Anda di halaman 1dari 18

RESUME PBL

SKENARIO 3
“Wisatawan Asing Terkena Demam’’

NAMA : Yusuf Candra Dewa


NPM : 119170194
KELOMPOK : 5B
TUTOR : dr. Yukke Nilla Permata

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
Skenario 3

Wisatawan Asing Terkena Demam

Seorang laki-laki berusia 32 tahun datang ke poliklinik RS dengan keluhan demam sejak
1 minggu yang lalu. Demam dirasakan setiap 2 hari sekali. Pasien merupakan wisatawan asing
yang sedang berlibur ke daerah timur Indonesia. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien
didiagnosa terkena penyakit malaria. Keluarga pasien menyesalkan hal ini karena sebelum
berangkat berlibur tidak berkonsultasi dengan dokter travel medicine di Negara asal sehingga
tidak melakukan pengkajian risiko terkait perjalan.

STEP 1

1. dokter travel medicine : cabang kedokteran yang berhubungan dengan pencegahan dan
pengelolaan masalah Kesehatan pelancong international. Yang mempelajari persiapan
Kesehatan dan penatalaksanaan masalah Kesehatan orang yang berpergian.
2. malaria : penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasite plasmodium ditularkan
oleh gigitan nyamuk terinfeksi.
3. demam : peningkatan suhu tubuh di batas normal disebabkan oleh perubahan set point
termperatur peningkatan produksi kalor maupun penurunan eliminasi kalor didalam
tubuh.
4. diagnose : merupakan penentuan sifat suatu kasus penyakit.

STEP 2

1. mengapa demam timbul 2 hari sekali


2. dasar dasar travel medicine
3. apa fungsi travel medicine
4. bagaimana bentuk pengkajian pada travel medicine
5. bagaimana tanggung jawab dokter sebagai klinisi travel medicine
6. apa yang harus dipertimbangkan oleh dokter travel medicine dalam memeriksa risiko
prawisata
7. apa saja hal hal yang harus dilakukan pada pasien yang akan melakukan traveling
8. bagaimana pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis pasien

