2, Mei 2017
ANALISA KADAR LEMAK, PATI, GULA REDUKSI, MINERAL (Fe, Ca, Na dan Mg)
PELET IKAN DARI LIMBAH ORGANIK
ABSTRAK
Budidaya ikan di Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting pada sektor perikanan. Ikan yang
dibudidayakan memerlukan pakan berkualitas dengan kandungan nutrisi yang lengkap agar dapat hidup dan
berkembang biak dengan baik. Mahalnya harga pakan dapat diatasi salah satunya dengan membuat pakan buatan
sendiri menggunakan metode yang sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi pelet
ikan yang dibuat dari limbah organik (bekicot, tulang ikan lele, kulit pisang dan kulit singkong) terhadap nilai kadar
lemak, pati, gula reduksi dan mineral dengan variasi waktu 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari. Mikroorganisme yang digunakan
untuk fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae dalam keadaan aerob. Analisis kadar lemak digunakan metode
soxhlet dan didapatkan waktu optimal kadar air adalah pada hari ke 3 yaitu 11,18 %. Analisis kadar pati dan gula
reduksi menggunakan metode iodometri dan didapatkan waktu optimal kadar pati dan gula reduksi pada hari ke 3
yaitu 9,06 % dan 10,07 % dan analisis mineral digunakan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) dan didapatkan
waktu optimal terhadap kadar mineral adalah pada hari ke 2 yaitu 1039 mg/kg Ca, 44,63 mg/kg Na, 20,76 mg/kg Mg
dan 150,98 mg/kg Fe. Hasil uji t (p = 0,05) menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antara hasil kadar lemak, pati
dan gula reduksi yang diperoleh antara waktu fermentasi 4 dan 5 hari. Pelet ikan yang difermentasi pada waktu optimal
(3 hari) untuk lemak memenuhi syarat mutu pakan ikan patin SNI 7548:2009 yaitu kadar lemak maksimal 14 %.
Kata kunci: Pelet ikan, Kadar lemak, Kadar pati, Kadar gula reduksi, Mineral
FMIPA-UMRI 115
Vol. 7 No.2, Mei 2017 Jurnal Photon
limbah pada konsentrasi dan kuantitas tertentu dimanfaatkan sebagai pakan. Potensi singkong di
dapat berdampak negatif terhadap lingkungan Indonesia sangatlah besar. BPS (2008) yakni
terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu sebesar 20.794.929 ton. Setiap singkong
dilakukan penanganan terhadap limbah menghasilkan kulit singkong sebesar 16% dari
(Widjajanti, 2009). Berdasarkan teknologi yang berat totalnya. Kandungan dalam kulit singkong
sudah ada, pengkayaan bahan pakan berasal dari mengandung karbohidrat sebesar 74,73 %
limbah dengan memanfaatkan bahan kimia (Pratiwi, 2013).
maupuns secara mikrobiologi secara tidak Pada pembuatan pelet diharapkan
langsung dapat digunakan sebagai bahan pakan menghasilkan pelet yang memiliki kandungan
hewan (Wiyatno dkk, 2010). gizi yang tinggi. Salah satu cara untuk
Bahan baku utama dalam pembuatan ransum meningkatkan kandungan gizi adalah fermentasi.
pakan buatan yang umumnya dipakai adalah Proses fermentasi dapat meningkatkan kadar
tepung ikan dengan kandungan nutrisi menurut protein (Fransistika dkk, 2012), menurunkan
Gusrina (2008) adalah protein 62,65%, lemak kadar serat kasar (Utami dkk, 2012), menurunkan
6,5% dan karbohidrat 8,5%, akan tetapi bahan kadar HCN yang terdapat pada kulit singkong
baku utama pada pakan buatan dapat juga (Pratiwi, 2013) dan sebagai produksi gas CO2
menggunakan bahan baku yang lain seperti (Yaumi, 2010) pada pelet agar dapat mengapung.
tepung daging bekicot sebagai bahan baku pakan, Produksi protein dengan fermentasi
sangat dominan dimanfaatkan untuk pengganti menggunakan pembaharuan bahan meliputi
bahan baku tepung ikan dalam ransum pakan limbah organik telah mendapatkan perhatian dari
karena diketahui memiliki nutrisi yang sebanding dunia sebagai solusi pemanfaatan limbah
dengan tepung ikan. Sahwan (2002) menyatakan lingkungan maupun industri (Wiyatno dkk,
bahwa kandungan nutrisi pada tepung daging 2010).
bekicot adalah protein berkisar antara 54,29 –
64,14%, lemak 3,92 – 4,18%, karbohidrat 2. METODOLOGI PENELITIAN
30,45%. Menurut Murtidjo (1987) menyatakan Teknik Analisa dan Pengumpulan Data
bahwa penggunaan tepung daging bekicot Penelitian yang akan dilakukan adalah
optimum dalam penyusunan pakan buatan hingga pembuatan pelet ikan dari campuran limbah kulit
25%. pisang, kulit singkong, tulang ikan, dan daging
Pisang merupakan salah satu komoditi bekicot yang semua bahan campuran telah di
perkebunan di Indonesia yang banyak jadikan tepung dengan fermentasi yaitu 30 gram
dibudidayakan. Kulit pisang merupakan bahan tepung bekicot + 22,5 gram tepung ikan lele +
buangan (limbah buah pisang) yang cukup 22,5 gram tepung bekicot + 7,5 gram tepung kulit
banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang singkong + 0,75 gram ragi roti. Pembuatan pelet
belum dimanfaat secara nyata, hanya dibuang ikan dilakukan dengan memvariasikan lama
sebagai limbah organik atau digunakan sebagai fermentasi yaitu 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 hari dari limbah
makanan ternak. (Susanti, 2006). kulit pisang, kulit singkong, daging bekicot dan
Menurut Basse (2000) menyatakan bahwa tulang ikan lele. Setelah proses fermentasi
kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, dilakukan analisis pati, gula reduksi, lemak dan
seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, mineral makro ( Ca, Mg, Na dan Fe) pada pelet
fosfor, zat besi, vitamin B dan vitamin C. Hasil ikan yang dihasilkan dan dilakukan analisis data.
analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi Alat dan Bahan
kulit pisang banyak mengandung air yaitu Alat
68,90% dan karbohidrat sebesar 18,50%. Alat yang digunakan dalam proses
Kulit singkong merupakan limbah dari pembuatan pelet ikan adalah oven, panci presto,
pengupasan umbi singkong. Secara umum kulit blender, ayakan, pencetak pelet dan wadah. Alat
singkong ini hanya dibiarkan membusuk untuk yang digunakan untuk analisa pelet adalah kertas
dijadikan pupuk dan hanya sebagian kecil yang saring, Erlenmeyer, labu, alat soxhlet, pemanas
116 FMIPA-UMRI
Jurnal Photon Vol. 7 No. 2, Mei 2017
listrik, oven, neraca analitik, kapas, kaca arloji, jam, kulit singkong dicuci dengan air bersih dan
gelas piala, desikator, vurnes, seperangkat alat direndam dengan air selama 48 jam dan 3 jam
SSA (PerkinElmer Analyst 200), dan pipet sekali air diganti. Ditiriskan dan direndam dalam
volum. air mendidih selama 3-5 menit. Kemudian
Bahan ditiriskan dan di jemur selama 4-5 hari dan
Bahan yang digunakan dalam proses ditepungkan dan diayak.
pembuatan pelet ikan adalah bekicot, tulang ikan Pembuatan dan Fermentasi Pelet Ikan
lele, ragi roti, kulit singkong, kulit pisang dan air Disiapkan enam wadah yang sudah diberi
bersih. label 0 – 5 hari dan setiap wadah dimasukkan
Bahan yang digunakan dalam proses analisa tepung bekicot 30 gr, tepung tulang ikan lele 25
pelet ikan adalah larutan standar, HNO3 pekat, gr, dan tepung kulit pisang 25 gr. Setiap wadah
HCl 3%, H2SO4 pekat, air suling, larutan ditambahkan tepung kulit singkong 20 gr yang
indikator, larutan NaOH 30%, HCl 0,1N, n- telah dicairkan dalam air mendidih hingga
heksan, Na2CO3 10%, CH3COOH 3%, larutan membentuk seperti lem. Semua bahan diuleni
luff, KI 20% dan larutan tiosulfat. pada setiap wadah hingga elastis. Pada setiap
Prosedur Pembuatan Pelet Ikan wadah dimasukkan ragi roti 1% dan diuleni lagi.
Pembuatan Tepung Bekicot (Suharto, Kemudian ditutup menggunakan daun pisang
1999) (proses fermentasi aerob). Pada wadah yang
Bekicot direndam dengan air garam 1% berlabel 0 hari langsung dicetak menggunakan
selama 30 menit dan dagingnya dikeluarkan dari mesin pencetak pelet atau dibentuk sendiri
cangkangnya lalu dicuci sampai bersih dengan air dengan cara dipilin dengan diameter 3 - 6 mm dan
bersih. Dikeringkan dalam oven selama 12 jam panjang 1 - 2 cm. Pada wadah yang berlabel 1
pada suhu 60oC kemudian ditepungkan dan hari, dicetak setelah satu hari fermentasi dan
diayak. begitu pula pada pelet ikan pada fermentasi 2 - 5
Pembuatan Tepung Tulang Ikan Lele hari.
(Pratomo dkk, 2010) Prosedur Analisa Pelet (SNI-01-2891-
Tulang ikan dicuci bersih dengan air bersih. 1992)
Tulang ikan dikukus selama 10 menit dan dicuci Analisa Kadar Lemak
lagi jika masih ada sisa daging yang menempel. 4 gr sampel yang telah dihaluskan, diekstrak
Direbus pada suhu 100oC selama 30 menit dan dengan petroleum eter dalam alat soxhlet
dipotong-potong ± 5 cm. Dimasak menggunakan bersama batu didih. Ekstraksi dilakukan selama 6
panci presto sampai matang dan dilanjutkan lagi jam. Lemak yang telah diekstraksi disuling,
hingga 2 jam dengan api kecil. Dioven pada suhu lemak dan sisa petroleum eter dikeringkan pada
120oC selama 35 menit. Ditepungkan dan diayak. temperature 100oC selama 1 jam. Didinginkan
Pembuatan Tepung Kulit Pisang dalam desikator, ditimbang.
(Zuhrina, 2011) Analisa Glukosa ( Hidrolisa Pati)
Kulit pisang dibersihkan dan dicuci lalu 0,5 gr pati dimasukkan ke dalam gelas
dipotong kecil-kecil. Direndam dalam air bersih beaker, ditambahkan 5 ml aquades dan
dan dikeringkan dibawah sinar matahari ± 4 hari. dipanaskan pada suhu 72-90oC, ditambahkan 10
Kulit pisang kering ditepungkan dan diayak. ml HCL 3% dipanaskan dipenangas air selama 2
Pembuatan Tepung Kulit Singkong jam. Didinginkan pada suhu kamar dan
(Pratiwi, 2013) dinetalkan dengan Na2CO3 10% dan disaring
Kulit singkong dibersihkan dari kulit bagian diambil filtratnya sebagai hasil hidrolisa.
luar yang berwarna coklat dan dicuci bersih. Kulit Pengukuran panjang gelombang maksimum 530-
singkong dipotong-potong dan dibalur dengan 550 nm. Ditimbang 20 mg glukosa anhidrat
abu dapur kering dan diletakkan dalam tempat dengan aquadest sampai volume 100 ml, dipipet
terbuat dari anyaman bambu dan ditutup daun 25 ml larutan diatas dan diencerkan dengan
pisang lalu dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 aquadest dalam labu takar 100 ml. Dipipet 1 ml
FMIPA-UMRI 117
Vol. 7 No.2, Mei 2017 Jurnal Photon
118 FMIPA-UMRI
Jurnal Photon Vol. 7 No. 2, Mei 2017
sebelum ditambahkan ragi roti dan fermentasi akan mempercepat terjadi ketengikan yang dapat
sebesar 11,96 % sedangkan setelah ditambahkan merusak nutrisi yang terdapat pada pakan ikan.
ragi roti mengalami penurunan menjadi 11,71%. Menurut wulandari (2000) ketengikan
Hal ini di karenakan di dalam ragi roti yang disebabkan oleh enzim proteolitik menjadi aktif,
digunakan mengandung lemak sebesar 4-5 %. enzim ini yang menyebabkan kandungan lemak
Pada hasil kandungan lemak dalam pelet ikan bebas dari minyak naik dengan cepat.
tersebut mengalami penurunan setelah fermentasi
sampai hari ke 2 dan mengalami kenaikan pada Analisa Kadar Pati
hari ke 3 sebesar 11,18%. Kadar lemak yang Pati merupakan elemen yang terakhir dalam
didapatkan pada penelitian ini telah memenuhi proses pertumbuhan ikan karena kemampuan
ketentuan standar SNI. Lemak dalam pakan ikan untuk dapat mencerna pati sangat rendah.
berpengaruh terhadap rasa dan tekstur pakan. Kebutuhan pati dalam ikan relatif sedikit dan
Menurut Mudjiman (2004) bahwa kandungan cenderung dimanfaatkan sebagai kerangka
lemak ideal untuk pakan ikan berkisar 4-18%. karbon untuk sintesis protein (Tacon, 1987). Pada
hasil penelitian yang didapatkan bahwa
kandungan pati yang terdapat dalam pakan ikan
Kadar Lemak
tersebut mengalami penurunan dari hari ke 0
Rp600000.000 sampai hari ke 2 dan mengalami kenaikan pada
Rata-rata (%)
10,1 9,86
Rp400000.000 10,73 hari ke 3 sebesar 9,06%. Hasil kandungan pati
Rp200000.000 11,18 mengalami penurunan pada hari ke 0 sampai hari
9,8 ke 2 hal ini menunjukkan bahwa pati mengalami
Rp- 11,71
0 2 4 6 8
hidrolisis oleh enzim amilase yang dihasilkan
dari s. cerevisae (Satyawiharja, 1984). Dan pati
Waktu fermentasi (hari)
sebagai sumber energi utama selama proses
Grafik Hasil Kadar Lemak Pelet Ikan fermentasi sehingga kandungan pati dalam pakan
rendah.
