Anda di halaman 1dari 13

MADANI

Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan


Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018
(P-ISSN 2085 - 143X) (E-ISSN 2620 - 8857)

Desentralisasi Asimetris, Alternatif Bagi Masa Depan Pembagian Kewenangan di


Indonesia

Nur Ika Fatmawati


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
fatmanaura.ahmad@gmail.com

Abstrak

Desentralisasi, baik yang asimetris dan simetris, di Indonesia akan terus menjadi
perhatian serius bagi studi politik dan pemerintahan. Indonesia memiliki karakteristik
khas yang membuat studi tentang pola hubungan pusat dan daerah selalu berusaha
mencari format yang lebih ideal. Karakteristik ketiga adalah distribusi geografis, distribusi
demografi dan distribusi ekonomi berpusat di Jawa (ekonomi bahkan berbasis di Jakarta).
Kesepakatan yang dibuat Indonesia bentuk kesatuan membuat hubungan tarik antara
pusat dan daerah diisi dengan pertimbangan politik dan ekonomi. Pemberian otonomi
khusus untuk Aceh dan Papua, yang menyertai pemisahan panjang dari Indonesia
menunjukkan kompleksitas masalah hubungan pusat dan daerah.

Keywords : Desentralisasi Asimetris, Politik Desentralisasi, Pembagian Kewenangan di


Indonesia

Absract

Decentralization, both asymmetrical and symmetrical, in Indonesia will continue to be


a serious concern for the study of politics and government. Indonesia has distinctive
characteristics that make a study of the pattern of relations between the center and the
regions always trying to find a more ideal format. The third characteristic is geographical
distribution, demographic distribution and economic distribution centered on Java
(economics even based in Jakarta). The agreement made by Indonesia in the form of a unit
made the pull relationship between the center and the regions filled with political and
economic considerations. The granting of special autonomy to Aceh and Papua, which
accompanies long separation from Indonesia shows the complexity of the problems of
relations between the center and the regions.

Keywords: Asymmetric Decentralization, Politics of Decentralization, Distribution of


Authority in Indonesia

73 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

PENDAHULUAN pemerintah pusat; ketiga, kebijakan


moratorium untuk pemekaran daerah
Sejak keruntuhan rezim Orde Baru
tidak konsisten dan cenderung menjadi
yang berkuasa selama 32 tahun di
“politics as usual”; terakhir, bahwa ide
Indonesia pada tahun 1998 tidak hanya
utama di balik kebijakan desentralisasi
merubah struktur kekuasaan di level
dan otonomi daerah adalah untuk
pusat, namun juga merubah desain
meningkatkan pelayanan publik dan
sistem politik di Indonesia. Orde Baru
demokratisasi di tingkat lokal, namun
yang memegang teguh sistem otoritarian
rupanya tidak sesuai dengan kenyataan
yang tersentralistik kemudian berubah
yang terjadi. (Solikhin, 2017)
menjadi sistem politik yang lebih
demokratis dan kemudian menerapkan Hal ini mengindikasikan bahwa

sistem desentralisasi kekuasaan pusat sejak jatuhnya rezim Orde Baru dengan

dan daerah. Dalam tulisan ini bermaksud desain pemerintahan sentralisasi,

untuk menjelaskan politik desentralisasi harapan yang begitu besar terhadap

di Indonesia. Berbagai studi dan riset desentralisasi belum menunjukkan bukti

ilmiah yang telah dihasilkan, maupun nyata. Produk reformasi dengan UU No.

informasi media menjadi sumber rujukan 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan

utama untuk menjelaskan bagaimana daerah yang kemudian digantikan oleh

masa depan desentralisasi Indonesia. UU No. 32 tahun 2004 hanya menuai


berbagai masalah. Diantaranya, upaya
Dalam seminar yang
UU No. 32 tahun 2004 untuk
diselenggarkan oleh LIPI “8th Year
mengembalikan akuntabilitas vertikal
Decentralization and Regional Autonomy”
tidak berhasil terwujud, akuntabilitas
di Jakarta pada tanggal 29 April 2010,
horizontal antara legislatif dan eksekutif
terdapat beberapa poin penting tentang
di tingkat kabupaten, bahkan menjadi
realita desentralisasi Indonesia. Pertama,
lumpuh (Buehler, 2009: 102).
desentralisasi cenderung menciptakan
Singkatnya, desain kebijakan yang
distribusi peluang korupsi; kedua, bahwa
seharusnya mampu mensejahterakan
Indonesia sebagai negara kesatuan tidak
rakyat di daerah, tenyata banyak
hanya harus dibaca sebagai sebuah
mengalami penyimpangan-
proposal untuk bersatunya Indonesia,
penyimpangan dalam kurun dua dekade
tetapi juga dipahami sebagai niat baik
pasca-reformasi.
untuk mengembalikan dominasi

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII 74
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

EVALUASI DESENTRALISASI DI kesejahteraan suatu negara. Namun,


INDONESIA pengaruh politik dan ekonomi yang
berbeda, memungkinkan berbagai
Sebelum menjelaskan lebih jauh
negara untuk menghadapi kenyataan
tentang politik desentralisasi, ada lebih
yang berlainan, asbab musabab yang
baiknya meninjau terlebih dahulu
berbeda, ataupun derajat dalam
tentang bentuk-bentuk pemerintahan
pelimpahan kewenangan yang berbeda.
yang berlaku yang merupakan salah satu
Bank Dunia mencatat bahwa
faktor yang memainkan peranan penting
desentralisasi biasanya terjadi selama
dalam kehidupan berbangsa dan
periode pergolakan politik dan ekonomi,
bernegara. Dalam dinamika hubungan
seperti euforia pada jatuhnya sebuah
pusat dan daerah sangat bergantung
rezim otoriter, krisis ekonomi, dan
pada tipe pemerintahannya karena
perebutan kekuasaan kelompok
keseimbangan kekuasaan yang melekat
kepentingan baru (Asia Research Centre,
dalam pemerintahan kerap kali
2001).
mempunyai makna penting bentuk
negara tersebut. Penyelenggaraan Menurut Rondinelli, Nellis dan
pemerintahan daerah disuatu negara Cheema (Rondinelli et.al, 1983: 9-10),
sangat bergantung pada bentuk negara desentralisasi merupakan sebuah
yang bersangkutan. Karena itu, bentuk harapan yang akan mengurangi
negara menggambarkan pembagian kelebihan beban dan kemacetan
kekuasaan, baik secara vertikal maupun administrasi dan komunikasi dalam
horizontal. Secara vertikal, antara pemerintahan. Desain desentralisasi
pemerintah pusat dan pemerintah diperkirakan akan meningkatkan respon
daerah baik itu dikesatuan ataupun pemerintah kepada masyarakat dan
negara federal. meningkatkan kuantitas dan kualitas
layanan yang disediakan. Desentralisasi
Desentralisasi merupakan
sering dibenarkan sebagai cara untuk
fenomena lama yang kembali timbul dari
mengelola pembangunan ekonomi
kebutuhan untuk mengatasi peningkatan
nasional lebih efektif dan efisien.
administrasi, kompleksitas keuangan dan
Desentralisasi sering dilihat sebagai cara
demokratisasi dalam yurisdiksi politik
untuk meningkatkan kemampuan para
tertentu. Desentralisasi dimaksudkan
pejabat pemerintah pusat untuk
untuk meningkatkan pembangunan

