaan cacing diikat eosinophil → eosinofil diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang
menghancurkan parasite.

Parasit yang masuk ke dalam sel pejamu → dirusak IgG, IgE dan ADCC → sitokin yang
dilepas sel T antigen spesifik → merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi bahan mukus yang
menyelubungi cacing → cacing dapat dikeluarkan dari tubuh melalui peningkatan gerakan usus
yang diinduksi mediator sel mast seperti LTD4 dan diare.
6. PATHOGENESIS MOLECULAR PENYAKIT MENULAR

Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dari patogen untuk menyebabkan


suatu penyakit :
a. Komunikabilitas: Kemampuan untuk menyebar dari satu individu ke individu
lainnya (contoh; campak dan pertusis dapat menyebar dengan sangat mudah; HIV
memiliki kemampuan penyebaran yang lebih rendah). 3
b. Infektifitas: Kemampuan dari patogen untuk menyerang dan berproliferasi pada
agen pejamu (contob; herpes simplex virus dapat bertahan pada periode laten
yang sangat lama pada agen
c. Virulensi: Kemampuan dari patogen untuk menyebabkan penyakit yang berat
(contoh; virus campak memiliki virulensi yang rendah; rabies dan ebola memiliki
virulensi yang tinggi)
d. Patogenisitas: Kemampuan suatu agen untuk menjadi penyakit - Keberhasilan
bergantung pada komunikabilitas, infektifitas, dan derajat keparahan kerusakan
jaringan, dan virulensi (contoh; HIV dapat mematikan sel limfosit T). 3
e. Rute masuk agen penyakit: Rute di mana mikroorganisme patogen menginfeksi
pejamu (contoh; kontak langsung, inhalasi, ingesti, atau gigitan dari binatang atau
serangga)
f. Toksigenisitas: Kemampuan untuk menghasilkan toksin yang Serlarut atau
endotoksin, merupakan suatu faktor yang sangat mempengaruhi virulensi dari
pathogen. 3

Transmisi infeksi dapat terjadi melalui (1) kontak (langsung atau tidak langsung),
droplet respirasi, (2) jalur fekal—oral, transmisi seksual, (3) transmisi vertikal dari
ibu ke janin atau bayi baru lahir, atau vektor serangga / artropod. Suatu agen patogen
dapat menimbulkan infeksi apabila mempunyai faktor virulensi yang dapat
mengalahkan pertahanan pejamu normal atau apabila pertahanan pejamu menurun. 1
Penularan infeksi terjadi setelah serangkaian kejadian yang berkaitan dengan berbagai
parameter seperti di bawah ini: 1

 Reservoir patogen.
Mikroorganisme patogen membutuhkan tempat bersarang dan berkembang
biak untuk dapat menularkan penyakit. Reservoir adalah suatu tempat yang
merupakan zat organic yang dapat memunkinkan suatu organisme infeksius
dapat tumbuh dan berkembang biak. Infeksi terjadi akibat paparan dari
sumber reservoir pathogen seperti: manusia (misalnya dalam virus influenza),
hewan (misalnya anjing untuk rabies), serangga (misalnyanyamuk untuk
malaria), atau tanah (misalnya enterobiasis).
 Jalur infeksi.
Infeksi ditularkan dari reservoir ke manusia dengan rute yang berbeda,
biasanya akibat dari kerusakan pada mukosa atau kulit di keduanya yang
merupakan portal keluar dari reservoir dan portal masuk yang rentan pada
pejamu. Secara umum, suatu organisme tersebut akan ditularkan ke situs
tempat organisme akan berkembang, misalkan N.gonorrhoeae biasanya
mendiami uretra pria dan wanita dan oleh karena itu, jalur penularannya
adalah kontak seksual. 1
 Cara penularan.
Organisme dapat ditularkan langsung melalui kontak fisik atau kontaminasi
tinja (mis. penyebaran telur pada infestasi cacing tambang), atau secara tidak
langsung oleh fomites (misalnya gigitan serangga).
 Pejamu yang rentan.
Organisme akan menginvasi pejamu jika pejamu memiliki kekebalan yang
baik tetapi pejamu seperti itu dapat meneruskan infeksi pada orang lain.
Namun, jika tuan rumah sudah tua, lemah, malnutrisi, atau imunosupresi
karena etiologi apapun, dia juga rentan mengalami manifestasi infeksi. 1

