Anda di halaman 1dari 39

Policy Paper

Model Pengelolaan Desentralisasi


Asimetris dalam Konteks NKRI

Tim Penyusun:
Nyimas Latifah Letty Aziz (Koordinator)
R. Siti Zuhro
Heru Cahyono
Dini Suryani
Dian Aulia
Yusuf Maulana

Pusat Penelitian Politik (P2 Politik)


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Jakarta, 2019
Policy Paper

Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris


dalam Konteks NKRI

Tim Penyusun:

Nyimas Latifah Letty Aziz (Koordinator)


R. Siti Zuhro
Heru Cahyono
Dini Suryani
Dian Aulia
Yusuf Maulana

ISBN: 978-602-5991-34-9
Desain Cover dan Isi: Anggih Tangkas Wibowo
vi + 32 hlm; 21 x 29,7 cm | Cetakan I, 2019
© Pusat Penelitian Politik - LIPI, 2019

Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2Politik - LIPI)
Gedung Widya Graha LIPI, Lt. XI dan III
Jl. Jend. Gatot Subroto KAV-10, Jakarta 12710 - INDONESIA
Tlp./fax : 021 - 520 7118 | Website: www.politik.lipi.go.id
Twitter: @PolitikLIPI
DAFTAR ISI

Daftar Isi.............................................................................................................. iii


Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI
Kata Pengantar.................................................................................................... v
Pendahuluan........................................................................................................ 1
Kondisi Existing dan Distorsi.......................................................................... 4
Solusi: Prasyarat Perbaikan.............................................................................. 10
Rekomendasi: Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris
yang Aplikatif dan Efektif............................................................................... 26
Daftar Pustaka.................................................................................................... 30

Daftar Isi iii


iv Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -
KATA PENGANTAR

P
elaksanaan kebijakan desentralisasi asimetris yang selama ini berlangsung belumlah
efektif dan efisien, khususnya dari aspek kewenangan asimetris, kelembagaan
asimetris, politik/pemerintahan asimetris, keuangan asimetris, dan korbinwas
asimetris. Oleh karena itu, pada kajian tahun terakhir dari kegiatan tematik lima
tahunan tim otonomi daerah P2P LIPI, tim menyusun model merumuskan prasyarat
yang dibutuhkan untuk menghasilkan model pengelolaan desentralisasi asimetris yang
aplikatif dan efektif berdasarkan kelima aspek di atas. Policy paper ini sangat signifikan
untuk memberikan rekomendasi kebijakan terhadap model pengelolaan desentralisasi
asimetris di Indonesia berdasarkan pada kasus Aceh, Papua, Papua Barat, dan DIY.
Pada prinsipnya setiap daerah di Indonesia memiliki kekhususan masing-masing,
namun tidak semuanya bisa dikategorikan asimetris karena pemberian status khusus
atau istimewa memiliki alasan tersendiri. Hanya ada lima daerah yang mendapatkan
status khusus atau istimewa tersebut, yakni DKI Jakarta, Aceh, Papua, Papua Barat, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun pada tataran empirik, pengelolaan pelaksanaan
otonomi khusus dan istimewa di daerah otsus dan istimewa belumlah optimal sehingga
kewenangan pemerintahan dan pengelolaan dana otsus dan dana istimewa masih
belum tepat sasaran dan peruntukannya. Tentunya hal ini berdampak pada minimnya
peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. Padahal pemberian dana otsus, khususnya
di Papua, Papua Barat, dan Aceh, memiliki jangka waktu yang terbatas dengan kisaran
20 (dua puluh) tahun. Sedangkan pemberian dana istimewa baru diberikan pada tahun
2013 justru tidak memiliki batasan waktu, tergantung pada keuangan negara, dalam hal
ini APBN.
Policy paper ini membahas usulan model pengelolaan desentralisasi bagi daerah-
daerah di Indonesia merujuk pada kasus Aceh, Papua, Papua Barat, dan Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Bahwa penerapan otsus dan istimewa di keempat daerah tersebut dapat
diberlakukan bagi daerah-daerah lainnya yang mengusulkan status otsus atau istimewa
sekurang-kurang memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditawarkan oleh Tim Peneliti
Otonomi Daerah P2P LIPI. Dari hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan solusi
dan sekaligus rekomendasi kebijakan bagi pihak pengawas untuk memberikan perhatian
lebih terhadap pengelolaan dana otsus dan istimewa.
Semoga policy paper ini dapat memberi manfaat yang luas bagi pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan para stakeholders terkait dalam upaya turut memberikan masukan
dan solusi bagi daerah-daerah otsus dan daerah-daerah baru dengan status otsus atau
istimewa sehingga tujuan esensial otonomi khusus dan istimewa demi kesejahteraan
masyarakat lokal secara substantif dapat terwujud.
Jakarta, 28 November 2019

Kata Pengantar v
vi Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -
Policy Paper

MODEL PENGELOLAAN DESENTRALISASI


ASIMETRIS DALAM KONTEKS NKRI

1. PENDAHULUAN kewenangan pemerintahan maupun

S
keuangannya. Kebijakan desentralisasi
tudi ini merupakan studi lanjutan
asimetris bertujuan untuk membangun
dari empat tahun (2015-2018)
pemerintahan daerah yang demokratis,
kajian tim otonomi daerah Pusat
adil dan sejahtera (Zuhro, 2011, pp. 40-
Penelitian Politik LIPI (P2P LIPI) tentang
41).
desentralisasi asimetris di Indonesia. Pada
tahun 2019 ini, tim memformulasikan Pada tahun pertama (2015),
model pengelolaan desentralisasi asimetris kajian tentang peran lembaga khusus
di Indonesia berdasarkan hasil kajian yang dalam politik Aceh dan Papua. Kedua
telah dilakukan tim selama empat tahun daerah otsus atau istimewa ini memiliki
terakhir (2015-2018) tentang keberadaan karakteristik yang berbeda dibandingkan
lembaga khusus yang ada di daerah otsus, dengan daerah-daerah umum lainnya
pengelolaan dana otsus dan istimewa, di Indonesia. Karakteristik khusus atau
dan pengawasan terhadap pengelolaan istimewa di sini adalah kekhususan
dana otsus dan istimewa, serta melihat atau keistimewaan dalam mekanisme
peran aktor di balik tuntutan otsus di regulasi (Undang-Undang dan Perda)
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik dan keberadaan lembaga-lembaga khusus
Indonesia (NKRI). yang proses pembentukannya sarat
dengan kepentingan politik. Kajian ini
Menurut Undang-Undang Dasar
juga bertujuan untuk menganalisa tarik-
Negara Republik Indonesia (UUD NRI)
menarik kewenangan politik antara
Tahun 1945 pasal 18B ayat (1) bahwa
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
negara mengakui dan menghormati
dalam proses pembentukan lembaga
satuan-satuan pemerintahan daerah yang
khusus di Aceh dan Papua/Papua Barat,
bersifat khusus atau bersifat istimewa.
mencermati dinamika peran lembaga
Daerah-daerah yang diakui negara
khusus dalam politik Aceh dan Papua,
memiliki kekhususan dan keistimewaan
dan memberikan masukan kepada
di Indonesia sampai dengan saat ini adalah
pemerintah pusat dan daerah mengenai
Aceh, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta,
struktur dan kedudukan yang tepat bagi
dan DIY. Kelima daerah tersebut secara
lembaga khusus tersebut dalam menjawab
struktural merupakan satu kesatuan
tujuan diberikannya otsus (Aziz & Aulia,
yang kontinum dalam wadah NKRI,
2016).
yang tidak terlepas dari pemerintah
pusat baik dalam pengaturan urusan

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 1


Pada tahun kedua (2016), kajian yang mendorong pemberian dana otsus
tentang politik pengelolaan dana otsus adalah untuk mengejar ketertinggalan
dan istimewa di Aceh, Papua, Papua pembangunan karena konflik
Barat, dan DIY. Otonomi khusus dan berkepanjangan yang terjadi di Aceh,
istimewa memberikan kekhususan/ Papua, dan Papua Barat. Sedangkan
keistimewaan kepada keempat daerah pemberian danais bagi Provinsi Daerah
tidak hanya kewenangan pemerintahan Istimewa Yogyakarta lebih kepada
tetapi juga kewenangan keuangan yang faktor historis dan budaya yang dimiliki.
membedakannya dengan daerah-daerah Terlepas dari alasan tersebut, pemerintah
otonomi lainnya di Indonesia. Dana pusat telah menggelontorkan dana otsus
otsus bagi Aceh, Papua, dan Papua Barat dan danais setiap tahun dengan jumlah
ditetapkan dari alokasi 2 persen Dana nominal yang terus bertambah. Bahkan,
Alokasi Umum Nasional (DAUN). pemberian dana otsus dan danais masih
Sementara untuk dana istimewa (danais/ belum disertai dengan pertimbangan
dais) ditetapkan jumlah besarannya hasil evaluasi sehingga hasil pengelolaan
berdasarkan kemampuan keuangan dana otsus dan danais masih belum
negara (APBN) melalui Peraturan tepat sasaran. Sehubungan dengan hal
Menteri Keuangan (PMK). Mekanisme tersebut, kajian pada tahun kedua (2016)
pengajuan danais/dais terlebih dahulu membahas permasalahan tersebut dengan
dilakukan oleh pemerintah provinsi melihat pada tiga aspek yakni, kapasitas
DIY dengan membuat dan mengajukan kelembagaan lokal, relasi antarlembaga,
rancangan anggaran yang dibutuhkan dan peran elite lokal. Ketiga hal ini
setiap tahun (mulai dari tahun 2013), bertujuan untuk menganalisa sejauhmana
barulah kemudian pemerintah pusat dana otsus dan istimewa dimanfaatkan
(melalui pertimbangan Kemendagri dan dialokasikan untuk peningkatan
dan Kemenkeu) memberikan dana kesejahteraan masyarakat lokal (Aziz &
istimewa. Dana otsus memiliki jangka Zuhro, 2018).
waktu 20 tahun sejak digelontorkannya
Pada tahun ketiga (2017), kajian
dana tersebut. Dana otsus di Papua
tentang dinamika pengawasan dana otsus
sudah diberikan sejak tahun 2002 dan
dan istimewa di Aceh, Papua, Papua Barat,
akan segera berakhir pada tahun 2022.
dan DIY. Kajian ini merupakan lanjutan
Sementara untuk danais tidak ada batasan
dari kajian tahun sebelumnya tentang
waktu (Aziz & Zuhro, 2018).
Politik Pengelolaan Dana Otonomi
Hasil kajian Tim menunjukkan Khusus dan Istimewa. Kajian pada
bahwa pemberian dana otsus tersebut, tahun 2017 dilakukan untuk mendalami
khususnya bagi Aceh, Papua, dan Papua persoalan mengenai pengawasan yang
Barat lebih didasarkan dua faktor, yaitu dilakukan dalam pengelolaan dana otsus
faktor politik dan ekonomi. Faktor dan istimewa. Kajian ini membahas
politik yang mendorong diberikannya proses pengawasan, faktor-faktor yang
dana otsus adalah untuk menghentikan mempengaruhi pelaksanaan pengawasan
konflik dan berkembangnya isu dalam pengelolaan dana otsus dan
separatisme. Sementara faktor ekonomi istimewa, dan sebagai hasilnya tim

