Anda di halaman 1dari 25

KULIAH 14

TRAVELLER WITH NEUROGINAL PROBLEM

PRE-TRAVEL PREPARATION FOR TRAVELLER WITH NEUROLOGICAL


PROBLEM
PRINSIP LAYANAN KESEHATAN PRE-TRAVEL
1. Pre-travel visit rendah
• Survey of Australian travellers by the Travel Health Advisory Group tahun 200
2 dari 500 wisatawan, 69% tidak mencari nasihat professional, 27% pergi ke la
yanan kesehatan primer dan 4% mengunjungi klinik travel-medicine
• Dapat berdampak pada diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan kesehatan berpotensi dialami wisatawan  diperlukan edukasi pre-trav
el.
3. Konteks edukasi pre-travel:
• Pencegahan penyakit: perilaku, imunisasi, menghindari lingkungan.
• Yang sudah sakit agar menjadi stabil, yang belum sakit agar mencegah
terjadinya suatu penyakit.
KONSULTASI PRE-TRAVEL
 Lakukan sedini mungkin  vaksinasi dosis multiple (jarak pemberian) dan
profilaksis membutuhan kadar yang cukup dalam darah.
o Paling tidak 1 bulan sebelum keberangkatan.
o Paling bagus 2-3 bulan sebelum keberangkatan karena kita memerlukan
preparasi obat profilaksis dan vaksin.
 Pertimbangkan waktu yang cukup untuk konsultasi pre-travel (edukasi).
o Untuk orang yang sudah pernah keluar negeri atau ketempat tujuan yang sama
sebelumnya, tetap harus melakukan pre-travel dan bisa dilakukan dengan
cepat.
KETERSEDIAAN NASIHAT DAN INFORMASI TERKINI
 Layanan Situs web Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang memiliki
materi dan alat web interaktif untuk memandu dokter layanan primer melalui
konsultasi sebelum perjalanan.
 Further information for Australian travellers on travelling with medications and medic
al devices is available from:
• The Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Smartraveller website: h
ttps://smartraveller.gov.au/guide/all-travellers/health/Pages/medicine.aspx
• The Therapeutic Goods Administration (TGA) website: https://www.tga.gov.a
u/travelling-medicines-and-medical-devices
• The Medicare Australia website: https://www.humanservices.gov.au/individual
s/services/medicare/travelling-overseas-pbs-medicine
BERIKAN NASIHAT SECARA INDIVIDUAL  lakukan anamnesis dengan cermat

 Riwayat sakit sebelumnya  punya alergi atau tidak, obat yang diminum
sebelumnya apa.
 Kondisi khusus  menyusui, kehamilan, disabilitas, immunicompremised, Riwayat
operasi, sakit-sakit sebelumnya (pada neuro terdapat cerebrovascular event, GBS,
infark cerebral, pendarahan).
 Imunisasi  apakah sudah dilakukan immunisasi rutin? Travel vaccines?
 Prior travel experience  apakah sebelumnya sudah mendapatkan kemoprofilaksis
untuk malaria atau tidak? Gangguan adanya gangguan altitude illnesses (pada
ketinggian tertentu pasien sering kali mengalami keluhan)

 Itinery  mau mengunjungi beberapa negara  dia di daerah perkotaan atau


pedesaan? Karena pola penyakitnya berbeda.
 Timing  durasi dari perjalanannya, musimnya apa, waktu kedatangan.
 Reason for travel  alasan untuk berpergian.
 Travel style  backpacker, modes of transportationnya seperti apa.
 Special activities  kegiatannya dia apa? Manjat tebung, sepedaan, diving, ke
tempat bencana.