Untuk transmisi penyakit, cara keluarnya mikroorganisme dari tubuh pejamu


sama pentingnya dengan cara masuknya. Cairan atau jaringan yang disekresi
normal, diekskresi, dibuang akan dipakai oleh mikroorganisme untuk transmisi ke
korban yang baru:

1) Flora kulit,
Seperti S. aureus, dan kuman patogen, termasuk fungus dermatophyte, keluar
bersamaan dengan terlepasnya lapisan kulit. Beberapa patogen yang menyebar
melalui hubungan seksual ditransmisi dari lesi pada kulit genital. 1
2) Kelenjar liur
Virus yang mengadakan replikasi dan menyebar di kelenjar liur termasuk
virus gondongan, cytomegalovirus, dan virus rabies.
3) Saluran napas
Virus dan bakteri yang merupakan flora alat pernapasan normal atau dapat
mengakibatkan infeksi saluran napas dikeluarkan melalui sekresi saluran
napas pada saat berbicara, batuk dan bersin. Banyak kuman patogen saluran
napas, termasuk virus influenza, menyebar melalui droplet pernapasan, dan
dapat menyebar dalam jarak kurang dari 3 kaki. Beberapa organisme termasuk
M. tuberculosis dan virus varicella-zoster, menyebar dari saluran napas
melalui udara dalam bentuk droplet respirasi kecil atau di dalam partikel kecil
debu, yang dapat mencapai tempat yang jauh. 1
4) Saluran cerna
Organisme yang terlepas dalam tinja banyak yang patogen yang bereplikasi di
lumen atau epitel saluran cerna, misalnya Shigella, Giardia lamblia, dan
rotavirus. Agen patogen yang bereplikasi di hati (virus hepatitis A) atau
kandung empedu (Salmonella serotype typhi) masuk saluran cerna melalui
empedu dan dikeluarkan melalui tinja. 1
5) Infeksi melalui alat seksual/sexually transmitted infection (STI) akan
menyebar melalui uretra, vagina, serviks, rektum, atau farings. Organisme
yang menyebabkan STI bergantung pada penyebaran melalui kontak langsung
orang ke orang karena organisme ini tidak akan bertahan dalam lingkungan.
Transmisi STI sering terjadi oleh orang yang asimptomatik yang tidak sadar
bahwa mereka telah terinfeksi. Infeksi dengan satu STI meningkatkan risiko
untuk infeksi STI berikutnya, karena faktor risiko ialah sama pada semua
kasus STI. 1
6) Transmisi vertikal
Transmisi vertikal ialah dari ibu ke fetus atau bayi baru lahir, dan terjadi
melalui tiga jalan anatomik. Transmisi plasenta-fetal adalah yang paling
mungkin terjadi apabila ibu menderita infeksi primer dengan agen patogen
selama kehamilan. Kerusakan yang terjadi tergantung pada stadium
pertumbuhan fetus. Misalnya infeksi rubella pada semester pertama kehamilan
akan mengakibatkan malformasi jantung, retardasi mental, katarak, atau tuli
pada janin, sedangkan apabila infeksi terjadi pada trimester ketiga, akibatnya
hanya sedikit. Transmisi vertikal juga terjadi selama perjalanan kelahiran
neonatus melalui jalan lahir (misalnya, konjungtivitis gonokokus atau
klamidia) atau melalui air susu ibu (misalnya, CMV dan HBV). Diagnosis STI
pada wanita hamil merupakan hal yang sangat penting, karena transmisi
vertikal STI sering dapat dicegah dengan pengobatan pada ibu atau bayi yang
baru lahir. Contoh, transmisi maternal HIV merupakan penyebab utama
penyakit AIDS pada anak; sering terjadi saat prenatal, selama persalinan.
Pengobatan antiretrovirus wanita hamil dengan infeksi HIV dan pengobatan
pada bayi baru lahir dapat mengurangi transmisi HIV pada anak dari 25%
menjadi kurang dari 2%. 1