2 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


merekomendasikan pengawasan yang politis, tujuan diberikannya kebijakan
ideal dalam pengelolaan dana otsus dan otsus dan istimewa ini adalah untuk
istimewa. Tim menganggap penting kajian menciptakan tatanan pemerintahan
tentang pengawasan agar informasi yang yang demokratis dan harmonis. Hal ini
didapat menjadi lengkap, berimbang, dan dapat tercipta melalui hubungan vertikal
tidak bias dengan perspektif pemerintah (pusat-daerah) maupun horisontal
pusat. Tim menilai bahwa sejauh ini telah (daerah/lokal). Secara ekonomi, tujuan
terjadi pembiaran oleh pemerintah pusat kebijakan otsus dan istimewa adalah
terhadap pengelolaan dana, khususnya peningkatan pertumbuhan ekonomi
dana otsus (Aziz & Zuhro, 2018). untuk menyejahterahkan masyarakat
lokal. Ini diberikan melalui kewenangan
Kemudian pada tahun keempat
fiskal yakni dana otsus dan istimewa.
(2018), kajian tentang peran aktor di balik
Tujuan ini disebutkan di dalam undang-
tuntutan otsus di Bali dan Maluku Utara.
undang otsus atau istimewa yang
Kebijakan desentralisasi asimetris yang
mengatur secara lex specialis. Peluang yang
diterapkan di Indonesia telah membuka
diberikan kepada kelima daerah tersebut
peluang adanya daerah khusus dan
inilah yang kemudian menimbulkan
istimewa seperti di Aceh, Papua, Papua
keinginan daerah lainnya di Indonesia
Barat, dan DKI Jakarta. Sedangkan daerah
untuk mendapatkan perlakuan yang sama
yang bersifat istimewa adalah Daerah
dengan menuntut otsus dan istimewa.
Istimewa Yogyakarta (DIY).1 Secara
Kajian pada tahun 2018 mengidentifikasi
1
Pemberian status otonomi khusus (otsus) Provinsi apa sebenarnya yang menjadi kepentingan
Aceh melalui UU No. 44 Tahun 1999 jo. UU No. para aktor untuk mendorong otsus,
18 Tahun 2001 jo. UU No. 11 Tahun 2006 tentang apakah otsus benar-benar mencerminkan
Pemerintah Aceh (UUPA). Sementara Provinsi
Papua ditetapkan sebagai daerah otsus berdasarkan kepentingan masyarakat, dan bagaimana
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang pola relasi antar aktor dalam pengajuan
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Pada tahun usulan otsus, serta siapakah yang paling
2008 Provinsi Papua dimekarkan menjadi Provinsi berkepentingan dalam pengajuan usulan
Papua (daerah induk) dan Papua Barat. Penetapan
pemekaran Provinsi Papua ini ditetapkan melalui otsus tersebut (Suryani & dkk, 2018).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perppu) Nomor 1 Tahun 2008 untuk mengganti
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Kemudian
Perppu tersebut diundangkan menjadi Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2008 untuk menetapkan
Perppu menjadi undang-undang yang mengatur
otonomi khusus di Papua dan Papua Barat. Sementara
itu, DIY mendapatkan status keistimewaan melalui budaya, fiskal dan administrasi; 2) diberikan pusat
penetapan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 kepada daerah-daerah tertentu; 3) meredam isu
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta separatisme; dan 4) perbaikan perekonomian dan
(UUK). Kekhususan kewenangan yang dimiliki peningkatan kesejahteraan sosial, dan kebijakan
oleh Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI istimewa di DIY lebih pada alasan historis dan
ditetapkan melalui Undang-Undang No.29 Tahun budaya. Alasan status khusus kepada DKI Jakarta
2007. Latar belakang munculnya kebijakan otsus karena ibukota negara. Sumber: Djohermansyah
di Aceh, Papua dan Papua Barat adalah untuk 1) Djohan, Kebijakan Desentralisasi Asimetrik di
memberikan pelimpahan kewenangan yang luas, Indonesia. Disampaikan dalam FGD 1 Tim Otda,
besar dan banyak di bidang politik, ekonomi, sosial, Rabu, 13 Februari 2019.

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 3


2. KONDISI EXISTING DAN pemilu. Ketiga, adanya kelemahan dari sisi
DISTORSI kapasitas dan kapabilitas anggota MRP/
Berdasarkan hasil kajian tim otonomi PB dan kurang terwakilinya kelembagaan
daerah P2P LIPI tahun 2015 sampai adat, agama, dan perempuan yang ada
dengan 2018 di atas maka selama empat di lembaga-lembaga khusus. Keempat,
tahun tersebut menemukan beberapa rekrutmen keanggotaan kelembagaan
distorsi sebagai berikut : khusus belum disertai dengan uji
kelayakan dan kepatutan (fit and proper
test).
A. Aspek Kelembagaan
Hasil kajian tentang kelembagaan khusus B. Aspek Keuangan
di Aceh menghasilkan lima poin penting.
Pertama, keberadaan lembaga khusus Hasil kajian tentang pengelolaan dana
di Aceh [Wali Nanggroe, Majelis Adat otsus di Aceh, Papua, dan Papua Barat, dan
Aceh (MAA), Majelis Permusyawaratan dana istimewa (danais/dais) di Yogyakarta
Ulama (MPU), Partai Aceh (PA)] belum menunjukkan bahwa pengelolaan dana
maksimal dalam menjalankan peran dan otsus dan danais/dais terhambat oleh
fungsinya. Kedua, terjadi pemborosan beberapa permasalahan, khususnya terkait
anggaran pemerintah daerah secara dengan pembinaan mulai dari kesiapan
signifikan. Ketiga, tumpang tindih perencanaan di tingkat pusat sampai
(overlapping) peran dan fungsi di antara daerah, persoalan kelembagaan, sumber
lembaga khusus dalam implementasinya. daya manusia (SDM) dan akhirnya pada
Keempat, kurang terwakilinya persoalan pengawasan. Adapun persoalan
kelembagaan adat dan perempuan yang pembinaan yang dimaksud, pertama,
ada di lembaga-lembaga khusus. Kelima, masalah kesiapan perencanaan daerah
rekrutmen keanggotaan kelembagaan terkait dengan belum adanya masterplan
khusus belum disertai dengan uji (rencana induk) jangka panjang yang
kelayakan dan kepatutan (fit and proper diperuntukkan khusus bagi pengelolaan
test). dana otsus di Aceh, Papua, dan Papua
Barat. Sementara di DIY, rencana
Hasil kajian tentang kelembagaan pengelolaan dana istimewa berdasarkan
khusus di Papua dan Papua Barat rencana jangka pendek yakni lima
menghasilkan empat poin penting. tahunan.
Pertama, keberadaan lembaga khusus
di Papua dan Papua Barat [Majelis Kedua, masalah ketidaksiapan
Rakyat Papua/Papua Barat (MRP/PB)] regulasi, misal pada kasus Papua dan
belum maksimal dalam menjalankan Papua Barat dimana belum ada payung
peran dan fungsinya. Kedua, komposisi hukum (Perdasus) yang mengatur tentang
keterwakilan OAP di DPRP sudah lebih dana otsus. Penggelontoran dana otsus
dari 90 persen sehingga pertimbangan hanya berdasarkan pada peraturan
kehadiran anggota yang diangkat justru gubernur. Hal ini juga terjadi di DIY,
mendelegitimasi lembaga ini sebagai di mana perdais khusus pertanahan dan
lembaga perwakilan yang dihasilkan dari

4 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


kebudayaan belum dapat disahkan2. Keempat, kecenderungan terkoop-
Namun, penggunaan dana istimewa untuk tasinya akademisi, intelektual, dan LSM
kedua urusan tersebut tetap berlangsung. melalui penugasan khusus di instansi
Dengan demikian, baik di Aceh, Papua/ pemerintahan daerah sehingga pemikiran
Papua Barat maupun di DIY, dana otsus mereka menjadi kurang obyektif. Kelima,
dan istimewa tetap terus bergulir tanpa keberadaan instrumen hukum yang masih
adanya masterplan dan payung hukum lemah dalam pengawasan dana otsus
yang jelas peruntukkannya. Akibatnya, dan istimewa di mana pengawasan tidak
pengelolaan dana otsus dan istimewa diatur di dalam perdasus/perdasi (Papua),
tidak memiliki arah pembangunan yang di Aceh terkendala dengan keanggotaan
jelas, kurang efektif dan kurang efisien. tim independen yang belum jelas dan
pengangkatan tim pengawas oleh ketua
Kelemahan-kelemahan di atas
DPRA mengakibatkan pengawasan
sebagai akibat dari buruknya sistem
menjadi lebih sempit. Sedangkan
kelembagaan di daerah, baik di level
di Yogyakarta sendiri peran DPRD
eksekutif maupun legislatif (DPRD) yang
diabaikan atau tidak diikutsertakan dalam
tidak efektif dan tidak sesuai dengan tugas
perencanaan dana istimewa. Keenam,
pokok fungsinya (tupoksi).
isu keamanan turut memengaruhi
pengawasan dana otsus. Demikian juga
C. Aspek Pengawasan dengan masih adanya kelompok yang
memiliki semangat separatisme untuk
Hasil kajian tentang pengawasan dalam
memisahkan diri dari NKRI di Aceh dan
pengelolaan dana otsus dan istimewa
Papua. Sedangkan di DIY, adanya budaya
menghasilkan enam poin penting.
‘ewuh pakewuh’ dalam sistem kesultanan
Pertama, minimnya sinergi, koordinasi,
mengakibatkan pengawasan menjadi
bimbingan dan pengawasan antarjenjang
tidak efektif.
pemerintahan (korbinwas pusat-provinsi-
kabupaten/kota). Kedua, kelemahan
pengawasan tersebut sebagai akibat dari D. Peran Aktor
keterbatasan SDM, dana dan kewenangan
Hasil kajian tentang aktor di balik
dalam hal pengawasan dana otsus, dan
tuntutan otsus menghasilkan dua poin
daya kritis masyarakat yang dipengaruhi
penting. Pertama, usulan otsus tidak
oleh tingkat Indeks Pembangunan
disertai dengan format yang jelas terutama
Manusia (IPM). Ketiga, selain itu faktor
dengan substansi kekhususan yang
kepentingan elite pusat dan daerah juga
dimaksud. Akibat usulan yang tidak jelas
turut memengaruhi dalam pengawasan
tentunya juga berdampak pada konflik
dana otsus dan istimewa di mana dengan
internal antara pemerintah kabupaten/
mudahnya kepala daerah melakukan
kota di dalam provinsi pengusul, atau pun
mutasi secara liar sehingga pengawasan
konflik antar kelompok adat, karena ada
menjadi kurang efektif sebagaimana yang
ketidaksepahaman ide mengenai format
terjadi di Aceh.
asimetris yang diusung. Bahkan dalam
2
Bahkan sampai riset ini dilakukan tahun 2016 beberapa kasus, ada keinginan kelompok
perdais tersebut belum dibahas karena kewenangan
tertentu untuk menguasai ‘kue asimetris’
danais dianggap bukan bagian dari kewenangan
DPRD.