STEP 3

1. pasien didiagnosa malaria. Dilihat dari pola demamnya tergantung pada siklus
plasmodiumnya. Bergantung pda siklus hidupnya. Di kasus gejala demam setiap 48 jam
atau 2 hari. Demam quotidian : ditandai dengan paroksisme (yang secara sering dalam
waktu yang singkat) demam yang terjadi dalam (siklus 24 jam). Khas pada malaria
Plasmodium falcifarium
b) Demam tertiana : memiliki gejala demam yang terjadi setiap 48 jam atau dua hari
sekali, khas pada malaria vivax. Dalam istilah, tertiana berarti kejadian hari pertama
kemudian 48 jam kemudian adalah hari ketiga.
c) Demam quartan : memiliki gejala demam yang terjadi pada periodisitas siklus
setiap 72 jam, khas pada malaria kuartana (Plasmodium malariae).
2. Merupakan bidang dari kedokteran mempelajari Kesehatan juga penatalaksanaan
terhadap orang berpergian. Terdapat beberapa jasa pelayanan tm . klinik dokter umum di
tempat praktek sehari hari terdapat dr umum . kemudian klinik rumah sakit terdapat travel
klinik lebih lengkap karena ada lab. Dan ada fasilitas kegawat daruratan. Ketiga travel
klinik swasta diselenggarakan badan swasta. Untuk lokasi tidak di rumah sakit biasanya
dekat biro perjalanan. Praktek kedokteran wisata bereda dengan konvensional . wisata
lebih promotive dan preventif untuk konvensonal lebih kuratif.
3. kedokteran wisata atau travel medicine adalah bidang ilmu kedokteran yang mempelajari
persiapan kesehatan dan penatalaksanaan masalah kesehatanorang yang bepergian.
Bidang ilmu ini baru saja berkembang dalam tiga dekadeterakhir sebagai respons
terhadap peningkatan arus perjalanan internasional diseluruh dunia. Pelayanan
kedokteran wisata diberikan di travel clinic yangumumnya berada di negara-negara maju
untuk memenuhi kebutuhan warga merekayang akan bepergian ke negara-negara
berkembang. Jika praktek dokter biasanya ditujukan untuk kuratif, maka praktek
kedokteran wisata lebih banyak pada aspe promotif dan preventif. Untuk promosi
Kesehatan dan pencegahan penyakit . pasien akan di edukasi terlebih dahulu sebelum ke
daerah yang dituju kemudian untuk memberikan nasihat ke daerah tujuannya dapat
memberikan obat dapat diberikan selama perjalanan.
4. Pengkajian risiko : bidang ilmu baru berkembang. Ada beberapa level . zona aman hanya
pencegan biasa kemudian zona kuning diperlukan adanya pencegahan lebih banyak dan
spesifik selanjutnya zona merah hindari perjalanan yang tidak terlalu penting.
5. Sebagai klinisi : memberikan edukasi sebelum perjalanan, membekali pengetahuan untuk
melindungi dirinya dari potensiap health risk tidak hanya vaksinasi juga dapat
memberikan post travel medicine care kemudian mempertimbangkan perjalanan tersebut
dapat menanyakan negara, cuaca, jenis perjalanan , lama tinggal dan daerah tujuan. Perlu
menguasai pengkajian risiko , cara perjalanan dan dapat dibedakan bedasarkan usia.
Membuat strategi mengurangi risiko dan modifikasi ketiga mengetahui Langkah
Langkah. Ketrampilan komunikasi diperlukan cara komunikasi yang berbeda lebih
membantu diskusi agar dapat mencegah. Dapat memahami elemen penting penyebab
penyakit tidak hanya focus pada vaksinasi .
6. Rincian perjalanan, pertimbangan khusus, Riwayat Kesehatan, obat obatan sedang
dipakai, kebutuhan imunisasi. Epidemiologi penyakit , beberapa kejadian khusus bencana
alam, medical treatment pada daerah yang dituju missal berpetualang perlu medical
khusus. Negara daerah tujuan, lama tinggal , maksud tujuan dating kedaerah yang dituju.
7. Konsultasi , imunisasi , penatalaksanaan setelah perjalanan. Konsutasi dahulu jika ke
negara berkembang. Harus dilakukan 4 sampai 8 minggu sbelum hari h melakukan
konsultasi. konsultasi pra-perjalanan; imunisasi; bekal profilaksis, stand-by treatment,
dan medical kit; konsultasi dan penatalaksanaan penyakit pascaperjalanan. Imunisasi
Sebagian besar nasihat perjalanan akan dilanjutkan dengan penjelasan penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi. Namun, imunisasi hanya salah satu dari beberapa
strategi preventif dalam kedokteran wisata. Ada dua jenis imunisasi yang terkait dengan
perjalanan, yaitu imunisasi wajib dan imunisasi yang dianjurkan. Konsultasi Pra-
Perjalanan Informasi yang aktual dan akurat sangat penting dalam kedokteran wisata
sehingga rekomendasi yang diberikan bukan didasarkan pada opini tetapi evidence-based.
Nasihat perjalanan diberikan dalam bentuk konsultasi dan edukasi mengenai risiko
kesehatan yang mungkin dapat dialami klien selama bepergian, baik sewaktu di
perjalanan maupun setelah tiba di tempat tujuan. Profilaksis, stand-by treatment dan
medical kit Sesuai daerah tujuan klien, tenaga kesehatan dapat memberikan terapi
profilaksis, yaitu untuk malaria, jika daerah tujuan klien adalah daerah endemik malaria.
Jika klien akan menetap dalam waktu lama di daerah terpencil, ia dapat pula diberikan
bekal stand-by treatment, yaitu obat malaria yang dapat diminum jika timbul gejala,
sebelum dapat mencapai klinik terdekat.
8. Trias malaria. Gejala klasik yaitu terjadinya “Trias malaria” secara berurutan: Periode
dingin (15-60 menit), mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut
dan pada saat menggigil seluruh badan bergetar, diikuti dengan naiknya suhu.Periode
panas, penderita muka merah, nadi cepat, dan suhu badan tetap tinggi beberapa
jam.Periode berkeringat, penderita berkeringat banyak dan temperatur menurun, dan
penderita merasa sehat. Pemeriksaan darah rutin , radiologi, rdt.

