Anda di halaman 1dari 18

GLOBAL TAX IDENTITY NUMBER (TIN) SEBAGAI IDENTITAS WAJIB

PAJAK UNIVERSAL

Oleh Purwoko1

ABSTRAKSI

Sejalan dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan


telekomunikasi, perusahaan multi nasional berkembang dengan pesat, dengan
wilayah operasi di banyak negara. Perusahaan-perusahaan ini berupaya
mendapatkan keuntungan yang besar antara lain dari luasnya pasar, rendahnya
biaya bahan baku, hingga rendahnya tingkat pajak yang harus dibayar. Untuk
menekan pengeluaran pajak, diduga banyak perusahaan multinasional yang
memindahkan keuntungan dari negara yang bertarif pajak tinggi ke negara yang
bertarif pajak rendah, melalui mekanisme transfer pricing. Kerjasama aparat
pajak antar negara merupakan salah satu solusi untuk memastikan bahwa
perusahaan multinasional telah melakukan transaksi secara wajar. Namun
karena setiap negara memiliki sistem identifikasi wajib pajak yang berbeda, hal
ini menjadi kendala dalam pertukaran informasi data perpajakan dari suatu
perusahaan multinasional.
Global Tax identity Number (TIN) merupakan gagasan pemberian nomor
identitas untuk wajib pajak yang berlaku universal. Dengan global TIN, semua
perusahaan yang tergabung dalam satu perusahaan multinasional akan
mendapatkan nomor unik yang sama, yang membedakan hanyalah kode negara
dimana perusahaan multinasional tersebut beroperasi, serta nomor afiliasi /
cabang / permanent establishment dari unit bisnis yang ada di perusahaan
multinasional tersebut.
Dengan diimplementasikannya global TIN, diharapkan identifikasi perusahaan
multinasional menjadi lebih mudah, pertukaran data pajak antar negara menjadi
lebih cepat dan lebih baik, dan kemungkinan terjadinya transfer pricing yang
merugikan negara tertentu dapat diminimize.

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Teknologi komputer dan telekomunikasi terbukti mampu menghilangkan gap yang


berupa ruang dan waktu. Peristiwa yang terjadi di suatu belahan bumi, dapat diketahui dengan
cepat dari belahan bumi lain, yang jaraknya hingga ribuan kilometer, dalam waktu yang relatif
bersamaan. Kemudahan ini yang banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan multi

1
Peneliti Madya pada PKPN – BKF, Kementerian Keuangan R.I.
nasional dewasa ini. Dengan mudahnya suatu perusahaan membuka cabang atau perusahaan
afiliasi di negara-negara lain, tanpa harus terjun langsung secara fisik ke negara yang
bersangkutan. Dengan teknologi komputer dan telekomunikasi yang baik, aktivitas bisnis yang
terjadi di perusahaan cabang atau afiliasi dapat dimonitor dan dipantau dengan baik.

Dengan beroperasi di banyak negara, suatu perusahaan memiliki peluang untuk


memperluas pasar, yang berarti pula peluang untuk meningkatkan penjualan, dan peluang
untuk memperbesar profit. Di sisi lain, keberadaan anak perusahaan di negara lain juga
membuka peluang untuk mendapatkan bahan baku industri yang lebih murah, sehingga mampu
menghasilkan produk dengan harga pokok yang lebih murah. Dengan harga pokok yang lebih
murah, maka akan diperoleh profit yang lebih besar.

Dengan keuntungan yang semakin meningkat, maka suatu perusahaan akan membayar
pajak lebih besar kepada negara di mana keuntungan tersebut diperoleh. Dengan beroperasi di
banyak negara, maka perusahaan multi nasional akan berhubungan dengan banyak negara,
dengan tingkat tarif pajak yang mungkin berbeda antara satu negara dengan negara yang lain.
Perusahaan multinasional dapat menambah keuntungan yang dioperoleh apabila ia dapat
membayar pajak yang lebih murah. Caranya, dengan menggeser keuntungan yang diperoleh
dari perusahaan di negara yang tarif pajaknya tinggi, ke perusahaan yang beroperasi di negara
lain yang tarif pajaknya lebih rendah.

Strategi perusahaan untuk meningkatkan profit dengan membayar pajak yang lebih
rendah tersebut merupakan praktek negatif dari transfer pricing. Praktek ini terbukti dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan multi nasional. Praktek ini juga terbukti dapat
meningkatkan pajak yang diterima oleh negara-negara yang memiliki tarif pajak rendah,
karena akan lebih banyak keuntungan yang dialihkan dari negara-negara yang memiliki tarif
pajak tinggi ke negara-negara yang memiliki tarif tarif pajak rendah. Namun di sisi lain,
negara-negara yang memasang tarif pajak tinggi akan gigit jari, karena pajak yang seharusnya
diterima oleh negara ini berpindah ke negara lain yang memiliki tarif pajak yang lebih rendah.

