2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan
perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan.
Menstuasi yang pertama disebut menarke paling sering terjadi pada usia 11 tahun, tetapi
bisa juga terjadi pada usia 8 tahun atau 16 tahun. Menstruasi merupakan pertanda masa
produktif pada kehidupan seorang wanita. Siklus menstuasi berkisar antara 21-40 hari.
Hanya 10-15% wanita yang memiliki siklus 28 hari (Iluni, 2008).
World Health Organization (WHO) mendefenisikan “kesehatan ” sebagai “suatu
keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang sempurna dan bukan sekedar tidak ada
penyakit atau kelemahan”. Masa remaja dalam perjalanan kehidupan adalah suatu
periode transisi yang memiliki rentang dari masa kanak-kanak yang bebas dari tanggung
jawab sampai pencapaian tanggung jawab pada masa remaja (Glasier, 2005).
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika
pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan
lagi remaja (Admin, 2008).
Mengakhiri abad ke-20 dan mengawali abad ke-21 ini ditandai oleh fenomena
transisi kependudukan di Indonesia. Apabila sebelumnya penduduk yang terbesar
adalah anak-anak maka dalam masa transisi ini proporsi penduduk usia remaja semakin
besar. Terdapat 36.600.000 (21% dari total penduduk) remaja di Indonesia dan
diperkirakan jumlahnya mencapai 43.650.000 pada awal abad ke-21 (Notoatmodjo,
2007).
Masa remaja, usia diantara masa anak-anak dan dewasa, yang secara biologis
yaitu antarta umur 10 sampai 19 tahun. Peristiwa yang terpenting yang terjadi pada
gadis remaja ialah datang haid yang pertama kali, biasanya sekitar umur 10 smpai 16
tahun. Saat haid yang pertama ini datang dinamakan menarche(Jones, 2009).
Angka kejadian (prevalensi) Nyeri Haid berkisar 45-95% (USA, November 2006)
dikalangan wanita usia produktif. Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun
sering kali dirasa mengganggu bagi wanita yang mengalaminya (Pradita, 2010).
Dysmenorea Spasmodik atau Primer dialami oleh 60-75% wanita muda. Pada tiga
perempat wanita yang mengalaminya, intensitas kram ringan atau sedang, tetapi pada
25% nyeri berat dan membuat penderitanya tidak berdaya (Jones, 2001).
Penyebab terjadinya rasa sakit belum diketahui hingga sekarang tetapi teori yang
masuk ialah kekejangan pada otot rahim yang menyebabkan aliran darah tidak lancar,
50% dari kaum wanita pernah mengeluh karena sakit pada waktu haid pada masa
remaja biasanya gangguan ini mencapai puncaknya pada umur 17-25 tahun dan
pengobatan telah dilakukan dari dulu sampai sekarang (Jones, 2009).
Biasanya dismenorrhoe primer dimulai 24 jam sebelum haid datang dan
berlangsung sampai 12 jam pertama dari masa haid. Sesudah itu rasa tidak enak tadi
hilang. Barangkali 50% dari kaum wanita pernah mengeluh karena sakit waktu haid
pada masa remaja. Umumnya gangguan ini mencapai puncaknya pada (Jones, 2009).
B. Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dismoinore ?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan tentang konsep disminore
2. Mendeskripsiskan dan menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien disminore
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. LANDASAN TEORI
1. Definisi Dismenore
Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang di sebabkan oleh kejang otot
uterus. Nyeri ini terasa di perut bagian bawah dan atau di daerah bujur sangkar
Michaelis. Nyeri dapat terasa sebelum dan sesudah haid. Dapat bersifat kolik atau terus
menerus. Nyeri haid yang merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Istilah
dismenorea biasa dipakai untuk nyeri haid yang cukup berat dimana penderita mengobati
sendiri dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri ke dokter.