75 IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

memperoleh informasi yang lebih baik meningkatkan “saham” dalam sistem


tentang kondisi lokal atau regional, politik.
untuk merencanakan program lokal yang
Seymour dan Turner (2002: 34-35)
lebih responsif dan bereaksi lebih cepat
merangkum realita tersebut dari
terhadap masalah. Secara teori,
berbagai hasil studi beberapa ilmuan di
desentralisasi harus memungkinkan
berbagai negara. Kebijakan
program pemerintah akan selesai lebih
desentralisasi yang dijalankan karena
cepat, dengan memberikan kewenangan
beberapa politisi negara meyakini
yang lebih besar kepada pemerintah
penurunan kekuatan jangka pendek
lokal dalam pengambilan keputusan,
mereka bisa meningkatkan popularitas
sehingga memungkinkan mereka untuk
jangka panjang mereka. Kedua, mereka
memotong prosedur lamban yang sering
terpaksa untuk melakukannya, seperti
dikaitkan dengan administrasi
yang terjadi di Brazil di mana, pada
sentralistik (Sholikin, 2018).
tahun 1980, gubernur yang mengontrol
Selain itu, menurut Rondinelli dan jalur karir politisi nasional,
Cheema (dalam Seymour & Turner, menggunakan pengaruhnya, menuntut
2002: 34), desentralisasi dapat menjadi agar pemerintah menjadi lebih
rute yang positif bagi negara-negara terdesentralisasi. Selain itu, keputusan
berkembang. Desentralisai juga untuk mendesentralisasikan terkait
memungkinkan untuk representasi yang dengan berbagai macam bentuk tekanan,
lebih besar dari kelompok-kelompok termasuk tekanan dari pemberi
politik, agama, etnis, dan suku yang pinjaman internasional, seperti Bank
berbeda dalam proses pengambilan Dunia dan Dana Moneter Internasional
keputusan. Sehingga dapat menyebabkan (IMF). Kedua lembaga tersebut sangat
pemerataan alokasi sumber daya dan mendukung upaya desentralisasi, dan
pendanaan pemerintah. Desentralisasi percaya hal itu menjadi bagian sentral
juga dapat meningkatkan stabilitas dari proses demokratisasi dan berguna
politik dan persatuan nasional dengan dalam memfasilitasi ekonomi pasar
memungkinkan populasi yang berbeda kapitalis gaya Barat. Tekanan dari dalam
untuk mengambil bagian lebih leluasa negeri juga berasal dari berbagai pelaku
dalam pengambilan keputusan, sehingga dan pemangku kepentingan yang
berbeda. Misalnya, perubahan rezim,

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII 76
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

telah menciptakan kekosongan dimiliki pemerintah daerah, namun,


kekuasaan yang memungkinkan politisi gagal untuk membantu mengentaskan
dan kelompok-kelompok lokal untuk kemiskinan. Ini karena elit lokal yang
memaksa otonomi yang lebih besar. mendapatkan kekuasaan (melalui
Tujuan elit tersebut hanyalah untuk desentralisasi), mengarahkan manfaat
mengisi kekosongan jabatan-jabatan untuk diri mereka sendiri.
publik di daerah. (Solikhin, 2017)
Desentralisasi dan demokratisasi di
Perdebatan tersebut bahkan terus Indonesia telah menciptakan kompetisi
berlanjut antara teori neo-Marxis dan gerakan antara koalisi komunal di daerah
neo-liberal (Slater, 1990; Rondinelli, yang didominasi oleh kegiatan negara
1990). Namun, meskipun sudut pandang bayangan. Dipicu oleh proses sejarah dan
teoritis yang berbeda, kebanyakan politik modern terutama urbanisasi,
penulis setuju bahwa desentralisasi, pembentukan negara,
sebagaimana telah dialami di negara developmentalisme, dan klientelisme.
berkembang sampai saat ini, belum tentu Kehadiran desentralisasi bukanlah pada
memfasilitasi “pembangunan” atau ketidakpuasan politik (van Klinken,
menghasilkan demokrasi. Bahkan, 2007: 12-13). Desain kelembagaan di
sebagian literatur yang mengevaluasi Indonesia juga mendorong terjadinya de-
desentralisasi menunjukkan bahwa kisah demokratisasi yang akan menghasilkan
sukses yang nyata, cukup langka sebuah pemerintahan yang tidak efektif
ditemukan. Beberapa penelitian telah dan rentan tindakan korupsi. Hasil
menunjukkan bahwa desentralisasi telah laporan perkembangan opini laporan
benar-benar mengurangi kualitas keuangan pemerintah daerah (Pemda)
pelayanan dalam beberapa kasus, oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK)
menciptakan disparitas antar daerah, tahun 2010 menunjukkan bahwa pada
dan dapat meningkatkan korupsi tahun 2009, dari 435 pemda di Indonesia
(Seymour & Turner, 2002: 35). Sebuah baru 4% pemda yang memperoleh opini
studi yang dilakukan oleh Blair (dalam Wajar Tanpa Perkecualian (WTP), dan
Seymour & Turner, 2002) di enam 72% pemda memperoleh Wajar Dengan
negara (Bolivia, Honduras, India, Mali, Perkecualian (WDP) sedang sisanya 24%
Filipina, dan Ukraina) menemukan pemda memperoleh opini Tidak
bahwa meskipun otonomi yang besar Memberikan Pendapat (TMP) atau