STEP 4

1. Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API,


dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi
malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan
Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih
terdapat desa/fokus malaria tinggi. Wilayah zona merah endemis Malaria di Indonesia:
- Papua
- Papua barat
- NTT
- Maluku
- Maluku Utara
- Bengkulu
Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang melalui gigitan vektor
nyamuk anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk anopheles akan mengigit pada
waktu senja atau malam hari, pada beberapa Jenis nyamuk puncak gigitannya adalah
tengah malam sampai fajar.Plasomodium yang sering ada di indonesia adalah
plasmodium falciparum dan plasmodium vivax.
2. Cukup jelas di step 3
3. Untuk monitoring penyakit yang ada pada daerah yang dituju, memberikan pendidikan
mengenai pencegahan penyakit, imunoprofilaksis dan kemoprofilaksis. Praktik travel
medicine di Indonesia biasanya terdapat di pelabuhan udara maupun laut. Pelayanan
travel medicine yang paling ditekankan untuk saat ini adalah pemberian tindakan
preventif berupa imunisasi atau vaksinasi sebelum melakukan perjalanan. Vaksinasi yang
diberikan terkait dengan penyakit endemik yang ada pada daerah tujuan.
4. Contoh lv1 : dengue lv 2 : yellow fever lv 3 : cov 19. Pengkajian resiko :
5. Pemberian preventif baik itu vaksinasi dsb sangat dianjurkan baik jauh maupun dekat
dalam jangka waktu yang lama. Dianjurkan ke travel clinic
6. Cukup jelas
7. Penilaian praperjalanan evaluasi kemampuan ps, menilai adakah anggota traveler.
8. Melakukan vaksin pada malaria tsb.kemoprofilaksis Bertujuan mengurangi risk ,
pencegahan profilaksis 2 hari sbelum dan s4 minggu setelah ke daerah endemic.
Diagnostik cepat (RDT - rapid diagnostic test) yakni HRP-2 (jiistidine rich protein 2)
yang diproduksi tropozoit, skizon dan gametosit muda Pfalciparum. serta aldolase dan p-
LDH (parasite lactate dehydrogenase) yang diproduksi keempat. Seringkali pada KLB,
diperlukan tes yang cepat untuk dapat menanggulangi malaria di lapangan dengan cepat.
Metode ini mendeteksi adanya antigen malaria di dalam darah dengan
imunokromatografiPlasmodium aseksual dan seksual;Pemeriksaan untuk malaria berat:
darah perifer lengkap. kimia darah. EKG. foto toraks. Analisis cairan serebrospinais.
biakan darah dan uji serologi, dan urinalisis.
Pemeriksaan darah rutin.Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum
penderita, meliputi pemeriksaan kadar haemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit
dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kiia darah (gul darah, SGOT, SGPT, tes
fungsi ginjal), serta pemeriksaan foto toraks, EKG, dan lainnya.
MIND MAP

Travel medicine

Penyakit pencegahan Pengkajian resiko diagnosa


endemic

STEP 5

1. Epidemiologi terkait travel related illness


2. Definisi dan ruang lingkup travel medicine
3. Strategi penurunan resiko travel medicine
4. Resiko Kesehatan terkait perjalanan
5. Pengkajian dan penaganan resiko terkait perjalanan dan pelancong khusus (pelaku
perjalanan khusus )

REFLEKSI DIRI

Alhamdulilah pada pertemuan PBL di Skenario 3 ini berjalan dengan lancar,. Saya berharap
pada pertemuan kedua nanti dapat lebih aktif lagi dalam berdisukusi sehingga akan
tercapainya sasaran belajar yang sudah ditentukan.