Infektifitas difasilitasi oleh kemampuan dari patogen untuk menempel pada


permukaan sel, melepaskan enzim yang dapat menghilangkan penghalang,
berproliferasi dengan cepat, dan meloloskan diri dari aksi fagosit, atau bertahan
terhadap efek dari pH yg rendah. Setelah menembus penghalang protektif tubuh
(invasi), petogen lalu memperbanyak diri dan menyebar melalui sistem limfe dan
darah ke jaringan dan organn-organ tubuh, di mana mereka terus berlanjut
berkembang biak dan menyebabkan penyakit. Pada manusia, rute masuk dari berbagai
patogen juga merupakan tempat untuk penyebaran penyakit ke individu lain,
melengkapi siklus dari infeksi tersebut. 4

Tiga Kelompok Utama Penyakit Menular


1) Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian cukup tinggi.
2) Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan cacat, walaupun
akibatnya lebih ringan dari yang pertama
3) Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapidapat mewabah
yang menimbulkan kerugian materi. 4

Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit Dari Orang Ke Orang.

a. Waktu Generasi (Generation Time).


Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa kemampuan
maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting
dalam mempelajari proses penularan. Perbedaan masa tunas denga wakru generasi
yaitu Masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala
penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala yang
terselubung, waktu generasi ialah waktu masuknya unsur penyebab penyakit hingga
timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk menularkan kepada pejamu lain walau
tanpa gejala klinik atau terselubung. 4
b. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk tertentu
terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular tertentu
berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu anggota kelompok tersebut. Herd
Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah di masyarakat serta
kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk tertentu.

Wabah terjadi karena 2 keadaan :


- Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika agent
penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah terpapar oleh
agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular yang sudah lama
absen dalam populasi tersebut.
- Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat tertutup
dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang- orang yang peka
terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb. 4
c. Angka Serangan (Attack Rate)
Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul dalam satu satuan waktu
tertentu di kalangan anggota kelompok yang mengalami kontak serta memiliki risiko
atau kerentanan terhadap penyakit tersebut. Formula angak serangan ini adalah
banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi dengan banyaknya orang
yang peka dalam satu jangka waktu tertentu. Angka serangan ini bertujuan untuk
menganalisis tingkat penularan dan tingkat keterancamam dalam keluarga, dimana tata
cara dan konsep keluarga, sistem hubungan keluarga dengan masyarakat serta
hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu
merupakan unit epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung. 4

Manifestasi Klinik Secara Umum :

a. Spektrum Penyakit Menular


Pada proses penyakit menular secara umum dijumpai berbagai manifestasi klinik,
mulai dari gejala klinik yang tidak tampak sampai keadaan yang berat disertai
komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dunia. Akhir dari proses penyakit
adalah sembuh, cacat atau meninggal. Penyembuhan dapat lengkap atau dapat
berlangsung jinak (mild) atau dapat pula dengan gejala sisa yang berat (serve sequele).
4

b. Infeksi Terselubung (Tanpa Gejala Klinis)


Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri secara jelas dan nyata
dalam bentuk gejala klinis yang jelas sehingga tidak dapat didiagnosa tanpa cara
tertentu seperti test tuberkulin, kultur tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh
dll. Untuk mendapatkan perkiraan besar dan luasnya infeksi terselubung dalam
masyarakat maka perlu dilakukan pengamatan atau survai epidemiologis dan tes
tertentu pada populasi. Hasil survai ini dapat digunakauntuk pelaksanaan program,
keterangan untuk kepentingan pendidikan. 4