77 IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

disclaimer. Menurut BPK permasalahan nilai tambah dan pajak cukai. Dengan
pokok adalah rendahnya disiplin kata lain, kebijakan desentralisasi dan
anggaran, daya serap rendah, rendahnya otonomi daerah belum dapat
pertanggungjawaban atas kegiatan, mengurangi ketidakseimbangan fiskal
penyimpangan atas pengelolaan secara vertikal (vertical fiscal
pendapatan dan belanja daerah dan imbalances). Selain itu, sistem kebijakan
rendahnya akuntabilitas desentralisasi dan otonomi daerah yang
pertanggungjawaban keuangan (BPK, uniform atau simetris (symmetrical
2010). Data Indonesia Corruption Watch decentralization) di Indonesia juga telah
(ICW) menunjukkan bahwa keuangan menyebabkan ketidakseimbangan fiskal
daerah penyumbang kerugian keuangan secara horizontal (horizontal fiscal
negara akibat korupsi yang terjadi dalam imbalances), terutama Indonesia bagian
semester pertama tahun 2010 (ICW, barat dan timur, Jawa dan luar Jawa, kota
2010). Dari laporan ICW tersebut dan pedesaan (Jaya, 2000).
ternyata oknum di parlemen (DPRD) dan
Secara lebih makro, demokrasi,
kepala daerah masih rangking tertinggi
kesejahteraan dan sistem pelayanan
melakukan tindakan yang terkait dengan
yang lebih baik, gagal dipenuhi daerah-
korupsi di pemda.
daerah. Sebagian daerah justru
Selain itu, kebijakan desentralisasi dihinggapi sejumlah patologi yang
dan otonomi daerah seperti dalam UU kronis. Sejumlah riset terkini
No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, mengungkapkan secara gamblang bahwa
UU No. 33/2004 tentang Perimbangan terus bertahan dan meluasnya fenomena
Keuangan Pusat dan Daerah, UU No. 29 patologis pengelolaan pemerintahan di
/2009 tentang Pajak dan Retribusi daerah-daerah di era otonomi ini.
Daerah belum meningkatkan kekuatan Robison dan Hadiz (2003) misalnya,
fiskal (fiscal power) bagi pemerintah menyimpulkan bahwa desentralisasi
kabupaten dan kota, hal ini telah menjadi lahan kekuasaan baru bagi
menyebabkan pemerintah daerah masih praktek-praktek politik kotor dan
tergantung dana perimbangan dari premanisme politik yang sudah
pemerintah pusat. Pemerintah pusat mengakar sejak lama. Sebuah fenomena
masih mempertahankan pajak-pajak anti-demokrasi yang sudah diidentifikasi
gemuk seperti pajak pendapatan, pajak oleh para penulis dalam buku yang diedit

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII 78
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