Dismenore adalah nyeri haid yang sedemikian hebatnya, sehingga memaksa
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk
beberapa jam atau beberapa hari. Patofisiologi dismenore sampai saat ini masih belum
jelas, tetapi akhir-akhir ini teori prostaglandin banyak digunakan, dikatakan bahwa pada
keadaan dismenore kadar prostaglandin meningkat. Kram, nyeri dan ketidaknyamanan
lainnya yang dihubungkan dengan menstruasi disebut juga dismenore. Kebanyakan
wanita mengalami tingkat kram yang bervariasi; pada beberapa wanita, hal itu muncul
dalam bentuk rasa tidak nyaman ringan dan letih, dimana beberapa yang lain menderita
rasa sakit yang mampu menghentikan aktifitas sehari-hari. Dismenore dikelompokkan
sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore
sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya. Wanita yang tidak berovulasi
cenderung untuk tidak menderita kram menstruasi; hal ini sering terjadi pada mereka
yang baru saja mulai menstruasi atau mereka yang menggunakan pil KB. Kelahiran bayi
sering merubah gejala-gejala menstruasi seorang wanita, dan sering menjadi lebih baik.
Istilah dismenorea atau nyeri haid hanya dipakai jika nyeri haid demikian
hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaannya
untuk beberapa jam atau beberapa hari (Simanjuntak, 1997). Ada 2 jenis dismenorea,
yaitu dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Pembagian dismenorea menurut
Sunaryo (1989) adalah sebagai berikut : pertama dismenorea primer atau esensial,
intrinsik, idiopatik, yang pada jenis ini tidak ditemukan atau didapati adanya kelainan
ginekologik yang nyata; yang kedua dismenorea sekunder atau ekstrinsik, yaitu rasa
nyerinya disebabkan karena adanya kelainan pada daerah pelvis, misalnya
endometriosis, mioma uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD.
2. Klasifikasi Dismenore dan Etioligo
Dismenore terbagi menjadi 2 , yaitu dismenore primer dan dismenore sekunder :
a. Desminore primer terjadi jika tidak ada penyakit organic, biasanya dari bulan ke-6
sampai tahun ke-2 setelah menarke. Desminore ini seringkali hilang saat berusia
25thn atau setelah wanita hamil dan melahirkan pervaginam. Faktor psikogenik dapat
mempengaruhi gejala, tetapi gejala pasti berhubungan dengan ovulasi dan tidak
terjadi saat ovulasi disupresi. Selama fase luteal dan aliran menstruasi berikutnya,
prostaglandin F2 alfa (PGF2α) disekresi. Pelepasan PGF2α yang berlebihan
meningkatkan amplitude dan frekuensi reaksiuterus dan menyebabkan vesospasme
arteriol uterus, sehingga menyebabkan iskemia dan kram abdomen bawah yang
bersifak siklik. Respon sistemik terhadap PGF2α meliputi nyeri punggung ,
kelemahan, mengeluarkan keringat, gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah,
diare) dan gejala system saraf pusat (pusing, sinkop, nyeri kepala, dan konsentrasi
buruk) (Heitkemper,dkk 1991). Penyebab pelepasan prostaglandin yang berlebihan
belum diketahui.
b. Desminore sekunder dikaitkan dengan penyakit pelvis organic, seperti
endometriosis, penyakit radang pelvis, stenosis serviks, neoplasma ovarium atau
uterus dan polip uterus. IUD juga dapat menyebabkan desminore sekunder.
Desminore sekunder dapat disalah artikan sebagai desminore primer aatau dapat
rancu dengan komplikasi kehamilan dini. Pada kasus pemeriksaan pelvis abnormal
dibutuhkan evaluasi selanjutnya untuk menentukan diagnosis. Desminore dapat
timbul pada perempuan dengan menometroragia yang meningkat. Evaluasi yang hati-
hati harus dilakukan untuk mencari kelainan dalam kavum uteri atau pelvis yang
dapat menimbulkan kedua gejala tersebut. Histeroskopi, histerosalpingogram (HSG),
sonogram transvaginal (TSV), dan laproskopi, semuanya dapat digunakan untuk
evaluasi. Pengobatak ditujukan untuk memperbaiki keadaan yang mendasarinya.