PATOGENESIS COVID-19
Viral load dari virus ini terbanyak terjadi pada hari ketiga setelah gejala awal timbul
terutama di hidung daripada di tenggorokan. Kemudian, virus COVID-19 dapat
menempel dan masuk ke sel inang melalui ACE2 sebagai reseptornya yang sama dengan
virus SARS, tetapi memiliki afinitas 20 kali lebih kuat ikatannya dibanding dengan ikatan
virus SARS dengan ACE2. Protein S yang berada di membran virus akan memainkan
peranan yang penting pada saat memasuki sel inang dengan berperan sebagai komponen
antigenik yang menginduksi respons imun. Setelah masuk ke sel inang maka virus ini
akan menyebabkan efek sitopatik dan kerusakan silia yang menyebabkan kematian sel.

Awal respons imun terjadi akibat aktivasi resptor pengenal pola yang diekspresikan
oleh sel inang, yaitu (1) Toll-like receptor 7 (TLR-7) yang diaktivasi oleh RNA di
endosom; (2) RIG-I dan MDA- 5 yang mengenali RNA virus sitosolik berupa untai
ganda, mengandung kelompok 5’-trifosfat, dan/atau yang tidak memiliki cap methyl 5’;
dan (3) jalur cGAS-STING yang mengenali DNA sitosolik. Ketiga sensor ini bukan
diaktivasi oleh materi dari virus, tetapi diaktivasi oleh sel yang rusak oleh infeksi virus
dan melepaskan DNA mitokondria.

Gambar 6.1 Proses SARS-CoV-2 Masuk ke Dalam Sel Inang 4

Aktifnya sensor ini akan memulai sinyal berkelanjutan yang mengekspresikan IFN tipe I
dan sitokin inflamasi lainnya yang awalnya bertujuan proteksi, tetapi pada kejadian yang
melambat aktivasinya akan menyebabkan kegagalan dalam mengontrol replikasi virus
sehingga merusak seluler epitel jalan napas dan parenkim paru yang mengakibatkan badai
sitokin inflamasi yang mematikan. Target sel virus ini adalah pneumosit I dan II serta
makrofag alveolar yang telah terbukti pada penelitian Chu dkk, bahwa virus ini begitu
ditanam pada jaringan paru akan cepat menginfeksi sel paru secara luas dibandingkan
dengan SARS-CoV. Gen reseptor ACE2 terdapat luas di banyak organ selain paru, yaitu
jantung, sistem saraf pusat, dan jaringan adiposa sehingga dapat juga virus ini merusak
organ-organ tersebut. Seperti pada pasien di Jepang yang mengalami penurunan
kesadaran dan kejang karena meningitis dengan hasil RT-PCR dari cairan serebrospinal
yang positif mengandung COVID-19 sementara dari hasil swab nasofaring didapatkan
hasil negatif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa COVID-19 dapat juga masuk
ke saraf pusat dan melewati sawar darah otak. 4

PATOGENESIS DBD

Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang
hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan
menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju
organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum
tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag
mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus
ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan
komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam
sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut
tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya. Secara invitro, antobodi
terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu: netralisasi virus, sitolisis
komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan
perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki
serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising
serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang
berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS . 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar, Abbas, Aster. Robbins Basic Pathology. Edisi ke-9. Singapore: Elsevier; 2013.

2. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Jawetz, Melnick, Adelberg Mikrobiologi Kedokteran Edisi
20. Jakarta: EGC ; 2014.
3. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Edisi ke-11. Jakarta: FK UI. 2016.

4. Candra Aryu, Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan, Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119
5. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapura: Elsevier. 2014.

6. Achmadi Dadi.Tim Dosen Fakultas Kedokteran Unisba, Bunga Rampai Artikel


Penyakit Virus Korona (COVID-19), P2U Unisba 2020.

Anda mungkin juga menyukai