B. Etiologi BPH
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses
penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon
estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi
stroma.
3) Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth
factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
( Roger Kirby,).
C. Patofisiologi BPH
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>50 tahun) dimana fungsi testis
sudah menurun, akibat penurunan fungsi testis ini dapat menyebabkan
ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu
pertumbuhan atau pembesaran prostat. Maskrokospik dapat mencapai 60-100
gram dan kadang-kadang mencapai 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak
mengenai bagian posterior lobus medialis. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari
lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah atau menekan dari bagian tengah,
kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat
menutup lumen uretra.
Pada penampang, tonjolan dapat dibedakan dengan jelas antara jaringan prostat
yang masih baik. Warna tonjolan tergantung pada unsur yang bertambah, jika
tonjolan tersebut pada kelenjer maka warna tonjolannya kuning kemerahan dengan
konsistensi lunak dan berbatas tegas dengan jaringan prostat. Jika pembesaran atau
penonjolan terjadi pada jaringan prostat yang terdesak maka warnanya putih
keabu-abuan dan konsistensinya padat dan apabila tonjolan ditekan maka akan
keluar cairan seperti susu.
Apabila unsur fibromuskular yang bertambah maka tonjolan berwarna abu-abu
dan padat serta tidak mengeluarkan cairan seperti jaringan prostat yang terdesak
sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran mikroskopiknya juga bermacam-macam
tergantung pada unsur yang berpoliferasi, biasanya yang lebih banyak berpoliferasi
adalah unsur kelenjer sehingga terjadi penambahan kelenjer dan terbentuk kista-
kista yang dilapisi epitel koboid selapis dimana pada beberapa tempat membentuk
papil-papil ke dalam lumen membran basalis yang masih utuh dan terkadang
terjadi penambahan kelenjer yang kecil-kecil sehingga menyerupai karsinoma.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1) Gejala Obstruktif
Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
Harus mengedan (training).
Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
2) Gejala Iritatif
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya.
Nokturia yaitu terbangun pada malam hari untuk miksi.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E. Derajat BPH
Menurut Sjamsuhidajat tahun 2005 benigna prostat hiperplasia dibagi menjadi
empat derajat yaitu:
1) Stadium I
Terjadi obstruksi namun bladder/vesika urinari masih mampu
mengeluarkan atau mensekresikan urin sampai habis.
2) Stadium II
Pada stadium ini terjadi retensi urin namun vesika urinari masih mampu
mengeluarkan urin walau tidak sampai habis, masih tersisa sekitar 60-150
cc dan pada stadium ini terjadi disuria dan nocturia.
3) Stadium III
Pada stadium ini urin setiap berkemih urin tersisa dalam vesika urinari
sekitar ≥ 150 cc.
4) Stadium IV
Pada stadium ini terjadi retensi urin total, vesika urinari penuh sehingga
pasien terlihat kesakitan dan pada stadium ini urin menetes secara periodik
( over flow inkontinen ).
F. Komplikasi BPH
1) Urinary traktusinfection
2) Retensi urin akut
3) Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter
anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat.
Pada perabaan melalui colok dubur dapat diperhatikan konsistensi prostat,
adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba.
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine
setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan engan mengukur urine yang
masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan
melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar
ureum kreatinin.
Bila perlu lakukan pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk
dasar penentuan biopsi.
3) Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen
BNO-IVP
Systocopy
Systografi
USG
H. Penatalaksanaan BPH
1) Observasi (Watchful waiting)
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan, pasien tidak
mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap di awasi
oleh dokter. Pasien disarankan menghindari hal-hal yang dapat memperburuk
keadaannya, adapun hal yang harus dihindari pasien antara lain:
dalam usaha untuk memperbaiki dan melihat pasien sampai ketaraf optimum
1. Fokus Pengkajian
a) Sirkulasi
b) Integritas Ego
c) Eliminasi
terjadinya konstipasi.
nutrisinya.
punggung bawah.
f) Keselamatan/ keamanan
keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat
juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada
saluran perkemihannya.
g) Seksualitas
h) Laboratorium
maupun post operasi BPH. Pada pre operasi perlu dikaji, antara lain
serum, sel darah putih. Sedangkan pada post operasinya perlu dikaji
adipose BPH
Resiko Infeksi
Kurang pengetahuan
Resiko ketidakseimbangan
volume cairan
BPH
Gangguan
Pembedahan Mobilitas Fisik
Adanya media masuk
kuman
Resiko Kerusakan
Resiko Nyeri Akut
Kekurangan
ketidakefektifan Perfusi
Jaringan perifer
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002
Uliyah, Musrifatul dan Alimun, Aziz, 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik.
Jakarta: Selemba Medika