Pakan yang mengandung hasil fermentasi Wilson (1994) melaporkan bahwa ikan yang
memiliki kandungan gizi yang lebih baik dan diberi pakan tanpa kandungan pati memiliki laju
mudah dicerna serta diserap oleh tubuh ikan. pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan
Hampir semua lemak dalam pakan ikan dapat pakan yang memiliki kandungan pati. Pemberian
dicerna. Pakan yang mengandung lemak yang pati yang tinggi akan mengakibatkan
tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan ikan. pertumbuhan ikan menurun. Kadar kandungan
Pada penelitian ini mengalami peningkatan pati dalam pakan ikan untuk benih hewan
kandungan lemak pada waktu fermentasi 3 hari. omnivora sebesar 20 % dan sedangkan untuk
Peningkatan kandungan lemak tersebut diduga benih hewan karnivora sebesar 30% (Furuichi,
disebabkan oleh lamanya waktu fermentasi yang 1988). Hasil menunjukkan pada penelitian ini
dapat memberikan kesempatan pada S. cerevisiae bahwa kandungan pati dalam pakan ikan buatan
untuk tumbuh dan berkembang sehingga akan ini masih dalam batas yang dapat dicerna dengan
meningkatnya massa mikrobial yang kaya lemak. baik oleh ikan. Sumber karbohidrat seperti pati
Pembuktian waktu optimal pada fermentasi dapat digunakan sebagai perekat dalam pakan
pelet ikan terhadap kadar lemak diuji secara ikan dan udang untuk meningkatkan ketahanan
statistik menggunakan uji t pada waktu pakan di air (Millamena et al, 2002).
fermentasi pelet ikan 4 dan 5 hari. Hal ini
dilakukan karena antara waktu 4 dan 5 hari
selisihnya dekat. Setelah dilakukan uji t ternyata
tidak terjadi perbedaan yang nyata pada p = 0,05.
Kandungan lemak yang tinggi memerlukan
proses penyimpanan yang baik, jika tidak maka
FMIPA-UMRI 119
Vol. 7 No.2, Mei 2017 Jurnal Photon
120 FMIPA-UMRI
Jurnal Photon Vol. 7 No. 2, Mei 2017
penurunan kadar Ca dalam pakan ikan buatan untuk pembentukkan sel darah merah. Pada
tersebut sebesar 803,34 mg/kg. Hasil kadar penelitian ini didapatkan hasil kandungan
mineral Ca yang didapat besar dari 100 mg/kg. mineral Fe sebelum ditambahkan ragi roti dan
Tingginya kadar kalsium pada pelet ikan ini fermentasi sebesar 136,10 mg/kg, sedangkan
disebabkan oleh tinggi kandungan kalsium dalam setelah ditambahkan ragi roti dan fermentasi
bahan-bahan pembuatan pelet ikan tersebut. Hal mengalami kenaikan sebesar 138,26 mg/kg. Hasil
tersebut yang menyebabkan kadar kalsium (Ca) setelah ditambahkan ragi roti dan fermentasi
dalam pelet ikan tinggi. mengalami kenaikan dari fermentasi 0 hari
sampai 2 hari fermentasi sebesar 150,98 mg/kg
dan mengalami penurunan dari hari ke 3
fermentasi sampai hari ke 4 fermentasi sebesar
126,60 mg/kg dan 121,17 mg/kg. Hasil pada
penelitian ini didapatkan melebihi batas yang
diperbolehkan dalam pakan ikan kering.
FMIPA-UMRI 121
Vol. 7 No.2, Mei 2017 Jurnal Photon
122 FMIPA-UMRI
Jurnal Photon Vol. 7 No. 2, Mei 2017
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Fish and Shrimp A Training Manual Part
Press, Surabaya I: The Essensial Nutriend. Brazilia: FAO
SNI-01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan of The UN.
Minuman. Badan Standardisasi Nasional. Talib, C., 1999. Bekicot. Penerbit Nusa Indah,
Stickney,R.R dan R.T. Lovell., 1977. Nutrittion Jakarta.
and Feeding of Channel Catfish. A Oboh, G. dan Elusiyan, C.A. (2007). Change in
Report from the Nutrition Subcommite the nutrient and antinutrient content of
og Regional Research Project S-83. micro-fungi fermented cassava flour
Southern Cooperative Series, Bulletin produced from low and medium cyanide
218. variety of cassava tuber. African Journal
Tacon., 1987. The Nutrition and Feeding Farmed of Biotechnology 6(18): 2150-2157.
FMIPA-UMRI 123