STEP 6

Belajar Mandiri
STEP 7

1. EPIDEMIOLOGI TERKAIT TRAVEL RELATED ILLNESS

Wisatawan merupakan kelompok populasi yang penting secara epidemiologi, karena


memiliki mobilitas yang tinggi, cepat berpindah dari satu destinasi wisata ke destinasi
lainnya. Mereka memiliki potensi terpapar penyakit dan kejadian yang tidak diinginkan di
luar tempat asal, sehingga terkadang kasus ringan jarang dilaporkan dan jarang mencari
pengobatan. Melihat karakteristik ini, terdapat kemungkinan terjadinya impor penyakit ke
tempat asal dan demikian juga sebaliknya, kemungkinan ekspor penyakit ke tempat tujuan
juga ada. Hal ini akan meningkatkan risiko perubahan daerah non endemis menjadi endemis
terhadap suatu penyakit.1

Berdasarkan data dari Badan Dunia WTO (World Tourism Organization) pada tahun
2006 (4) jumlah wisatawan mencapai lebih dari 840 juta wisatawan Internasional. Sebagian
besar (410 Juta) bertujuan liburan dan rekreeasi, 131 juta (16%) untuk tujuan bisnis, dan 225
juta (27%) wisata untuk tujuan lain, diantaranya naik haji, berobat dan mengunjungi keluarga
atau teman. Sebanyak 8% tujuan perjalanan tidak disebutkan. Pada tahun 2020 menurut
WTO wisata manca Negara diperkirakan akan mencapai +1.6 miliar, dimana1.2 miliar adalah
perjalanan intraregional, 378 juta adalah perjalanan jarak jauh. (5) Menurut WTO dari 846
juta kedatangan wisatawan manca Negara tahun 2006, 45% wisata dengan memakai pesawat
terbang dan 7% dengan kapal laut. Hasil penelitian studi epidemiologi menunjukkan bahwa
dari 100.000 orang yang bepergian ke negara berkembang selama +1 bulan, 5000 harus
istirahat di tempat tidur, 50.00 orang mengalami gagguan kesehatan, 300 orang harus
dirawat, 50 orang harus dievakuasi melalui udara dan 1 orang meninggal dunia.

Risiko perjalanan tergantung pada wisatawan dan aktivitasnya didaerah


wisata.Wisatawan dapat mengalami risiko bila bepergian ke daerah dengan perubahan
ketinggian, kelembaban, temperature atau pola mikroba yang berubah secara signifikan.
Disamping itu risiko gangguan kesehatan akan bertambah apabila tempat menginap,
kebersihan dan sanitasinya kurang baik, fasilitas pelayanan kesehatan yang kurang memadai,
dan kesulitan mendapat air bersih. Calon wisatawan seharusnya mengetahui keadaan daerah
tujuan wisatanya dan risiko yang mungkin dapat terjadi dan belajar bagaimana caranya untuk
mengurangi seminimal mungkin risiko tersebut. Petugas medis dan industri pariwisata dapat
memberikan bantuan, saran dan pencegahan namun wisatawan mempunyai tanggung jawab
untuk mencari infomasi tersebut sebelum memulai perjalanan.

Dari data yang ada, setidaknya terdapat 600 juta wisata di seluruh dunia, namun hanya
sebagian kecil saja (8%) yang mempersiapkan diri dengan baik dengan melakukan konsultasi
sebelum memulai perjalanan wisata. Kondisi tersebut merupakan tantangan Kedokteran
wisata kedepannya, sehingga kedokteran wisata benar-benar dapat memberi manfaat pada
wisatawan dalam hal pencegahan penyakit dan menurunkan risko perjalanan.2

Dalam pelayanan dokter wisata, orang yang dating umumnya adalah orang sehat yang
membutuhkan informasi dan tidak menganggap dirinya sebgai pasien, meskipun mungkin
saja status nya dapat berubah menjadi pasien setelah pulang dari perjalanan.4

