Anda di halaman 1dari 9

Nama : Mohammad Gerry Oxa

NIM : 051711133149
Review Artikel
Title: Validated Spectrophotometric Methods for Simultaneous Determination of Food Colorants
and Sweeteners
Author: Fatma Turak and Mahmure Ustun Ozgur from Department of Chemistry, Faculty of
Science and Art, Yildiz Technical University,34220, Istanbul, Turkey
1. Pembuka
Pewarna dan pemanis buatan menjadi bahan yang sering ditambahkan ke dalam produk
makanan, minuman, atau produk farmasi dengan tujuan untuk memperbaiki tampilan atau
rasa dari produk akhir. Beberapa pewarna dapat menyebabkan efek racun dalam tubuh
manusia dan pada beberapa orang yang sensitif dapat memberikan efek alergi dan reaksi
asma serta dapat menginduksi kanker dan beberapa penyakit. Oleh karena itu diperlukan
suatu metode untuk mengontrol dan membatasi penggunaan pewarna.
Salah satu pewarna yang sering digunakan dalam industri pangan adalah indigotin
(indigo carmine, E 132, IND), dan pewarna sintetis azo, brilliant blue (E 133, BB). Suatu
metode analisis diperlukan untuk mengetahui kandungan pewarna tersebut karena
sifatnya yang berpotensi sebagai karsinogen dan racun. Sudah tersedia beberapa metode
untuk mengetahui kandungan pewarna tersebut diantaranya yaitu UV/VIS
spectrophotometry, chromatography, capillary electrophoresis, diferential pulse
polarography, voltammetry, chemometric techniques.
Pemanis buatan seperti aspartame (ASP, E 951) dan acesulfame-K(ACE-K, E 950) telah
ditentukan batas konsumsi hariannya oleh WHO/FAO dalam ADI (acceptable daily
intake) yaitu 0-40 mg/kgBB untuk ASP dan 0-15 mg/kgBB untuk ACE-K sehingga untuk
memenuhi range tersebut diperlukan kontrol kandungan ASP dan ACE-K dalam suatu
sediaan. Terdapat beberapa metode yang telah tersedia untuk menguji pemanis buatan
tersebut diantaranya yaitu HPLC, IC, MEKC, CZE, Forier Raman spectrometry, dan
Chemometry.
Karena jarang sekali dalam sediaan pangan, dan farmasi memiliki lebih dari tiga
komponen baik pemanis buatan ataupun pewarna maka diperlukan suatu metode analisis
alternatif yang lebih cepat, sederhana, dan murah. Metode spektrofotometri dipilih karena
sifatnya yang cocok digunakan untuk analisis rutin. Dipilih metode analisis zero crossing
dan derivatif rasio-spektra agar dapat menganalisis komponen pewarna (BB dan IND)
dan pemanis (ASP dan ACE-K) secara simultan dalam campuran makanan atau minuman
tanpa adanya ekstraksi, evaporasi, kompleksasi dan penambahan bahan kimia berbahaya
untuk memisahkan komponen sampel. Selain itu dua metode terpilih dapat
menyelesaikan masalah pembacaan absorban pada analit dengan panjang gelombang
tumpang tindih.
2. Bahan dan Metode
a. Alat: A double-beamShimadzu 2450UV-VIS spectrophotometer, connected to
personal computer compatible with a laser printer, was used. The bundle sotware,
version 2.21, was used to process the absorption and derivative spectra. he
spectral band width was 1 nm and scanning speed was medium. Magnetic stirrer
(Arex-Velp Scientiica), Hettich EBA 20 centrifuge, and 0.45 μm membranes were
used in this study
b. Bahan: reagen pro analisis, aqua bidestilata, standart Brilliant Blue, standart
Indigotin, standart Aspartam, standart Acesulfame-K, sampel chewing gum
(mengandung gum base, sweeteners (E950, E951), soteners, bulking agents,
lavorings, colorants (E132, E133), preservatives, moisture trap, acid regulating,
and antioxidant (BHA), were studied. he ingredients are in order decreasing of
concentration.)
c. Larutan
o Larutan baku induk 100 μg/ml:
o ASP dan ACE-K dipreparasi secara terpisah dengan melarutkan
sejumlah zat bahan standard dalam aqua bidest sehingga didapat
konsentrasi 100 μg/ml disiapkan RP dan terlindung dari cahaya.
o BB dan IND dipreparasi secara terpisah dengan melarutkan
sejumlah zat bahan standard dalam aqua bidest sehingga didapat
konsentrasi 100 μg/ml disiapkan RP dan terlindung dari cahaya.
o Larutan baku kerja didapatkan dari pengenceran baku induk sehingga
didapatkan konsentrasi 2-10 μg/ml
d. Prosedur
1) Pengukuran secara spektrofotometri
e. Preparasi sampel
Ditimbang 50 chewing
gum dan dipotong kecil-
kecil

Diambil setara dengan


10 buah chewing gum,
dimasukkan dalam labu
erlenmeyer

Ditambahkan 35 mL air dan


diaduk dengan magnetic
strirrer selama 20 menit
dalam temperatur konstan
40°C. lalu didinginkan hingga
suhu ruang.