Maraknya praktek-praktek transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multi


nasional menghasilkan ketidak-adilan antar negara dalam hal penerimaan pajak. Ada negara-
negara yang diuntungkan, karena menerima pajak yang lebih besar, namun ada juga negara-
negara yang dirugikan karena penerimaan pajaknya berkurang.
Aparat pajak di suatu negara tentunya tidak ingin dirugikan karena berkurang hak pajak
yang seharusnya diterimanya. Untuk itu, aparat pajak berkepentingan untuk memantau
perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam satu afiliasi yang sama, apakah mereka
memperoleh tingkat keuntungan yang sama di negara-negara lain. Informasi ini sangat penting
untuk meyakinkan bahwa perusahaan multinasional yang beroperasi di wilayahnya telah
beroperasi dengan wajar, dan melakukan transaksi dengan wajar pula.

Untuk mendapatkan informasi tentang kegiatan perusahaan yang tergabung dalam satu
afiliasi bukanlah pekerjaan mudah. Lebih-lebih lagi bila perusahaan tersebut beroperasi di
negara lain. Hal inilah yang mendorong munculnya gagasan untuk saling tukar informasi
tentang transaksi-transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam
satu afiliasi yang sama, yang terjadi di berbagai negara. Pertukaran informasi memerlukan
kerjasama yang baik antar petugas pajak di kedua negara. Di samping itu, juga diperlukan
keberadaan data atau informasi yang akan dipertukarkan. Identifikasi data mana yang akan
dipertukarkan menjadi penting. Kesalahan dalam identifikasi data dapat berakibat diperolehnya
informasi yang tidak benar, yang pada akhirnya menjadi missleading dalam menetapkan pajak
yang harus dibayar oleh perusahaan multinasional.

1.2 Alasan Pemilihan Judul

Sistem administrasi pajak di banyak negara menunjukkan bahwa sebagian besar negara
telah memiliki Tax Id Number (TIN) yang berlaku nasional. TIN Nasional ini terbukti mampu
memberikan berbagai kemudahan dalam sistem administrasi perpajakan di negara yang
bersangkutan. Indonesia, telah memiliki TIN Nasional sejak tahun 1984 yang lalu. Sejalan
dengan diberlakukannya sistem self assessment pada waktu itu, telah terbentuk master file
wajib pajak nasional, yang diperoleh melalui proses konversi data wajib pajak yang terdaftar
pada setiap kantor pelayanan pajak yang ada pada saat itu. Keberadaan data master file wajib
pajak nasional ini terbukti mampu memantau kegiatan perusahaan dan anak cabangnya yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Indonesia mempunyai pengalaman dalam mendisain National TIN. Sebelum tahun


1984, Indonesia belum memiliki data wajib pajak yang sifatnya nasional. Data wajib pajak
tersebar di seluruh Kantor Pelayanan Pajak yang berada di daerah. Setiap Kantor Pelayanan
Pajak dapat menerbitkan Nomor Identitas Wajib Pajak yang hanya berlaku di kantor pelayanan
pajak yang bersangkutan. Apabila seorang wajib pajak pindah dari satu kota ke kota lain, maka
wajib pajak tersebut membawa berkas-berkas dari kantor lama dan melapor atau mendaftarkan
diri ke kantor pajak yang baru. Apabila seorang wajib pajak melapor untuk pindah dari suatu
kantor pelayanan pajak, namun tidak melaporkan diri ke kantor pelayanan pajak yang baru,
maka keberadaan wajib pajak tersebut sulit untuk dilacak.

Salah satu prasyarat dari sistem self assessment adalah adanya data wajib pajak yang
teradministrasi secara nasional. Pada prinsipnya, sistem self assessment memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri kewajiban pajak yang harus
dibayarnya, kemudian membayar pajak yang telah dihitungnya ke bank-bank yang telah
ditunjuk oleh pemerintah, serta melaporkan kewajiban dan pembayaran pajak yang telah
dilakukannya. Keberadaan data wajib pajak nasional akan mempermudah dalam mendeteksi
wajib pajak, siapa telah membayar pajak, siapa yang telah melaporkan kewajiban pajak,
sehingga dapat diketahui siapa wajib pajak yang patuh dan siapa wajib pajak yang lalai dalam
melakukan kewajibannnya.

1.3 Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk mendisain global TIN yang dapat digunakan secara universal
di berbagai negara. Dengan global TIN ini akan dapat diketahui di negara mana suatu taxpayer
terdaftar, dan di negara mana taxpayer tersebut saat ini diadministrasikan (berdomisili), atau
menjalankan bisnisnya. Dengan rancangan ini seorang taxpayer dengan mudah dapat
mengidentifikasi dengan pemerintah negara mana ia harus berhubungan terkait dengan
masalah pajak. Di sisi lain, aparat pajak di suatu negara akan dengan mudah mengidentifikasi,
seorang taxpayer merupakan warga negara mana, dan ia menjalankan bisnisnya di negara
mana.

