Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KONSEP BERUBAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata Manajemen Keperawatan
Dosen pengampu: Lilis Rohayani, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :
Aceng Yanto 213218021
Annisa Nur Fauziyah 213218009
Lela Sari 213218027
Popi Nurmalasari 213218017

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1) NON REGULER
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Berubah” ini dengan baik. Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Disaster management.

Pembuatan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan dan
dukungan dari semua pihak oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan makalah
ini.

Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna
oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk dapat
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca
pada umumnya dan penulis pada khususnya.

 
Cimahi,  Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan pelayanan kesehatan atau keperawatan merupakan kesatuan
yang menyatu dalam perkembangan dan perubahan keperawatan di
Indonesia. Keperawatan berada pada proses profesionalisasi terus berusaha
membuat atau merencanakan perubahan. Adaptasi terhadap perubahan telah
menjadi persyaratan kerja dalam keperawatan. Personal keperawatan
bekerja untuk beberapa pimpinan, termasuk klien dan keluarganya, dokter,
manajer keperawatan, perawat pengawas dan perawat penanggung jawab
yang berbeda dalam tiap ship. Perawat pelaksana menemukan peran bahwa
mereka berubah beberapa kali dalam satu hari. Kadang seorang perawat
menjadi manajer, kadang menjadi perawat klinik, kadang menjadi konsultan
dan selalu dalam peran yang berbeda. Sebagai perawat pelaksana maupun
sebagai manajer keperawatan perlu membuat perubahan untuk
meningkatkan kesadaran dan keterlibatan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan.

Perubahan merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau


perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis,
artinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Perubahan
dapat mencakup keseimbangan personal, sosial, maupun organisasi unuk
dapat menjadikan perbaikan atau penyempurnaan serta dapat menerapkan
ide atau konsep terbaru dalam mencapai tujuan tertentu.

Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan


yang direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak
direcanakan adalah perubahan yang terjadi tanpa suatu persiapan,
sebaliknya perubahan yang direncanakan adalah peribahan yang
direncanakan dan dipiikirkan sebelumnya, terjadinya dalam waktu yang

1
lama, dan termasuk adanya suatu tujuanyang jelas.perubahan terencana
lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan
manusia atau tanpa persiapan karena suatu ancaman.

Perubahan bisa terjadi setiap saat, dan merupakan proses yang dinamik
serta tidak dapat dielakkan. Berubah berarti beranjak dari keadaan yang
semula. Tanpa berubah tidak ada pertumbuhan dan tidak ada dorongan.
Namun dengan berubah terjadi ketakutan, kebingungan dan kegagalan dan
kegembiraan. Setiap orang dapat memberikan perubahan pada orang lain.
Merubah orang lain bisa bersifat implisit dan eksplisit atau bersifat tertutup
dan terbuka. Kenyataan ini penting khususnya dalam kepemimpinan dan
manajemen. Pemimpin secara konstan mencoba menggerakkkan sistem dari
satu titik ke titik lainnya untuk memecahkan masalah. Maka secara konstan
pemimpin mengembangkan strategi untuk merubah orang lain dan
memecahkan masalah.

Perawat berharap perubahan tidak sampai menimbulkan konflik. Oleh


karena itu, Sebagai perawat yang professional, sangat dibutuhkan perubahan
dalam dunia praktek. Semakin berkembang tekhnologi semakin berkembang
ilmu pengetahuan, maka diperlukan perubahan setiap perawat untuk kearah
yang lebih professional sehingga perawat perlu mengetahui teori-teori yang
mendasari perubahan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep berubah dalam manajemen keperawatan ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana konsep berubah dalam
manajemen keperawatan yang meliputi:
1. Pengertian tentang berubah
2. Terori-teori perubahan
3. Alasan perubahan
4. Respon terhadap suatu perubahan

2
5. Faktor pendorong dan penghambat perubahan
6. Tingkatan perubahan
7. Perencanaan dan pelaksanaan perubahan
8. Strategi membuat perubahan
9. Strategi perubahan
10. Chage Agent
11. Perubahan profesi keperawatan di Indonesia

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Banyak definisi pakar tentang berubah, dua diantaranya yaitu Atkinson (1987),
mendefinisikan berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau
seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Brooten (1978), mendefinisikan
berubah merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau
institusi. Berubah adalah bagian dari kehidupan setiap orang; berubah adalah cara
seseorang bertumbuh, berkembang, dan beradaptasi. Perubahan dapat positif atau
negatif terencana atau tidak terencana. Perubahan adalah proses membuat sesuatu
yang berbeda dari sebelumnya ( Sullivan dan Decker,2001). Jadi Perubahan adalah
suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status tetap (statis)
menjadi status yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dari lingkungan
yang ada. Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial maupun
organisasi untuk dapat menjadikan perbaikan atau penyempurnaan serta dapat
menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai tujuan tertentu.
Perubahan dapat dijabarkan dengan beberapa cara, termasuk perubahan yang
direncanakan atau yang tidak direncanakan. Perubahan yang tidak direncanakan
adalah perubahan yang terjadi tanpa persiapan. Sebaliknya perubahan yang
direncanakan adalah perubahan yang telah direncanakan dan dipikirkan sebelumnya,
terjadi dalam waktu yang lama, dan termasuk adanya tujuan yang jelas. Perubahan
terencana lebih mudah dikelola daripada perubahan yang terjadi pada perkembangan
manusia, tanpa persiapan, atau perubahan karena suatu ancaman. Untuk alasan
tersebut, maka perawat harus dapat mengelola perubahan. Proses perencanaan terjadi
karena adanya perubahan yang sangat kompleks dan melibatkan interaksi banyak
orang. Orang yang mengelola perubahan harus mempunyai visi yang jelas di mana
proses akan dilaksanakan dengan arah yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
Proses perubahan memerlukan tahapan yang berurutan di mana orang akan terlibat
dalam sebuah proses perubahan dan arah perubahan yang akan dilaksanakan. Oleh
karena itu, koalisi perlu dan harus dibentuk untuk mendukung perubahan. Adanya
tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat, menyebabkan perawat harus berubah
secara terencana dan terkendali
2.2 Teori – teori perubahan
a. Teori Kurt Lewin (1951)
Lewin (1951) mengungkapkan bahwa perubahan dapat dibedakan menjadi 3
tahapan, yang meliputi: 1) unfreezing; 2) moving; dan 3) refreezing.
1. Tahap Unfreezing
Masalah biasanya muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam sistem.
motivasi yang kuat untuk beranjak dari keadaan semula dan berubahnya
keseimbangan yang ada, merasa perlu untuk berubah dan berupaya untuk
berubah, menyiapkan diri, dan siap untuk berubah atau melakukan perubahan.
Tugas perawat pada tahap ini adalah mengidentifikasi masalah dan memilih
jalan keluar yang terbaik.
2. Tahap Moving (bergerak)
Bergerak (moving) yaitu bergerak menuju keadaan yang baru atau
tingkat/tahap perkembangan baru karena memiliki cukup informasi serta sikap
dan kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang dihadapi, dan
mengetahui langkah–langkah penyelesaian yang harus dilakukan, kemudian
melakukan langkah nyata untuk berubah dalam mencapai tingkat atau tahap
baru. Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan mencari
dukungan dari orang-orang yang dapat membantu memecahkan masalah.
3. Tahap Refreezing
Pembekuan (refreezing), motivasi telah mencapai tingkat atau tahap baru, atau
mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus dijaga
agar tidak mengalami kemunduran atau bergerak mundur pada tingkat atau
tahap perkembangan semula. Oleh karena itu, perlu selalu ada upaya untuk
mendapatkan umpan balik, kritik yang konstruktif dalam upaya pembinaan
(reinforcement) yang terus-menerus, dan berkelanjutan. Setelah memiliki
dukungan dan alternatif pemecahan masalah perubahan diintegrasikan dan
distabilkan sebagai bagian dari sistem nilai yang dianut. Tugas perawat
sebagai agen berubah berusaha mengatasi orang-orang yang masih
menghambat perubahan.