Perbedaan karakteristik dari disminore primer dan disminore sekunder :
Dalam bukunya Beckmen (2010) etiologi dari dismenore primer disebabkan oleh
kelebihan prostaglandin diproduksi di endometrium. Produksi prostaglandin dalam rahim
biasanya meningkat disebabbkan oleh progesteron biasanya terjadi di awal menstruasi.
Dismenore sekunder disebabkan oleh kelainan struktur atau proses penyakit yang
terjadi di luar uterus, dalam dinding rahim, atau dalam rongga rahim. Penyebab umum
dismenore sekunder termasuk endometriosis (adanya ektopik luar jaringan endometrium
rahim), adenomiosis (Adanya jaringan endometrium ektopik dalam miometrium),
perlengketan, penyakit radang panggul, dan leiomyomata (fibroid rahim).
Nyeri pada disminore juga dapat dibagi menjadi beberapa bagian, berdasarkan
gradenya :
0 : Tidak disminore
4. Patofisiologi
a. Dismenorea primer
Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-12 bulan
pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus ovulasi teratur (regular
ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang
terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan
iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar
prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita
dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama
selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset
terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah karena prostaglandin
F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a potent myometrial
stimulant) dan vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori (Willman, 1976).
Respon terhadap inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung
pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin mediated).
Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan kontraksi uterus yang
memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan aliran darah ke miometrium.
Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan endometrium (endometrial
fluid) wanita dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat nyeri (Helsa,
1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase
folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama
menstruasi (Speroff, 1997; Dambro, 1998). Peningkatan prostaglandin di endometrium
yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal menimbulkan
peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan (Dawood, 1990).
Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi sensitivitas nyeri
serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene yang bermakna
(significant) telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan dismenorea primer
yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers,
1984; Rees, 1987; Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari
posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas miometrium, mereduksi
(mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada penderita dismenorea primer
(Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di endometrium dapat berhubungan dengan
sintesis dan pelepasan prostaglandin.
b. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan saja setelah
menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah
tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles). Peningkatan
prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian (by
definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada.
Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis,
polip endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan
kontrasepsi atau IUD (intrauterine device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan
sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder.
Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea
sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
5. Gambaran Klinis
terdapat faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya dismenorea
yang berat (severe episodes of dysmenorrhea) :
1. Menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche)
2. Periode menstruasi yang lama (long menstrual periods)
3. Aliran menstruasi yang hebat (heavy menstrual flow)
4. Merokok (smoking)
5. Riwayat keluarga yang positif (positive family history)
6. Pemeriksaan Dignostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan dismenore
adalah :
a. Tes laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : normal.
2) Urinalisis : normal
b. Tes diagnostic tambahan
1) Laparaskopi : penyikapan atas adanya endomeriosi atau kelainan pelvis yang lain.
7. Therapi
Therapi diberikan berdasarkan klasifikasi dismenore. Pada nyeri primer diberikan
agen antiinflamasi nonsteroid, yang menyekat sistensis prostaglandin melaluo
penghambatan enzim siklooksigenase, misalnya : ibuprofen (Motrin), naproxen, alleve,
Anaprox, Naproxyn, dan as. Mefenamat (ponstel).
Dengan pemberian obat-obatan ini biasanya wanita akan mengalami efek samping
pada gastrointestinal. Kontra indikasi obat-obatan ini adalah pada wanita dengan alergi,
riwayat ulkus peptikum, sensitive terhadap aspirin, asma dan terjadinya kehamilan.
(Brunner & Suddarth, 2002) terapi akan baik bila dilaksanakan sebelum gejala menstruasi
sampai gejala berkurang. Dapat juga diberikan kontrasepsi oral, yang berfungsi
menghambat prostaglandin endometrium oleh progesterone. Obat-obatan ini akan
menurunkan jumlah menstruasi sehingga menurunkan konsentrasi prostaglandin. (Price,
2002). Pemberian analgesic sebelum kram mulai, juga dapat mengurangi rasa nyeri.