1.4 Manfaat

Beberapa manfaat dapat dipetik dengan diberlakukannya Global TIN, antara lain proses
pertukaran data dan informasi perpajakan antar negara menjadi lebih mudah. Dengan mengacu
pada Nomor TIN yang sama, maka dengan mudah akan diketahui, transaksi-transaksi dari nomor
TIN yang sama, yang dilakukan di berbagai negara di dunia. Dengan adanya global TIN, proses
pertukaran data dan informasi perpajakan antar negara menjadi lebih mudah. Dengan mengacu
pada Nomor TIN yang sama, maka dengan mudah akan diketahui, transaksi-transaksi dari nomor
TIN yang sama, yang dilakukan di berbagai negara di dunia.

2 Metodologi Penelitian

2.1 Pengumpulan data dan Informasi

Kajian ini memerlukan data National TIN yang berlaku di berbagai negara, untuk
mendapatkan gambaran tentang TIN yang berlaku secara nasional di negara tersebut. Data
sekunder ini diperoleh melalui Literatur review.

2.2 Analisis data dan Disain Global TIN

Data National TIN yang berlaku di berbagai negara tersebut dianalasis dengan pendekatan
statistik deskriptif, dengan cara memberikan penjelasan terhadap komponen-komponen
nasional TIN, untuk mendapatkan gambaran tentang informasi TIN yang berlaku di suatu
negara. Langkah selanjutnya adalah menganalisis perlu atau tidaknya komponen-komponen
tersebut ada dalam global TIN, kemudian dilanjutkan dengan tahap mendisain global TIN yang
dapat berlaku secara universal
3 Data dan Analisis

3.1 TIN Nasional di Beberapa Negara

3.1.1 Indonesia

Dalam rangka mengantisipasi diberlakukannya sistem self assessment pada tahun 1984,
Pemerintah Indonesia telah merancang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) unik yang
berlaku secara nasional. Pada prinsipnya setiap wajib pajak akan diberikan satu nomor unik
yang berlaku secara nasional. Ke mana pun wajib pajak pindah alamat, nomor unik ini tetap
melekat pada wajib pajak tersebut, dan tidak perlu berubah. Perubahan yang terjadi hanya
pada kode KPP di mana ia terdaftar. Nomor Kode KPP ini merupakan informasi yang
ditambahkan di belakang nomor unik tersebut.

Setelah mengalami penyempurnaan, saat ini NPWP memiliki format sebagai berikut:
99.999.999.9-999.999. Struktur NPWP tersebut mengandung informasi sebagai berikut:

99 Kode jenis Wajib Pajak, yang terdiri dari wajib pajak orang pribadi, wajib
pajak badan, dan wajib pungut

999.999 Nomor unik yang diberikan kepada seorang wajib pajak tertentu atau suatu
perusahaan tertentu. Bagi perusahaan yang didaftarkan sebagai cabang
dari suatu perusahaan lain, maka terhadap perusahaan ini diberikan nomor
unik yang sama dengan perusahaan induknya atau kantor pusatnya.

9 Kode cek digit, yang digunakan untuk menguji apakah nomor unik telah
ditulis dengan benar

999 Kode KPP di nama wajib pajak tersebut terdaftar atau berdomisili

999 Nomor kode cabang. Diisi dengan nomor urut cabang perusahaan. Untuk
perusahaan induk atau kantor pusat, nomor kode cabang diisi dengan
angka 000. Demikian pula untuk wajib pajak orang pribadi atau
perusahaan yang tidak memiliki cabang, kode cabang juga diisi dengan
000.
3.1.2 Amerika Serikat

Tax id Number (TIN) di Amerika Serikat dibedakan dalam tiga format yang berbeda. Untuk
wajib pajak orang pribadi, diberikan nomor unik 9 digit dalam bentuk Social Security
Number (SSN). Pada umumnya nomor unik SSN ditulis dengan format sebagai berikut: 999-
99-9999. Sementara itu untuk entitas bisnis, seperti perusahaan atau koperasi, diberikan
Employer Id Number (EIN), yang umumnya ditulis dengan format 99-9999999. Sementara
itu untuk truste, fidusia, serta entitas non bisnis lainnya diberikan Tax Id Number (TIN).

Nomor tersebut berlaku secara nasional. Tidak ada penjelasan di wilayah mana wajib pajak
tersebut berdomosili, atau terdaftar sebagai wajib pajak. Juga tidak ada penjelasan tentang
perlakuan terhadap perusahaan yang merupakan cabang atau unit bisnis dari perusahaan lain,
apakah mendapatkan nomor unik yang sama dengan perusahaan induknya, ataukah
mendapatkan nomor unik sendiri, yang berbeda dengan nomor unik perusahaan induknya.

