Disusun oleh
Arif ridwan
Tingkat IA
Nim : PO5303203191062
Tahun 2019/2020
A. Defenisi dilema etik keperawatan
Menurut Thompson & Thompson (1981) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau
tidak memuaskan sebanding. Masalah eika keperawatan pada dasarnya merupakan masalah etika
kesehatan, yang lebih dikenal dengan istilah etika biomedis atau bioetis (Suhaemi, 2002). Dalam
dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang
harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
dilema etik juga adalah suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu
tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap
alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini,sukar untuk menentukan
mana yang benar atau salah serta dapat menimbulkan stress pada perawat karena perawat tahu
apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa
timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga
timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Pada saat berhadapan dengan dilema etik
terdapat juga dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan
keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi
yang baik dari seorang perawat.
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan
atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam
dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang
harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
1. Otonomi (Autonomi)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus
menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan
klien bahwa keadaanya baik padahal terdapat gangguan atau penyimpangan
2. Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah
kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk
memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena
alasan resiko serangan jantung.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang
benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk
serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus
mempertimbangkan faktor-faktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas
keadilan.
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh
ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse
darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk
dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak
diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi
nonmaleficince.
5. Veracity (Kejujuran)
Nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan
kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien
mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran
merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka
berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan
berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam kecelakaan tersebut
dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah
berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien
perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi
dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran.
Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus
memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
7. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang
keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan
kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.
8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada
setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar
yang pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.
Kerangkan pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka
proses keperawatan / pemecahan masalah secara ilmiah.
a. Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui perawat adalah “adakah saya terlibat langsung dalam dilema?”.
Perawat perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target tahap ini
adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan bantuan pertanyaan yaitu :
1. Apa yang menjadi fakta medik ?
2. Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3. Apa yang menjadi keinginan klien ?
4. Apa nilai yang menjadi konflik ?
b. Perencanaan
Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam pengambilan
keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal
yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu :
c. Implementasi
Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota tim
kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling menguntungkan.
Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama
implementasi adalah menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis seringkali
menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka, marah, dan emosi kuat yang
lain. Pengaruh perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil
keputusan. Perawat harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi klien”. Perawat
harus menyadari bahwa dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang menarik, tetapi
kadang terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai kesepakatan,
pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadangkala kesepakatan tak tercapai karena semua
pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai. Atau lain waktu, perawat tak dapat
menangkap perhatian utama klien. Seringkali klien / keluarga mengajukan permintaan yang sulit
dipenuhi, dan di dalam situasi lain permintaan klien dapat dihormati.
d. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai
outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial dapat
dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi
diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Kozier et. al (2004) menjelaskan kerangka pemecahan dilema etik sebagai berikut :
1. Mengkaji situasi
2. Mendiagnosa masalah etik moral
3. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
4. Melaksanakan rencana
5. Mengevaluasi hasil
Dilema etik yang sering ditemukan dalam praktek keperawatan dapat bersifat personal ataupun
profesional. Dilema menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat
diantara dua atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan. Pada saat
berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan
takut saat proses pengambilan keputusan rasional yang harus dihadapi, ini membutuhkan
kemampuan interaksi dan komunikasi yang baik dari seorang perawat.
Penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri
yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan
dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan
klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
Konsekuensi :
b. Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.
Konsekuensi :
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila
diperlukan.
Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar
klien bisa tidur cukup.
Konsekuensi :
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara
legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan
dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan
dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi
dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan
yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien,
mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.
6. Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing
terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling
menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan
terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan
kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif
tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/
keluarganya akan dilaksanakan.
Menurut teori mengenai tindakan yang mengakibatkan dua efek yang berbeda,
diperbolehkan untuk menaikkan derajat/dosis pengobatan untuk mengurangi penderitaan
nyeri klien sekalipun hal tersebut memiliki efek sekunder untuk mempercepat
kematiannya.
Prinsip kemanfaatan (beneficence) dan tidak merugikan orang lain (non maleficence)
dapat dipertimbangkan dalam kasus ini. Mengurangi rasa nyeri klien merupakan tindakan
yang bermanfaat, namun peningkatan dosis yang mempercepat kematian klien dapat
dipandang sebagai tindakan yang berbahaya. Tidak melakukan tindakan adekuat untuk
mengurangi rasa nyeri yang dapat membahayakan klien, dan tidak mempercepat
kematian klien merupakan tindakan yang tepat (doing good).
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, B., Erb G., Berman, A., & Snyder S. J. (2004). Fundamentalsof Nursing Concepts
Process and Practice. (7th ed). New Jerney: Pearson Education Line.