IDENTIFIKASI WISATAWAN RISIKO TINGGI


 Penyakit kronis
 Immunocompromised
 Anak-anak dan lansia
 Ibu hamil
 Expatriat atau wisatawan bepergian ke negara sedang berkembang, terutama yang
jauh dari layanan kesehatan yang memadai
 Backpackers
 Visiting friends and relatives (VFR) travellers
MANFAAT PERSIAPAN PRE-TRAVEL BAGI PASIEN DENGAN PENYAKIT
KRONIS
 Pemahaman kondisi Kesehatan
 Surat keterangan kondisi kesehatan
 Persiapan pengobatan dan alat pemantauan kondisi fisik
 Persiapan kolega untuk melanjutkan pengobatan pasien di negara tujuan
o Contoh : vaksin lanjutan
 Pengetahuan tentang layanan kesehatan di negara tujuan  jauh atau dekat dengan
negara tujuan
 Persiapan asuransi Kesehatan
MEMBERIKAN EDUKASI PERSONAL UNTUK PERILAKU AMAN
 Pengetahuan tentang risiko dan personalisasi risiko
o Bergaul dengan PSK
o Menggunakan penyalahgunaan zat
o Risiko trauma tidak diperhitungkan (tidak memakai pelindung diri)
 Tanggung jawab diri dan orang lain
 Perilaku aman secara konsisten
• Makanan dan minuman (jangan makan yang mentah)
• Menghindari serangga (memakai obat nyamuk)
• Lingkungan berisiko dan paparan Binatang (jangan peting animals)
• Penyalahgunaan zat
• Perilaku sex tidak aman
• Trauma
• Penularan infeksi melalui darah
PERTIMBANGAN BIAYA PRE-TRAVEL PROPHYLAXIS
1. Imunisasi
a. Contoh: wisatawan tujuan Africa dalam waktu lama membutuhkan imunisasi t
erkini terhadap diphtheria/tetanus, polio, hepatitis A and B, yellow fever, typh
oid, meningococcal disease, rabies and measles-mumps-rubella (biaya total me
lebihi $750), dan antimalarial prophylaxis ($250/tahun)  ditanggung oleh ins
titusi bagi karyawan?
b. Imunisasi terhadap rabies and Japanese encephalitis lebih mahal?
c. Minimum: imunisasi diphtheria/tetanus, measles, polio and hepatitis A
2. Beberapa wisatawan menyiapkan dana terbatas
3. Proteksi imunisasi jangka panjang  long-term investement in health (proteksi untuk
perjalanan kali ini dan mendatang)
a. Contoh: beberapa tahun untuk yellow fever, hepatitis A dan B
4. Menekankan manfaat persiapan kesehatan  dokter dibekali ilmu yang cukup
5. Pengetahuan layanan imunisasi negara tujuan
MENYEDIAKAN INFORMASI BAGI WISATAWAN
 Informasi yang dapat diakses atau dibaca kapanpun, misalnya pamflet, buku saku,
aplikasi mobile, website.
REKOMENDASI MEDICAL KIT  tergantung kebutuhan
REKOMENDASI ASURANSI KESEHATAN
1. Jika wisatawan sakit di negara tujuan:
 Dokumentasikan gejala dan tanda yang dialami, kunjungan dokter dan
pengobatan yang diterima
 Simpan informasi akun dokter, RS dan apotek
 Minta surat keterangan dokter yang merawat yang memuat masalah kesehatan
yang dialami, pemeriksaan penunjang dan hasilnya, diagnosis dan tata laksana
yang diberikan
NASIHAT PENGOBATAN DAN PERALATAN KESEHATAN
 Ketersediaan obat cukup, sediakan jumlah ekstra (jaga jaga aja)
 Obat-obatan ditaruh dalam tas jinjing
 Cek tanggal kadaluarsa
 Rencanakan dan ubah jadwal minum obat sesuai dengan perubahan zona waktu
Wisatawan yang mengkonsumsi obat atau menggunakan alat-alat kesehatan diluar
negaranya, disarankan:
a. Hanya mengkonsumsi obat atau menggunakan alat-alat kesehatan untuk
kepentingan pribadi.
b. Menginformasikan kepada dokter obat yang dikonsumsi (harus diresepkan/
OTC).
c. Membawa surat keterangan dokter yang memuat obat-obatan yang dikonsumsi
dan resepnya  di klinik wisata atau layanan primer.
d. Membawa obat dengan bungkus yang masih utuh agar mudah
diidentifikasi.
FITNESS TO FLY RECOMMENDATION FOR NEUROLOGICAL DISEASE
PENDAHULUAN
 Semakin banyak masyarakat bepergian dengan mode transportasi pesawat, namun
risiko penyakit yang timbul pada saat terbang juga semakin meningkat  risiko tidak
hanya pada pasien tetapi penumpang lain dan kru pesawat.
 Perlu adanya screening kesehatan bagi masyarakat yang akan bepergian dengan
pesawat.
 Masyarakat dengan risiko tinggi harus mengisi Medical Information Form
(MEDIF) sesuai dengan maskapai yang digunakan.
 Perhatikan requirement daerah tujuan.