3.1.3 Uni Eropa

Belum semua negara uni eropa menggunakan Tax Id Number (TIN) sebagai identitas wajib
pajaknya. Negara-negara Uni Eropa yang telah menggunakan TIN sebagai identitas wajib
pajak, memberlakukannya secara nasional. Tidak ada TIN yang berlaku sama di tingkat Uni
Eropa. Juga tidak ada standar penomoran TIN untuk negara-negara Uni Eropa. Masing-
masing negara memiliki kebebasan untuk merancang format TIN yang berlaku di negaranya.

Pemerintah Jerman memberikan TIN untuk wajib pajak orang pribadi, yang berupa 11 digit
nomor identitas unik. Namun TIN ini hanya untuk kepentingan administrasi saja, dan tidak
dimunculkan dalam dokumen resmi identitas wajib pajak.

Pemerintah Belanda memberikan TIN sebagai identitas wajib pajak, yang terdiri 9 digit
nomor unik. Nomor ini dimunculkan dalam kartu identitas penduduk, paspor, dan surat ijin
mengemudi.

Pemerintah Perancis tidak memberikan TIN untuk para wajib pajaknya. Untuk
mengidentifikasi wajib pajak, aparat pajak menggunakan nama belakang, nama depan,
tanggal lahir, nama komunitas dan kode negara bagian, serta alamat penerima manfaat pajak.
Identitas ini bisa diperoleh pada KTP yang berlaku secara nasional.
Sejak 1 Januari 2009 Pemerintah Kroasia telah memperkenalkan penggunaan Personal Id
Number (PIN) sebagai identitas wajib pajak, dan mulai 1 januari 2011, PIN ini menjadi satu-
satunya identitas diri dalam sistem hukum kroasia. PIN di Kroasia terdiri dari 11 digit nomor
unik, yang diberikan kepada individu atau wajib pajak pribadi. Nomor PIN ini dimunculkan
dalam berbagai dokumen formal, seperti paspor, kartu identitas penduduk, kartu kesehatan,
formulir pembayaran pajak, dll.

Latvia menggunakan Personal Identification Code (PIC) yang digunakan sebagai Tax Id
Number. PIC terdiri dari 11 digit nomor unik yang terdiri dari komponen sebagai berikut:

DDMMYY Tanggal lahir

99999 Nomor unit untuk orang yang lahir pada tanggal tersebut.

PIC Latvia muncul dalam dokumen-dokumen formal, seperti Kartu Identitas Penduduk,
Paspor, atau Surat Ijin Mengemudi.

3.1.4 Filipina

Semua perusahaan yang beroperasi di filipina wajib mendaftarkan diri ke Bureau of Internal
Revenue (BIR), dan berdasarkan pendaftaran ini BIR menerbitkan Tax Id Number. TIN di
Filipina terdiri dari 13 digit, yang terdiri dari:

999-999-999 sembilan digit nomor unik, yang diberikan kepada seorang taxpayer
tertentu. Apabila taxpayer ini membuka tempat usaha baru, maka akan
mendapatkan nomor unik yang sama dengan perusahaan induknya, hanya
kode tempat usahanya yang berbeda.

999 tiga digit kode tempat usaha (business place), dan

X satu digit kode pajak. V untuk wajib pajak yang punya kewajiban VAT,
dan N untuk wajib pajak yang tidak memiliki kewajiban VAT
Nomor TIN Filipina harus tertulis di dokumen-dokumen perusahaan seperti faktur, kuitansi
dll. Sebagai contoh, suatu perusahaan mendapatkan TIN unik nomor 123-456-789. Untuk
kantor pusatnya, akan diberikan nomor tim 123-456-789-000V. Huruf V mengidentifikasikan
bahwa wajib pajak ini memiliki kewajiban pajak VAT. Sementara itu untuk tempat usaha
yang ke lima akan diberikan nomor unik sbb: 123-456-789-005V. Nomor 005
mengindikasikan bahwa tempat usaha ini merupakan tempat usaha yang ke lima bagi
perusahaan.

3.2 Analisis Kebutuhan Global TIN

3.2.1 Apa itu global TIN

Global TIN merupakan TIN universal, atau TIN yang berlaku untuk semua negara di
dunia. Karena sifatnya yang universal, global TIN harus memiliki struktur yang sama,
walaupun kalau dilihat lebih mendalam mungkin saja setiap negara memiliki aturan yang
berbeda dalam hal pemberian TIN pada wajib pajak di negara masing-masing.