2. DEFINISI DAN RUANG LINGKUP TRAVEL MEDICINE


Travel Medicine merupakan cabang atau spesialisasi ilmu kedokteran yang secara
khusus mempelajari penyakit dan kondisi kesehatan akibat perjalanan wisata dan upaya
penanganannya.2
Penggunaan istilahnya dengan kesehatan wisata (traveler health) atau kesehatan
wisatawan (traveler’s health) sering silih berganti, sehingga menimbulkan kesan bahwa
hal tersebut adalah hal yang sama. Secara harfiah, kesehatan wisata memiliki aspek yang
sedikit lebih luas dari kedokteran wisata karena mencakup aspek pencegahan. 2
Istilah lain yang sering digunakan, meskipun memiliki batasan dan fokus yang
berbeda adalah :
 Pariwisata kesehatan (health tourism) yang dapat diartikan sebagai industri atau
bisnis yang terkait dengan aktivitas perjalanan ke daerah wisatan dengan tujuan
memperoleh pengobatan, atau meningkatkan kesehatan dan kebugaran.2
 Pariwisata kedokteran (medical tourism) merupakan salah satu bentuk pariwisata
kesehatan, yaitu aktivitas perjalanan wisata ke negara lain dengan tujuan utama
mendapatkan pelayanan medis, terutama terkait pengobatan penyakit-penyakit
tertentu, layanan gigi, layanan fertilitas, dan layanan kedokteran lainnya, yang di
negara maju umumnya mahal atau tidak termasuk dalam paket yang ditanggung
dalam sistem asuransi.2
 Wisata atau pariwisata kebugaran (wellness travel or medicine tourism) merupakan
salah satu bentuk dari pariwisata kesehatan dengan tujuan utama untuk mendapatkan
kebugaran dan kesejahteraan baik fisik, psikologis, dan atau spiritual.2

Ruang Lingkup Travel Medicine


Dalam konsep yang lebih luas maka terdapat istilah kesehatan pariwisata (tourism
health) dan pariwisata sehat (healthy tourism). Namun, sampai sejauh ini belum
ditemukan definisi dan ruang lingkup untuk istilah-istilah tersebut di literatur ilmiah.
Dengan memperhatikan berbagai definisi sebelumnya, maka kesehatan pariwisata dapan
didefinisikan sebagai cabang ilmu kesehatan masyarakat yang mempelajari berbagai
aspek yang berkaitan dengan kesehatan wisatawan, kesehatan masyarakat daerah
pariwisata, maupun semua pihak yang terkait dengan industri pariwisata. Sedangkan,
pariwisata sehat adalah dampak yang diharapkan akibat penerapan upaya-upaya
kesehatan pariwisata.2
Gambar ini menunjukkan keterkaitan berbagai disiplin dan sub-disiplin yang
sudah ada dalam kaitannya dengan identifikasi komponen-komponen utama dalam
kesehatan pariwisata. Dari sini akan terlihat bahwa ruang lingkup kesehatan pariwisata
menjadi sangat luas, mencakup kesehatan wisatawan, kesehatan masyarakat penjamu,
kesehatan pekerja di industri pariwisata, kesehatan lingkungan daerah wisata, keamanan
pangan daerah wisata, termasuk juga berbagai kebijakan terkait kesehatan dan
pariwisata.2
Gambar 2.1. Konsep dan ruang lingkup kesehatan pariwisata. 2

Gambar ini juga menunjukkan bahwa kesehatan pariwisata merupakan cabang


ilmu kesehatan masyarakat yang unik dan spesifik terkait dengan berjalanan dan aktivitas
wisata. Sub-disiplin ini mencakup health impact assessment atau penilaian dampak
terhadap kesehatan populasi dan lingkungan di daerah tujuan wisata. Aspek lainnya
selain masalah kesehatan yang tidak terlihat adalah pertimbangan ekonomi. Pariwisata
yang tidak sehat akan memberikan dampak terhadap industri pariwisata dan masyarakat
penjamu. Sedangkan, pariwisata yang sehat dapat digunakan sebagai salah satu cara
untuk lebih mempromosikan pariwisata di daerah tersebut. 2