EFEK TERBANG TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN


• Hipoksia di kabin
• Perubahan tekanan  bermasalah pada orang dengan gangguan paru-paru,
sehabis operasi.
o Karena tekanan di kabin mempengaruhi tekanan di rongga tubuh kita
 sinus, paru-paru, intraventricel.
• Terbatasnya ruangan dan mobilitas  dapat menyebabkan traveler stress.
CONTOH MEDIF
 CNS dengan diagnosis
o TIA  boleh terbang setelah 2 hari dengan pemeriksaan yang cermat.
o CVA  boleh terbang setelah 5-15 hari. Di 2 minggu pertama memerlukan
supplementary oxygen. Dan pendampingan perawat pada yang defisitnya
berat (hemiplegia atau lumpuh total). Jadi jika pasien bisa mandiri gamasalah.
o Grand mal fit (kejang umum tonik klonik, bangkitan, epilepsy)  boleh jika
bangkitannya lebih dari 24 jam. Tapi tetep berisiko.
o Cranial surgery  boleh lebih atau pas 10 hari. tidak boleh ada kumpulan
udara di dalam rongga otak (cranium free air).
o Cognitive impairment  jika gangguannya bersifat mild itu ga masalah,
tetapi jika demensia dengan terapi maka keluhannya bisa membaik walaupun
pasiennya ADLnya terganggu. Tetapi karena terapi behaviornya bagus dan
dilatih pasiennya untuk beraktivitas mandiri maka keluhannya bisa ke mild
tetapi tidak banyak, kebanyakan moderate dan memerlukan pendamping
(Tidak boleh dibiarkan sendiri).
Decompression Illness (DCI)
 Menyelam bisa mengalami gangguan DCI, jika dia mencapai permukaan terlalu cepat.
 Keluhan : Telinga terasa bindeng (?)
 Tidak direkomendasikan terbang minimum 12 jam setelah scuba diving dan lebih
lama untuk yang menyelam dalam durasi panjang dan kedalaman ekstrim.
o Edukasi : sediakan waktu 1-3 hari untuk tidak menyelam.
o Jika melakukan penyelaman lebih dalam maka harus lebih dari 12 jam.
 Patofisiologi : karena tekanan dalam kabin turun  menyelam di kedalaman 30
meter dan saat naik terlalu cepat  nitrogen keluar dari cairan tubuh dalam bentuk
mikrobubbles ke jaringan-jaringan tubuh  masuk ke medulla spinalis atau
otak, dampak: tergantung lokasinya dimana.
• Nyeri sendi dan otot
• Pulmonary chokes
• Disfungsi neurologis: paraparesis, hemiparesis, dll. tergantung lokasi
yang terdampak
REKOMENDASI KEPADA WISATAWAN: HAFALKAN!!!!
 <2 h diving (no decompression) in the last 48 h—wait 12 h
o Menyelam kurang dari 2 jam  tunggu 12 jam  jika tidak terdapat keluha
n  aman boleh terbang.
 Multi-day unlimited diving (no decompression)—wait 24 h
o Jika seharian banyak periode menyelamnya (multi-day) dengan multi-activity
di satu harinya  tunggu 24 jam dengan catatan tidak boleh ada DCI. Ketika
ada DCI harus berhenti dan evaluasinya lama sampai 2 hari.
 Dives with decompression stops—wait 24–48 h
o Jika ada DCI  rujuk pasien untuk dekompresi atau hyperbaric terapi.
JIKA TERJADI DCI MAKA  TERAPI DEKOMPRESI/REKOMPRESI/TERAPI HI
PERBARIK
RABIES
 Virus penyebab: Lyssavirus  Rabies encephalitis (nama penyakirnya).
 Infeksi virus neurotropik pada mamalia  transmisi ke manusia.
 Masa inkubasi: 3-8 minggu.
 Risiko tinggi rabies: luka parah dan multipel di daerah dekat kepala, inkubasi
pendek.
 Fatal, angka kematian 100%; 55.000-66.000/tahun di Asia dan Afrika (banyak India);
9-15 tahun korban tersering gigitan anjing dan mengalami rabies (kontribusi rabid
dogs sebesar 99%)
 Infeksi rabies jarang pada traveller, tetapi tidak untuk risikonya. Rekomendasi untuk
menghindari menyentuh, memberi makan, bermain dengan mamalia domestik
dan liar di daerah endemis rabies  PEP (post eksposure profilaksis) penting,
walaupun telah mendapaat PrEP pada kondisi tertentu.