Aspirin, inhibitor prostaglandin ringan juga dapat di berikan sesuai dosis, biasanya
dianjurkan setiap 4 jam.
Sedangkan, tindakan yang dapat dilakukan untuk nyeri sekunder adalah
mengobati penyakit yang mendasarinya.
Primer Sekunder
Gejala Kram dan disertai gejala sistemik Nyeri, yang terjadi beberapa
yang berlangsung sebelum awitan hari sebelum awitan, pada
sampai 2 – 3 hari setelah awitan ovulasi, dan pada saat
pada wanita melakukan hubungan
seksual
Penyebab Produksi prostaglandin yang berlebih Adanya penyakit patologis
yang mendasari
Penanganan Antiprostaglandin, latihan dan Evaluasi dan pengobatan
kontrasepsi oral untuk penyebab yang
spesifik (penyakitnya)
(Brunner & Suddarth, 2002)
8. Penatalaksanaan
Pada dismenorea primer, penyebab rasa nyaman dijelaskan dan pasien
ditenangkan bahwa menstruasi adalah fungsi normal dari sistem reproduktif. Jika pasien
muda dan ditemani ibunya, ibunya juga harus ditenangkan dan diberikan pengetahuan
mengenai hal ini.
Banyak anak perempuan yang menduga bahwa mereka akan mengalami periode
haid yang sangat menyakitkan apabila ibu mereka mengalaminya juga. Keram yang tidak
nyaman dapat diatasi jika kecemasan dan kekawatiran terhadap signifikansi gejala
tersebut dijelaskan secara adekuat. Gejala biasanya menghilang dengan medikasi yang
sesuai.
Pasien dianjurkan untuk melakukan aktivitas normalnya dan untuk meningkatkan
latihan fisik karena latihan memberikan dasar neurofisiologis untuk peredaan.
Terapi lain yang bisa dilakukan misalnya :
1. Therapi kompres hangat : Kompres hangat ditujukan agar memperlancar sirkulasi
darah, mengurangi rasa sakit, memperlancar pengeluaran cairan, merangsang
peristaltik usus dan memberikan rasa nyaman klien.
2. Therapy Relaksasi Progresif :
a. Tarik nafas, arahkan nafas ke ujung kaki dan relaksasikan bagian tersebut.
Arahkan nafas ke telapak kaki dan tumit dan relaksasikan bagian tersebut,
kemudian hembuskan
b. Tarik nafas, arahkan nafas ke otot kaki bagian bawah dari tumit ke lutut dan
relaksasikan. Pertama kaki kiri kemudian kaki kanan. Hembuskan nafas, rasakan
relaksasi dari ujung kaki ke atas.
c. Tarik nafas, arahkan nafas ke bokong dan panggul kemudian relaksasikan.
Hembuskan nafas.
d. Tarik nafas arahkan ke perut dan otot pinggang, relaksasikan dan hembuskan.
e. Tarik nafas arahkan ke dada dan otot punggung, relaksasikan dan hembuskan
nafas.
f. Tarik nafas arahkan ke bahu, tangan dan ujung jari, relaksasikan dan hembuskan
nafas.
g. Tarik nafas arahkan ke otot dahi, pipi, alis dan rahang. Biarkan rahang turun,
rasakan kenyamanan saat otot tersebut relaksasi. Biarkan perasaan relaksasi ini
menyebar ke otot leher, tenggorokan dan lidah, hembuskan nafas.
h. Bernafaslah secara perlahan dan teratur dalam latihan.
3. Imagery Guided
l. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi :
1) Kepala : Pemeriksaan konjungtiva, pemeriksaan membrane mukosa bibir
2) Dada :
Paru : peningkatan frekuensi nafas
Jantung : Peningkatan denyut jantung
3) Payudara dan ketiak : Adanya nyeri pada payudara
4) Abdomen : Nyeri pada bagian bawah abdomen, kaji penyebab nyeri, Kualitas
nyeri, Region nyeri, Skala Nyeri, Awitan terjadinya nyeri, sejak kapan dan berapa
lama
5) Genetalia : Kaji siklus menstruasi pasien
6) Integumen : kaji turgor kulit
2. Diagnosa
a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
c. Ansietas b/d ancaman terhadap konsep diri
3. Intervensi dan Implementasi keperawatan
1. Observasi
Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
Identifikasi riwayat alergi
obat
Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. Narkotika, non-
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
Monitor efektifitas analgesik
2. Terapeutik
Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
Tetapkan target efektifitas
analgesic untuk mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesic dan efek yang
tidak diinginkan
3. Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai indikasi
1. Observasi
Identifikasi deficit tingkat
aktivitas
Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang diinginkan
Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. Bekerja) dan waktu luang
Monitor respon emosional,
fisik, social, dan spiritual terhadap
aktivitas
2. Terapeutik
Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit yang
dialami
Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi danrentang
aktivitas
Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika sesuai
Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan aktivitas
yang dipilih
Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. Ambulansi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan waktu,
energy, atau gerak
Fasilitasi akvitas motorik
kasar untuk pasien hiperaktif
Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat badan, jika
sesuai
Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implicit dan
emosional (mis. Kegitan keagamaan
khusu) untuk pasien dimensia, jika
sesaui
Libatkan dalam permaianan
kelompok yang tidak kompetitif,
terstruktur, dan aktif
Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan ( mis. Vocal group, bola
voli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas rumah
tangga, perawatan diri, dan teka-teki
dan kart)
Libatkan kelarga dalam
aktivitas, jika perlu
Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
Berikan penguatan positfi
atas partisipasi dalam aktivitas
3. Edukasi
Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, social, spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan kesehatan
Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai
Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
4. Kolaborasi
Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika
sesuai
Rujuk pada pusat atau
program aktivitas komunitas, jika
perlu
2. Terapeautik
Ciptakan lingkungan yang tenang dan
tanpa gangguan dengan pencahayaan
dan suhu ruangan yang nyaman
Berikan informasi tertulis tentang
persiapan dan prosedur teknik
relaksasi
Gunakan pakaian yang longgar
Gunakan nada suara yang lembut
dengan irama yang lambat
Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgetik
3. Edukasi
Jelaskan tujuan manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang digunkan
Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
Anjurkan mengambil posisi yang
nyaman
Anjurkan pasien rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
Anjurkan pasien sering ngulangi atau
melatih teknin yang dipilih
Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi
LAPORAN KASUS
SIKLUS KEPERAWATAN MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. S DENGAN DISMINORE
2021
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA MASALAH GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI
I. PENGKAJIAN
Hari/ tanggal : ..................................
Oleh : ...............................................
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Nn. S saat ini mengeluh perut sakit dibagian bawah sampai pinggang,
6. Riwayat Menstruasi
Pasien mendapat menarche pada usia 15 tahun, siklus menstruasi 28 hari, menstruasi selama
6-7 hari dengan frekuensi ganti duk 5-6 x sehari untuk hari pertama. Selanjutnya hari ke dua
4-5 x sehari dan hari selanjutnya hanya 3-4 kali ganti duk. Darah menstruasi berwarna merah
kehitaman, pada hari 1-3 darah sering terlihat seperti gumpalan darah.
7. Riwayat KB
Pasien masih gadis, tidak pernah memakai alat kontrasepsi
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
b. Tanda-tanda vital :
TD : 120/90 Nafas : 20x/i
Nadi : 95 x/i Suhu : 36,80C
c. Pengukuran Antropometri :
TB : 163 cm
BB : 54 kg
IMT : 20,32
d. Pemeriksaan Head to Toe :
1) Kepala : bentuk kepala simetris, tidak ada luka, tidak teraba benjolan
2) Rambut : pasien memakai jilbab
3) Mata : bentuk simetris,sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
4) Hidung : bentuk hidung simetris
5) Telinga : Paien memakai jilbab
6) Mulut dan tenggorokkan: mukosa bibir lembab
7) Leher : tidak ada pembengkakan kelenjeng tiroid dan tidak terdapat kaku kuduk
8) Wajah : ekspresi wajah sedang menahan nyeri atau menyeringit
9) Dada dan thorax :
a) Paru-paru :
o Inspeksi : simetris kiri dan kanan
o Palpasi : vocal fremitus kiri dan kanan sama
o Perkusi : tympani
o Auskultasi : suara nafas vesikuler
b) Jantung
o Inspeksi : ictus tidak terlihat
o Palpasi : ictus tidak teraba
o Perkusi : pekak
o Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan II lup-dup
10) Abdomen
o Inspeksi : bentuk simetris
o Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : Bising usus 14 permenit
11) Eksremitas atas/bawah
o Papasi : capillary refill < 2 detik, tidak terdapat edema,
e. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pasien mengatakan nyeri menstruasi yang dirasakan pasien pertama kali pada saat
pasien berada di bangku SMP, selama ini jika nyeri menstruasi muncul pasien akan
Mengkonsumsi jahe dan madu serta ditambah dengan istirahat
2) Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum menstruasi pasien makan 3x dalam sehari dan minum 6-8 gelas air putih/hari,
tetapi pada saat nyeri menstruasi datang pasien mengatakan bahwa pola makan sangat
terganggu karena pasien merasa mual dan muntah.
3) Pola eliminasi
Pasien mengatakan BAB sekali sehari, dengan konsistensi lunak, BAK 5-6 x/hari tidak
ada nyeri BAK, tidak ada hemoroid
4) Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan pada saat pasien merasakan nyeri haid pola tidur dan istirahat
pasien akan terganggu karna nyeri yang dirasakan
5) Pola persepsi sensori dan kognitif
Pasein mengatakan nyeri pada skala 6-7 dengan memakai numeric scale, nyeri
dirasakan di daerah perut bawah, bertambah parah kalau pasien beraktifitas berlebih,
nyeri terjadi hilang timbul, nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk. Nyeri berlangsung
selama 5-6 jam dan akan hilang setelah psien beristirahat
6) Persepsi dan konsep diri
Status mental pasien sadar, bicara normal, memakai bahasa Indonesia, tidak terdapat
gangguan penglihatan dan pendengaran. Hal yang difikirkan pasien saat ini adalah
cemas terhadap kondisi penyakitnya,
7) Pola hubungan dengan orang lain
Selama ini pasein mengatakan selalu berinteraksi dengan baik dengan teman, keluarga
dan tetangganya.
8) Pola reproduksi dan seksual
Pasien belum menikah, belum memakai alat kb, tidak pernah paps smear, tidak
menderita keputihan
9) Pola mekanisme koping
Pasien mengatakan semua kebutuhan sehari-hari masih tergantung orang tua, pasien
masih sekolah dan belum bekerja. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obat
penghilang stress.
10) Pola nilai dan keyakinan
Pasien beragama islam, dan rutin melaksanakan ibadah sholat 5 waktu, dan mengaji.
f. Data Penunjang
1) Radiologi (rontgen)
2) Pemeriksaan diagnostik (USG, Patologi antomi/PA)
3) Laboratorium : darah, sekret, sputum, cairan mani
D. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Agen pencedera Nyeri Akut
P : Pasien mengatan nyeri ketika sebelum dan fisiologis
selama menstruasi pada hari pertama. Nyeri
terasa 5-6 jam dan akan hilang jika pasien
beristirahat. Klien mengatakan nyeri akan
diperparah karena pasien kelelahan, kurang
tidur, kurang olah raga teratur 1 minggu
sebelu, haid
Q : Pasien mengatan nyeri seperti di tusuk tusuk
R :Pasien mengatan nyeri di daerah perut bawah
sampai ke pinggang
S : Pasien mengatkan skala nyeri 6-7 dengan
memakai numeric scale
T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul, nyeri
bertambah jika pasien beraktifitas berlebih
- Pasien mengatakan membatasi aktivitas fisik
ketika mentruasi
DO:
- Pasien tampak meringis
- Tampak gelisah
- TD : 120/90 mmHg
- N : 95x/i
- RR : 20 x/i
- Suhu : 36,80C
2. DS : Kelemahan Intoleransi
- Pasien mengatakan lemah saat melakukan aktifitas
aktivitas
DO :
- Pasien tampak pucat
- TD : 120/90 mmHg
- N : 95x/i
3. DS: Ancaman Ansietas
- Pasien mengatakan bahwa khawatir dengan terhadap konsep
nyeri mesntruasi yang dirasakan diri
- Pasien mengatakan sulit berkonsentrasi akibat
nyeri menstruasi
DO:
- Pasien tampak gelisah
- Pasien sering bertanyadengan kondisi yang
dialaminya
E. Perencanaan Keperawatan
7. Edukasi
Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat
8. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
2 Intoleransi Aktivitas (D.0056) Toleransi Aktivitas Meningkat Manajemen Energi (I. 05178)
Definisi : (L.05047) 5. Observasi
Ketidakcukupan energi untuk 1. frekuensi nadi meningkat Identifkasi gangguan
melakukan aktivitas sehari-hari 2. kemudahan dalam fungsi tubuh yang
PENYEBAB melakukan aktivitas mengakibatkan kelelahan
Ketidak seimbangan sehari-hari meningkat Monitor kelelahan
antara suplai dan kebutuhan 3. kecepatan berjalan fisik dan emosional
oksigen meningkat Monitor pola dan
Tirah baring 4. kekuatan tubuh bagian jam tidur
Kelemahan atas meningkat Monitor lokasi dan
Imobilitas 5. kekuatan tubuh bagaian ketidaknyamanan selama
Gaya hidup monoton bawah meningkat melakukan aktivitas
6. keluhan lelah menurun 6. Terapeutik
7. perasaan lemah menurun Sediakan lingkungan
8. tekanan darah membail nyaman dan rendah stimulus
9. frekuensi nafas membaik (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
Lakukan rentang
gerak pasif dan/atau aktif
Berikan aktivitas
distraksi yang menyenangkan
Fasilitas duduk di
sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
7. Edukasi
Anjurkan tirah
baring
Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Anjurkan
menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
Ajarkan strategi
koping untuk mengurangi
kelelahan
8. Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Terapi Aktivitas (I.05186)
5. Observasi
Identifikasi deficit
tingkat aktivitas
Identifikasi
kemampuan berpartisipasi
dalam aktivotas tertentu
Identifikasi sumber
daya untuk aktivitas yang
diinginkan
Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
Identifikasi makna
aktivitas rutin (mis. Bekerja)
dan waktu luang
Monitor respon
emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas
6. Terapeutik
Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami
Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi danrentang
aktivitas
Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten
sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
Koordinasikan
pemilihan aktivitas sesuai
usia
Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih
Fasilitasi
transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasikan
aktivitas yang dipilih
Fasilitasi aktivitas
fisik rutin (mis. Ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan
diri), sesuai kebutuhan
Fasilitasi aktivitas
pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy,
atau gerak
Fasilitasi akvitas
motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
Tingkatkan aktivitas
fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
Fasilitasi aktivitas
motorik untuk merelaksasi
otot
Fasilitasi aktivitas
dengan komponen memori
implicit dan emosional (mis.