oleh Aspinall dan Faley (2002) yang dalam UU No 32 Tahun 2004 tersebut
mengungkapkan bahwa, sekalipun para sangat lemah. Ini merupakan sebuah
politisi dan birokrat lokal yang sedang kemunduran dalam perjalanan menuju
berkuasa harus melakukan berbagai pembentukan sebuah local autonomy and
penyesuaian yang radikal dalam era local community autonomy yang
desentraliasi, dalam kenyataannya demokratis, mandiri dan sejahtera dalam
merekalah yang paling diuntungkan. Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Salah satu hal yang perlu dikritisi Selain itu, dalam pelaksanaan
dari pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 sehari-hari, sistem, prosedur, kebiasaan
yang banyak kalangan dinilai bernuansa yang sekian lama tertanam dan tebentuk
resentralisasi adalah apa yang disebut dalam birokrasi tidak serta merta dapat
dengan urusan, bukan kewenangan. diubah. Daya resistensi yang begitu
Urusan daerah yang tercantum dalam tinggi, terutama dari elit-elit birokrasi
undang-undang tersebut meliputi urusan yang telah menikmati keuntungan-
wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib keuntungan dari sistem yang telah ada,
adalah urusan pemerintah yang terkait menjadikannya ingin tetap
dengan pelayanan dasar seperti memprtahankan kekuasaan
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan tersentralisasi ditangan pemimpin
kebutuhan hidup minimal, prasarana tertinggi organisasi. Ini disebabkan
lingkungan dasar. Sedangkan urusan karena birokrasi ditempatkan sebgai
pemerintah yang bersifat pilihan, terkait organisasi yang tertutup dan elitis
erat dengan potensi unggulan dan sehingga tidak semua orang bisa
kekhasan daerah. mengaksesnya. Kalaupun mencoba
memasukinya, akan dihadang oleh
Model pembagian kewenangan
serangkaian prosedur yang mengada-
menurut UU No. 32 Tahun 2004,
ada.Di banyak daerah sebagaimana
menempatkan kabupaten/kota dan
diargumentasikan Pradjna. R. (2002),
propinsi hanya sebagai unit-unit
mereka telah mereorganisasi ekonomi
pelayanan publik. Selain itu Undang-
politiknya melampui batas-batas regulasi
undang ini juga masih mempergunakan
formal dan memanfaatkan berbagai
pola-pola lama dengan pendekatan
‘kelemahan’ aturan untuk meningkatkan
sektoral dan administratif. Sehingga
kekuasaanya.
devolusi kekuasaan dari pusat ke daerah

79 IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

Perkembangan lebih akhir uniformitas menafikan fakta keragaman


menunjukan, proses bertahannya yang melekat dalam daerah-daerah dan
kekuatan-kekuatan lama mengalami sekaligus menafikan kepentingan
pergeseran dramatis. Kelompok oligarkis nasional dalam kerangka desentralisasi,
yang dibangun semasa Orde Baru seperti kepentingan untuk menjaga
berhasil mereorganisasi diri tidak keutuhan negara atau meningkatkan
semata-mata dengan mengandalkan derajat competitiveness suatu bangsa.
cara-cara yang kotor seperti politik uang, Yang tampak kemudian, ide penyebaran
premanisme, manipulasi dan kekuasaan lewat disentralisasi
pemanfaatan jaringan intelejen dan dilaksanakan secara seragam untuk
tentara, juga tidak semata-mata mampu semua daerah tanpa mempetimbangkan
mengkonsolidasi diri dalam suasana perbedaan-perbedaan fundamental antar
demokratis, tapi juga dengan berbagai daerah, dan tanpa
menggunakan mekanisme demokratis. mempertimbangkan keunikan atau
Hal ini dipertegas oleh studi Hidayat kekhususan yang dimiliki daerah-daerah,
(2007). Hidayat menggunakan studi dan tanpa mempertimbangkan
kasus pemilihan kepala daerah langsung kepentingan nasional di masing-masing
untuk membongkar meluasnya daerah.
fenomena corak negara lokal yang
Kondisi setiap daerah memiliki
digambarkannya sebagai shadow state
karakteristik yang berbeda-beda satu
yang dikombinasikan dengan bekerjanya
sama lain yang dalam derajat tertentu
corak ekonomi informal.
tidak bisa digeneralisasi sehingga hal
DESENTRALISASI ASIMETRIS, tersebut berdampak terhadap format
ALTERNATIF BAGI MASA DEPAN Desentralisasi yang dibangun suatu
PEMBAGIAN KEWENANGAN DI negara. Format desentralisasi yang
INDONESIA terlalu mengeneralisasikan
(Desentralisasi Homogen (Simetris))
Djojosukanto dkk secara umum
sering menjadi pilihan suatu negara
memaknai desentralisasi dalam makna
dalam menjalankan manajemen
uniformitasnya, desentralisasi di pahami
pemerintahan daerahnya karena
sebagai paradigma tunggal yang
mempermudah kontrol pemerintah
menuntun keseluruhan logika rancangan
pusat terhadap daerah, akan tetapi
kebijakan desentralisasi. Paradigma