IMUNISASI
 Vaksin rabies aman dan efektif  disarankan digunakan secara luas untuk
wisatawan dan residen yang tinggal di area endemis.
 Faktor yang membatasi: biaya dan rendahnya kesadaran risiko rabies, dan Birokrasi.
KATEGORI LUKA ATAU PAJANAN  HAFALKAN
 Kategori 1  menyentuh, jilatan, memberi makan.
o Dilakukan cuci luka dan diberikan vaksin.
 Kategori 2  mengigit, luka goresan kecil tanpa pendarahan.
o Lakukan pencucian luka dan perawatan luka
o Berikan VAR (vaksin anti rabies)  hentikan pemberian vaksin bila hasil
observasi selama 10 hari hewannya masih sehat  aman. Tetapi jika
hewannya jika tidak tau dimana berarti harus lanjut.
o Didukung dengan pemeriksaan terhadap hewannya  aman 10 hari dan
hasil labnya keluar (hasilnya negative)  stop vaksin.
o Kontraindikasi terhadap vaksin rabies adalah karena indikasinya tidak tepat.
 Kategori 3  risiko tinggi  gigitan atau cakaran yang lukanya jilatan pada kulit
yang rusak (sudah ada luka sebelumnya, dan terkena Kembali dengan air liur atau
gigitannya, kontaminasi selaput lender (mata, mukosa mulut), terpapar kelelawar).
o Risiko tinggi juga termasuk multiple dan lukanya dekat dengan kepala 
bahu, leher, kepala, tangan.
o Dilakukan cuci luka dan perawatana luka.
o VAR + SAR.
o Jika memerlukan jaritan maka memerlukan SAR.
VAKSIN ANTI RABIES (VAR)  baca tabel
Post Exposure Prophylaxis (PEP)  ada 2
A. Purified Vero Rabies Vaccine/PVRV (Verorab ®)
 Kemasan :
• Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam
syringe.
 Cara Pemberian (Metode Zagreb) :
• Disuntikkan secara intramuscular (IM) di daerah lengan atas (deltoid) atau di
wilayah paha anterolateral (anak-anak umur di bawah 1 tahun).

B. Purified Chick Embriyo Cell-culture vaccine/PCECV (Rabipur®)

Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian VAR


1. Jenis VAR
Dalam pemberian VAR lengkap tidak direkomendasikan memberikan VAR denga
n jenis yang berbeda atau mengkombinasikan kedua jenis VAR yang beredar.
2. Kontraindikasi :
Mengingat pentingnya pencegahan rabies, semua kontraindikasi adalah sekunder
bila terdapat kasus tersangka/ kontaminasi dengan virus rabies.
3. Reaksi Alergi :
Hati-hati terhadap penderita yang alergi terhadap streptomisin dan/atau neomisin
(terdapat dalam vaksin).
4. Interaksi Obat
Kortikosteroid dan obat-obatan imunosupresif dapat menyebabkan kegagalan vaks
inasi/ imunisasi (potensinya menurun). Pada kasus ini perlu dilakukan pemeriksaa
n antibodi serologis
5. Efek Samping;
Kemerahan dan indurasi ringan pada tempat bekas suntikan. Jarang terjadi demam

6. Penyimpanan :
VAR disimpan di lemari pendingin dengan suhu antara 2-8 derajat celcius.
7. Waktu Kadaluarsa
• Dalam pemberian VAR perlu diperhatikan waktu kadaluarsa. Perlu diperhatikan a
pakah ada perubahan bentuk dan warna dari vaksin.
• Tata Laksana Kasus Gigitan yang Memiliki Riwayat Pemberian VAR Lengkap
Tata Laksana Kasus Gigitan yang Memiliki Riwayat Pemberian VAR Lengkap 
HAFALKAN!!!

Pre Exposure Prophylaxis (PrEP)


• Pasien yang belum digigit atau belum terpapar
• Pemberian kekebalan kepada orang-orang yang memiliki risiko tinggi terinfeksi rabie
s, diantaranya adalah :
• Petugas kesehatan (dokter/perawat) yang menangani kasus luka gigitan hewan pen
ular rabies/penderita rabies.
• Dokter hewan.
• Petugas lab yang menangani kasus rabies.
• Teknisi yang berhubungan dengan hewan berisiko.
DIHAFALKAN!!
• Penundaan vaksinasi boleh dilakukan maksimal 48 jam, tetapi pasca digigit, ditun
da sampai 3 hari maka vaksin tidak efektif.