3. STRATEGI PENURUNAN RESIKO TRAVEL MEDICINE


Dasar-dasar konsultasi sebelum perjalanan. Tujuan dari prakonsultasi perjalanan
adalah untuk mengurangi risiko wisatawan sakit dan cedera selama perjalanan melalui
konseling pencegahan dan pendidikan, obat-obatan, dan imunisasi, seperti yang
dipersyaratkan. Penilaian risiko yang komprehensif adalah fondasinya konsultasi dan
memungkinkan praktisi untuk membuat perawatan individual berdasarkan risiko spesifik
perjalanan, negara, dan rencana perjalanan.Kuesioner yang dirancang untuk
mengumpulkan data tersebut merupakan alat penting untuk mendukung proses ini dan
untuk menentukan apakah diperlukan perawatan yang lebih khusus oleh ahli pengobatan
perjalanan. 4
Terdapat macam-macam resiko pada travel mediicine :
1. Resiko Khusus Wisatawan: Evaluasi menyeluruh status kesehatan pelancong
dan riwayat medis diperlukan. Pelancong tertentu dianggap berisiko tinggi dan
harus dievaluasi oleh ahli pengobatan perjalanan, seperti pasien
immunocompromised, wanita hamil atau menyusui, anak kecil, orang tua,
pasien dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya atau penyakit kronis
(misalnya, diabetes mellitus, jantung kronis atau kondisi paru-paru, penyakit
ginjal, kesehatan mental atau penyakit kejiwaan, gangguan timus, kanker, epilepsi
atau riwayat kejang atau kejang kronis, kelainan darah atau pembekuan), dan VFR
(pelancong yang telah bermigrasi dari negara berkembang ke kawasan industri,
dan yang sekarang kembali ke negara kelahiran mereka). Dibandingkan dengan
kelompok wisatawan internasional lainnya, VFR tersebut (terutama anak-anak)
mengalami insiden penyakit menular terkait perjalanan yang lebih tinggi karena
perjalanan mereka ke tujuan berisiko lebih tinggi. 4
2. Resiko Spesifik Tujuan: Menentukan tujuan Resiko khusus selama konsultasi
sebelum perjalanan juga penting dan membutuhkan pemahaman dasar tentang
penyakit umum yang spesifik untuk wilayah perjalanan. Praktisi harus mengetahui
informasi terbaru tentang endemisitas penyakit di tempat tujuan, wabah saat ini,
dan imunisasi yang direkomendasikan atau diperlukan. 4
3. Risiko Khusus Itinerary: Penilaian pasien rencana perjalanan harus mencakup:4
a. data negara dan wilayah yang akan dikunjungi;
b. kunjungan ke daerah perkotaan versus pedesaan;
c. tanggal dan lama perjalanan di setiap wilayah;
d. tujuan perjalanan;
e. jenis akomodasi; dan moda transportasi.
f. Penting juga untuk menilai kemungkinan aktivitas berisiko tinggi selama
perjalanan (misalnya, Hiking, arung jeram, spelunking, scuba diving) atau
g. kontak dengan hewan. Wisatawan yang berpartisipasi dalam aktivitas
rekreasi air, seperti arung jeram, mungkin berisiko lebih tinggi terkena
leptospirosis, terutama jika aktivitas ini terjadi setelah hujan lebat atau
banjir. Caver berisiko tinggi terkena penyakit seperti rabies dan
histoplasmosis. Schistosomiasis umum terjadi di negara berkembang, dan
berenang di air tawar, bahkan untuk waktu yang singkat, di daerah di
mana schistosomiasis lazim dapat menyebabkan penularan infeksi parasit
ini.

Bepergian ke tujuan lebih banyak lebih dari 2.500 hingga 3.500 m di atas
permukaan laut (misalnya, Cusco, Machu Picchu, Peru; La Paz, Bolivia; Lhasa,
Tibet; base camp Everest di Nepal) membawa risiko penyakit ketinggian, yang,
jika tidak dikelola dengan tepat, dapat berkembang menjadi ataksia, koma, dan
bahkan kematian.4

4. Manajemen Resiko: Setelah penilaian risiko, konseling tentang manajemen


risiko sangat penting: menyarankan tindakan perlindungan pribadi terhadap
penyakit yang ditularkan oleh serangga dan strategi untuk mengurangi air dan
makanan yang ditularkan melalui makanan.4

Berikut tindakan-tindakan yang dapat menurunkan resiko:


Tabel 3.1. Strategi penurunan resiko 4

Penurunan resiko juga dapat dilakukan dengan cara imunisasi/vaksinasi sesuai dengan
rekomendasi dari tenaga kesehatan. Berikut vaksinasi yang diberikan pada pelancong:4

Tabel 3.2 Jenis vaksin untuk pelancong.4

4. RESIKO KESEHATAN TERKAIT PERJALANAN

Falvo (2011) telah menulis secara rinci tentang anjuran kepada wisatawan tentang
kemungkinan atau potensi masalah kesehatan yang dihadapi wisatawan selama
bepergian, seperti dijabarkan dibawah ini.3

• Kecelakaan
Kecelakaan merupakan salah satu penyebab terbanyak masalah kesehatan
wisatawan. Semua jenis kendaraan bermotor berpotensi menjadi sumber
kecelakaan. Kebiasaan mengemudi mungkin berbeda dengan di negara asalnya.
Jika wisatawan tidak nyaman atau familiar dengan jenis kendaraan (transmisi
standard, sepeda motor, sepeda, dan sebagainya) dia mempunyai risiko dalam
mengendarai kendaraan.3
• Ketinggian
Ketinggian di atas 10.000 kaki mungkin menyebabkan acute mountain
sickness (AMS) yang ditandai dengan pusing nyeri kepala, lelah, menggigil, dan
atau muntah Kelainan yang lebih berat ditandai oleh sesak nafas (edema par
akibat kelingan atau letargi berat (edema otak akibat ketinggian). Penyesuaian
(aklimatisasi) ketinggian pertu dilakukan sebelum melakukan aktivitas berat.
Merokok dan penggunaan alkohol hendaknya dikurangi Asetazolamid dapat
digunakan untuk mencegah AMS istirahat dan aklimatisasi lebih lanjut diperlukan
untuk gejala yang ringan. Jika timbul gejala berat seperti perubahan status mental,
maka wisatawan harus diturunkan segera.3
• Terpapar Hewan
Wisatawan yang terpapar binatang dapat berisiko untuk terserang rables
atau penyakit zoonosis yang lain Rabies merupakan penyakit endemik di negara
sedang berkembang.3
• Pengobatan
Perhatikan interaksi semua obat-obatan yang dibawa dan sering digunakan
wisatawan Antasid dan obat antidiare sering menggangu penyerapan obat.3
• Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual lebih sering dan tampaknya lebih resisten
terhadap antibiotik di banyak negara dari pada di Amerika Serikat. Dianjurkan
menggunakan kondom jika melakukan hubungan seksual dengan pasangan baru
selama wisata.3
• Terpapar Sinar Matahari
Di negara tropis, di ketinggian, dan di atas salju dan air, paparan sinar
matahari mungkin lebih banyak dari yang diperkirakan Wisatawan hendaknya
menggunakan pelindung sinar matahari berspektrum luas (SPF paling kecil 30
dengan proteksi UVA dan UVB) dan menggunakan topi lebar dan kacamata
Tetrasiklin dan siprofloksasin yang sering dianjurkan untuk diare pada wisatawan
atau pencegahan malaria, dapat menyebabkan ruam terinduksi sinar matahari.3
• Berenang
Tempat berenang (kecuali kolam terklorinasi) mungkin terkontaminasi
mikroba dari selokan atau limpahan tanah. Wistawan perlu menanyakan tentang
schistosomiasis di tempat tersebut, dan jika meragukan sumber airnya maka
sebalknya cepat mengeringkan badan. Gunakan alas kaki jika tidak yakin keadaan
permukaan tanah.3
• Vaksinasi
Wisatawan harus mengetahui kebutuhan akan vaksinasi demam kuning di
negara yang akan dikunjungi, termasuk yang akan disinggahi selama
penerbangan. Hukum kesehatan internasional mengizinkan tidak melakukan
vakšinasi jika ada surat dokter yang menyatakan kontraindikasi untuk vaksin.
Sterilitas, keampuhan, atau kandungan vaksin tidak dapat digaransi di beberapa
negara dan proteksi mungkin tidak sepenuhnya untuk paling sedikit 10 hari
setelah inokulasi.3

