Anda di halaman 1dari 7

A. KAJIAN RIA DAN CBA………………………………………………………………….

Identifikasi Stakeholder: dalam pembentukan RUU Provinsi Kalimantan Barat


ada sejumlah pihak yang terkait, yaitu Pemerintah Pusat (Presiden, DPR, DPD,
Kemendagri, BNPP dan lain-lain), Pemerintah Daerah Kalimantan Barat
(Provinsi serta Kabupaten/Kota), dan masyarakat Kalimantan Barat.
1. Analisis Biaya (Cost of Compliance)
Berdasarkan materi muatan di dalam RUU Kalimantan Barat terdapat
pembentukan Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD), Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) dalam pengembangan kawasan perbatasan dan penerapan e-
government dimana ini membutuhkan dukungan biaya yang cukup besar.

2. Analisis Manfaat
Pertama, dibutuhkan pembentukan RUU Provinsi Kalbar yang baru dengan
mencabut UU No. 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Otonom Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
(selanjutnya disebut UU No. 25 Tahun 1956) karena sudah tidak sesuai
dengan perkembangan sistem otonomi daerah yang ada saat ini. Keberadaan
RUU Provinsi Kalbar ini adalam rangka untuk memberikan aspek kepastian
hukum terkait pengaturan kelembagaan, kewenangan maupun dalam
kerangka hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah.
Kedua, pembentukan RUU Provinsi Kalbar penting untuk bisa mengelola
Provinsi Kalbar dalam satu kesatuan wilayah dimana pembangunan
diharapkan akan menjadi lebih berimbang, adil, merata antar wilayah dan
antar kelompok masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. Pembentukan
RUU Provinsi Kalbar secara umumnya adalah menyeimbangkan antara
kepentingan pusat dan daerah dalam kepentingan strategis nasional. Wilayah
Kalbar yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia Timur, menjadikan
daerah ini tidak hanya potensial menjadi kawasan ekonomi khusus yang
memiliki daya saing bilateral dan regional, tetapi juga strategis dalam konteks
politik, pertahanan, dan keamanan nasional.
3. Implikasi/Dampak
4. Kewenangan
Dalam rangka pengaturan terkait sejumlah kewenangan yang ada di dalam
RUU Kalimantan Barat terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
4.1. Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (Pasal 17 dan 21 RUU Kalbar)
Pembentukan kawasan khusus seperti kawasan ekonomi khusus diatur dalam
UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 360 ayat (2) huruf f, dimana pada ayat (1) Pasal
tersebut diatur bahwa: untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu
yang bersifat strategis bagi kepentingan nasional, Pemerintah Pusat dapat
menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau
kabupaten/kota. Hal ini memang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat,
sebagaimana juga diatur dalam UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus. Apakah pembentukan kawasan ekonomi khusus di
Kawasan Perbatasan bisa menjadi kewenangan Pemprov Kalbar karena
kewenangan tersebut menjadi domain kewenangan Pemerintah Pusat
sebagaimana diatur dalam Pasal 360 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 dan UU
No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
4.2. Pembentukan BPPD
Keberadaan BPPD sebagai perangkat daerah seperti yang diatur dalam Pasal 1
angka 8 dan Pasal 18 RUU Provinsi Kalimantan Barat perlu untuk ditinjau
juga dari kewenangan Pemerintah Provinsi dalam pengelolaan perbatasan
seperti yang diatur dalam UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Pasal 9
Pemerintah dan pemerintah daerah berwenang mengatur pengelolaan dan
pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan.
Pasal 10
(1) Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan;
b. mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai
penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional;
c. membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara;
d. melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan
kepulauan serta unsur geografis lainnya;
e. memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk
melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;
f. memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing
untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada
jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundangundangan;
g. melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang
diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum
pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang bea
cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam Wilayah
Negara atau laut teritorial;
h. menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh
penerbangan internasional untuk pertahanan dan
keamanan;
i. membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan
menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali; dan
j. menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan Wilayah
Negara serta Kawasan Perbatasan.
(2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berkewajiban menetapkan
biaya pembangunan Kawasan Perbatasan.
(3) Dalam rangka menjalankan kewenangannya, Pemerintah
dapat menugasi pemerintah daerah untuk menjalankan
kewenangannya dalam rangka tugas pembantuan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11
(1) Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,
Pemerintah Provinsi berwenang:
a. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan
kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas
pembantuan;
b. melakukan koordinasi pembangunan di Kawasan
Perbatasan;
c. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antarpemerintah
daerah dan/atau antara pemerintah daerah
dengan pihak ketiga; dan
d. melakukan pengawasan pelaksanaan pembangunan
Kawasan Perbatasan yang dilaksanakan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
(2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Provinsi berkewajiban
menetapkan biaya pembangunan Kawasan Perbatasan.
Pasal 12
(1) Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan,
Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang:
a. melaksanakan kebijakan Pemerintah dan menetapkan
kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas
pembantuan;
b. menjaga dan memelihara tanda batas;
c. melakukan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas
pembangunan di Kawasan Perbatasan di wilayahnya; dan
d. melakukan pembangunan Kawasan Perbatasan antarpemerintah
daerah dan/atau antara pemerintah daerah
dengan pihak ketiga.
(2) Dalam rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten/Kota
berkewajiban menetapkan biaya pembangunan Kawasan
Perbatasan.
Pasal 14
(1) Untuk mengelola Batas Wilayah Negara dan mengelola
Kawasan Perbatasan pada tingkat pusat dan daerah,
Pemerintah dan pemerintah daerah membentuk Badan
Pengelola nasional dan Badan Pengelola daerah.
(2) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh seorang kepala badan yang bertanggung jawab
kepada Presiden atau kepala daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Keanggotaan Badan Pengelola berasal dari unsur Pemerintah
dan pemerintah daerah yang terkait dengan perbatasan
Wilayah Negara.
Pasal 15
(1) Badan Pengelola bertugas:
a. menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan;
b. menetapkan rencana kebutuhan anggaran;
c. mengoordinasikan pelaksanaan; dan
d. melaksanakan evaluasi dan pengawasan.
(2) Pelaksana teknis pembangunan dilakukan oleh instansi teknis
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Pasal 16
Hubungan kerja antara Badan Pengelola nasional dan Badan
Pengelola daerah merupakan hubungan koordinatif.