SERUM ANTI RABIES (SAR)


• Tujuan pemberian serum anti rabies adalah untuk memberikan kekebalan pasif
dalam 7 hari pertama dimana pada masa itu belum terbentuk imunitas terhadap vir
us rabies.
• Terdapat dua jenis SAR: HRIG dan ERIG.
• Serum Homolog (Human Rabies Immunoglobulin/ HRIG)
Kemasan : Vial 2 ml (1 ml = 150 IU) dengan dosis 20 IU/kg BB

• Serum Heterolog
Serum heterolog yang digunkan merupakan serum yang berasal dari seru
m kuda, yaitu Equine Rabies Immunoglobulin/ERIG)  perlu skin test. D
osis 40 UI/kg BB.
• Kadang-jkadang menimbulkan reaksi alergi pada pasien tertentu.
• Jika di Indonesia masih perlu dilakukan skin test, tetapi kalau di luar negeri sudah
tidak dilakukan skin test  jika terjadi suatu reaksi alergi langsung ditangani
reaksi anafilaksisnya.
IMUNISASI
 Termasuk kategori vaksin “recommended”: tidak rutin, direkomendasikan jika
wisatawan berkunjung ke daerah endemic.
• Influenza
• Hepatitis A
• Typhoid
• Rabies, JE, BCG, cholera, tick-borne encephalitis
 Semua wisatawan terutama ke daerah endemis waspada gigitan dan
cakaran binatang: minimalisir memberi makan dan bermain. Semua luka
dicuci segera dan ditutup untuk mencegah infeksi sekunder dan diberikan
antibiotika profilaksis.
 Tambahan prevensi untuk wisatawan di area rabies:
 Lokasi paparan: cuci segera luka atau membrane mukosa yang t
erkontaminasi saliva dengan air mengalir bersih dan sabun sela
ma minimal 20 menit dan antiseptic seperti iodine.
 Konsultasi medis untuk post-exposure rabies prophylaxis (PEP)
sesegera mungkin dalam 48 jam.
 PrEP ditawarkan kepada semua wisatawan terutama anak-anak yang beper
gian ke area endemis. Harga vaksin cukup tinggi.
TETANUS
• Akut, fatal, disebabkan toksin bakteri Gram positif Clostridium tetani.
• Toksin pada sistem saraf menyebabkan rigiditas otot, spasme dan disfungsi
otonomik.
• Case fatality rate tidak pernah di bawah 10%.
• Tetanus neonatal: infeksi umbilical.
IMUNISASI
• Termasuk vaksin “routine” untuk ibadah Haji dan Umrah ke Saudi Arabia.
• Di Indonesia: vaksin DPT (difteria-pertussis-tetanus).
• Dosis dan rute pemberian:
• Dosis: 0,5 mL IM
• Dapat diberikan bersamaan dengan vaksin yang lain
• 3 dosis primer: usia 18 bulan, 4 tahun, 11-13 tahun
• Rekomendasi: <10 tahun dan ≥10 tahun.
• Rekomendasi vaksin booster:
• Ibu hamil 20-32 minggu.
• Usia 50 atau ≥65 tahun dengan riwayat vaksin >10 tahun.
• Wisatawan ke negara yang sulit untuk akses pelayanan kesehatan dengan
riwayat vaksin >10 tahun.
• Ada luka apapun dengan riwayat vaksin >10 tahun dan luka minor yang tidak
bersih dengan riwayat vaksin 5-10 tahun.
• Aktivitas yang rentan trauma (mendaki, tur bersepeda, panjat tebing) bila
riwayat vaksin >5 tahun.
EFEK SAMPING VAKSIN TETANUS  DIHAFALKAN!
 Reaksi lokal: bengkak pada ekstremitas (dosis multipel)
 Gejala sistemik: demam, nyeri kepala, malaise
 Reaksi alergi akut
 Neuropati perifer (neuropati pleksus brakialis)  jarang
KONTRAINDIKASI, PERHATIAN, KEHAMILAN DAN ANAK-ANAK
 KI: riwayat efek samping berat sebelumnya
 Aman untuk kehamilan, ibu menyusui, anak-anak, immunocompromised
(direkomendasikan)
ENCEPHALITIS DAN MENINGITIS
JE
 Penyakit arboviral serius (ditransmisikan oleh nyamuk Culex; Host: hewan domestic,
burung, manusia, babi)
 Endemik di Asia dan daerah Pasifik