5
b. Teori Rogers (1962)
Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951) tentang 3 tahap perubahan
dengan menekankan pada latar belakang individu yang terlibat dalam perubahan
dan lingkungan di mana perubahan tersebut dilaksanakan. Setiap individu yang
terlibat dalam proses perubahan dapat menerima atau menolaknya. Meskipun
perubahan dapat diterima, mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah perubahan
tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat keberadaanya. Roger
mengatakan bahwa perubahan yang efektif tergantung individu yang terlibat,
tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju serta mempunyai suatu
komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya. Roger(1962) menjelaskan 5 tahap
dalam perubahan, yaitu: kesadaran, keinginan, evaluasi, mencoba, dan penerimaan
atau dikenal juga sebagai AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial,
Adoption).
1. Perubahan harus mempunyai keuntungan yang berhubungan, yaitu menjadi
lebih baik dari metodeyang sudah ada.
2. Perubahan harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan tidak bertentangan
3. Kompleksitas, yaitu ide-ide yang lebih komplek bisa saja lebih baik dari ide
yang sederhana asalkan lebih mudah untuk dilaksanakan.
4. Dapat dibagi, yaitu perubahan dapat dilaksanakan dalam skala yang kecil.
5. Dapat dikomunikasikan, yaitu semakin mudah perubahan digunakan maka
semakin mudah perubahan disebarkan.
Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif tergantung individu yang
terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang dan maju serta
mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan melaksanakannya.

c. Teori Lippitt (1973)


Lippit (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang direncanakan atau
tidak direncanakan terhadap status quo dalam individu, situasi atau proses, dan
dalam perencanaan perubahan yang diharapkan, disusun oleh individu, kelompok,
organisasi atau sistem sosial yang memengaruhi secara langsung tentang status
quo, organisasi lain, atau situasi lain. Lippit (1973) menekankan bahwa tidak
seorang pun bisa lari dari perubahan. Teori ini merupakan pengembangan dari
teori Lewin. Lippitt mengungkapkan tujuh hal yang harus diperhatikan seorang
manajer dalam sebuah perubahan yaitu:

6
1. Mendiagnosis dan menetapkan masalah
Mengidentifikasi semua faktor yang mungkin mendukung atau menghambat
perubahan. Pada tahap ini, setiap individu yang terlibat dalam perubahan harus
membuka diri dan menghindari keputusan sebelum semua fakta dapat
dikumpulkan. Individu yang terlibat juga harus sering berpikir dan mengetahui
apa yang salah serta berusaha menghindari data-data yang dianggap tidak
sesuai. Semakin banyak informasi tentang perubahan dimiliki seorang
manajer, maka semakin akurat data yang dapat diidentifikasi sebagai masalah.
Semua orang yang mempunyai kekuasaan, harus diikutkan sedini mungkin
dalam proses perubahan tersebut, karena setiap orang mempunyai tanggung
jawab untuk selalu menginformasikan tentang fenomena yang terjadi.
2. Mengkaji motivasi dan kemampuan untuk berubah
Perubahan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi perubahan keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang lebih baik akan memerlukan kerja keras dan
komitmen yang tinggi dari semua orang yang terlibat di dalamnya. Pada tahap
ini, semua orang yang terlibat dan lingkungan yang tersedia harus dikaji
tentang kemampuan, hambatan yang mungkin timbul, dan dukungan yang
akan diberikan. Mengingat mayoritas praktik keperawatan berada pada suatu
organisasi/instansi, maka struktur organisasi harus dikaji apakah peraturan
yang ada, kebijakan, budaya organisasi, dan orang yang terlibat akan
membantu proses perubahan atau justru menghambatnya. Fokus perubahan
pada tahap ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung dan
menghambat terhadap proses perubahan tersebut.
3. Mengkaji motivasi dan sumber-sumber agen
Mencari dukungan baik internal maupun eksternal atau secara interpersonal,
organisasional maupun berdasarkan pengalaman. Pada tahap ini, diperlukan
suatu komitmen dan motivasi manajer dalam proses perubahan. Pandangan
manajer tentang perubahan harus dapat diterima oleh staf dan dapat dipercaya.
Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang tinggi dan keseriusan
dalam pelaksanaan perubahan dengan selalu mendengarkan masukan-masukan
dari staf dan selalu mencari solusi yang terbaik.
4. Menyeleksi objektif akhir perubahan
Menyusun semua hasil yang di dapat untuk membuat perencanaan. Pada tahap
ini, perubahan harus sudah disusun sebagai suatu kegiatan secara operasional,