Disentrifuse, dan
ditambahkan air ad 50
mL. larutan disaring
dengan membran 0,45
μm

Dimasukkan ke kuvet.
diukur spektra absorbsi
pada 300-700 nm
dengan blanko air.

Ditambahkan 0,1 g karbon


aktif, kocok ad warna
hilang

Campuran disentrifuse dan


0,5 mL larutan
dipindahkan ke labu ukur
10 mL, tambah air ad
tanda.

spektra absorpsi diukur


pada 200-300 nm. air
sebagai blank
f. Zero-Crossing Derivative Spectrophotometry
o Spektra larutan standar ACE-K dan ASP diukur pada panjang gelombang
200-300 nm (air sebagai blank). Spektra dihaluskan, lalu derivatif 1 dan 3
diukur. Amplitudo dari baseline ke puncak pada 242 nm terkait dengan
kandungan ACE-K dan amplitudo pada derivatif ketiga pada 227 nm
terkait dengan kandungan ASP.
o Spektra larutan standar BB dan IND diukur pada panjang gelombang 300-
700 nm (air sebagai blank). Spektra dihaluskan, lalu derivatif 1 dan 3
diukur. Nilai absorban derivatif pertama pada 420 nm terkait dengan BB
dan 348 nm terkait dengan IND.
o Campuran ACE-K, ASP, IND, dan BB dengan berbagai rasio dalam range
konsentrasi seperti pada tabel 2 dipreparasi. Campuran ini dan sampel
produk komersil dianalisis seperti cara di atas.
g. Ratio Derivative Spectrophotometry
o Larutan standar ACE-K diukur spektra absorpsinya dengan resolusi 1 nm
pada panjang gelombang 200-300 nm (air sebagai blank) dan hasil
disimpan di komputer. Spektra tersimpan tersebut dibagi tiap panjang
gelombang dengan spekra larutan standar ASP 6 μg/ml. Rasio spektra
dihaluskan, dan derivatif pertamanya diukur. Dalam campuran biner ASP
dan ACE-K, ACE-K dapat ditentukan dengan mengukur amplitudo pada
248 nm koresponsi pada minimum.
o Larutan standar ASP diukur spktra absorpsinya dengan resolusi 1 nm pada
panjang gelombang 200-300 nm (air sebagai blank) dan hasil disimpan di
komputer. Spektra tersimpan tersebut dibagi tiap panjang gelombang
dengan spekra larutan standar ACE-K 4 μg/ml. Rasio spektra dihaluskan,
dan derivatif ketiga diukur. Dalam campuran biner ASP dan ACE-K, ASP
dapat ditentukan dengan mengukur amplitudo pada 225 nm koresponsi
pada panjang gelombang minimum.
o Berbagai konsentrasi larutan standar BB diukur spektra absorpsinya dan
dibagi dengan spektra larutan standar 6,0 μg/ml IND diperoleh rasio
spektra. Dibuat plot Spektra derivatif pertama dan rasio spektra. Pada
campuran biner kandungan BB dapat ditentukan dengan mengukur sinyal
derivatif pertama pada 419 nm koresponsi dengan panjang gelombang
minimum pda daerah 300-450 nm.
o Berbagai konsentrasi larutan standar IND diukur spektra absorpsinya dan
dibagi dengan spektra larutan standar 4,0 μg/ml BB diperoleh rasio
spektra. Dibuat plot Spektra derivatif pertama dan rasio spektra. Pada
campuran biner kandungan IND dapat ditentukan dengan mengukur sinyal
derivatif pertama pada 365 nm koresponsi dengan panjang gelombang
minimum pda daerah 300-400 nm.
o Campuran ACE-K, ASP, IND, dan BB dengan berbagai rasio dalam range
konsentrasi seperti pada tabel 2 dan sampel produk komersil dianalisis
seperti cara dan pada panjang gelombang tersebut di atas.
3. Hasil dan Pembahasan
a. Zero-Crossing Derivative Spectrophotometry
o Pada orde nol, spektra ACE, ASP, dan campuran keduanya tumpang
tindih pada panjang gelombang 200-300 nm sehingga tidak bisa dilakukan
analisis dengan metode konvensional gambar 1(a).
o Pada spektra derivatif terjadi resolusi yang lebih baik dalam hal ini zero-
crossing point seperti pada gambar 1(b) dan 1(c).
o Untuk penentuan ACE-K digunakan derivat pertama pada panajang
gelombang 242 nm karena pada panjang gelombang tersebut
absorban ASP nol sehingga ACE dapat ditentukan tanpa adanya
gangguan ASP.
o Untuk penentuan ASP digunakan derivat ketiga pada panjang
gelombang 227 nm karena pada panjang gelombang tersebut tidak
ada kontribusi ACE-K sehingga ASP dapat ditentukan (gambar 1c)

o Spektra absorpsi BB,IND dan campuran keduanya diukur pada panjang


gelombang 300-700 nm. (gambar 2a)
o Spektra overlap pada 400-600 nm -> tidak bisa dilakukan analisis.
o Spektra pada 300-450 nm lebih tidak overlap -> dipilih untuk analisis tiap
pewarna.
o Pada spektra derivatif pertama IND dan BB menunjukkan IND
memiliki amplitudo minimum pada D1 348 nm sedangkan BB
memiliki nilai D1 nol pada panjang gelombang yang sama
o Pada 420 nm BB memiliki nilai D1 minimum sedangkan IND tidak
memilki kontribusi (nol)
o Sehingga dapat digunakan panjang gelombang tersebut untuk mengukur
kedua pewarna (348 nm untuk BB dan 420 nm untuk BB) tanpa adanya
interfensi (Gambar 2b)

o Untuk analisis kuantitatif dibuat persamaan regresi dan dihitung koefisien


korelasi. Hasil ditunjukkan pada tabel 1.
o Hasil koefisien korelasi menunjukkan lineartitas yang baik
b. Ratio Derivative Spectrophotometry
o Penentuan komponen dalam campuran pada panjang gelombang
maksimum atau minimum. Dapat digunakan puncak ke puncak antara
maksimum dan minimum yang berurutan.
o For better sensitivity
o Instrumental conditions were optimized -> to achieve most distinct first
and third derivatives of ratio spectra
o Main instrumental parameter: divisor consentration
o Dilakukan optimasi divisor dengan ASP dan ACE-K 2-10 μg/ml
o Divisor consentration 4 μg/ml Ace-K dan 6 μg/ml ASP giving the best
signal to noise ratio and coefficient correlation thus used.
o First derivative amplitude at 248 nm corresponds to a minimum, 6
μg/ml ASP as divisor -> penentuan kadar ACE-K (Gambar 3a)
o Third derivative ratio spectra with 4 μg/ml ACE as divisor at 225 nm,
amplitude corresponds to a minimum -> penentuan kadar ASP
(gambar 3b)

o First derivative amplitude at 356 nm corresponds to a minimum, 4


μg/ml BB as divisor -> penentuan kadar IND (4 (Gambar 4a)
o Third derivative ratio spectra with 6 μg/ml IND as divisor at 225 nm,
amplitude corresponds to a minimum -> penentuan kadar BB
(gambar 4b)
o Untuk penentuan kadar dihitung persamaan regresi pada tabel 1.
o Untuk campuran buatan (prepared in lab) dan sampel chewing gum
dilakukan pengukuran pada panjang gelombang:
356 nm (1D356) untuk IND; 419 nm (1D419) untuk BB; 248 nm (1D248) untuk ACE-
K; 225 nm (3D225) untuk ASP spektra derivatif pertama dan ketiga.
c. Validasi metode
 Linearitas: dilakukan pengukuran tiap pewarna dan pemanis dengan rentang
konsentrasi 2-10 μg/ml. The regression equations were derived using least-
squares method. Beer’s law plots (n=5) were linear, small intercepts, good
correlation coefficient (0,9992 – 0,9999)
 Presisi, Akurasi, Persen Rekoveri: untuk menguji keterulangan metode.
Dilakukan dengan 5 pengukuran secara terpisah berbagai konsentrasi
komponen pewarna dan pemanis in the presence of certain consentration
of the other component. Persen rekoveri didapat dari (μg hasil/μg
penambahan)x100%. RSD dihitung untuk presisi.
 LOD dan LOQ

Xb = rata-rata konsentrasi blanko


Sb = standar deviasi blanko
Blanko diukur 5 kali lipat.

Hasil validasi
d. Analisis sampel

Hasil metode ZCDS dan RDS dikomparasi secara statistik dengan hasil pada tabel di atas.
T hitung dan F hitung lebih kecil dari t dan f tabel sehingga dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan signifikan terkait dengan akurasi dan presisi.

4. Kesimpulan
 Metode spektrofotometri derivatif (zero-crossing) pertama dan ketiga dan metode
spektrofotometri derivatif rasio pertama dan ketiga dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif ACE-K, ASP, IND, dan BB dalam campuran dan sampel chewing gum.
 Dengan menggunakan spektra derivatif rasio pertama dan ketiga maka dapat dilakukan
pengukuran absorban pemanis dan pewarna pada panjang gelombang yang korespon
terhadap maksimum atau minimum. Atau dapat digunakan adisi nilai absorban pada
maximum dan minimum berurutan (peak to peak).

Anda mungkin juga menyukai