 Menimbulkan Viral encephalitis
 1 dari 250 individu terinfeksi di area endemis adalah simtomatik
 Case fatality rate 5-30%, 60% dengan gejala sisa neurologis permanen
 Risiko rata-rata JE pada wisatawan: <1:1,000.000
 Pola transmisi: DIHAFALKAN!!
• Utara: bulan hangat (Mei-September), China, Siberia, Korea, Jepang
• Selatan (area tropis Asia Selatan dan India): (Maret-Oktober), mengikuti pola
hujan dan migrasi burung (puncak 2x/tahun). Bali: terkait babi dan
persawahan (burung), transmisi sepanjang tahun dan terkait periode pengairan
sawah.
TANDA DAN GEJALA JE :
• Demam, nyeri kepala, bangkitan, dan gejala meningitis lainnya.
• Risiko tinggi untuk berkembang simtomatik pada lansia >50 tahun dan ibu hamil
(infeksi dapat ke fetus, penyebab abortus).
• Anak-anak <10 tahun yang asimtomatik lebih mudah mengalami kematian atau
gangguan berat bila selamat.
RISIKO JE SELAMA PERJALANAN KE ASIA:
 Bepergian ke negara dimana JE terjadi.
 Bepergian selama musim transmisi (wet season)  musim hujan.
 Bepergian ke daerah pedesaan.
 Tinggal berkepanjangan atau menetap.
 Unscreened accommodation and lack of use of permethrin-impregnated bed nets in
rural areas  menggunakan alat transportasi yang tidak tertutup (nyamuk).
 Aktivitas outdoor (terutama di sore ke malam hari).
 Proteksi rendah terhadap gigitan nyamuk.
 Kurangnya imunisasi.
FAKTOR RISIKO JE:
 Usia lanjut
 Neurocysticercosis dan penyakit SSP lain yang mengganggu blood brain barrier
 Kehamilan (trimester 1 dan 2 potensi infeksi intrauterine dan abortus)
IMUNISASI JE
JESPECT
Dosis
 Setiap dosis untuk dewasa dan anak-anak ≥3 tahun adalah 0.5 mL, sedangkan
bayi dan anak-anak ≥2 bulan dan <3 tahun adalah 0.25 mL
 Regimen standar: 2 dosis IM selang 28 hari
 Vaksin disimpan pada suhu 2–8 °C dan tidak dibekukan
 Regimen akselerasi 2 dosis selang 7 hari memiliki seroprotection rates tinggi
(98%) bertahan 3–6 bulan. Sesuai untuk last-minute traveller
Dosis ulangan/ boosters
 Titer antibodi dipertahankan 12-24 bulan setelah vaksinasi terutama dewasa >
40 tahun
 Setiap 2 tahun atau bepergian ke negara risiko tinggi (12 bulan setelah vaksina
si primer)
IMOJEV
Dosis
 Setiap dosis 0,5 mL
 Dosis tunggal subkutan
 Vaksin disimpan pada suhu 2–8 °C dan tidak dibekukan
Dosis ulangan/ boosters
 Dewasa dan anak-anak >3 tahun, dosis tunggal memberikan seroproteksi jang
ka panjang yang adekuat selama 10 tahun, bahkan hingga 20 tahun.
 Dosis ulangan tidak direkomendasikan.
 Namun pada usia 9-18 bulan direkomendasikan 12-24 bulan setelah dosis prim
er, karena imunitas pada bayi toddler menyebabkan hilangnya titer antibodi ser
oprotektif dalam 5 tahun pertama setelah dosis primer
REKOMENDASI:
 Prevensi gigitan nyamuk dan imunisasi JE pada:
• Wisatawan yang tinggal selama 1 bulan atau lebih di daerah pedesaan di Asia
(termasuk Papua) terutama di wet season
• Melakukan aktivitas outdoor
• Standar akomodasi ’suboptimal’ (tidak ber-AC, tanpa jaring penutup)
• Residents over 1 year of age of the outer Torres Strait Islands and those living
or working there for a cumulative total of 30 days or more during the wet seas
on (December to May)
• Laboran yang bekerja dengan virus
Vaksin JE tidak direkomendasikan untuk wisatawan dalam waktu singkat ke daerah
perkotaan dan di luar musim transmisi