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 5


karena merasa lebih memperjuangkan Berdasarkan hasil kajian Tim selama
status tersebut dibanding kelompok lain. rentang waktu 2015-2018, aktor-aktor
Keinginan yang kuat untuk mendapatkan yang terlibat dalam inisiatif usulan otsus
otsus melalui cara-cara seperti itu, bila meliputi, pemerintah pusat, GAM di
sampai dikabulkan bisa jadi akan sangat Aceh, OPM di Papua, dan masyarakat
rentan terjadi penyalahgunaan, baik sipil. Pada aspek kewenangan khusus,
wewenang maupun anggaran. aktor yang terlibat meliputi pemda
di Aceh dan Papua/Papua Barat, dan
Kedua, usulan otsus juga sering kali
DIY, dan kesultanan di DIY. Aktor
tidak melibatkan masyarakat dan terkesan
yang terlibat pada aspek kelembagaan
elitis. Padahal tujuan otsus dan istimewa
khusus ialah Lembaga Wali Nanggroe di
adalah untuk peningkatan kesejahteraan
Aceh, MRP/MRPB di Papua dan Papua
masyarakat lokal dan penguatan sistem
Barat, DPRP/DPRPB di Papua Barat,
demokrasi daerah. Oleh karena itu,
dan pemda. Di DIY, aktor yang terlibat
pelibatan masyarakat menjadi penting
ialah asisten keistimewaan (paniradya
untuk mengurangi elitisme dan tarikan
kaistimewaan), parampara praja, dinas
politik yang tidak seiring dengan tujuan
kebudayaan, dan dinas tata ruang dan
otsus.
pertanahan. Aktor yang terlibat dalam
Kondisi dan problematika yang pengelolaan aspek keuangan khusus ialah
terjadi di atas menunjukkan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah,
pelaksanaan desentralisasi asimetris di dan legislatif (DPRA, DPRP/DPRPB).
beberapa daerah di Indonesia belum Aktor yang terlibat dalam aspek politik/
menunjukkan hasil yang memuaskan. pemerintahan ialah GAM dan MPU di
Bahkan, penyertaan dana yang diberikan Aceh, tokoh masyarakat, aktor politik,
dalam bentuk DOKA, dana otsus, dan dan aktor ekonomi. Sedangkan aktor
danais masih belum memenuhi target yang terlibat dalam korbinwas ialah
secara substansi. Ukuran keberhasilan pemda, inspektorat, BPKP, BPK, dan
masih berpedoman pada kemampuan kesultanan. Aktor yang terlibat dalam
daerah asimetris menyerap anggaran. usulan otsus di Bali dan Maluku Utara
terdiri atas pempus, pemda, lembaga
Lepas dari itu, pendekatan rational legislatif, pengusaha, tokoh adat, dan
choice institutionalism menekankan pada masyarakat sipil.
keterlibatan aktor yang memaksimalkan
kepentingannya melalui kewenangan yang Meninjau perkembangan
dimiliki yang melekat pada institusinya keterlibatan aktor tersebut di atas
(Hall & Taylor, 1996). Interaksi para dalam berbagai aspek pelaksanaan
aktor ini dapat menimbulkan kompetisi kebijakan desentralisasi asimetris,
dan konflik yang berdampak pada orang mereka ikut memengaruhi keberhasilan
banyak. Dalam konteks kajian ini adalah pelaksanaan otsus atau istimewa di
dalam hal usulan inisiatif desentralisasi daerah desentralisasi asimetris. Sejauh ini,
asimetris dan pengelolaan desentralisasi keterlibatan para aktor tersebut belum
asimetris yang existing. memberikan pengaruh yang cukup positif
dalam pemanfaatan dan penggunaan

6 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


DOKA, dana otsus, dan danais/dais Pasal 18, Pasal 18 A dan Pasal 18 B UUD
dalam peningkatan kesejahteraan dan 1945 menjadi dasar dari keberadaan
pembangunan daerah. Sebaliknya, yang pengaturan tentang pemerintahan daerah
tampak justru banyak kasus korupsi terjadi dan otonomi khusus. Proses perumusan
di daerah asimetris sebagaimana misalnya peraturan tentang pemerintahan daerah
yang terjadi di Aceh. Terdapat delapan diajukan saat perubahan pertama di
(8) kasus korupsi dengan kerugian negara tahun 1999 dan disahkan dalam Rapat
mencapai Rp327 miliar (Razi, 2019). Paripurna ke-9 terkait pembahasan dan
pengesahan perubahan kedua UUD 1945
Pendekatan historical institutionalism
di tahun 2000.
ialah metode ilmu sosial institusionalis
baru yang menggunakan institusi Setelah perubahan kedua UUD
untuk menemukan urutan perilaku 1945, muncul ketetapan MPR RI Nomor
sosial, politik, ekonomi dan perubahan IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi
sepanjang waktu. Ini adalah pendekatan Kebijakan dalam Penyelenggaraan
komparatif untuk mempelajari semua Otonomi Daerah, yang menekankan
aspek organisasi manusia, dan sangat untuk segera merealisasikan otonomi
bergantung pada studi kasus. Menurut khusus melalui sebuah undang-undang
Tilly, historical institutionalism ialah otonomi khusus. Di dalam kajian ini,
metode yang tepat untuk mengukur empat daerah yang memiliki status
struktur besar, proses besar, dan membuat otsus dan istimewa ialah Aceh, Papua,
perbandingan besar (Tilly, 1984). Papua Barat, dan DIY3 . Keempat
Otonomi khusus hadir dengan
3
Provinsi Aceh berdasarkan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
dilatarbelakangi oleh sejarah atas Aceh, Provinsi Papua dan Papua Barat berdasarkan
perumusan pertama Undang-Undang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang
Dasar 1945 yang selanjutnya disebut Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
dengan UUD 1945. Pengaturan tentang 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Yogyakarta juga merupakan salah satu daerah
Pemerintah Daerah terdapat pada Pasal 18 asimetris di Indonesia. Sejarah keberadaan Provinsi
UUD 1945 sebelum amandemen yakni, Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diruntut sejak
pembagian daerah Indonesia atas daerah berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia,
besar dan kecil, dengan bentuk susunan Yogyakarta merupakan negara bangsa yang
memiliki kewenangan mengelola urusannya sendiri.
pemerintahnya ditetapkan dengan Dasar kewenangan dan kedaulatan Yogyakarta
undang-undang, dengan memandang dan dapat ditelusuri dari beberapa fakta sejarah.
mengingat dasar permusyawaratan dalam Pertama, pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
sistem pemerintahan negara dan hak- dibuat Perjanjian Politik antara Belanda dengan
Kasultanan Yogyakarta (Soedarisman, 1985).
hak asal-usul dalam daerah-daerah yang Kedua, Kasultanan Yogyakarta memiliki struktur
bersifat istimewa. pemerintahan yang diakui oleh pemerintah kolonial
Belanda maupun Jepang (Soemardjan, 1981).
Penyelenggaraan pemerintahan Ketiga, sekalipun pada prinsipnya menganut sistem
daerah dipertegas kembali pada tahun monarki, namun modernisasi dan demokratisasi
1999 sampai dengan 2002, saat proses dilaksanakan di lingkungan Kasultanan Yogyakarta,
sekalipun dengan langkah-langkah yang
perubahan empat kali UUD 1945. Pada “membingungkan”(Tri Widodo, 2002). Keempat,
BAB VI tentang Pemerintahan Daerah dalam urusan pertanahan, Yogyakarta memiliki akar

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 7


daerah asimetris tersebut mendapatkan untuk pengembangan nilai-nilai budaya
pengakuan dari negara sejak berlakunya lokal yang ada di DIY. Pada bagian
UUD 1945 dan pasca reformasi diakui aspek pengelolaan keuangan asimetris,
keberadaannya oleh pemerintah sebagai diketahui bahwa perkembangan ekonomi
daerah yang memiliki kekhususan atau makro baik di Aceh, Papua, Papua Barat,
keistimewaan dilihat dari latar belakang dan DIY belumlah memuaskan. Data
politik, ekonomi, dan sejarah. Namun, tahun 2017, menunjukkan di keempat
pemberian status otsus bagi Aceh dan daerah tersebut masih berada 15 urutan
Papua/Papua Barat belumlah sepenuhnya terbawah. Begitu pula dalam pengelolaan
memenuhi harapan dari berbagai pihak institusi dan pemerintahan, Aceh, Papua,
yang berkepentingan. dan Papua Barat masih berada di urutan
10 terbawah dari jumlah provinsi di
Pendekatan sociological institutiona-
Indonesia. Sedangkan DIY lebih baik
lism ialah suatu bentuk institusionalisme
dibandingkan ketiga daerah asimetris
baru yang menyangkut cara di mana
tersebut, yaitu berada di posisi 15 teratas
lembaga-lembaga menciptakan
(Aziz & dkk, 2019).
makna bagi individu-individu, yang
menyediakan landasan teori penting Dari sisi kondisi keuangan, bisnis,
bagi institusionalisme normatif dalam dan tenaga kerja, juga dari peningkatan
ilmu politik (Lowndes, 2010). Dalam daya saing secara umum, Aceh, Papua,
konteks kajian ini, pendekatan sociological dan Papua Barat masih sangat rendah
institutionalism dikaji untuk melihat berada di urutan 10 terbawah. Sedangkan
keberhasilan pemberian DOKA, DIY cukup baik dan berada di urutan
dana otsus, dan danais/dais di bidang 10 teratas. Dari sisi peningkatan kualitas
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan hidup dan pembangunan infrastruktur,
budaya. Aceh sudah cukup baik dan DIY sangat
baik dengan berada di urutan lima teratas.
Sejak diberlakukannya otsus bagi
Sementara Papua dan Papua Barat masih
Aceh, Papua, dan Papua Barat, dan
sangat tertinggal dengan berada di lima
istimewa bagi DIY maka secara otomatis
urutan terbawah (Aziz & dkk, 2019).
juga diberikan tambahan fiskal berupa
DOKA, dana otsus, dan danais/dais. Dalam hal budaya, hanya DIY yang
Tujuan pemberian dana tambahan ini benar-benar memfokuskan perhatiannya
ialah untuk pendidikan, kesehatan, kesana untuk pengembangan budaya lokal.
ekonomi, dan khususnya danais/dais Hal ini diakomodasi di UU Nomor 13
sejarah yang unik. Berdasarkan Rijksblad Kasultanan Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY,
nomor 1918 nomor 16 juncto 1925 nomor 23, serta dan diakomodasi juga implementasinya
Rijksblad Paku Alaman 1918 nomor 18 juncto 1925 melalui danais/dais.
nomor 25, hak milik atas tanah tidak diberikan
kepada warga negara Indonesia non-pribumi dengan Apabila kita melihat kembali
pertimbangan melindungi warga pribumi yang
secara ekonomis tergolong lemah (Tri Widodo,
perkembangan keempat daerah
2002). Dari sini terlihat keberpihakan penguasa berdasarkan data perkembangan Asia
Yogyakarta terhadap nasib para kawula negeri, yang Competitiveness Institution tahun 2014
secara langsung mengokohkan legitimasi politik sampai dengan 2017, maka pemberian
serta akuntabilitas kepemimpinan mereka.