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII 80
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

terkadang sering mendapatkan didasarkan pada kekhasan daerah


persoalan karena terlalu dipaksakan berbasis potensi dan pertumbuhan
walaupun tidak sesuai kebutuhan, ekonomi. Daerah yang
akhirnya inefisiensilah yang terjadi. merepresentasikan ini adalah Papua,
Dengan adanya keterbatasan tersebut Aceh, Kalimantan Barat, Batam, dan
maka Format desentralisasi heterogen Jakarta. Kelima, kekhasan daerah
(asimentris) dijadikan alternatif berbasis tingkat akselerasi
kebijakan dalam mengatasi keterbatasan. pembangunan dan kapasitas
(Solikhin, 2016) governability. Daerah yang
merepresentasikan model ini adalah
Menurut Riset PLOD UGM (2010:
Papua.
21) desain keterbatasan
tersebut.desentralisasi asimetris yang Konsep Desentralisasi Asimetris,
dipraktikan di Indonesia dapat dipetakan yaitu memberikan kebebasan kepada
kedalam lima model yang menjadi basis Daerah untuk menentukan letak
asimetrisme yaitu: pertama, model Otonomi, format pemerintahan atau hal-
asimetrisme yang didasarkan pada hal yang lain dalam manajemen
kekhasan daerah karena faktor politik, pemerintahan-nya yang disesuaikan
khususnya terkait sejarah konflik yang dengan kebutuhan Daerah yang
panjang. Daerah yang merepresentasikan bersangkutan. Itu artinya bahwa
model ini adalah Aceh dan Papua. Kedua, bentuknya tidak seragam (asimetris)
model asimetrisme yang didasarkan antara Daerah yang satu dengan yang
pada kekhasan daerah berbasis sosio- lainnya. Dalam hal ini Pemerintah Pusat
kultural. Daerah yang merepresentasikan hanya sebagai fasilitator dan regulator
ini adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. kebijakan, khususnya menuangkan
Ketiga, model asimetrisme yang keinginan Daerah tersebut dalam
didasarkan kekhasan daerah berbasis Undang-Undang yang kemudian
geografis-strategis, yakni khususnya dijadikan landasan bagi Daerah dalam
terkait daerah tersebut sebagai daerah menyelenggarakan pemerintahannya
perbatasan. Daerah yang masing-masing.
merepresentasikan ini adalah
Di Indonesia UU Pemerintahan
Kalimantan Barat, Papua dan Kepulauan
Daerah yang pernah berlaku selalu
Riau. Keempat, model asimetrisme yang
mengatur untuk memberlakukan

81 IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

desentralisasi yang simetris (seragam), muncul walau masih menjadi wacana


hal tersebut timbul mungkin disebabkan sekelompok masyarakat di daerah yang
pemerintah tidak memiliki desain bersangkutan, salah satu yang santer
desentralisasi asimetris untuk diwacanakan yaitu Bali. Sebagian
diterapkan di daerah. Kalaupun desain Masyarakat Bali mengharapkan Daerah
itu ada, lebih disebabkan oleh tuntutan Bali (Provinsi dan atau Kabupaten/Kota)
dari daerah tertentu akibat munculnya diberikan kekhususan dalam
berbagai permasalahan dan ancaman melaksanakan urusan Kepariwisataan
disintegrasi. Kebijakan otonomi khusus dan masalah keagamaan. Tuntutan
yang sekarang diterapkan yaitu Otonomi seperti hal tersebut tidak tertutup
khusus untuk Papua berdasarkan UU 21 kemungkinan akan terus bergulir dengan
Tahun 2001, Otonomi Khusus untuk semakin membesar (Snow ball).
Aceh berdasarkan UU 18 Tahun 2001, (Solikhin, 2016)
DKI Jakarta berdasarkan UU 29 Tahun
Desentralisasi Asimetris memiliki
2007 serta keistimewaan Daerah
bentuk atau model yang beragam dalam
Istimewa Jogjakarta walaupun sampai
memperlakukan daerah, biasanya
saat ini keistimewaannya masih sedang
penerapan keberagaman tersebut
dibahas kembali dalam RUU Daerah
didasarkan pada berbagai pertimbangan,
Istimewa Jogjakarta. Kebijakan-kebijakan
baik aspek politis, ekonomi, manajemen
tersebut menandakan sebenarnya
pemerintahan, sejarah, dan lain-lain.
sangatlah dimungkinkan Desentralisasi
Perbedaan perlakuan dilakukan karena
asimetris diterapkan di Indonesia, bukan
Daerah memiliki keberagaman apalagi
hanya untuk daerah-daerah tertentu tapi
seperti di Indonesia yang sangat
untuk Daerah yang lainnya juga.
beragam yang akan tidak efektif kalau
Tuntutan dan kebutuhan disikapi dengan kebijakan yang simetris
desentralisasi asimetris cenderung akan (homogen). Desentralisasi asimetris
semakin menguat pada masa-masa yang hakikatnya menjadi dasar pemikiran
akan datang. Daerah semakin merasa lahirnya konsep otonomi daerah, daerah
bahwa kekhasan yang dimikinya memiliki kemandirian untuk mengelola
membutuhkan perlakukan yang berbeda daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan
terhadap daerah yang lain. Saat ini situasi kondisi di daerah yang
kebutuhan Desentralisasi asimetris bersangkutan.