• WHO tidak merekomendasikan dalam waktu singkat.


• ATAGI dan CDC masih tetap yang waktunya singkat, jika dia berisiko tinggi (ga
ngerti).
MENINGOCOCCAL DISEASE
• Endemis di seluruh negara
• 500.000 kasus/tahun
• Bakteri penyebab: Neisseria meningitidis
• Penyebab meningitis
• Transmisi antar-manusia: secret saluran napas atau saliva, dipermudah dengan
keramaian, kelembaban rendah, infeksi saluran napas, merokok di ruangan.
VAKSIN
• Jenis: monovalent, kombinasi dengan Haemophilus influenzae,
quadrivalent, vaksin meningococcal B.
• Dosis dan rute pemberian: 0,5 mL IM.
• Lisensi pengguanan sesuai usia.
• Dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lain.
• Dosis ulangan/boosters:
• Durasi perlindungan masih belum diketahui, masih dalam tahap
penelitian
REKOMENDASI PENGGUNAAN VAKSIN QUADRIVALENT  baca sendiri

IMUNISASI TERHADAP MENINGITIS/ENCEPHALITIS  HAFALKAN!!


• Termasuk kategori vaksin “Required”: dibutuhkan, khususnya untuk yang
ibadah haji.
• Syarat ibadah Haji dan Umrah ke Saudi Arabia:
• Yellow fever
• Penyakit meningococcal  vaksin dan kemoprofilaksis
• Usia >2 tahun: sertifikat quadrivalent meningococcal imm
unisation (ACWY) setidaknya 10 hari sebelum memasuk
i Saudi Arabia dan dalam 3 tahun sejak kedatangan  J
ika disana lama maka memerlukan booster.
• Ditambah sertifikat kemoprofilaksis ciprofloxacin (500
mg) untuk dewasa (termasuk ibu hamil) dan anak-anak
>12 years.
• Polio: OPV/IPV dalam 12 bulan atau setdaknya 4 bulan sebelum
keberangkatan untuk mengajukan visa ke Saudi Arabia. Semua
wisatawan yang telah mengunjungi negara endemis dan negara
vulnerable to polio diberikan OPV di batas sebelum masuk Saudi
Arabia.
• Influenza
• Vaksin rutin: diphtheria, tetanus, pertussis, measles and mumps

IMUNISASI TERHADAP MENINGITIS/ENCEPHALITIS


• Termasuk kategori vaksin “routine”
• Wisatawan sebagai vektor
• measles, polio, influenza, meningococcal disease, diphtheria and he
patitis A and B.
• Vaccine-preventable diseases seperti measles, pertussis, diphtheria
and meningococcal disease  imunisasi rutin bahkan penting untu
k wisatawan yang pergi ke daerah terdampak.
REKOMENDASI
• Kebutuhan vaksin berdasarkan: pertimbangkan
(a) Negara tujuan
• African ‘meningitis belt’ (dry season, Desember-Juni).
• Areas with current epidemics: Information regarding current outbre
aks can be sourced from WHO http://www.who.int/csr/don/en/and t
he Center for Disease Control and Prevention, United States https://
wwwnc.cdc.gov/travel/notices.
(b) Risiko paparan
• Durasi bepergian >1 bulan.
• Kontak/bekerja/tinggal dengan orang lokal atau orang yang
menjalani studi atau menjadi residen termasuk Amerika Utara.
(c) Karakteristik wisatawan
• Risiko tinggi: <20 tahun, HIV, alcoholism.
ALTITUDE ILLNESS
PENDAHULUAN
• Gangguan Kesehatan dimana saat wisatawan mencapai ketinggian tertentu
 naik pesawat, mendaki gunung, tebing, dll.
• Masalah pada ketinggian dibedakan menjadi dua
• Ketinggian tempat (pada wisatawan yang bepergian ke gunung dan tempat
tinggi)
• Wisatawan yang bepergian menggunakan pesawat
MASALAH YANG TIMBUL DI KETINGGIAN
• Tekanan barometri dan tekanan O2 rendah
• Dapat menyebabkan hipoksia dan hipoksemia.
• Suhu udara rendah
• Meningkatkan risiko penyakit yang berhubungan dengan suhu rendah 
hipotermia.
• Kelembaban udara turun
• Tekanan parsial air turun di ketinggian, ditambah suhu yang dingin
menyebabkan udara menjadi kering dan kelembaban turun
• Dapat mempercepat dehidrasi melalui kulit dan paru-paru
• Masalah yang Timbul di Ketinggian
• Radiasi matahari meningkat
• Semakin tinggi tempat, semakin tinggi tingkat radiasi.
• Air di udara biasanya membantu menyerap radiasi, namun pada ketinggian
tertentu kelembaban berkurang sehingga radiasi makin tinggi
• Salju di ketinggian juga memperbesar efek radiasi matahari.
• Pada travelers yang menggunakan transportasi pesawat
• Turbulensi
• Jetlag
• Flight stress
• Syncope, distress pernapasan, nausea, cardiac symptoms
PENYAKIT YANG TIMBUL DI KETINGGIAN
• Acute Altitude Mountain Sickness (AMS)  HAFALKAN!!
• Terjadi 6-48 jam setelah di ketinggian 2500-3500 m.
• Gejala: sakit kepala, mual, muntah, dyspnea, insomnia.
• Disebabkan karena frekuensi pernapasan berkurang pada ketinggian 
CO2 terakumulasi di tubuh  asidosis
• Segera turunkan pasien dari ketinggian secara bertahap, berikan oksigen,
bisa diberikan steroid dan acetazolamide.
• High altitude Pulmonary Edema (HAPE)
• Terjadi akibat pembentukan clot di paru-paru akibat kurangnya
oksigen.
• Gejala: napas pendek, batuk, sesak, kelelahan, sianosis, kebingungan,
hingga tidak sadar
• Segera turunkan pasien dari ketinggian secara bertahap dan berikan
oksigen tekanan tinggi.
• Bisa berikan Nifedipine (calcium channel blocker), Sildenafil/ Tadalafil
(5-PDE Inhibitor), Salmeterol (β2-adrenergic agonist)