8 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


DOKA, dana otsus, maupun danais/ menjadi UU Nomor 18 Tahun 2001, dan
dais belum memberikan perubahan yang berubah kembali setelah MoU Helsinki
menyeluruh dan signifikan terhadap menjadi UU Nomor 11 Tahun 2006
peningkatan kesejahteraan (pendidikan, tentang Pemerintahan Aceh. Sementara
kesehatan, dan ekonomi) (Razi, 2019). untuk Papua, UU otsus ditetapkan
melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 yang
Kajian ini juga menggunakan
kemudian dengan adanya pemekaran
pendekatan discursive institutionalism
Papua menjadi Papua dan Papua Barat,
menyatakan bahwa wacana politik, sosial,
maka ada perubahan perundang-
atau kebijakan dapat melakukan fungsi
undangan menjadi UU Nomor 35 Tahun
komunikatif: aktor yang mengungkapkan
2008 juncto UU Nomor 21 Tahun 2001
gagasan secara publik dapat menyebabkan
tentang perubahan undang-undang
perubahan sosial, atau mengoordinasikan
tersebut.
fungsi. Dengan demikian, gagasan dan
makna menyediakan mekanisme bagi Sedangkan di DIY sendiri,
banyak pelaku untuk mencapai konsensus perubahan undang-undang tentang
tentang norma dan nilai, sehingga status keistimewaan DIY cukup lama
mampu menciptakan perubahan sosial bergantinya dari UU Nomor 3 Tahun
(Dodds, 2013). Kajian ini menggunakan 1950 menjadi UU Nomor 13 Tahun
pendekatan discursive institutionalism 2012 tentang Keistimewaan Daerah
untuk melihat penyamaan persepsi pusat DIY. Tentunya dengan adanya perubahan
dan daerah tentang kewenangan pusat undang-undang ini terdapat nomenklatur
dan daerah yang diatur di dalam undang- yang berbeda dengan undang-undang
undang. sebelumnya. Namun, dalam urusan
pengaturan kewenangan absolut (ada 6
Undang-undang pemerintah daerah
sebagaimana yang telah dijelaskan pada
mengalami beberapa kali perubahan sejak
aspek kewenangan) yang hanya menjadi
reformasi mulai dari UU Nomor22 Tahun
hak pemerintah pusat untuk mengaturnya.
1999 yang direvisi menjadi UU Nomor 32
Sementara untuk daerah asimetris sudah
Tahun 2004, kemudian direvisi kembali
ada pengaturan tersendiri yang menjadi
menjadi UU Nomor 23 Tahun 2014.
kewenangannya. Sepanjang belum diatur
Begitu pula dengan undang-undang yang
di dalam UU otsus/istimewa, maka apa
mengatur perimbangan keuangan pusat
yang menjadi kewenangan pemerintah
dan daerah juga mengalami perubahan
daerah tetap mengacu kepada UU Nomor
yang semula ditetapkan melalui UU
23 Tahun 2014. Misalnya, dalam konteks
Nomor 25 Tahun 1999, kemudian
pelaksanaan otsus dan istimewa, apabila
direvisi menjadi UU Nomor 33 Tahun
dalam UU Otsus/Istimewa peraturan
2004.
tentang korbinwas dan kewenangan
Sebagaimana yang telah dijelaskan gubernur tidak diatur maka bisa mengacu
pada bagian historical institutionalism, kepada UU Pemda. Namun pada
terjadi beberapa kali perubahan UU kenyataannya, hal ini belum sepenuhnya
otonomi khusus di Aceh, mulai dari dapat dilakukan.
UU Nomor 44 Tahun 1999, kemudian

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 9


Berdasarkan keempat proses di 1. Penyiapan masterplan termasuk
atas maka dapat disimpulkan kebijakan leading program dari DOKA,
pengelolaan desentralisasi asimetris yang dana otsus, dan danais/dais yang
berlaku di keempat daerah belumlah didukung dengan kekuatan
memberikan perubahan yang berarti hukum dalam bentuk peraturan
terhadap perbaikan dan peningkatan daerah (qanun, perdasi/perdasus,
kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini dan perdais).
terjadi karena masih lemahnya kapasitas 2. Di Aceh, perlu adanya pembatasan
SDM, adanya kepentingan elite yang kuota maksimal alokasi DOKA
bermain dalam pengelolaan otsus dan untuk kegiatan-kegiatan yang
dana otsus, instrumen hukum yang belum bernilai kecil, disamping
jelas, dan adanya dinamika politik yang penggunaan e-planning yang
terjadi baik di pusat maupun di daerah. fungsinya secara otomatis menolak
Oleh karena itu perlu adanya program-program yang nilainya di
upaya perbaikan dalam pengelolaan bawah Rp 500 juta.
desentralisasi asimetris bagi daerah- 3. Di Papua, untuk masterplan
daerah otsus dan istimewa sebagai juga mengacu pada skema
suatu “corrective” atas pelaksanaan pembangunan Papua dan
otsus selama ini dan sebagai dasar acuan Papua Barat berdasarkan
bagi daerah-daerah lainnya yang ingin wilayah adat dengan tujuan
mengusulkan otsus atau istimewa. Untuk untuk memudahkan proses
itu diperlukan prinsip-prinsip perbaikan pembangunan di wilayah yang
sebagai prasyarat pengelolaan otsus/ sangat luas dengan permasalahan
istimewa sehingga dihasilkan suatu model yang berbeda-beda.
pengelolaan desentralisasi asimetris yang 4. Perlu dibuat aturan yang dapat
aplikatif dan efektif mengurangi kentalnya aspek
politis dalam pengelolaan DOKA,
dana otsus, dan danais/dais.
3. SOLUSI: PRASYARAT
Tujuannya untuk mencegah para
PERBAIKAN politisi mengintervesi masuknya
A. PRINSIP-PRINSIP KHUSUS program-program yang tanpa
BAGI ACEH, PAPUA/PAPUA melalui proses musrenbang. Oleh
BARAT, DAN DIY SEBAGAI karena itu, proses perencanaan
PRASYARAT YANG HARUS penggunaan dana tersebut harus
DIPENUHI melalui proses musyawarah
dalam forum musrenbang dana
a.1 Kewenangan dalam otsus dan danais mulai dari
Pengelolaan Keuangan musrenbang provinsi sampai
Asimetris dengan kampong/distrik/desa.
Prinsip-prinsip khusus yang harus Ini artinya, musrenbang harus
dipenuhi dalam pengelolaan keuangan dijadikan dasar fondasi untuk
asimetris sebagai berikut: perencanaan anggaran tahun yang
akan datang.

10 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


5. Khusus DIY, karena alokasi a.2 Koordinasi, Pembinaan,
danais juga meliputi pertanahan dan Pengawasan dalam
maka perlu ada penyelarasan Pengelolaan Keuangan
UU pertanahan di mana konflik Asimetris
pertanahan masih menjadi Sejauh ini sejak DOKA, Dana Otsus,
persoalan di masyarakat di DIY. dan Danais/Dais digelontorkan, belum
Penyelesaiannya, pemerintah DIY pernah ada pengawasan yang serius.
dapat mengembalikan persoalan Kalaupun ada hanya dilakukan sebatas
tanah kepada hukum nasional yang pemeriksaan dan evaluasi sehingga dirasa
berlaku dengan pertimbangan: masih belum optimal. Oleh karena itu,
• Pertama, DIY merupakan prinsip-prinsip khusus sebagai prasyarat
bagian dari NKRI yang yang perlu diperbaiki:
tunduk terhadap hukum 1. Penguatan korbinwas oleh legislatif
nasional bahwa tanah dalam pengawasan DOKA, dana
sebagaimana diatur dalam otsus, dan danais/dais. Misalnya
Pasal 33 UUD NRI Tahun dengan pembentukan tim khusus
1945 berada dibawah yang terdiri dari beberapa orang di
kekuasaan negara. luar parlemen, namun dipilih oleh
• Kedua, pemanfaatan tanah parlemen. Tim ini melakukan
harus mengutamakan pengawasan tidak hanya di level
kepentingan dan provinsi tetapi juga di level
kemaslahatan masyarakat kabupaten/kota.
Yogyakarta, sehingga 2. Pembentukan lembaga
semua elite pemerintahan independen yang berbentuk komisi
DIY bisa konsisten dengan atau badan yang sifatnya spesialis
mewujudkan apa yang mengawasi penggunaan DOKA,
ingin dicapai pada Pasal dana otsus, dan danais/dais.
32 Ayat (5) UU Nomor Peran dan fungsinya melakukan
13 Tahun 2012 tentang monitoring dan evaluasi, menerima
Keistimewaan Yogyakarta, laporan dari warga masyarakat,
bahwa “pengelolaan dan dan bekerja atas dasar pengawasan
pemanfaatan tanah ditujukan masyarakat secara keseluruhan.
untuk sebesar-besarnya Oleh karenanya, lembaga ini bisa
pengembangan kebudayaan, difasilitasi oleh kalangan ornop, di
kepentingan sosial, dan mana dalam melaksanakan tugas
kesejahteraan masyarakat.” pengawasannya dilindungi oleh
undang-undang.
3. Pembentukan tim khusus
oleh pemerintah pusat untuk
pengawasan DOKA, dana otsus,
dan danais/dais sebagai wujud
pengawasan eksternal yang