5. Perspektif Nilai-Nilai Pancasila


Dalam pembentukan RUU Provinsi Kalbar didasarkan kepada aspek
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang dari Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun aspek filosofis dalam pembentukan RUU ini adalah dalam rangka
meningkatkan pemerataan pembangunan untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat sebagai bagian dari
tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Untuk mendorong perkembangan dan kemajuan di Provinsi Kalimantan
Barat, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat di wilayah
pedalaman, perbatasan dan pulau-pulau terluar, dipandang perlu
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;
6. Beban Keuangan Negara (dikaitkan dengan dana transfer selama ini)

7. Pengembangan SDM (alokasi dana untuk pendidikan, kesehatan dan lain-


lain, tinjau dari APBD dan APBN)
Tujuan RUU Kalbar yang diatur dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b adalah
peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia; Persoalan ini
memang menjadi sangat krusial karena IPM Kalbar berada di urutan 30 dari
34 provinsi se-Indonesia dengan nilai 67,66. IPM Kalbar bahkan merupakan
yang terendah se-Kalimantan. Di mana, Kalimantan Timur berada di urutan
tiga besar dengan nilai 76,24, Kalimantan Tengah di urutan 20 besar dengan
nilai 71,05, Kalimantan Selatan di urutan 21 dengan nilai 70,91 dan
Kalimantan Utara di urutan 22 dengan nilai 70,63.
Harus ada perbaikan yang menyeluruh dan berkelanjutan antara sektor
pendidikan, kesehatan dan peningkatan serta pemerataan pertumbuhan
ekonomi dalam upaya meningkatkan IPM. Karena itu urusan pemerintahan
terkait ketiga sektor tersebut harus terus menjadi prioritas dan ditingkatkan
kualitasnya. Kemudian harus ada koordinasi yang baik antara Pemerintah
Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam upaya percepatan
peningkatan IPM di Kalimantan Barat.

8. Kelembagaan*
Pengaturan kelembagaan pengelolaan perbatasan dengan BPPD serta adanya
Satgas ini belum memperlihatkan suatu konsep yang jelas. Seharusnya ada
penegasan apa saja kewenangannya serta tugas dan fungsi yang dimiliki BPPD
dalam UU ini, serta komposisi keanggotaannya sehingga badan ini
mempunyai kewenangan atributif berdasarkan UU.
Karena jika hanya diatur dengan Perda saja hal ini menjadi tidak signifikan
terhadap eksistensi dari BPPD tersebut terutama dikaitkan dengan porsi
kewenangan daerah dalam pengelolaan perbatasan.
Apalagi selama ini Kalbar sebenarnya sudah memiliki BPPD yang
keberadaannya diatur dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 67
Tahun 2019 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi,
Serta Tata Kerja BPPD Prov. Kalbar.
9. Hak Asasi Manusia*
Persoalan hak asasi manusia dalam RUU Kalimantan Barat ada diatur dalam
Pasal 26 terkait dengan partisipasi masyarakat. Hal ini terkait dengan jaminan
perlindungan dan pemenuhan terhadap politik masyarakat untuk ikut serta
dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang ada di Kalimantan
Barat.
10. Gender*
11. Disabilitas*
12. Kelompok Rentan*
(substansi lainnya yang dibutuhkan untuk dikaji)*

Anda mungkin juga menyukai