• High Altitude Cerebral Edema (HACE)
• Merupakan komplikasi HAPE pada ketinggian diatas 4300 m.
• Tekanan intrakranial naik akibat edema yang terjadi sehingga
muncul gejala naiknya ICP.
• Segera turunkan pasien dari ketinggian secara bertahap dan berikan
oksigen tekanan tinggi, bisa berikan pasien dexamethasone.
• Dapat diberikan hyperbaric bag >2psi.

MASALAH PERNAPASAN DI PESAWAT


• Tekanan kabin pesawat sekitar 5000-8000 ft menyebabkan penurunan PaO2
(pasien berisiko hipoksia), apabila tekanan PaO2 <60 mmHg, maka kurva
disosiasi oksigen akan terganggu sehingga penghantaran oksigen akan menurun
• Penghantaran oksigen turun  anemia, perfusi jaringan turun  CAD, iskemia,
Perpipheral Vascular Disease.
• Udara yang hanya berputar di kabin menyebabkan penyakit pernapasan mudah
menular, apabila kabin terpapar alergen juga akan berputar di dalam kabin
sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi.
TANDA WASPADA UNTUK WISATAWAN
• Untuk pasien:
• Nyeri kepala
• Sesak
• Anoreksia
• Muntah episodik
• Ataxia
• Lelah yang tak biasa saat berjalan
• Suspek untuk pendamping pasien: warning
• Skipping meals  tidak patuh terhadap jam makan
• Menunjukkan perilaku antisosial dan irasional
• Mudah tersandung saat berjalan
• Memiliki kesulitan saat beraktivitas
PREVENTION OF ALTITUDE ILLNESS  baca sendiri (penjelasn lanjutan dari
diatas)
Baca sendiri
OBAT-OBATAN UNTUK MENCEGAH ALTITUDE ILLNESS:
• Acetazolamide - dewasa: 125 mg/12 jam, 24 jam sebelum mencapai ketinggian
>2500 m dan berakhir setelah 2 hari; anak: 2,5 mg/kg setiap 12 jam, dimulai 12
jam sebelum mencapai ketinggian >2500 m dan berakhir setelah 2 hari
• Dexamethasone – dewasa 2 mg/6 jam pada sedentary travellers (atau 4 mg/6 jam
pada active travellers), dimulai di hari akan mencapai ketinggian dan berakhir 2-3
hari. Tidak digunakan >10 hari.
• Nifedipine
• Salmeterol
• Sildenafil, Tadalafil
• Obat lain: ibuprofen, gingko biloba, cocoa product, Soroche pills
(aspirin+salophen+caffeine)
TERAPI ALTITUDE ILLNESS
Mild to moderate AMS
• Tetap di ketinggian hingga pemulihan (biasanya membutuhkan waktu 1-2 hari).
Severe AMS, HAPE and HACE
• Decent atau evakuasi ke ketinggian yang lebih rendah (500-1000 m cukup).
• Waktunya dan ketinggiannya bertahap.

BERIKUT TANDA DAN GEJALA DIPERLUKAN DECENT YANG SEGERA:


• Nyeri kepala hebat yang tidak reda dengan aspirin
• Tidak seimbang saat berdiri satu kaki, tidak dapat duduk tegak
• Muntak episodik dan mengantuk
• Sesak saat beristirahat
• Sianosis
• Batuk dan white frothy sputum

ALTITUDE ILNESS PADA ANAK-ANAK


Tanda dan gejala
• Nyeri kepala, mual, fatigue, anoreksia, dizziness, gangguan tidur, letargi,
iritabilitas, menangis berlebihan, menolak makan
Pencegahan:
• Perlahan dalam mencapai ketinggian
• Acetazolamide
Severe AMS: oksigen dan dexamethasone 0,15 mg/kg/dosis 4-6 setiap jam dengan
kombinasi immediate decent (segera turunkan tetapi bertahap).

Anda mungkin juga menyukai