3.2.2 Perlunya Data Wajib Pajak Universal

Pemikiran tentang perlunya Global TIN timbul ketika aparat pajak di suatu negara
memerlukan data tentang perusahaan multinasional yang beroperasi di beberapa negara.
Aparat pajak pada umumnya hanya memiliki data perusahaan multinasional yang ada di
negaranya saja. Sementara itu, data perusahaan multi nasional yang berada di negara lain
sulit untuk di lacak, perusahan-perusahaan ini beroperasi di negara mana saja. Permasalahan
berikutnya adalah bagaimana bisa mendapatkan data perusahaan multinasional, yang salah
satunya beroperasi di negara tersebut?

Perusahaan multi nasional yang beroperasi di berbagai negara pada dasarnya


merupakan satu entitas bisnis, yang memanfaatkan sumber-sumber daya yang berada di
berbagai negara untuk satu tujuan yang sama, yaitu untuk memperoleh keuntungan. Dalam
mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, suatu perusahaan
multi nasional mungkin saja mengorbankan anak perusahaannya yang ada di suatu negara
tertentu, dan memberikan manfaat lebih kepada anak perusahaan yang berada di negara lain.
Dari kacamata pemerintah yang mengelola pajak negara, suatu perusahaan
multinasional merupakan kumpulan dari entitas-entitas bisnis di berbagai negara yang saling
bekerja sama untuk mencapai satu tujuan bersama. Masalahnya, pemerintah suatu negara
hanya bisa mengatur entitas bisnis yang ada di negaranya saja. Apabila suatu perusahaan
multinasional memiliki 100 anak perusahaan yang di antaranya ada 10 perusahaan yang
berada di Indonesia, Pemerintah Indonesia hanya bisa memantau perkembangan bisnis 10
anak perusahaan yang berada di Indonesia saja. Sementara itu, 90 perusahaan lainnya yang
berada di luar wilayah Indonesia tidak bisa dijangkau oleh petugas pajak Indonesia.
Perusahaan-perusahaan ini tersebar di berbagai negara di dunia, yang sulit dilacak
keberadaannya.

3.2.3 Kemudahan dalam Pertukaran Informasi Data Pajak Antar Negara

Untuk bisa memahami kondisi perusahaan multinasional secara komprehensif, aparat


pajak suatu negara perlu bekerjasama dengan aparat pajak dari negara-negara lain di mana
perusahaan multinasional tersebut beroperasi. Saling tukar informasi perlu dilakukan oleh
para aparat pajak untuk bisa mendapatkan gambaran yang komprehensif dari perusahaan
multinasional tersebut. Namun kesiapan negara-negara untuk bertukar informasi sangat
beragam. Pencarian data dari suatu perusahaan multi nasional mungkin dapat dilakukan
dengan mudah bagi negara-negara yang sistem administrasi pajaknya didukung dengan
teknologi informasi yang memadai. Namun bagi negara-negara yang teknologi informasinya
masih ketinggalan, pencarian data perusahaan multinasional bukanlah pekerjaan yang
mudah, dan perlu waktu relatif lama untuk memperolehnya.

Situasinya akan berbeda apabila di dunia ini terdapat satu database wajib pajak yang
universal, yang berisi data wajib pajak dari seluruh negara di dunia. Data perusahaan
multinasional dari berbagai negara pun ada di sini. Dengan demikian untuk mencari data
suatu perusahaan tertentu, misalnya Samsung, maka akan diperoleh informasi perusahaan ini
beroperasi di negara mana saja.

3.2.4 Menghubungkan Data Wajib Pajak Antar Negara

Teknologi komputer, internet, dan telekomunikasi yang semakin canggih


memungkinkan untuk menggabung data perusahaan multi nasional yang berada di berbagai
lokasi dan menyajikannya dalam satu paket informasi yang komprehensif. Masalahnya,
setiap negara saat ini memiliki TIN yang berbeda. Bisa jadi, satu perusahaan multi nasional
yang ada di suatu negara memiliki TIN yang berbeda dengan perusahaan multinasional yang
sama, yang berada di negara lain.

Demikian juga dengan data wajib pajak, setiap negara bisa memiliki data wajib pajak
masing-masing. Namun apabila semua negara menggunakan TIN dengan format yang sama,
maka dengan mudah komputer dapat memilih dan memilah data pajak dari berbagai negara
dan menyajikannya dalam satu paket informasi yang komprehensif.

Sebagai contoh, data Starbuck, Coca-cola MacDonald, Toyota, Samsung dan


berbagai perusahaan multi nasional lain pasti terdapat di banyak negara yang berbeda.
Apabila data Samsung, misalnya, memiliki nomor TIN yang sama di seluruh dunia, hanya
kode negara saja yang berbeda, maka dengan mudah akan dapat diketahui aktivitas
perusahaan multinasional ini di berbagai negara. Dengan mudah akan dapat diketahui berapa
tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan Samsung di berbagai negara. Apabila
keuntungan yang diperoleh Samsung di suatu negara lebih besar dibandingkan keuntungan
yang diperoleh di negara lainnya, maka perlu dicermati transaksi antar perusahaan dalam
kelompok Samsung, untuk melihat kemungkinannya terjadi transfer pricing yang menggeser
keuntungan dari suatu negara dan mengalihkannya ke negara lain.