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 11


bersifat independen yang terdiri pertimbangan evaluasi. Evaluasi
atas para ahli hukum dan penggiat yang dilakukan dengan menilai
anti-korupsi yang beranggotakan program dana otsus apakah
7-10 orang yang ditunjuk oleh sudah sesuai dengan target dan
presiden, bekerja di bawah sasaran, tidak hanya secara teknis
sumpah, serta bertanggung jawab tetapi juga substansinya. Apabila
langsung kepada presiden. target dan sasaran tidak tercapai
4. Badan pengawas dan pemeriksa maka sebaiknya pencairan dana
(BPK, BPKP, dan inspektorat) berikutnya ditunda. Ini penting
melakukan sinergi dalam untuk meningkatkan efisiensi dan
melakukan pemeriksaan dan efektivitas dalam pengelolaan dana
pengawasan supaya lebih efektif otsus sehingga apa yang menjadi
dan efisien. Meski secara fungsi tujuan otsus dapat terwujud.
masing-masing memiliki tugas 7. Untuk mempermudah penga-
dalam koridor yang berbeda yang wasan masyarakat, maka perlu
mana inspektorat merupakan akses informasi keterbukaan
bagian dari pengawasan internal, bagi masyarakat terhadap
sementara BPK dan BPKP penggunaan dan pengelolaan
berfungsi sebagai pengawas danais yang merupakan bagian
eksternal. Sinergi dan kolaborasi dari dana APBN. Dan juga
antarlembaga ini diharapkan perlu dibuat mekanisme yang
mampu menciptakan kondisi jelas bagi masyarakat dalam
yang menjamin kredibilitas dan melakukan pengawasan secara
akuntabilitas pemerintah daerah institusional. Selain pengawasan
dalam melaksanakan fungsi secara institusional, masyarakat
pemerintah dan menciptakan dapat melakukan pengawasan
kinerja yang lebih baik. secara budaya. Kegiatan tapa pepe
5. Struktur pertanggungjawaban di depan kraton bisa dijadikan
inspektorat provinsi harus sebagai bagian dari sarana
ditingkatkan ke level pemerintah mengemukakan pendapat apabila
pusat untuk mendistorsi pengaruh ada dari tujuan keistimewaan
kepala daerah dalam proses yang tidak sesuai dari harapan
pengawasan DOKA, dana otsus, masyarakat Yogyakarta.
dan danais.
6. Perlu adanya skema perbaikan a.3 Kewenangan dalam
dalam tahapan pencairan DOKA, Pengelolaan Kelembagaan dan
dana otsus, dan danais/dais. Pemerintahan Asimetris
Pemerintah Pusat dalam hal Di dalam kewenangan pengelolaan
ini Kemendagri memberikan kelembagaan dan pemerintahan di Aceh,
rekomendasi kepada Kemenkeu Papua/Papua Barat, dan DIY berikut ini
untuk mencairkan DOKA/ prinsip-prinsip khusus sebagai prasyarat
dana otsus/danais atas dasar yang harus dipenuhi:

12 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


1. Peningkatan kualitas SDM atau di bawahnya bisa juga
pada eksekutif maupun legislatif dibantu oleh bagian khusus
dengan tujuan untuk mewujudkan yang menangani otsus di
pemerintahan lokal yang kapabel, tingkat provinsi.
efisien, dan sinergis. • Khusus di Papua dan Papua
2. Membangun struktur kelemba- Barat:
gaan pemerintahan lokal yang • MRP/PB perlu di
rasional, fungsional, dan sinergis: revitalisasi baik soal
• Pemerintah daerah memberi- proses rekrutmen dan
kan dukungan penuh kepada kapasitas anggotanya.
lembaga khusus. Misalnya, Tingkat pendidikan
keistimewaan di bidang dianggap penting untuk
adat, pemerintah dapat memahami peraturan
memberikan dukungan yang dan dinamika politik
cukup memadai melalui lembaga-lembaga
pendanaan kepada MAA pemerintahan.
sebagai lembaga adat yang • MRP harus melakukan
sudah lama berdiri. fungsi advokasi
• Pembatasan/perampingan terhadap masyarakat
kelembagaan khusus di Aceh. Papua khususnya
Perampingan bisa dilakukan OAP. Termasuk
dengan penggabungan atau ketika pemerintah
penghapusan lembaga khusus. menyusun kebijakan
Misalnya MAA dan Lembaga pembangunan.
Wali Nanggroe. Tujuannya • MRP layaknya lem-
untuk penghematan dan baga politik dan
meminimalisir tumpang pemerintahan, memiliki
tindihnya peran dan fungsi program kerja yang
lembaga khusus yang banyak. terukur dengan baik,
• Khusus Papua dan Papua tahunan maupun
Barat, perlu dibentuk satu lima tahun. Hak atas
bidang khusus atau mungkin kesehatan, hak atas
unit khusus, misalnya pendidikan, dan lain-
SKPD khusus otsus supaya lain terkait OAP harus
lebih concern mengurusi menjadi bagian yang
pengelolaan dan penggunaan diagendakan MRP
dana otsus. Tetapi dari sisi untuk setiap saat
kewenangan, perlu juga menjadi bagian yang
bidang khusus yang ada mereka pastikan kepada
di wilayah Bappeda dan pemerintah daerah.
Bappenas setingkat eselon 2

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 13


• Regulasi dari peme- a.4 Membangun Partai Politik
rintah pusat baik Lokal: Berkualitas, Beradab,
undang-undang maupun dan Berwawasan Kebangsaan
peraturan pemerintah
harus mengatur Partai politik lokal di Aceh, haruslah
kedudukan MRP dalam memenuhi prinsip-prinsip berikut
pola hubungan antara sebagai prasyarat:
gubernur dan DPRP
1. Partai lokal yang berkualitas,
serta antara provinsi
beradab, dan berwawasan
dan kabupaten/kota.
kebangsaan. Untuk itu, perlu
Mekanisme pola
adanya persyaratan kapasitas
hubungan yang lebih
pendidikan minimal dan kapasitas
jelas dengan SOPnya
politik bagi SDM-SDM yang
harus diatur lebih lanjut
terlibat di partai lokal.
baik dalam Undang-
Undang Otsus maupun 2. DPRA perlu didukung oleh staf
turunannya hingga ke ahli yang memiliki keahlian di
Perdasus (Tryatmoko, bidang pemerintahan, ekonomi,
2016). dan pembangunan.
• MRP perlu untuk 3. Partai politik lokal mampu
meletakkan agenda menjalankan fungsi sebagai
strategis terkait otsus pengatur konflik
di Papua. MRP perlu 4. Partai politik lokal menge-
membuka diri dan depankan persaingan dengan
membangun komu- cara-cara demokratis dan beradab.
nikasi dengan perguruan
tinggi, LSM, lembaga 5. Keberadaan partai politik lokal
adat, agama, dan haruslah mendukung NKRI.
sebagainya.

• Dalam model kelem- Perbaikan model kelembagaan


bagaan di Papua/Papua khusus di Papua dan Papua Barat
Barat, seharusnya ada tidak hanya berada di MRP tetapi juga
kesejajaran antara DPRP/B. Kursi tambahan di DPRP/B
lembaga-lembaga yang dari unsur OAP sangat pelik persoalannya
ada (pemda, DPRP, dan tidak hanya terkait mekanismenya tetapi
MRP) terutama antara juga persoalan legitimasi kedudukannya.
MRP dan DPRP dalam Kursi tambahan ini mungkin saja masih
pembahasan Perdasus. sangat relevan ketika masyarakat asli
Papua tidak banyak di parlemen. Namun
situasi saat dimana parlemen didominasi
oleh orang Papua asli, kursi tambahan
ini menjadi pertanyaan serius mengenai

14 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


problem keterwakilan. Namun, partai • Yustisi
politik lokal tidak dikenal di dalam • Moneter dan fiskal nasional
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001.
• Agama
Jika partai politik lokal hadir di Papua,
sebagaimana di Aceh, tentu saja persoalan 2. Kewenangan urusan pemerin-
representasi tidak akan menjadi persoalan tahan umum:
serius sebagaimana kursi tambahan ini. • Pembinaan daerah otsus.
Untuk itu, posisi partai politik lokal
Dalam hal ini pemerintah
perlu untuk diagendakan dan masuk pusat perlu melakukan
dalam pembahasan perubahan Undang- pembinaan wawasan kebang-
Undang Otsus Papua. Tentunya usulan saan, persatuan dan kesatuan
parpol lokal ini haruslah memenuhi bangsa, serta penanganan
persyaratan parpol lokal yang berkualitas, konflik. Pembinaan ini secara
beradab, berwawasan kebangsaan, dan khusus diserahkan kepada
anti kekerasan. Kementerian Dalam Negeri.
• Pengawasan terhadap daerah
B. PRINSIP-PRINSIP UMUM otsus.
SEBAGAI PRASYARAT YANG Presiden melakukan penga-
HARUS DIPENUHI wasan umum, dan Menteri
Dalam Negeri dan kepala
Praktik desentralisasi asimetris di
lembaga pemerintah non
Indonesia masih memiliki kelemahan,
kementerian melakukan
khususnya ditinjau dari kelima aspek yang
pengawasan teknis
dikaji oleh tim. Oleh karena itu untuk
melakukan perbaikan ke depan, tidak
hanya bagi keempat daerah asimetris yang Prinsip-prinsip umum yang harus
sudah ada (Aceh, Papua, Papua Barat, dan dipenuhi sebagai prasyarat dari
DIY) tetapi juga bagi daerah-daerah yang kewenangan pemerintah daerah:
mengusulkan asimetris, maka berikut ini
1. Membina dan mengembangkan
prinsip-prinsip umum sebagai prasayarat
adat dan budaya
yang harus dipenuhi.
• Kewenangan pemerintah
a. Aspek Kewenangan Asimetris provinsi dalam membina dan
Prinsip-prinsip umum yang harus mengembangkan adat dan
dipenuhi sebagai prasyarat dari budaya dibagi dalam beberapa
kewenangan pemerintah pusat: aspek, yakni pembinaan
kerukunan antarsuku,
1. Kewenangan urusan pemerintahan agama, ras, antargolongan,
absolut: penanganan konflik sosial
• Politik luar negeri dan kewenangan mengatur
peraturan di tingkat provinsi
• Pertahanan keamanan terkait hukum adat/

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 15


budaya yang sesuai dengan produk peraturan daerah
kekhususan daerah. terhadap peraturan yang ada
2. Kewenangan peradilan tertentu diatasnya atau yang setara,
untuk memenuhi prinsip
• Pemberian sebagian
kepastian dan keadilan
kewenangan peradilan
norma, serta kejelasan tujuan
tertentu di daerah asimetris
dan kegunaannya. Tujuannya
merupakan bagian
untuk mencegah sekaligus
dari aspek kekhususan
menanggulangi terjadinya
daerah. Kewenangan ini
disharmoni peraturan
bersifat terbatas untuk
perundang-undangan.
mengakomodir kekhasan
norma hukum yang berlaku 2. Penataan perda dan peraturan
di daerah asimetris (misalnya pemerintah
peradilan agama dan adat). • Sebagai upaya preventif
3. Pendidikan, kesehatan, dan terhadap cacat hukum
kesejahteraan (ekonomi) sehingga dapat mencegah
• Kewenangan yang terkait adanya tumpang tindih
dengan kesejahteraan kewenangan pada
masyarakat di bidang lembaga khusus, karena
pendidikan, kesehatan, bagaimanapun desain
dan ekonomi menjadi kewenangan lembaga khusus
kewenangan daerah provinsi di daerah asimetris diatur
asimetris. Kewenangan dalam perda yang diterbitkan.
ini merupakan salah satu Ketika harmonisasi terjadi,
dasar pembagian fungsi potensi adanya tumpang
kewenangan daerah dalam tindih kewenangan lembaga
rangka mendorong akselerasi akan menjadi terminimalisir,
daerah untuk mewujudkan sehingga kewenangan
peningkatan pelayanan lembaga khusus akan sesuai
masyarakat, kemandirian dengan kebutuhan daerah.
serta pembangunan daerah. 3. Perluasan kewenangan pengawa-
Hal ini dikarenakan adanya san
kondisi yang khusus dan • Pelaksanaan desentralisasi
berbeda dengan daerah asimetris membutuhkan
lainnya. harmonisasi kewenangan
pengawasan yang cukup luas
Prinsip-prinsip umum yang harus dengan melibatkan beberapa
dipenuhi sebagai prasyarat untuk unsur pengawas. Salah
menciptakan harmonisasi kewenangan: satunya adalah revitalisasi
1. Harmonisasi perda peran lembaga perwakilan
• Prinsip ini merupakan daerah di daerah asimetris
proses penyesuaian sebuah dalam pengawasan.

16 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


4. Keadilan dan keberimbangan merata dan tidak hanya
dalam pengelolaan sumber- dinikmati hanya oleh
sumber kekayaan alam segelintir elite di daerah
• Pengalokasian DBH SDA asimetris, diharapkan dengan
yang diatur berdasarkan prinsip pemerataan dapat
prinsip origin (derivative) memberikan ruang dan
dan prinsip realisasi. Kedua stimulus bagi masyarakat di
prinsip tersebut harus daerah tersebut untuk terus
dipenuhi agar pemerintah memacu pembangunan yang
daerah asimetris dapat selama ini masih dirasakan
menerima dana bagi hasil dari kurang jika dibandingkan
sumber daya alam. Prinsip dengan daerah lainnya.
derivative berarti sebuah 2. Akselerasi pembangunan
provinsi atau kabupaten/ • Peningkatan akselerasi
kota harus memiliki aktivitas pembangunan dalam model
produksi hasil SDA yang desentralisasi asimetris ke
dilakukan dalam batas depan memerlukan enam
wilayah dan/atau batas (6) pendekatan yakni
kewenangan pengelolaan pendekatan sosial budaya
SDA wilayah laut (dengan berdasarkan kekhasan daerah
batas 12 kilometer dari garis asimetris, pembangunan
pantai), di mana daerah yang berpusat pada manusia,
asimetris penghasil SDA pembangunan yang
akan mendapatkan porsi yang berkelanjutan, pembangunan
lebih besar dibandingkan tata pemerintahan yang baik
dengan daerah lainnya. dan bersih, dan demokrasi
Sementara prinsip realisasi yang berkelanjutan serta
berarti penerimaan telah pembangunan inklusif dan
diakui serta dicatat dalam berkeadilan (Bataralifu,
Rekening Kas Umum Negara 2019).
(Fahmi Wibawa, 2019) .
3. Kekhususan karakter wilayah
Prinsip-prinsip umum yang harus • Pendekatan berbasis wilayah
dipenuhi sebagai prasyarat untuk adat merupakan terobosan
melaksanakan pembangunan daerah: penting yang perlu dilakukan
oleh pemerintah di daerah
1. Pemerataan
dengan mengakomodasi
• Pelaksanaan desentralisasi pendekatan berbasis wilayah
asimetris di Indonesia harus adat di dalam masterplan
memberikan dampak bagi pembangunan. Dengan
kesejahteraan masyarakat pendekatan baru ini,
di daerah tersebut. Dengan pemerintah menghargai
adanya kebijakan secara

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 17


kearifan lokal, potensi mengadakan pendataan atau
sumber daya alam lokal, dan menginvertarisir berbagai
karakteristik sosial budaya objek yang berpotensi
di setiap wilayah adat. Setiap untuk dipungut pajak atau
wilayah adat memiliki potensi retribusinya. Tujuannya
ekonomi yang berbeda, agar adanya penambahan
sehingga pemerintah jumlah objek dari pajak
menekankan pendekatan daerah di beberapa wilayah
pembangunan yang bersifat dan penambahan jenis
Tematik, Holistik, Integratif retribusi jasa usaha dengan
dan Spasial dalam perumusan meningkatkan jumlah
perencanaan pembangunan penerimaan daerah melalui
untuk daerah asimetris. penciptaan sumber-sumber
4. Perlindungan kultural pendapatan baru.

• Perlindungan hak-hak
b. Aspek Kelembagaan
masyarakat adat asli tidak
hanya terbatas dalam konteks Asimetris
hak adat atas hutan, tetapi juga Prinsip-prinsip umum yang harus
hak adat atas tanah, air dan dipenuhi sebagai prasyarat untuk
perairan, serta sungai maupun pengelolaan kelembagaan asimetris:
danau serta sumber daya
alam. Bahkan masyarakat 1. Prinsip pertama, melihat pada
dapat memperoleh kedudukan dan struktur lembaga
kemudahan akses untuk khusus.
menjalankan usaha-usaha • Lembaga khusus bisa berada
ekonomi produktif serta hak (1) di luar pemda sehingga
berpartisipasi penuh dan luas memiliki fungsi checks and
dalam bidang politik dan balances, (2) ada di dalam
birokrasi pemerintahan. pemda sebagai executive
5. Peningkatan PAD support, dan di luar pemda
yang berfungsi untuk checks
• Terbatasnya jangka waktu
and balances, atau berada
insentif berupa dana kepada
di dalam pemda sebagai
daerah asimetris, membuat
executive support.
pemerintah daerah asimetris
perlu mengupayakan • Lembaga khusus tidak perlu
peningkatan pendapatan terlalu banyak sehingga bisa
asli daerah (PAD). Upaya memaksimalkan peran dan
peningkatan PAD bisa fungsinya agar tidak saling
dilakukan melalui penciptaan tumpang tindih. Kalaupun
sumber-sumber pajak dan ada penambahan lembaga
retribusi daerah, yaitu dengan khusus haruslah dilakukan
dengan selektif.

18 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


2. Prinsip kedua, perlu adanya c. Aspek Keuangan Asimetris
persyaratan dalam rekrutmen
Prinsip-prinsip umum yang harus
anggota/SDM lembaga khusus.
dipenuhi sebagai prasyarat untuk
• Melakukan fit and proper test pengelolaan keuangan asimetris:
dalam konteks kekhususan.
1. Prinsip pertama, menyiapkan
• Menetapkan standar minimal perencanaan induk (masterplan)
pendidikan keanggotaan dan juknis pengelolaan keuangan
lembaga khusus. Selain itu asimetris (dana otsus/istimewa).
juga dalam syarat keanggotaan
Tujuannya supaya penggunaan
turut memperhatikan adanya
dana otsus bisa terarah, terukur
keterwakilan adat dan
dan tepat sasaran (money follows
perempuan.
function) sesuai dengan tujuan
3. Prinsip ketiga, meningkatkan otsus. Oleh karena itu perlu
peran dan fungsi lembaga khusus. adanya:
• Di sini antarlembaga khusus • Peningkatan kapasitas SDM
memiliki fungsi dan peran (eksekutif & legislatif )
yang jelas sehingga dapat melalui pendidikan &
saling melakukan koordinasi. pelatihan, korbinwas tentang
Dengan peran dan fungsi manajemen keuangan baik
yang jelas maka lembaga teknis maupun substansi.
khusus dapat melakukan
• Pelibatan eksekutif, legislatif,
fungsi checks and balances,
dan masyarakat dalam
legislasi, atau executive
penyusunan masterplan
support.
(melalui musrenbang dana
4. Prinsip keempat, membangun otsus/istimewa).
inovasi dan keterbukaan informasi
2. Prinsip kedua, menyiapkan
publik (KIP).
regulasi dengan pengelolaan
• Hal ini dapat dilakukan keuangan asimetris (dana otsus/
melalui pemanfaatan istimewa).
teknologi informasi, evaluasi
Tujuannya agar program-program
internal pemda dan pusat
yang didanai oleh dana otsus/
secara berkala terkait
istimewa memiliki payung hukum
dengan peran dan fungsi
yang kuat. Oleh karena itu perlu
lembaga khusus, pembinaan
adanya:
oleh pusat, dan pelibatan
masyarakat dalam kegiatan • Peningkatan kapasitas SDM
dan pengawasan terhadap (eksekutif & legislatif )
lembaga khusus. melalui pendidikan &
pelatihan
• Penguatan peran lembaga
khusus/biro khusus melalui

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 19


pendidikan & pelatihan • Mekanisme transfer langsung
• Pelibatan anggota legislatif penyaluran dana otsus/
untuk mengawal dana otsus/ istimewa dari pusat ke
istimewa provinsi.
• Selama ini mekanisme
3. Prinsip ketiga, adanya jangka
transfer langsung dari pusat
waktu pemberian dana otsus/
ke provinsi sudah sesuai di
istimewa.
mana provinsi memegang
Tujuannya ialah untuk memantau peranan penting sebagai
keberhasilan pelaksanaan wakil pemerintah pusat
desentralisasi asimetris: untuk di daerah otsus.
• Pemberian jangka waktu ialah • Perlunya penguatan
untuk meringankan beban korbinwas di provinsi.
keuangan pemerintah pusat • Korbinwas ini dilakukan oleh
sehingga tidak harus terus Kemenkeu dan Kemendagri.
menerus menanggung biaya Tujuannya agar transfer
pelaksanaan desentralisasi dari provinsi ke kabupaten
asimetris. kota bisa sesuai dengan
• Mengurangi ketergantungan kebutuhan. Selain itu juga
keuangan daerah asimetris untuk mengurangi tarik
kepada pusat. menarik kepentingan dalam
pengelolaan dana otsus/
• Mendorong pemerintah istimewa.
daerah asimetris memiliki
• Pertang g ung jawaban
inovasi pembangunan
dana otsus/istimewa
daerah.
langsung dari kabupaten/
• Pemerintah dapat melakukan kota kepada provinsi.
evaluasi keberhasilan dari Pertang g ung jawaban
pelaksanaan desentralisasi provinsi kepada pusat
asimetris sehingga bisa (Kemenkeu secara teknis,
menjadi pertimbangan dan Kemendagri secara
pemberian dana akan substansi).
dilanjutkan atau tidak. Oleh • Pusat harus memberlakukan
karena itu, pemda asimetris adanya mekanisme
harusnya menyiapkan reward dan punishment
laporan berkala, tidak hanya untuk pencapaian target
untuk evaluasi tetapi juga penggunaan dana otsus
sebagai bukti akuntabilitas baik secara teknis maupun
dan transparansi. substansi. Tujuannya
4. Prinsip keempat, memberlakukan ialah untuk mendorong
mekanisme penyaluran dana: pemerintah daerah otsus
transparan dan akuntabel.