5. PENGKAJIAN DAN PENAGANAN RESIKO TERKAIT PERJALANAN DAN


PELANCONG KHUSUS (PELAKU PERJALANAN KHUSUS )
 Risiko kesehatan terkait wisata adalah lebih besar pada kelompok wisatawan
tertentu, misalnya bayi dan anak-anak, perempuan hamil, lanjut usia, cacat, dan yang
mempunyai penyakit. Risiko kesehatan bervariasi tergantung dari tujuan wisata,
seperti bertujuan untuk mengunjungi teman atau keluarga atau tujuan keagamaan,
untuk bekerja atau bisnis. Semua wisatawan memerlukan saran medis umum dan
kesehatan wisata khusus, termasuk pencegahan (precaution) khusus.3
 Perjalanan udara mungkin menyebabkan ketidak nyamanan bagi bayi dan
kontraindikasi untuk bayi yang berusia dibawah 48 jam. Bayi dan anak-anak sensitif
terhadap perubahan ketinggian dan radiasi ultraviolet. Selain itu, bayi dan ank-anak
mempunyai kebutuhan khusus untuk vaksinasi dan pencegahan malaria. Kelompok
ini juga lebih mudah mengalami dehidrasi dan terjangkit infeksi dibandingkan orang
dewasa. Para lanjut usia memerlukan saran medis sebelum bepergian jarak jauh.3
 Secara umum, perempuan hamil tidak dilarang untuk bepergian, kecuali perkiraan
waktu persalinan sudah dekat. Waktu bepergian yang paling aman untuk perempuan
hamil adalah pada trimester kedua. Beberapa perusahan penerbangan melakukan
larangan terbang kepada perempuan dengan kehamilan lanjut dan periode neonatal,
Perempuan hamil akan mendapatkan komplikasi serius jika terserang malaria dan
hepatitis E, sehingga sebaiknya menghindari kunjungan ke daerah endemis penyakit
tersebut. Perjalanan ke ketinggian dan daerah terpencil tidak dianjurkan selama
kehamilan.3
 Kecacatan fisik umumnya bukan halangan untuk bepergian sepanjang keadaan
kesehatan baik. Jasa penerbangan umumnya menyediakan bantuan untuk orang
cacat.3
 Orang yang menderita penyakit kronik hendaknya meminta saran medis sebelum
merencanakan perjalanan, Keadaan yang bisa meningkatkan risiko wisata adalah:
penyakit kardiovaskular, hepatitis kronik, penyakit radang usus kronik, penyakit
ginjal kronik yang memerlukan dialisis, penyakit paru kronik, diabetes mellitus,
epilepsi, penggunaan imunosupresan untuk pengobatan atau untuk infeksi HIV,
penyakit tromboemboli sebelumnya, anemia berat, kelainan jiwa berat, dan semua
penyakit kronik yang memerlukan intervensi medis secara teratur. Wisatawan dengan
penyakit kronik harus membawa seluruh obat-obatannya selama wisata, dan
membawa nama dokter yang mengetahui keadaan penyakitnya. Dokter yang merawat
sebaiknya menulis jenis obat dan aturan pemakaiannya dengan jelas yang akan
dibawa oleh wisatawan.3

DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Alwi A, Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-6. Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing; 2017.
2. Wirawan Ady I.M. Kesehatan Pariwisata: Aspek Kesehatan Masyarakat Di Daerah Tujuan
Wisata. Universitas Udayana. Vol. 3 (1). Juni 2016.
3. Pakasi, Levina S. Pelayanan Kedokteran Wisata. Cermin Dunia Kedokteran. 2006. 152 1-9.
4. Brian AW, Boraston S, Botten D, dkk. Travel Medicine: What’s involved ? When to refer ?.
Canadian Family Physician. Vol. 60. December 2014.
5. Zuckerman JN. Travel Medicine. University College Medical School London. Vol. 325.
August 2002.
6. Angelo KM. Kozarsky PE, Ryan ET, dkk. What Proportion of International Travellers
Acquire a Travel-Related Ilness? A review of the Literature. J. Travel Med. Vol. 24 (5).
September 2017.

Anda mungkin juga menyukai