3.3 Disain Global TIN

3.3.1 Struktur Global TIN

Pada dasarnya global TIN terdiri dari dua bagian, yaitu bagian utama adalah TIN
yang berlaku secara universal, dan sebagai tambahan adalah informasi yang diperlukan untuk
memudahkan sistem administrasi pajak di negara yang bersangkutan.

Bagian utama dari Global TIN memiliki struktur data sebagai berikut: 999-
9.9999999999.999-999, dengan penjelasan sebagai berikut:

999 Kode Negara di mana Taxpayer menjadi warga negara, atau


mendaftarkan diri

9 Jenis Taxpayer, apakah sebagai individu, corporate, atau


withholding
9999999999 Nomor unik TIN

999 Kode negara di mana taxpayer berdomisili atau menjalankan


kegiatan usaha

999 Kode afiliasi / cabang / permanent establishment (BUT)

Untuk keperluan sistem administrasi pajak di masing-masing negara, dapat


ditambahkan data sebagai berikut:

99.999 Kode wilayah / negara bagian digabung dengan kode distrik /


kantor pelayanan, dll, sesuai dengan kebutuhan dari negara yang
bersangkutan

3.3.2 Setiap Taxpayer memiliki Nomor Unik

Sebagian besar negara yang telah menggunakan Tax Id Number (TIN) sebagai
identitas wajib pajak pada umumnya telah memiliki sistem bagaimana memberikan TIN
kepada wajib pajaknya. Seperti di Indonesia, setiap wajib pajak pada dasarnya memiliki TIN
yang unik. Kecuali untuk wajib pajak yang merupakan perusahaan cabang atau perusahaan
afiliasi, diberikan TIN yang sama dengan TIN perusahaan induknya.

Sebagai contoh, suatu perusahaan dengan TIN unik 123456789 memiliki tiga anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang berada di satu negara yang sama. Ketiga anak
perusahaan tersebut akan mendapatkan TIN unik dengan nomor yang sama dengan TIN
perusahaan induknya, yaitu 123456789. Hal yang membedakan adalah Kode afiliasi /
cabang. Elemen kode cabang untuk Perusahaan induknya diisi dengan kode 000, sedangkan
untuk perusahaan cabangnya, secara berturut-turut diisi dengan kode 001, 002, dan 003.
Apabila di kemudian hari perusahaan ini membuka cabang baru lagi, akan diberikan TIN
unik yang sama, yaitu 123456789, dengan kode cabang 004.

Studi literatur di beberapa negara juga mengindikasikan bahwa setiap wajib pajak
diberi TIN yang unik. Jumlah digit TIN antar negara bisa berbeda. Ada yang 7 digit, 9 digit,
atau 11 digit. Jumlah digit dalam TIN ditentukan oleh negara yang bersangkutan, dengan
berbagai pertimbangan yang berbeda. Salah satu pertimbangan yang umum digunakan adalah
jumlah penduduk yang ada di negara yang bersangkutan. Negara dengan jumlah penduduk
hingga ratusan juta akan memerlukan jumlah digit TIN yang lebih besar dibandingkan
dengan negara yang jumlah penduduknya hanya dalam satuan juta penduduk. Cara
pemberian TIN pun juga berbeda. Ada yang diberikan secara online dengan pemberian TIN
yang terpusat, namun ada pula yang diberikan secara offline, dan pemberian nomor
didistribusikan ke kantor-kantor pelayanan pajak.

Dalam konsep rancangan global TIN, jumlah digit yang digunakan standar, dengan
mengacu kepada negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar. Sebagai contoh China
memiliki jumlah penduduk sebanyak satu milyar lebih. Untuk itu, jumlah digit TIN unik
minimal adalah 10 digit.

3.3.3 Nomor unik yang ada sedapat mungkin dipertahankan

Membangun sistem pemberian nomor unik pada saat wajib pajak mendaftarkan diri,
bukanlah pekerjaan yang mudah, setiap negara bisa memiliki sistem yang berbeda. Oleh
karenanya, sistem yang ada pada masing-masing negara sebaiknya dipertahankan. Nomor
unik yang sudah diberikan kepada wajib pajak tidak perlu dicabut atau diganti dengan sistem
yang baru. Hanya jumlah digitnya saja yang disesuaikan, dikurangi atau ditambahkan,
sehingga TIN global memiliki jumlah digit yang sama.