20 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


d. Aspek Politik/Pemerintahan Cara mewujudkan partai sebagai
Asimetris pengatur konflik:
Dalam pembahasan tentang aspek • Partai politik sebagai
politik/pemerintahan asimetris, ada salah satu lembaga
empat (4) indikator yang dikaji, yaitu demokrasi berfungsi untuk
parpol lokal, pemerintahan lokal, peran mengendalikan konflik
aktor, dan simbol khusus. melalui cara berdialog
dengan pihak-pihak yang
Prinsip-prinsip umum yang berkonflik, menampung dan
harus dipenuhi sebagai prasyarat memadukan berbagai aspirasi
untuk menciptakan parpol lokal yang dan kepentingan pihak-
berkualitas, beradab, berwawasan pihak yang berkonflik dan
kebangsaan, dan anti kekerasan: membawa permasalahan ke
dalam musyarawarah badan
1. Partai politik lokal dengan SDM perwakilan rakyat untuk
berkualitas: mendapatkan penyelesaian
• Perlu ada persyaratan berupa keputusan politik.
kapasitas pendidikan • Partai secara berkala dan
minimal dan kapasitas politik terus menerus menjalin
pada SDM partai lokal. komunikasi dengan
• Legislatif perlu didukung konstituennya.
oleh staf ahli yang memiliki • Ketika terjadi perbedaan
keahlian di bidang pendapat di tengah
pemerintahan, ekonomi, dan masyarakat, maka
pembangunan partai berupaya untuk
mengatasinya.
2. Partai politik lokal sebagai
pengatur konflik: • Elite-elite partai
politik berperan untuk
• Partai politik lokal yang menumbuhkan pengertian
diharapkan menjamin di antara mereka yang
persatuan di daerah tersebut. berkonflik.
• Partai politik yang mampu • Perbedaan-perbedaan atau
menjalankan fungsi sebagai perpecahan di tingkat massa
pengatur konflik, mengatasi dapat diatasi oleh kerjasama-
permasalahan karena kerjasama oleh elite-elite
berbagai perbedaan terutama politik.
bila dikaitkan dengan • Elite-elite partai politik
perbedaan suku, etnik, harus mengesampingkan
budaya, dan ideologi yang kepentingan kelompok dan
dapat mengancam persatuan golongan, dengan lebih
bangsa. mengedepankan kepentingan
keseluruhan masyarakat.

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 21


3. Partai politik lokal yang menjaga keutuhan
mengedepankan persaingan NKRI
dengan cara-cara demokratis dan • Partai hendaknya
beradab: menanggalkan ideologi-
• Partai politik lokal yang ideologi apapun yang
mengedepan persaingan dapat mengganggu
sehat dan beradab. keutuhan NKRI.
• Partai politik lokal yang • Partai lokal harus dibatasi
menjauhi cara-cara kekerasan dengan tujuan untuk
dalam persaingan menuju mencegah masih tetap
kekuasaan. hidupnya ideologi dan
• Partai politik lokal yang semangat separatis
mengedepankan cara-cara
persaingan yang menjunjung Prinsip-prinsip umum yang harus
demokrasi. dipenuhi sebagai prasyarat untuk
menciptakan pemerintahan lokal yang
• Perlu pembatasan jumlah kapabel, efisien, dan sinergis:
partai lokal, guna mencegah
munculnya terlalu banyak 1. Prinsip pertama, mewujudkan
partai lokal yang cenderung pemerintahan lokal yang kapabel
menimbulkan persaingan melalui penguatan kapasitas SDM
dan perpecahan yang sengit eksekutif maupun legislatif.
di antara partai-partai lokal 2. Prinsip kedua, mencegah
sendiri. munculnya lembaga superbody.
4. Partai politik lokal yang 3. Prinsip ketiga, mewujudkan
mendukung NKRI: struktur kelembagaan
• Partai lokal yang memiliki pemerintahan lokal yang rasional,
jiwa kebangsaan/keindone- fungsional, dan sinergis.
siaan:
• Keanggotaan partai Prinsip-prinsip umum yang harus
bersifat terbuka, dan dipenuhi sebagai prasyarat untuk
bukan berasal dari menciptakan aktor yang mampu
kelompok atau golongan mendorong demokratisasi dan tata kelola
tertentu; yang baik (good governance):
• Perjuangan partai harus 1. Prinsip pertama, aktor politik
menghormati perbedaan haruslah memiliki integritas,
di antara kelompok dan kapabilitas, dan mengedepankan
golongan kepentingan masyarakat. Hal ini
• Salah satu tujuan partai dapat dilakukan dengan cara:
politik adalah untuk

22 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


• Mendorong aktor yang mencegah apparat
akan terjun ke politik untuk pemerintah daerah untuk
menempuh proses demokrasi melakukan korupsi.
(pemilu/pilkada) yang bersih 2. Prinsip kedua, aktor ekonomi
dari politik uang, sehingga yang mengedepankan cara-cara
tidak memiliki beban untuk bersih dalam bersaing dan turut
‘balik modal’ ketika telah serta dalam membangun daerah.
mendapatkan jabatan publik. Ini dapat dilakukan dengan cara:
• Aktor yang menempati • Menjadi mitra pemerintah
jabatan publik daerah dalam pelaksanaan
menandatangani pakta proyek-proyek pembangunan
integritas untuk tidak baik dalam kerangka public
korupsi dan didorong untuk private partnership (PPP)
menginternalisasikan nilai atau yang lain. Hal ini tentu
dalam pakta tersebut dalam harus dilakukan dengan
praktik pemerintahan, prosedur yang bersih dan
misalnya membangun sesuai dengan prinsip good
infrastruktur e-government governance. Misalnya melalui
dalam pemerintahan untuk proses tender e-procurement.
meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas. • Menjadi mitra pemerintah
daerah dan masyarakat
• Mendorong aktor untuk dalam menciptakan dan
membuat kebijakan mengembangkan usaha-
publik yang sesuai dengan usaha produktif yang bersifat
kebutuhan masyarakat jangka panjang sehingga
dengan menjaring aspirasi dapat berkontribusi dalam
dengan saluran yang ada. pertumbuhan ekonomi
Misalnya: (1) meningkatkan daerah.
efektifitas musyawarah
perencanaan pembangunan • Melaksanakan upaya yang
(musrenbang) sebagai berkenaan dengan tanggung
wadah menjaring aspirasi jawab sosial lingkungan
warga, (2) melaksanakan perusahaan (corporate social
survei opini publik terhadap responsibility) terutama untuk
kebijakan yang akan dan usaha-usaha yang berdampak
telah diterapkan, (3) langsung bagi kehidupan dan
memanfaatkan forum-forum sosial di wilayah tersebut.
warga untuk mendengar 3. Prinsip ketiga, aktor masyarakat
langsung aspirasi masyarakat. sipil yang memiliki kemampuan
• Mendorong reformasi mengawasi pemerintahan dan
birokrasi dengan perbaikan tidak berpihak. Hal ini dapat
sistem remunerasi sehingga dilakukan dengan cara:

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 23


• Menjadi mitra pemerintah masyarakat daerah tersebut yang
daerah dengan turut serta berbeda dengan daerah lain
menyuarakan dan mengawal yang menjadi salah satu poin
kepentingan masyarakat kekhususan dan keistimewaannya.
agar dapat diakomodasi Sedangkan aspek filosofis artinya
dalam kebijakan pemerintah. lambang tersebut sepatutnya
Lebih jauh, aktor masyarakat menggambarkan asal-usul, alam
sipil dalam hal ini bersikap pikiran, serta cita-cita masyarakat
kritis dengan melakukan daerah tersebut.
pengawasan perencanaan, 2. Prinsip kedua, mengenai
formulasi, dan pelaksanaan keterwakilan (representativeness).
kebijakan yang berkaitan Keterwakilan dalam hal ini
dengan kebutuhan bermakna simbol khusus yang
masyarakat. ditetapkan harus dapat mewakili
• Menjadi tokoh atau keinginan dan kepentingan
organisasi masyarakat sipil seluruh warga daerah dengan
yang memiliki independensi status desentralisasi asimetris.
pendanaan, baik dari Dalam suatu daerah, sangat
aktor politik maupun dari mustahil apabila hanya ada satu
anggaran pemerintah daerah kelompok masyarakat, baik
sehingga tidak memiliki itu berdasar pada etnis, agama,
konflik kepentingan (conflict golongan maupun kepentingan.
of interest) terhadap aktor Tetapi di sinilah justru fungsi
politik atau pemerintahan lambang yang salah satunya
daerah yang diawasi. Hal ini berperan sebagai pemersatu
penting untuk menghindari masyarakat. Oleh karena itu,
jebakan kelompok masyarakat daerah dengan status
masyarakat sipil yang hanya desentralisasi asimetris harus
sekedar menjadi kaki-tangan mencapai konsensus mengenai
atau corong pemerintah dan lambang yang menjadi simbol
pejabat daerah. daerahnya.
3. Prinsip ketiga, mendapat
Prinsip-prinsip umum yang harus persetujuan (approval) baik dari
dipenuhi sebagai prasyarat untuk sisi pemerintah lokal maupun dari
penggunaan simbol khusus: nasional. Simbol daerah haruslah
dapat disetujui baik dari sisi
1. Prinsip pertama, terpenuhinya
pemerintah daerah desentralisasi
aspek historis dan filosofis
asimetris maupun dari pemerintah
dari simbol tersebut. Aspek
pusat. Persetujuan ini salah satunya
historis penting untuk dipenuhi
dapat terwujud dalam bentuk
karena sangat berkaitan dengan
regulasi yang mendasari penetapan
proses pembentukan jati diri
simbol, tanpa melanggar peraturan

24 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


yang lebih tinggi. Untuk mencapai • Memperkuat peran biro/
hal ini, diperlukan dialog antara lembaga khusus.
kedua belah pihak untuk mencari • Mereposisi inspektorat
mufakat, terutama dari sisi daerah.
pemerintah pusat.
• Tujuannya supaya
inspektorat daerah menjadi
e. Aspek Korbinwas Asimetris
lebih independen dalam
Korbinwas menjadi poin penting dalam melalukan pemeriksaan dan
pengelolaan desentralisasi asimetris. pengawasan, karena selama
Selama ini kegagalan pelaksanaan otsus ini inspektorat berada di
dikarenakan tidak optimalnya korbinwas bawah gubernur/kepala
antara pusat dan daerah. Oleh karena daerah.
itu prinsip-prinsip umum yang perlu
• Meningkatkan peran dan
dipenuhi sebagai prasyarat perbaikan
pelibatan masyarakat (umum,
korbinwas ke depan sebagai berikut:
akademisi, ornop, dsbnya)
1. Prinsip pertama, melakukan mulai dari perencanaan
koordinasi pembangunan program pemerintah,
dan pemerintahan mulai dari pelaksanaan sampai
menyusun masterplan sampai dengan evaluasi sehingga
dengan pelaksanaan kegiatan. tercapai transparansi dan
akuntabilitas.
2. Prinsip kedua, melakukan
pembinaan, pendampingan, dan • Melakukan evaluasi berkala.
fasilitasi mulai dari menyusun • Evaluasi berkala dilakukan
masterplan sampai dengan evaluasi tidak hanya soal pengelolaan
kegiatan. pemerintahan tetapi juga
3. Prinsip ketiga, melakukan pengelolaan keuangannya.
pengawasan internal dan eksternal Oleh karena itu sebelum
memberikan pencairan dana
• Sinergi antara pengawas di
otsus/istimewa, langkah
pusat dan daerah.
pertama, Kemenkeu perlu
• Korbinwas di pusat mempelajari rekomendasi
dilakukan antara yang diberikan Kemendagri
Kemendagri-Kemenkeu dan berkenaan dengan hasil
Badan Pemeriksa/Pengawas evaluasi pengelolaan dana
(pengawasan teknis dan otsus/istimewa. Kedua, dana
substansi). Korbinwas di otsus/istimewa sebaiknya
daerah dilakukan antara diberikan kepada kabupaten/
antara BPKRI, BPKP, kota secara bertahap
Bappeda dan inspektorat. setelah diketahui adanya
• Peningkatan peran dan fungsi perencanaan program yang
anggota legislatif. jelas. Ketiga, pemberian

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 25


dana otsus/istimewa tahap • Komunikasi dan sinergi
lanjutan diberikan setelah berjenjang antara pemerintah
dilakukan penilaian terhadap pusat dengan masyarakat
pengelolaan dana otsus sipil.
sebelumnya. Jika tidak • Komunikasi dan sinergi
mencapai target sasaran, berjenjang antara pemerintah
daerah yang gagal perlu provinsi dengan pemerintah
diberikan punishment sebagai kabupaten kota.
pelajaran penting karena dana • Komunikasi dan sinergi
otsus pada dasarnya dana antara pemerintah provinsi
rakyat yang harus digunakan dengan DPRD provinsi dan
untuk kepentingan rakyat. masyarakat sipil.
4. Prinsip keempat, melakukan • Komunikasi dan sinergi
komunikasi dan sinergi berjenjang. antara pemerintah
• Komunikasi dan sinergi kabupaten/kota dengan
berjenjang antara pemerintah DPRD kabupaten/kota dan
pusat dan daerah. masyarakat sipil.

4. REKOMENDASI:
A. MODEL PENGELOLAAN DESENTRALISASI ASIMETRIS YANG
APLIKATIF DAN EFEKTIF

Gambar 1. Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI


Sumber: Disusun oleh Tim Otonomi Daerah P2P LIPI 2019 dari hasil kajian 2015-2018,
Seminar RD 28 Februari 2019, FGD 13 Maret 2019, dan FGD 14 Agustus 2019

26 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


B. Model Kewenangan Asimetris

Gambar 2. Model Kewenangan Asimetris


Sumber: Disusun oleh Tim Otonomi Daerah P2P LIPI, 2019

C. Model Kelembagaan Asimetris

Gambar 3. Model Kelembagaan Asimetris


Sumber: Disusun oleh Tim Otonomi Daerah P2P LIPI, 2019

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 27


D. Model Keuangan Asimetris

Gambar 4. Model Keuangan Asimetris


Sumber: Disusun oleh Tim Otonomi Daerah P2P LIPI, 2019

E. Model Politik/Pemerintahan Asimetris

Gambar 5. Model Politik/Pemerintahan Asimetris


Sumber: Disusun oleh Tim Otonomi Daerah P2P LIPI, 2019

28 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


F. Model Korbinwas Asimetris

Gambar 6. Model Korbinwas Asimetris


Sumber: Disusun oleh Tim Otonomi Daerah P2P LIPI, 2019

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 29


DAFTAR PUSTAKA Zuhro, R. S. (2011). Otonomi Daerah
dan Keindonesiaan. Jurnal
Buku dan Jurnal
Bhinneka Tunggal Ika, 2(2), 40-
Aziz, N. L., & Aulia, D. (2016). Peran 41.
Lembaga Khusus dalam Politik
Aceh dan Papua. Tangerang: Focus Group Discussion
Mahara Publishing.
Bataralifu, Andi. Pelaksanaan Otonomi
Aziz, N. L., & dkk. (2019). Bab 2: Khusus Bagi Provinsi
Pengelolaan Desentralisasi Papua dan Provinsi Papua
Asimetris dan Distorsinya. Barat. Disampaikan dalam
Aziz, N. L., & Zuhro, R. S. (2018). FGD “Model Pengelolaan
Dinamika Pengawasan Dana Desentralisasi Asimetris dalam
Otonomi Khusus dan Istimewa. Konteks NKRI” Tim Otonomi
Jakarta: Yayasan Obor Daerah P2P LIPI, Selasa, 17
Indonesia. September 2019.

Aziz, N. L., & Zuhro, R. S. (2018). Politik Djohan, Djohermansyah. Kebijakan


Pengelolaan Dana Otonomi Desentralisasi Asimetrik di
Khusus dan Istimewa. Jakarta: Indonesia. Disampaikan dalam
Yayasan Obor Indonesia. FGD “Model Pengelolaan
Desentralisasi Asimetris dalam
Dodds, A. (2013). Comparative Public Konteks NKRI” Tim Otonomi
Policy. Palgrave MacMillan. Daerah P2P LIPI, Rabu, 13
Hall, P. A., & Taylor, R. (1996, December Februari 2019.
1). Political Science and Djohan, Djohermansyah. Masukan
the Three Institutionalisms. Terhadap Penelitian Model
Political Studies, 44(5), 936- Desentralisasi Asimetris dalam
957. Konteks NKRI. Disampaikan
Lowndes, V. (2010). “The Institutional dalam FGD “Model Pengelolaan
Approach”, in Marsh, D.; Stoker, Desentralisasi Asimetris dalam
G. (eds.), Theories and Methods Konteks NKRI” Tim Otonomi
in Political Science. Basingstoke: Daerah P2P LIPI, Rabu, 14
Palgrave. Agustus 2019.

Suryani, D., & dkk. (2018). Aktor di Balik Djohan, Djohermansyah. Model
Tuntutan Khusus : Kasus Bali Pengelolaan Kebijakan
dan Maluku Utara. (Naskah Desentralisasi Asimetrik.
dalam proses cetak). Disampaikan dalam Seminar
Riset Desain Pusat Penelitian
Tilly, C. (1984). Big Structures, Large Politik LIPI, Kamis, 28 Februari
Processes, Huge Comparisons. 2019.
New York: Russell Sage
Foundation. Maksum, Irfan Ridwan. Model
Pengelolaan Kebijakan

30 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -


Desentralisasi Asimetris dalam 2024. Disampaikan dalam
Paradigma NKRI. Disampaikan FGD “Model Pengelolaan
dalam FGD “Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam
Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI” Tim Otonomi
Konteks NKRI” Tim Otonomi Daerah P2P LIPI, Rabu, 14
Daerah P2P LIPI, Rabu, 13 Agustus 2019.
Februari 2019.
Nurcholis, Hanif. Daerah Khusus Perundang undangan
dan Daerah Istimewa dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang
NKRI. Disampaikan dalam Pemerintahan Aceh.
FGD “ Model Pengelolaan
Desentralisasi Asimetris dalam UU No. 13 Tahun 2012 tentang
Konteks NKRI” Tim Otonomi Keistimewaan Daerah Istimewa
Daerah P2P LIPI, Rabu, 13 Yogyakarta.
Maret 2019. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Prasojo, Eko. Model Desentralisasi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Asimetris dalam Konteks UU No. 22 Tahun 1999 tentang
NKRI. Disampaikan dalam Pemerintahan Daerah.
FGD “ Model Pengelolaan
Desentralisasi Asimetris dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Konteks NKRI” Tim Otonomi Pemerintahan Daerah.
Daerah P2P LIPI, Rabu, 14
UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Agustus 2019.
Perimbangan Keuangan
Razi, Fachrul. Quo Vadis Otsus Pemerintah Pusat dan Daerah.
Aceh. Disampaikan dalam
UU No. 29 Tahun 2007 tentang
FGD “Model Pengelolaan
Kekhususan DKI Jakarta.
Desentralisasi Asimetris dalam
Konteks NKRI” Tim Otonomi UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Daerah P2P LIPI, Selasa, 17 Pemerintahan Daerah.
September 2019.
UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Wanggai, Velix V. Direktif Baru Perimbangan Keuangan
pada Kebijakan Otonomi Pemerintah Pusat dan Daerah.
Khusus. Disampaikan dalam UU No. 35 Tahun 2008 tentang
FGD “Model Pengelolaan Penetapan Peraturan
Desentralisasi Asimetris dalam Pemerintah Pengganti Undang-
Konteks NKRI” Tim Otonomi Undang No. 1 Tahun 2008
Daerah P2P LIPI, Rabu, 14 tentang Perubahan Atas UU
Agustus 2019. No. 21 Tahun 2001 tentang
Wibawa, Fahmi. Isu-Isu Strategis Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Percepatan Kesejahteraa Papua Menjadi Undang-
Papua dan Papua Barat dalam Undang.
Rancangan RPJMN 2020- UUD 1945

Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI - 31


32 Policy Paper - Model Pengelolaan Desentralisasi Asimetris dalam Konteks NKRI -

Anda mungkin juga menyukai