Kegitan keagamaan khusu)
untuk pasien dimensia, jika
sesaui
Libatkan dalam
permaianan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur,
dan aktif
Tingkatkan
keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan
( mis. Vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana,
permaianan sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri, dan teka-teki
dan kart)
Libatkan kelarga
dalam aktivitas, jika perlu
Fasilitasi
mengembankan motivasi dan
penguatan diri
Fasilitasi pasien dan
keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk
mencapai tujuan
Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-hari
Berikan penguatan
positfi atas partisipasi dalam
aktivitas
7. Edukasi
Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
Ajarkan cara
melakukan aktivitas yang
dipilih
Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif, dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
Anjurka terlibat
dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga
untuk member penguatan
positif atas partisipasi dalam
aktivitas
8. Kolaborasi
Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program aktivitas,
jika sesuai
Rujuk pada pusat
atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
3. Ansietas b/d ancaman terhadap Tingkat ansietas (L.09093) Resuksi Ansietas (I.09314)
konsep diri 12. Variabel khawatir akibat 5. Observasi
Definisi : kondisi yang di hadapi Identifikasi saat tingkat
Kondisi emosi dan pengalaman menurun ansietas berubah
subjektif individu terhadap objek 13. Perilaku gelisah menurun Identifikasi kemampuan
yang tidak jelas dan spesifik 14. Perilaku tegang menurun mengambil keputusan
akibat antisipasi bahaya yang 15. Anoreksia menurun Monitor tanda-tanda ansietas
memungkinkan individu 16. Frekuensi pernapasan 6. Terapeautik
melakukan tindakan untuk menurun Ciptakan suasana
menghadapi ancaman 17. Tekanan darah menurun terapeautik untuk
Penyebab : 18. Pucat menurun menumbuhkan kepercayaan
13. Krisis situasional 19. Tremor menurun Temani pasien untuk
14. Kebutuhan tidak terpenuhi 20. Konsentrasi membaik mengurangi kecemasan
15. Krisis maturasional 21. Pola tidur membaik Pahami situasi yang
16. Ancaman terhadap konsep 22. Kontak mata membaik membuat ansietas
diri Dengarkan dengan penuh
17. Ancaman terhadap kematian perhatian
18. Kekhawatiran mengalami Gunakan pendekatan yang
kegagalan tenang dan meyakinkan
19. Disfungsi sistem keluarga Motivasi mengidentivikasi
20. Hubungan orang tua-anak situasi yang memicu
tidak memuaskan kecemasan
21. Faktor keturunan 7. Edukasi
22. Penyalahgunaan zat Jelaskan prosedur, termasuk
23. Terpapar bahaya lingkungan sensasi yang mungkin
24. Kurang terpapar informasi dialami
Anjurkan keluarga tetap
bersama pasien
Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif
Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan presepsi
Latih kegiatan untuk
pengalihan ketegangan
Latih teknik relaksasi
8. Kolaborasi
Kolaborai pemberian obat
ansietas
Terapi Relaksasi (I.09326)
4. Observasi
Identifikasi penurunan
tingkat nergi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
Monitor respon terhadap
terapi relaksasi
5. Terapeautik
Ciptakan lingkungan yang
tenang dan tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan
suhu ruangan yang nyaman
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian yang
longgar
Gunakan nada suara yang
lembut dengan irama yang
lambat
Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik
6. Edukasi
Jelaskan tujuan manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang digunkan
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
Anjurkan pasien rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan pasien sering
ngulangi atau melatih teknin
yang dipilih
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi
F. Implementasi dan Evaluasi
B. PERSIAPAN DIRI
1. Ucapkan Salam
2. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan dan
manfaatnya.
3. Kontrak waktu lamanya latihan senam nyeri haid.
C. PELAKSANAAN
1. Cat stetch
Posisi awal: tangan dan lutut di lantai
a. Punggung di lengkungkan, perut di gerakkan kearah
lantai senyaman mungkin, tegakkan dagu dan mata
melihat lantai, tahan selama 10 detik sambil di hitung
dengan bersuara lalu rilaks.
b. Punggung di gerakkan ke atas dan kepala menunduk
ke lantai, tahan selama 10 detik, sambil di hitung
dengan bersuara, lalu rilaks.
4. Corl up
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut di tekuk, kaki
di lantai tangan di bawah kepala.
a. Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong ke
arah langit langit. Tahan selama 20 detik, sambil di
hitung dengan bersuara.