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII 82
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

Desentralisasi saat ini pada argumentasi yang melebih-lebihkan


dasarnya terkait dengan aspek politik sentralitas dari persoalan teknokratik,
dan administrasi, di mana pemerintah mengabaikan akar masalah yang justru
pusat telah menyerahkan wewenang terletak pada cara pandang kita sebagai
lebih kepada pemerintah daerah dan bangsa dalam melihat desentralisasi.
provinsi, namun masih enggan Kebanyakan usulan melihat persoalan di
melepaskan aset negara ke tingkat yang sekitar desentralisasi dan otononmi
lebih rendah dari pemerintah, terutama daerah sebagai akibat logis dari
perusahaan milik negara, dengan alasan kegagalan teknokratik; dan karenanya,
bahwa sebagian besar pemerintah pemecahan yang ditawarkan juga
daerah tidak mampu untuk mengelola, bergerak ke arah tersebut. Menurut Lay,
karena kurangnya kapasitas. Kehadiran usulan mengenai pengembalian
UU desentralisasi merupakan hasrat kewenangan DPR Provinsi sebagai
untuk memenuhi spirit reformasi institusi untuk menghasilkan gubernur
hubungan pusat dan daerah. Namun (sama dengan UU 22/1999); gagasan
pada realitanya berbagai polemik telah “pembirokratan wakil gubernur”; usulan
terjadi. Hal ini memicu para policy maker untuk memberikan “perlindungan legal
untuk mengambil kesimpulan lain yang bagi prakarsa inovatif kepala daerah”
barangkali mungkin akan menghilangkan yang konon merupakan penjelas penting
subtansi demokrasi. Realita dari banyaknya kepala daerah yang
implementasi seperti yang telah terjerat kasus korupsi; dan masih banyak
diuraikan sebelumnya, mengajak kita lainnya, merupakan paradigma
untuk berpikir dan mengevaluasi iniformitas. Paradigma uniformitas
kembali, tawaran dan strategi terbaik menafikan fakta keragaman yang
yang akan dijalankan. melekat dalam daerah-daerah dan
sekaligus menafikan kepentingan
Evaluasi yang dilakukan oleh
nasional dalam kerangka desentralisasi,
Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP)
seperti kepentingan untuk menjaga
Fisipol UGM, sebagaimana ditulis oleh
keutuhan negara atau meningkatkan
Cornelis Lay (2013) atas berbagai usulan
derajat competitiveness suatu bangsa
perubahan UU 32/2004, mengatakan
(Lay, 2013: 3).
bahwa mayoritas gagasan penyelesaian
yang ditawarkan, terjebak pada SIMPULAN

83 IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

Setelah mendiskusikan secara adanya desentralisasi berakibat lahirnya


panjang lebar tentang politik korupsi didaerah
desentralisasi di Indonesia pada sub-bab
diatas, maka kita mendapatkan
kesimpulan bahwa sejak Referensi
diberlakukannya UU no.32/2004
Crook, R. &J. Manor (1998).Democracy
ternyata Negara kita masih belum
and Decentralization in South Asia
menemukan format pengaturan yang
and West Africa. Cambridge:
benar-benar bisa diterapkan dan
Cambridge University Press.
diterima dengan baik oleh semua
kalangan mengingat masih banyaknya Diprose, R. &U. Ukiwo (2008).
kendala-kendala yang masih harus Decentralisation and Conflict
diperhatikan demi terciptanya iklim Management in Indonesia and
politik yang baik. Nigeria. Crise Working Paper No.
49. Queen Elizabeth House,
Perjalanan otonomi daerah
University of Oxford.
(desentralisasi) pasca jatuhnya rezim
Orde Baru 1998 di Indonesia, masih Hadiz, V. R. (2005). Dinamika Kekuasaan:
menyimpan banyak permaslahan yang Ekonomi Politik Indonesia Pasca-
harus diselesaikan. Permasalahan Soeharto. Jakarta: LP3S.
tersebut mulai dari pelaksanaan Pilkada Hidayat, S. (2007). “Shadow State? Bisnis
yang melahirkan adanya konflik daerah- dan Politik di Provinsi Banten”
daerah di Indonesia. Pelaksanaan dalam H. S. Nordholt & G. van
pemerintahan daerah juga telah Klinken (eds)Politik Lokal di
menciptakan dinasti-dinasti, Indonesia. Jakarta: KITLV-Yayasan
memunculkan raja-raja kecil sebagai Obor Indonesia.
penguasa di daerah. Permasalahan
Jaya, W. K. (2010). Kebijakan
semakin pelik ketika juga
Desentralisasi di Indonesia dalam
bermunculannya predatory state di
Perspektif Teori Ekonomi
daerah dalam hal ini munculnya orang-
Kelembagaan. Pidato Pengukuhan
orang kuat lokal daerah (local stongmen),
Jabatan Guru Besar dalam Ilmu
dimana mereka berkalaborasi dengan
Ekonomi Universitas Gadjah
relasi bisnis dan kekuasaan. Selain itu
Mada.

IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII 84
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 10 No 3 (2018): Desember 2018

Kaho, J. R. (2012). Analisis Hubungan Bojonegoro. Jurnal Ilmu


Pemerintah Pusat dan Daerah di Administrasi: Media Pengembangan
Indonesia. Yogyakarta: Polgov. Ilmu Dan Praktek Administrasi,
15(1), 35–50.
Lay, C. (2013). Desentralisasi Asimetris:
Sebuah Model Bagi Indonesia? Solikhin, A. (2016). ISLAM, NEGARA, DAN
Makalah pengantar Sidang Komite PERLINDUNGAN HAK-HAK ISLAM
I DPD RI, Selasa 5 Maret 2013. MINORITAS. Journal of Governance,
1(1).
Manor, J. (2011). Perspectives on
Decentralization. Working Paper Solikhin, A. (2017). Menimbang
No 3, The Swedish International Pentingnya Desentralisasi Partai
Centre for Local Democracy Politik di Indonesia. Journal of
(ICLD). Governance, 2(1).

Rasyid, R. (2006). The Policy of Slater, D. (1990). Debating


Decentralization in The Policy of Decentralisation – A Reply to
Decentralization in Rondinelli. SAGE: Development
Indonesia.Andrew Young School of and Change, Vol. 21, pp. 501-512.
Policy Studies, Georgia State
Seymour, R. & S. Turner (2002). Otonomi
University: International Studies
Daerah: Indonesia’s
Program Working Paper 02-31
Decentralisation Experiment. New
December 2002.
Zealand Journal of Asian Studies 4,
Robison, R. & V. R. Hadiz (2004). Vol. 2,pp. 33-51.
Reorganizing Power in Indonesia.
van Klinken G. (2007). Communal
London: RouledgeCurzon
Conflict and Decentralisation in
Rondinelli, D. A. (1983). Implementing Indonesia. Occasional Papers
Decentralization Programmes In Series Number7, July 2007, The
Asia: A Comparative Analysis. Australian Centre for Peace and
Public Administration and Conflict Studies(ACPACS).
Development, Vol. 3, pp. 181-207.

Sholikin, A. (2018). Otonomi Daerah dan


Pengelolaan Sumber Daya Alam
(Minyak Bumi) di Kabupaten

85 IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII

Anda mungkin juga menyukai