Sebagai contoh, seorang wajib pajak di Indonesia memiliki nomor unik 123456789
(sembilan digit), dengan diberlakukannya global TIN, maka identitas wajib pajak tersebut
akan berubah menjadi 062-1.0123456789.000-062. Nomor unik berubah menjadi 10 digit,
dengan menambahkan satu angka 0 di depannya, sehinga menjadi 0123456789. Sebagai
individual yang tidak memiliki cabang, maka kode cabang diisi dengan angka 000. Kode
negara di mana wajib pajak berdomisili diisi dengan kode negara Indonesia, yaitu 062.

3.3.4 Semua perusahaan afiliasi / cabang / PE mengikuti nomor unik perusahaan


induknya, yang membedakan adalah kode afiliasi

Semua perusahaan afiliasi / cabang / PE memiliki nomor unik yang sama dengan
perusahaan induknya, yang membedakan adalah kode afiliasi

Tidak perlu membuat nomor unik yang baru, kecuali untuk wajib pajak yang ternyata
merupakan perusahaan cabang dari suatu perusahaan induk yang ada di negara lain. Sebagai
contoh perusahaan Samsung Indonesia telah mendaftar diri sebagai wajib pajak di Indonesia,
dan diberi TIN dengan nomor unik 111222333. Dengan diberlakukannya Global TIN,
diketahui bahwa Kantor Pusat dari Samsung berada di negara Korea Selatan, dan telah
terdaftar sebagai wajib pajak di Korea Selatan dengan TIN 444555666.

Konsekuensinya, TIN yang diberikan kepada Samsung Indonesia (nomor 111222333)


harus dicabut dan diganti dengan TIN kantor pusatnya, yaitu no. 444555666.

3.3.5 Ada identitas / kode negara di mana taxpayer menjadi warga negara, atau pertama
kali mendaftarkan diri sebagai taxpayer

Ini adalah kode negara di mana seorang wajib pajak pertama kali mendaftarkan diri
atau menjadi warga negara. Untuk perusahaan multinasional, kode negara ini diisi dengan
kode negara untuk perusahaan induknya (kantor pusatnya). Sebagai contoh, perusahaan
multinasional Indofood pertama kali mendaftarkan diri sebagai wajib pajak di Indonesia.
Maka perusahaan ini akan mendapatkan global TIN dengan kode negara 062. Kemudian
perusahaan ini mendirikan anak perusahaan di beberapa negara lain, seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, dan Kenya. Pada waktu mendaftar sebagai wajib pajak di Malaysia,
Indofood Malaysia menggunakan kode negara Indonesia (062) sebagai identitas negara di
mana wajib pajak pertama kali mendaftarkan diri. Demikian pula untuk Indofood Singapura,
Thailand, dan Kenya, semua menggunakan kode negara Indonesia.

3.3.6 Identitas / kode negara di mana taxpayer menjalankan bisnisnya

Ini adalah kode negara di mana seorang taxpayer menjalankan bisnisnya, atau
berdomisili. Sebagai contoh, seorang taxpayer warga negara Indonesia, mendaftarkan diri
sebagai wajib pajak di Indonesia, dan mendapatkan global TIN sebagai berikut: 062-
1.0123456789.000-062.

Apabila suatu saat wajib pajak ini pindah ke Kanada, maka Global TIN wajib pajak
ini akan berubah menjadi 062-1.0123456789.000-002. Dalam hal ini, nomor unik yang
diberikan tidak mengalami perubahan, hanya kode negara di mana ia berdomisili yang
mengalami perubahan, yaitu dari 062 (Indonesia) menjadi 002 (Kanada). Kode negara di
mana ia mendaftarkan diri tidak berubah, tetap 062 (Indonesia).

Global TIN di atas mengindikasikan bahwa sebagai wajib pajak ia akan berhubungan
dengan pemerintah Indonesia (062), di mana ia menjadi warga negara, serta pertama kali
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Di samping itu, ia juga akan berhubungan dengan
pemerintah Kanada (002), di mana ia berdomisili, atau kelakukan kegiatan usaha.

4 Simpulan dan Saran

Berdasarkan analisis di atas, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

1 Sebagian besar negara-negara di dunia telah memiliki TIN yang berlaku secara nasional.
Namun masih terdapat juga negara-negara yang belum memiliki TIN yang berlaku secara
nasional.

2 TIN yang berlaku di berbagai negara saat ini pada umumnya memiliki format dan struktur
data yang berbeda antar negara. Namun setiap negara pada umumnya memberikan nomor
unik untuk suatu taxpayer tertentu. Beberapa negara yang disurvey memberikan nomor unik
yang sama bagi perusahaan-perusahaan cabang / afiliasi / tempat usaha yang tergabung
dalam satu perusahaan yang sama.