7
terorganisasi, berurutan, kepada siapa perubahan akan berdampak, dan kapan
waktu yang tepat untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu target waktu
dan perlu dilakukan ujicoba sebelum menentukan efektivitas perubahan.
5. Memilih peran yang sesuai untuk agen berubahan
Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang pemimpin atau manajer
yang ahli dan sesuai di bidangnya. Manajer tersebut akan dapat memberikan
masukan dan solusi yang terbaik dalam perubahan serta dia bisa berperan
sebagai seorang “mentor yang baik.” Perubahan akan berhasil dengan baik
apabila antara manajer dan staf mempunyai pemahaman yang sama dan
memiliki kemampuan dalam melaksanakan perubahan tersebut. Pada tahap ini
juga sering terjadi konflik teruatama yang berhubungan dengan masalah
personal.
6. Mempertahankan perubahan
Perubahan diperluas, mungkin membutuhkan struktur kekuatan untuk
mempertahankannya. Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka harus
dipertahankan dengan komitmen yang ada. Komunikasi harus terbuka dan
terus diinformasikan supaya setiap pertanyaan yang masuk dan permasalahan
yang terjadi dapat diambil solusi yang terbaik oleh kedua belah pihak
7. Mengakhiri hubungan saling membantu
Perawat sebagai agen berubah, mulai mengundurkan diri dengan harapan
orang-orang atau situasi yang diubah sudah dapat mandiri. Selama proses
mengakhiri perubahan, maka harus selalu diikuti oleh perencanaan yang
berkelanjutan dari seorang manajer. Hal ini harus dilaksanakan secara
bertahap supaya individu yang terlibat mempunyai peningkatan tanggung
jawab dan dapat mempertahankan perubahan yang telah terjadi. Manajer harus
terus-menerus bersedia menjadi konsultan dan secara aktif terus terlibat dalam
perubahan.

d. Teori Havelock
Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan menekankan perencanaan
yang akan mempengaruhi perubahan. Enam tahap sebagai perubahan menurut
Havelock.
1. Membangun suatu hubungan.
2. Mendiagnosis masalah.

8
3. Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan.
4. Memilih jalan keluar.
5. Meningkatkan penerimaan.
6. Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri.

e. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara konstan dipantau
untuk mengembangkan hubungan yang bermanfaat antara agen berubah dan
sistem berubah. Berikut adalah langkah dasar dari model Spradley.
1. Mengenali gejala.
2. Mendiagnosis masalah.
3. Menganalisa jalan keluar.
4. Memilih perubahan.
5. Merencanakan perubaha.
6. Melaksanakan perbahan.
7. Mengevaluasi perubahan.
8. Menstabilkan perubahan.

2.3 Alasan perubahan


Lewin juga (1951) mengidentifikasi beberapa hal dan alasan yang harus dilaksanakan
oleh seorang manajer dalam merencanakan suatu perubahan, yaitu:
a. Perubahan hanya boleh dilaksanakan untuk alasan yang baik.
b. Perubahan harus secara bertahap.
c. Semua perubahan harus direncanakan dan tidak secara drastis atau mendadak.
d. Semua individu yang terkena perubahan harus dilibatkan dalam perencanaan
perubahan.
Alasan perubahan Lewin (1951) tersebut diperkuat oleh pendapat Sullivan dan Decker
(1988) hanya ada alasan yang dapat diterapkan pada setiap situasi, yaitu:
a. Perubahan ditujukan untuk menyelesaikan masalah.
b. Perubahan ditujukan untuk membuat prosedur kerja lebih efisien.
c. Perubahan ditujukan untuk mengurangi pekerjaan yang tidak penting.

9
2.4 Respon Terhadap Suatu Perubahan
Bagi sebagian individu perubahan dapat dipandang sebagai suatu motivator
dalam meningkatkan prestasi atau penghargaan, tetapi kadang-kadang perubahan juga
dipandang sebagai sesuatu yang mengancam keberhasilan seseorang dan hilangnya
penghargaan yang selama ini didapat. apakah seseorang memandang perubahan
sebagai suatu hal yang penting atau negatif. Umumnya dalam perubahan sering
muncul resistensi atau adanya penolakan terhadap perubahan dalam berbagai tingkat
dari orang yang mengalami perubahan tersebut.
Menolak perubahan atau mempertahankan status quo ketika berusaha melakukan
perubahan, bisa saja terjadi. Karena perubahan bisa merupakan sumber stress. Oleh
karenanya timbullah perilaku tersebut. Penolakan sering didasarkan pada ancaman
terhadap keamanan dari individu, karena perubahan akan mengubah perilaku yang
ada. Jika perubahan menggunakan pendekatan pemecahan masalah maka harus
diberitahukan mengenai dampak yang mungkin timbul akibat perubahan.
Faktor-faktor yang akan merangsang penolakan terhadap perubahan misalnya,
kebiasaan, kepuasan akan diri sendiri dan ketakutan yang melibatkan ego. Orang-
orang biasanya takut berubah karena kurangnya pengetahuan, prasangka yang
dihubungkan dengan pengalaman dan paparan dengan orang lain serta ketakutan pada
perlunya usaha yang lebih besar untuk menghadapi kesulitan yang lebih tinggi.
Perubahan memang menuntut investasi waktu dan usaha untuk belajar kembali. Bila
keperawatan yang sekarang berada pada proses profesionalisasi untuk menjadi sebuah
profesi yang mandiri takut atau tidak siap dengan perubahan dan dampak yang
mungkin ditimbulkannya, bagaimana profesionalisasi itu akan terjadi?
Beberapa contoh ketakutan yang mungkin dialami seseorang dalam suatu perubahan
antara lain :
a. Takut karena tidak tahu
b. Takut karena kehilangan kemampuan, keterampilan atau keahlian yang terkait
dengan pekerjaannya
c. Takut karena kehilangan kepercayaan / kedudukan
d. Takut karena kehilangan imbalan
e. Takut karena kehilangan penghargaan,dukungan dan perhatian orang lain.

10
2.5 Faktor pendorong dan penghambat perubahan
a. Faktor Pendorong Terjadinya Perubahan
1. Kebutuhan dasar manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang tersusun berdasarkan hierarki
kepentingan. Kebutuhan yang belum terpenuhi akan memotivasi perilaku
sebagaimana teori kebutuhan Maslow (1954). Di dalam keperawatan
kebutuhan ini dapat dilihat dari bagaimana keperawatan mempertahankan
dirinya sebagai profesi dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan
pelayanan/asuhan keperawatan yang profesional.
2. Kebutuhan dasar interpersonal
Manusia memiliki tiga kebutuhan dasar interpersonal yang melandasi sebagian
besar perilaku seseorang:
a) kebutuhan untuk berkumpul bersama-sama;
b) kebutuhan untuk mengendalikan/melakukan kontrol; dan
c) kebutuhan untuk dikasihi, kedekatan, dan perasaaan emosional. Kebutuhan
tersebut di dalam keperawatan diartikan sebagai upaya keperawatan untuk
ikut berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan dan perkembangan
iptek.
b. Faktor Penghambat
Menurut New dan Couillard (1981), faktor penghambat (restraining force)
terjadinya perubahan yang disebabkan oleh:
1. adanya ancaman terhadap kepentingan pribadi;
2. adanya persepsi yang kurang tepat;
3. reaksi psikologis; dan
4. toleransi untuk berubah rendah

2.6 Tingkatan Perubahan


Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku,
individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang
kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus
perubahan akan dapat berguna.
Hersey dan Blanchard (1977) menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkatan
perubahan:

11
a. Perubahan pertama dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan yang
paling mudah dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca buku, atau
mendengarkan dosen.
b. Sedangkan perubahan sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang
positif dan atau negatif. Karenanya perubahan sikap akan lebih sulit dibandingkan
dengan perubahan pengetahuan.
c. Tingkat kesulitan berikutnya adalah perilaku individu. Misalnya seorang manajer
mungkin saja mengetahui dan mengerti bahwa keperawatan primer jauh lebih baik
dibandingkan beberapa model asuhan keperawatan lainnya, tetapi tetap tidak
menerapkannya dalam perilakunya karena berbagai alasan, misalnya merasa tidak
nyaman dengan perilaku tersebut.
d. Perilaku kelompok merupakan tahap yang paling sulit untuk diubah karena
melibatkan banyak orang . Disamping kita harus merubah banyak orang, kita juga
harus mencoba mengubah kebiasaan adat istiadat, dan tradisi juga sangat sulit.
Bila kita tinjau dari sikap yang mungkin muncul maka perubahan bisa kita tinjau dari
dua sudut pandang yaitu perubahan partisipatif dan perubahan yang diarahkan.
Perubahan Partisipatif akan terjadi bila perubahan berlanjut dari masalah pengetahuan
ke perilaku kelompok. Pertama-tama anak buah diberikan pengetahuan, dengan
maksud mereka akan mengembangkan sikap positif pada subjek. Karena penelitian
menduga bahwa orang berperilaku berdasarkan sikap-sikap mereka maka seorang
pemimpin akan menginginkan bahwa hal ini memang benar. Sesudah berprilaku
dalam cara tertentu maka orang-orang ini menjadi guru dan karenanya mempengaruhi
orang lain untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Siklus perubahan
partisipatif dapat digunakan oleh pemimpin dengan kekuasaan pribadi dan kebiasaan
positif. Perubahan ini bersifat lambat atau secara evolusi, tetapi cenderung tahan lama
karena anak buah umumnya menyakini apa yang merekan lakukan. Perubahan yang
terjadi tertanam secara instrinsik dan bukan merupakan tuntutan eksterinsik.
Perubahan diarahkan atau paksaan Bertolak belakang dengan perubahan partisifatif,
perubahan ini dilakukan dengan menggunakan kekuasaan, posisi dan manajemen
yang lebih tinggi memberikan tengatng aarah dan perilaku untuk system dari
masalah : aktualnya seluruh organisasi dapat menjadi fokus. Perintah disusun dan
anak buah diharapkan untuk memenuhi dan mematuhinya. Harapan mengembangkan
sikap positif tentang hal tersebut dan kemudian mendapatkan pengetahuan lebih

12
lanjut. Jenis perubahan ini bersifat berubah-ubah, cenderung menghilang bila manajer
tidak konsisten untuk menerapkannya.

2.7 Perencanaan dan peleksanaan perubahan


Menurut Kron dalam Kozier (1998) untuk merencanakan dan mengimplementasikan
perubahan disarankan 7 (tujuh) pertanyaan yang harus dijawab.
a. Apa?, yaitu apa masalah yang spesifik dan perubahan apa yang direncanakan
b. Mengapa?, yaitu mengapa perubahan tersebut diperlukan ? Apakah situasi yang
baru akan lebih baik ? Apa yang dirubah ? Apa yang di dapat ?
c. Siapa?, yaitu siapa yang akan terlibat dan siapa yang menjadi sasaran / target
perubahan ?
d. Bagaimana?, yaitu bagaimana perbahan tersebut dilaksanakan ?
e. Kapan?, yaitu rencanakan waktu perencanaan dan pelaksanannya
f. Dimana?, yaitu dimana perubahan tersebut akan dilaksanakan ?
g. Mungkinkah?, yaitu mungkinkah perubahan tersebut dapat dilaksanakan ? Apakah
sumber-sumber yang ada mendukung atau menolak ?

2.8 Strategi Membuat Perubahan


Perubahan dalam organisasi dalam 3 tingkatan yang berbeda, yaitu: individu yang
bekerja di organisasi tersebut; perubahan struktur dan sistem; dan perubahan
hubungan interpersonal. Strategi membuat perubahan dapat dikelompokan menjadi 4
hal yakni: 1) Memiliki visi yang jelas; 2) Menciptakan budaya organisasi tentang
nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain; 3) Sistem komunikasi yang jelas,
singkat; dan sesering mungkin; dan 4) Keterlibatan orang yang tepat.
a. Memiliki visi yang jelas
Visi ini merupakan hal yang sederhana dan utama, karena visi dapat memengaruhi
pandangan orang lain. Misalnya visi J.F Kennedy, “menempatkan seseorang di
bulan sebelum akhir abad ini.” Visi harus disusun secara jelas, ringkas, mudah
dipahami, dan dapat dilaksanakan oleh setiap orang
b. Menciptakan iklim yang kondusif atau budaya organisasi yang kondusif
Menciptakan iklim yang kondusif dan rasa saling percaya adalah hal yang penting.
Perubahan akan lebih baik jika mereka percaya seseorang dengan kejujuran dan
nilai-nilai yang diyakininya. Orang akan berani mengambil suatu risiko terhadap

13
perubahan, apabila mereka dapat berpikir jernih dan tidak emosional dalam
menghadapi perubahan. Setiap perubahan harus diciptakan suasana keterbukaan,
kejujuran, dan secara langsung.
Menurut Porter & O’Grady (1986) upaya yang harus ditanamkan dalam
menciptakan iklim yang kondusif adalah:
1) Kebebasan untuk berfungsi secara efektif.
2) Dukungan dari sejawat dan pimpinan.
3) Kejelasan harapan tentang lingkungan kerja.
4) Sumber yang tepat untuk praktik secara efektif.
5) Iklim organisasi yang terbuka.
c. Sistem komunikasi yg jelas, singkat & berkesinambungan
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam perubahan. Setiap orang perlu
dijelaskan tentang perubahan untuk menghindari “rumor” atau informasi yang
salah. Semakin banyak orang mengetahui tentang keadaan, maka mereka akan
semakin baik dan mampu dalam memberikan pandangan ke depan dan
mengurangi kecemasan serta ketakutan terhadap perubahan. Menurut Silber
(1993), komunikasi satu arah (top-down) tidak cukup dan sering menimbulkan
kebingungan karena orang tidak mengetahui apa yang akan terjadi.
Pertanyaan yang perlu disampaikan pada tahap awal perubahan menurut Doerge
& Hagenow (1995) adalah: 1) apakah yang sedang terjadi sudah benar?; 2) apa
yang lebih baik; dan 3) jika Anda bertanggung jawab dalam perubahan, apa yang
akan Anda lakukan?
d. Keterlibatan yang tepat
Perubahan perlu disusun oleh orang-orang yang kompeten. Begitu rencana sudah
tersusun, maka segeralah melibatkan orang lain pada setiap jabatan di organisasi,
karena keterlibatan akan berdampak terhadap dukungan dan advokasi.

2.9 Strategi perubahan


Ada beberapa strategi untuk memecahkan masalah-masalah dalam perubahan, dan
dalam perubahan dibutuhkan cara yang tepat agar tujuan dalam perubahan dan
tercapai secara tepat, efektif dan efisien, untuk itu dibutuhkan strategi khusus dalam
perubahan diantaranya:
a. Strategi Rasional Empirik

14
Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan
memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Untuk
mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik yang didasarkan dari
hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam perubahan manusia yang
memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya dalam menerima sebuah
perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang diinginkan dalam
strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau adanya desiminasi
melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi akan diketahui
secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan
rasional. Strategi ini juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan
kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi
efektif dan efisien, selain itu juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan
masalah yang ada.
b. Strategi Redukatif normative
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di masyarakat.
Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai-nilai normatif yang ada di
masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat.
Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan sikap dan sistem
nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini dilaksanakan dengan
mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori yang
ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau
masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku dalam
perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan masyarakat.
Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.
c. Strategi Paksaan- Kekuatan
Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan atau
kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan kekuatan moral
dan kekuatan politik. Strategi ini dapat dilaksanakan dalam perubahan sistem
kenegaraan, penerapan sistem pendidikan dan lain-lain.
d. Strategi Persahabatan
Penekanan didasarkan pada kebersamaan dalam kelompok, dengan cara mengenal
kelompok, membangun ikatan sosial, diantara anggotanya. Strategi ini cocok
diterapkan pada anak buah yang membutuhkan rasa sosial yang tinggi. Model ini
cocok diterapkan pada kondisi pertimbangan tinggi dan struktur rendah.

15
e. Strategi Politis
Hal ini identik dengan struktur kekuasaan formal dan informal. Setelah struktur ini
di identifikasi , baru dilakukan beberapa upaya untuk mempengaruhi mereka yang
berada pada kekuasaan. Anggapan dasar strategi ini adalah sesuatu akan dicapai
bila orang-orang yang berpengaruh dalam sebuah sistem mau melakukannya.
f. Strategi Ekonomis
Tekanannya pada bagaimana mengendalikan materi. Dengan sumber daya materi,
apaun dan siapapun dapat membeli / menjual. Pelibatan hal ini kedalam kelompok
sering didasarkan pada pemilikan atau pengendalian sumber-sumber daya yang
dapat di jual.
g. Strategi Akademis
Strategi ini menekankan pada pengetahuan dan pendalaman pengetahuan yang
merupakan pengaruh primer. Anggapan dasarnya adalah logis dan
rasional,objektif : bahwa keputusan yang didasarkan pada apa yang dianjurkan
oleh penelitian adalah jalan terbaik untuk diikuti. Strategi ini tidak mementingkan
emosi. Jika mengusulkan cara maka pemimpin dapat mencari studi penelitian
yang mendukung tujuannya.
h. Strategi Teknis
Metoda ini tepat bagi orang-orang yang mengabaikan subjek-subjek dengan
memperhatikan lingkungannya. Ini merupakan salah satu pendekatan sosiologis
dengan anggapan dasar bahwa lingkungan disekelilingnya berubah.
i. Strategi Militer
Metode ini berdasarkan pada kekuatan fisik dan ancaman yang nyata. Posisi
/kekuasaan digunakan juga dalam bentuk dan ancaman, bila keinginan pimpinan
tidak dipatuhi. Ini merupakan strategi struktur tingkat tinggi.
j. Strategi Konfrontasi
Pendekatan ini menimbulkan konflik non kekerasan dan non fisik diantara orang.
Dengan melakukan ini, seorang pemimpin mendesak orang untuk mendengar dan
melihat apa yang terjadi selanjutnya akan terjadi perubahan. Orang sering terbagi
kedalam kelompok atau geng sebagai akibat strategi ini. Bila kelompok merasa
bahwa mereka tidak akan atau tidak dapat didengar dengan suatu cara, maka
strategi ini sering dipilih. Pemogokan kerja adalah salah satu contohnya.

16
2.10 Change Agent
Dalam perkembangan karier profesional, setiap individu akan terpanggil untuk
menjadi agen pembaharu. Menjadi agen pembaharu akan menjadi hal yang sangat
menarik dan menyenangkan sebagai bagian dari peran profesional. Keadaan tersebut
akan terjadi, jika Anda merespons setiap perubahan yang terjadi di sekeliling Anda
(Vestal, 1999).
a. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengontrol perilaku Anda dan
bagaimana cara Anda mengelola perubahan. Anda dapat memilih sebagai pionir,
penjelajah, dan seorang yang berpikiran positif, serta pelaku dengan motivasi yang
tinggi. Anda dapat mengawali proses perubahan dengan
mengurangi/menghilangkan hambatan-hambatan dan memulainya setahap demi
setahap. Hal ini tidak berat untuk melihat perawat dapat mengontrol perilaku
tersebut, sehingga perawat akan menjadi pemimpin yang baik pada masa depan.
b. Untuk menjadi seorang agen pembaharu yang efektif, Anda perlu menjadi bagian
dari perubahan dan tidak menjadi orang yang resisten terhadap perubahan,
berpartisipasi aktif dalam perubahan yang sedang berlangsung akan menjadikan
peran Anda menjadi lebih bermakna di kemudian hari.
c. Menyeleksi setiap fenomena yang terjadi dan memilih hal-hal yang akan diubah.
Perubahan bukan hanya hal-hal yang mudah, tetapi juga hal-hal yang memerlukan
suatu tantangan. Sebagaimana orang bijak mengatakan “siapa saja bisa berhasil
menyeberangi di laut yang tenang, tetapi keberhasilan menyeberangi ombak akan
mendapatkan penghargaan yang sesungguhnya.”
d. Hadapilah setiap perubahan dengan senang dan penuh humor. Yakinkan bahwa
perubahan adalah hal yang menantang, dan menjadi agen pembaharu akan lebih
sulit. Jika Anda mengalami stres karena terlalu serius dalam perubahan tersebut,
maka Anda akan mengalami gangguan kesehatan. Keadaan tersebut berdampak
buruk terhadap diri Anda sendiri dan institusi tempat Anda bekerja.
e. Selalu berpikiran ke depan daripada hanya merenungi hal-hal yang sudah terjadi
pada masa lalu (fix the past). Berpikirlah suatu cara terbaru dan kesempatan untuk
terlaksananya suatu perubahan. Belajar dari kesalahan, dan berpikir terus ke depan
akan menjadikan Anda seorang agen pembaharu yang sukses. Hal yang harus
disadari adalah bahwa apa yang Anda lakukan sekarang belum tentu dapat dipetik
manfaatnya pada saat ini. Oleh karena itu, kesuksesan dalam perubahan harus
disertai langkah-langkah antisipatif untuk kesuksesan institusi di masa depan.

17
Menurut Oslan dalam Kozier (1991) mengatakan perawat sebagai pembaharu harus
menyadari kebutuhan sosial, berorientasi pada masyarakat dan kompeten dalam
hubungan interpersonal. Pembaharu juga perlu memahami sikap dan perilakunya,
bagaimana ia menjalin kerjasama dengan orang lain dan bagaimana perasaannya
terhadap perubahan tersebut.
Maukseh dan Miller dalam Kozier menyebutkan karakteristik seorang pembaharu
adalah :
a. Dapat mengatasi/ menaggung resiko. Hal ini berhubganagn dengan dampak yang
mungkin muncul akibat perubahan.
b. Komitmen akan keberhasilan perubahan. Pembaharu harus menyadari dan menilai
kefektifannya
c. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang keperawatan termasuk hasil-hasil riset
dan data-data ilmu dasar, menguasai praktik keperawatan dan mempunyai
keterampilan teknik dan interpersonal.
Fungsi pembaharu sangat penting dalam memfasilitasi komunikasi yang efektif dalam
proses berubah, agar efektif seorang pembaharu sebaiknya :
a. Mudah ditemui oleh mereka yang terlibat dalam proses berubah
b. Dapat diercaya oleh mereka yang terlibat
c. Jujur dan tegas dalam menetapkan tujuan, perencanaan dan dalam mengatasi
masalah
d. Selalu melihat tujuan dengan jelas
e. Mmenetapkan tanggung jawab dari mereka yang terlibat
f. Menjadi pendengar yang baik.

2.11 Perubahan Profesi Keperawatan Di Indonesia


Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan profesional bersifat humanistik,
menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar profesional
keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama.
Demikianlah kira-kira secara umum tentang keperawatan profesional yang merupakan
tanggung jawab seorang perawat profesional yang selalu mengabdi kepada manusia
dan kemanusiaan. Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan
dengan benar atau rasional dan baik atau etikal. Keperawatan di Indonesia di masa
depan perlu mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan keperawatan. Hal ini

18
berkaitan dengan tuntutan profesi dan tuntutan global, mengingat setiap
perkembangan dan perubahan memerlukan pengelolaan yang profesional serta
memperhatikan setiap perubahan yang terjadi di Indonesia.
Menurut Azrul Azwar (1999) dalam Nursalam (2002) permasalahan pokok yang
dihadapi perawat Indonesia dalam sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Peran perawat profesional yang tidak optimal
Peran perawat profesional dalam sistem kesehatan nasional adalah berupaya
mewujudkan sistem kesehatan yang baik, sehingga penyelenggaraan pelayanan
kesehatan (health service) sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kesehatan (health
needs and demands) masyarakat, sementara itu di sisi lain biaya pelayanan
kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Akan tetapi perawat
belum melaksanakan peran secara optimal. Di sinilah letak masalahnya, karena
dalam praktik sehari-hari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk
pelayanan keperawatan, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tidaklah
mudah. Tidak mengherankan jika pada saat ini banyak ditemukan keluhan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan/keperawatan di Indonesia.
b. Terlambatnya pengakuan body of knowledge profesi keperawatan
Di Indonesia pengakuan tersebut baru terjadi pada tahun 1985, yakni ketika PSIK
untuk pertama kali dibuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Padahal
di negara-negara maju, banyak pengakuan body of knowledge tersebut telah lama
ditemukan. Setidak-tidaknya sejak tahun 1869, yakni ketika Florence Nightingale
untuk pertama kali memperkenalkan teori keperawatan yang menekankan
pentingnya faktor lingkungan. Dalam keadaan ini tidak mengherankan jika profesi
kesehatan lain, hingga saat masih belum sepenuhnya apakah keperawatan sebagai
suatu ilmu.
c. Terlambatnya pengembangan pendidikan keperawatan professional
Sekolah Perawat Kesehatan dan Akademi Keperawatan di Indonesia telah banyak
dikenal. Pendidikan S1 Keperawatan (ners) di Indonesia baru dimulai secara
bersamaan pada tahun 2000.
d. Terlambatnya pengembangan sistem pelayanan/asuhan keperawatan professional
Jika ditinjau dari berbagai masalah profesi keperawatan yang ditemukan pada saat
ini, terlambatnya pengembangan sistem pelayanan keperawatan yang dipandang
merupakan masalah yang amat pokok, karena sampai saat ini harus diakui,
kejelasan pelayanan keperawatan belum dimiliki. Tidak hanya yang menyangkut

19
bentuk praktik keperawatan, tetapi juga kewenangan para penyelenggaranya.
Model asuhan keperawatan sesuai dengan kelompok.
Menurut Nursalam (2002), ada faktor-faktor lain yang memperlambat perkembangan
peran perawat secara profesional, antara lain :
a. Antithetical terhadap perkembangan Ilmu keperawatan
Karena rendahnya dasar pendidikan profesi dan belum dilaksanakannya
pendidikan keperawatan secara profesional, maka perawat lebih cenderung untuk
melaksanakan perannya secara rutin dan menunggu perintah dari dokter. Mereka
cenderung untuk menolak terhadap perubahan ataupun sesuatu yang baru dalam
melaksanakan perannya secara profesional.
b. Rendahnya Rasa percaya diri/harga diri (low self-confidence/self-esteem)
Banyak perawat yang tidak melihat dirinya sebagai sumber informasi dari klien.
Perasaan rendah diri/kurang percaya diri tersebut timbul karena rendahnya
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang memadai serta sistem
pelayanan kesehatan Indonesia yang menempatkan perawat sebagai warga negara
kelas dua. Stigma inilah yang membuat perawat dipandang tidak cukup memiliki
kemampuan yang memadai dan kewenangan dalam pengambilan keputusan di
bidang pelayanan kesehatan.
c. Kurangnya pemahaman dan sikap untuk melaksanakan riset keperawatan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, lebih dari 90% perawat
tidak melaksanakan perannya dalam melaksanakan riset. Hal ini lebih disebabkan
oleh: pengetahuan/keterampilan riset yang sangat kurang, keterbatasan waktu,
tidak adanya anggaran karena kebijakan yang kurang mendukung pelaksanaan
riset. Baru pada tahun 2000-an, Pusdiknakes memberikan kesempatan kepada para
perawat untuk melaksanakan riset, itupun hasilnya masih dipertanyakan karena
banyak hasil yang ada lebih mengarah pada riset kesehatan secara umum. Riset
tentang keperawatan hampir belum tersentuh. Faktor lain yang sebenarnya sangat
memprihatinkan adalah tugas akhir yang diberikan kepada mahasiswa
keperawatan bukan langkah-langkah riset secara ilmiah, tetapi lebih menekankan
pada laporan kasus per kasus.
d. Pendidikan keperawatan hanya difokuskan pada pelayanan kesehatan yang sempit
Pembinaan keperawatan dirasakan kurang memenuhi sasaran dalam memenuhi
tuntutan perkembangan zaman. Pendidikan keperawatan dianggap sebagai suatu
objek untuk kepentingan tertentu dan tidak dikelola secara profesional. Kurikulum

20
yang diterapkan lebih mengarahkan perawat tentang how to work and apply,
bukan how to think and do critically.
e. Rendahnya standar gaji bagi perawat
Gaji perawat, khususnya yang bekerja di instansi pemerintah dirasakan sangat
rendah bila dibandingkan dengan negara lain, baik di Asia ataupun Amerika.
Keadaan ini berdampak terhadap kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan yang profesional.
f. Sangat minimnya perawat yang menduduki pimpinan di institusi kesehatan
Masalah ini sangat krusial bagi pengembangan profesi keperawatan, karena sistem
sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang baik. Hal ini tentunya akan
mempengaruhi perkembangan keperawatan di Indonesia, karena dampaknya
semua kebijakan yang ada biasanya kurang berpihak terhadap kebutuhan
keperawatan.
Menurut Nursalam (2002) beberapa langkah strategis dalam menghadapi trend-issues
perubahan keperawatan di masa depan antara lain adalah (1) Peningkatan pendidikan
bagi perawat practicioners, (2) Pengembangan Ilmu Keperawatan, (3) Pelaksanaan
riset yang berorientasi pada masalah di klinik/komunitas, dan (4) Identifikasi peran
manajer perawat profesional di masa depan, dan (5) Menerapkan model dan metode
asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP).
a. Peningkatan pendidikan bagi perawat “practicioners”
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat Profesional adalah
mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan kesempatan
kepada para perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga
diharapkan pada akhir tahun 2002, semua pendidikan perawat yang ada di rumah
sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat profesional yaitu pada
tahun 2015 sudah lebih dari 80% perawat berpendidikan Ners. Pada saat ini
pelbagai upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan keperawatan profesional
memang sedang dilakukan. Caranya adalah dengan mengkonversi pendidikan
SPK ke jenjang Akademi Keperawatan dan dari lulusan Akademi Keperawatan
diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang Program pendidikan Ners (S1
Keperawatan). Dalam rangka menambah jumlah lulusan perawat profesional
tingkat sarjana, perlu upaya penambahan jumlah dan kualitas Pendidikan
Keperawatan yang menghasilkan Ners. Perlu diadakan penataan sistem regulasi

21
pendidikan keperawatan, agar institusi penyelenggaraan program pendidikan Ners
memperhatikan kualitas lulusannya.
Reformasi pendidikan keperawatan bagi perawat practicioners difokuskan pada
perubahan pemahaman pemberian asuhan keperawatan secara profesional dengan
didasarkan standar praktik keperawatan dan etik keperawatan (Watson dan
Phillips, 1999). Tujuan peningkatan pendidikan tersebut berguna bagi perawat
dalam mempersiapkan diri sebagai seorang pemimpin dalam mengelola pelayanan
keperawatan kepada pasien di RS/Komunitas. Kepemimpinan yang profesional
harus sepenuhnya disadari dan didukung oleh peningkatan ilmu keperawatan yang
kokoh dan meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan kepada masyarakat.
b. Pengembangan ilmu keperawatan
Ilmu keperawatan harus secara terus-menerus dikembangkan. Prioritas utama
dalam pengembangan ilmu keperawatan adalah tantangan untuk mengembangkan
substansi isi ilmu melalui pengkajian yang mendalam. Tahap kedua adalah
menerapkan prinsip-prinsip ilmu keperawatan dalam praktik keperawatan
profesional yang dapat dilihat pada diagram hubungan antara ilmu, riset, dan
praktik di bawah ini. Keperawatan harus dapat menjabarkan isi dari disiplin ilmu
untuk dapat memberikan justifikasi dan promosi secara langsung dalam kegiatan
keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan melalui riset akan dapat
berkolaborasi dengan disiplin ilmu lain dan membedakan kontribusi keperawatan
terhadap tim kesehatan lainnya.
c. Perubahan paradigma dan lingkup riset keperawatan
Pelaksanaan riset merupakan dasar ilmu dan seni di dalam praktik keperawatan
profesional. Pelaksanaan riset keperawatan berdasarkan praktik keperawatan dapat
memengaruhi dan mengubah arah perkembangan pendidikan serta praktik. Riset
keperawatan harus dilihat dari sebagai bagian integrasi dari praktik keperawatan.
Perawat yang bekerja dengan pasien dan peka terhadap respons dari individu
terhadap penyakit dan kesehatan. Perawat dipersiapkan untuk mengidentifikasi
masalah dan dan menganalisisnya melalui penelitian yang berdampak terhadap
pelayanan keperawatan untuk semua orang. Berdasarkan filosofi keperawatan
yang kita yakini, bahwa perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus
berdasarkan pada 3 hal: humanistik, holistik, dan care. Sehingga masalah-masalah
keperawatan harus berdasarkan filosofi tersebut dan tercermin dalam paradigma
keperawatan. Asuhan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi

22
masalah-masalah klien secara fisik, psikis, dan sosial-spiritual dengan fokus
utama mengubah perilaku klien (pengetahuan, sikap, dan keterampilannya) dalam
mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri.
d. Identifikasi peran manajer perawat profesional di masa depan
Pelayanan keperawatan di masa mendatang harus dapat memberikan consumer
minded terhadap pelayanan yang diterima. Hal ini didasarkan pada tren perubahan
saat ini dan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu, perawat dapat
mendefinisikan, mengimplementasikan, dan mengukur perbedaan bahwa praktik
keperawatan harus dapat dijadikan sebagai indikator agar kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan yang profesional di masa depan terpenuhi. Sementara
kualitas layanan keperawatan pada masa mendatang belum jelas, peran perawat
harus dapat menunjukkan dampak yang positif terhadap sistem pelayanan
kesehatan. Ada 4 hal yang harus dijadikan perhatian utama keperawatan di
Indonesia:
1) Definisi peran perawat.
2) Komitmen terhadap identitas keperawatan.
3) Perhatian terhadap perubahan dan tren pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
4) Komitmen dalam memenuhi tuntutan tantangan sistem pelayanan kesehatan
melalui upaya yang kreatif dan inovatif.
Implikasi pelayanan keperawatan di masa mendatang dapat dijawab dengan
memahami dan melaksanakan “Karakteristik Perawat Profesional dan Perawat
Milenium” tersebut di bawah ini. Menurut Nursalam (2001), peran perawat di
masa depan harus berkembang seiring dengan perkembangan iptek dan tuntutan
kebutuhan masyarakat. Sehingga perawat dituntut mampu menjawab dan
mengantisipasi terhadap dampak dari perubahan.
e. Menerapkan model dan metode asuhan keperawatan profesional terbaru (MAKP).
Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus sebagai suatu tuntutan
bagi organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini terdapat suatu keinginan untuk
mengubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi.
Dengan meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat memberikan
arah terhadap pelayanan keperawatan berdasarkan pada isu di masyarakat. Sejalan
dengan perkembangan dan perubahan pelayanan kesehatan yang terjadi di
Indonesia, maka model sistem asuhan keperawatan harus berubah mengarah pada

23
suatu praktik keperawatan profesional. Model sistem asuhan keperawatan yang
dapat dikembangkan adalah 1) Tim, 2) Primer, dan 3) Kasus

24
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Perubahan adalah suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari
status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri
dari lingkungan yang ada. Perubahan dapat mencakup keseimbangan personal, sosial
maupun organisasi untuk dapat menjadikan perbaikan atau penyempurnaan serta dapat
menerapkan ide atau konsep terbaru dalam mencapai tujuan tertentu. Strategi membuat
perubahan dapat dikelompokan menjadi 4 hal yakni: Memiliki visi yang jelas,
menciptakan budaya organisasi tentang nilai-nilai moral dan percaya kepada orang lain,
sistem komunikasi yang jelas, singkat; dan sesering mungkin; dan keterlibatan orang
yang tepat.

3.2 Saran
Kita harus menyadari bahwa perubahan akan terjadi dan selalu terjadi serta tidak bisa
dihindari. Oleh karena itu kita harus mempersiapkan suatu manajemen untuk
menghadapinya. Dalam melakukan perubahan perawat harus memahami bagaimana
konsep berubah agar terciptanya perubahan yang lebih baik lagi dengan memiliki
kemampuan dan keberanian untuk melakukan perubahan demi tercapainya tujuan dan
mengarah pada titik positif. Khususnya dalam memberikan pelayanan keperawatan dan
menjadi perawat yang profesional.

25
DAFTAR PUSTAKA

La Monica L. Elaine. Alih Bahasa Nurachmah. Elly.,1998,Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan, PendekatanBerdasarkan Pengalaman, EGC,Jakarta.
Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Samba.Suharyati, 2000, Pengantar kepemimpinan dan
Manajemen Keperawatan Untuk Perawat Klinis,EGC, Jakarta
Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Waluyo. Agung & Asih. Yasmin, 2001, Pengembangan
Staf Keperawatan, Suatu Komponen Pengembangan SDM, EGC, Jakarta.
. …………..Manajemen Bidang Keperawatan, 2000, Pusat Pengembangan Keperawatan
Carolus,Jakarta.
Kozier, Fundamental of Nursing, 1991,Concept, Process, and Practice,Addison
Wesley,Publishing company,Inc.

Anda mungkin juga menyukai