3 Global TIN merupakan nomor TIN universal, yang berlaku di semua negara di dunia. Global
TIN dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam berhubungan dengan aparat pajak di
mana ia menjadi warga negara dan di mana ia berdomisili atau menjalankan kegiatan usaha.
Bagi aparat pajak, global TIN memberikan informasi di negara mana ia pertama kali
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, serta di negara mana dia menjalankan kegiatan
usahanya. Informasi ini akan memberikan kemudahan dengan siapa aparat pajak suatu negara
harus berhubungan dalam rangka tukar-menukar informasi data perpajakan atas wajib pajak
yang sama.
4 Global TIN memberikan satu nomor unik bagi perusahaan multinasional yang melakukan
kegiatan usaha di berbagai negara. Semua entitas bisnis yang tergabung dalam satu
perusahaan multinasional akan mendapatkan nomor unik yang sama, namun dengan kode
negara domisili dan nomor cabang atau afiliasi yang berbeda. Kode negara domisili diisi
dengan kode negara dimana entitas bisnis tersebut beroperasi. Nomor cabang diisi dengan
nomor urut cabang dari perusahaan multinasional tersebut.

5 Global TIN memberikan kemudahan bagi aparat pajak untuk mengidentifikasi, transaksi-
transaksi mana yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan independent, dan transaksi-
transaksi mana yang dilakukan oleh perusahaan yang tergabung dalam afiliasi yang sama.
Global TIN diharapkan dapat meminimize kemungkinan terjadinya malpraktek dalam
transfer pricing.

Berdasarkan kesimpulan di atas, direkomendasikan :

1 Perlu adanya sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran para aparat pajak di berbagai negara
tentang pentingnya Global TIN untuk mendukung sistem administrasi pajak yang lebih baik

2 Perlu dilakukan kajian bersama untuk merancang Global TIN dan mewujudkannya dalam
kerjasama antar aparat pajak dari berbagai negara

3 Perlu dibangun satu portal untuk membangun database taxpayer dari negara-negara yang
bersedia untuk kerjasama antar negara dalam membangun Global TIN.

Referensi

---.2013.”Tax Identification Numbers (TINs). Country Sheet: The Netherlands (NL)”. European
Commission. Dalam http://ec.europa.eu/taxation_customs/tin/pdf/en/TIN_-
_country_sheet_NL_en.pdf diakses tanggal 2 April 2014

---.2013.”Tax Identification Numbers (TINs). Country Sheet: Croatia (HR)”. European


Commission. Dalam http://ec.europa.eu/taxation_customs/tin/pdf/en/TIN_-
_country_sheet_HR_en.pdf diakses tanggal 2 April 2014
---.2012.”Tax Identification Numbers (TINs)”. European Commission. Dalam
http://ec.europa.eu/taxation_customs/tin/tinByCountry.html diakses tanggal 25 Maret
2014

---.2012.”Tax Identification Numbers (TINs). Country Sheet: Germany (DE)”. European


Commission. Dalam http://ec.europa.eu/taxation_customs/tin/pdf/en/TIN_-
_country_sheet_DE_en.pdf diakses tanggal 2 April 2014

---.2012.”Tax Identification Numbers (TINs). Country Sheet: France (FR)”. European


Commission. Dalam http://ec.europa.eu/taxation_customs/tin/pdf/en/TIN_-
_country_sheet_FR_en.pdf diakses tanggal 2 April 2014

---.2012.”Tax Identification Numbers (TINs). Country Sheet: Latvia (LV)”. European


Commission. Dalam http://ec.europa.eu/taxation_customs/tin/pdf/en/TIN_-
_country_sheet_LV_en.pdf diakses tanggal 2 April 2014

---. 1999. “Outline of Taxpayer Identification Number System in Several Countries”. Dalam
http://www.mof.go.jp/english/tax_policy/tax_system/japanese_tax_system_1999/zc001c1
3.htm diakses tanggal 29 Januari 2014

---.Tanpa Tahun. “NPWP dan NPPKP”. Dalam


http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=
web&cd=14&ved=0CHcQFjAN&url=http%3A%2F%2Fwww.mdp.ac.id%2Fmateri%2F
2013-2014-1%2FAD207%2F131088%2FAD207-131088-822-7.ppt&ei=28ZDU-
3jFYWIrgfU8YGACg&usg=AFQjCNHYdv_5ya61zyHgGkQoFIaYx701JA&sig2=vcILr
jan-1sj8sA6SSbeUg&bvm=bv.64367178,d.bmk diakses 8 April 2014

---. Tanpa tahun. “Taxpayer Identification Number”. Dalam


http://help.sap.com/erp2005_ehp_02/helpdata/en/d8/
663e399265df0ee10000000a11402f/content.htm?frameset=/en/cd/573f3937557264e1000
0000a11402f/frameset.htm , diunduh pada 25 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai