Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah aspek universal yang harus ada dalam kehidupan manusia. Tanpa ada
pendidikan, kehidupan manusia tentu akan mengarah kepada kehidupan statis, tanpa
kemajuan. Karena itu, menjadi fakta yang tidak terbantahkan bahwa pendidikan adalah
kebutuhan yang wajib dimiliki jika ingin menjadi manusia yang berkualitas.
Melalui e-learning dapat diwujudkan program pengembangan perangkat pembelajaran yang
efektif dan efisien. Perangkat pembelajaran bisa diakses kapan saja dan dimana saja. E-
learning memberikan harapan baru sebagai alternatif solusi atas sebagian besar permasalahan
pendidikan di Indonesia, dengan fungsi yang dapat disesuikan dengan kebutuhan, baik
sebagai suplemen (tambahan), komplemen (pelengkap), ataupun substitusi (pengganti) atas
kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selama ini digunakan.
Dari waktu ke waktu perkembangan yang berhubungan dengan sistem pendidikan di sekolah
terus terjadi, sehingga menuntut adanya perubahan metode guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas. Ciri metode pembelajaran yang baik yaitu metode pembelajaran yang
bisa mengkonstruksi pola pikir siswa dari pengetahuan yang pernah diterimanya dengan
pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru. Salah satu metode tersebut
yaitu metode penemuan terbimbing (guided discovery learning).

Metode pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif pada materi
lingkaran adalah metode pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning).
Hal ini karena dalam materi lingkaran banyak diajarkan tentang penemuan konsep dan rumus
yang tidak hanya dihafalkan oleh siswa, akan tetapi konsep tersebut harus tertanam dalam
benak siswa.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan rekayasa ide ini dibuat untuk pemenuhan tugas mata kuliah perencanan
pembelajaran dan untuk mengetahui lebih dalam dalam tentang model pembelajaran
discovery learning. Rekayasa ini juga bbertujuan untuk memberikan pemahaman tentang cara
meningkatkan hasil pembelajaran E-Learning siswa dengan menggunakan model
pembelajaran discovery learning.

13. Manfaat

Adapun manfaat reyakasa ide ini ialah supaya penulis dapat menyumbangkan pemikirannya
terhadap permasalahan yang diangkat dan juga menambah pengetahuan tentang hal tersebut
tidak hanya itu, dengan dibuatnya rekayasa ide ini semoga tujuannya dapat terlaksana.
BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Uraian Permasalahan

Masalah yang dihadapi para siswa saat ini ialah rendahnya hasil belajar dari siswa tersebut.
Masih banyak siswa yang kurang bersemangat dalam metode pembelajaran E-
Learning(Daring) dikarnakan mungkin beberapa sebab yaitu kurang menariknya guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran di mata para siswa, tidak hanya itu metode dan model
pembelajaran guru yang membosankan.

Untuk memberikan peningkatan terjadap hasil belajar siwa hendaknya guru harus
memperhatikan minat siswa dan memahami karakteristik siswa yang berbeda-beda serta
masalah yang dihadapin s iswa tersebut dalam pembelajaranE-Learning, Sehingga
memudahkan guru untuk lebih mengetahui lebih dalam masalah siswa tersebut.

Adapun permasalah disini adalah bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa dengan
menerapkan model pembelajaran Discovery Learning dalam proses belajar E-Learning
sehingga semua siswa di dalam kelas dapat memahami pembelajaran yan diberikan guru.

2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam rekayasa ide ini adalah para siswa-siswi yang mengikuti dan sedang
dalam pembelajaran E-Learning(Daring).

2.3 Assasesment Data

Pengolahan data secara analisa, oleh karna itu dalam mengolah data ini ialah dengan
mengumpulkan sumber-sumber bacaan yang dapat membantu dalam penyelesaian isi
rekayasa ide ini.
BAB III

PEMBAHASAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM METODE


BELAJAR E-LEARNING

3.1 Pengertian E-Learning

Dalam jurnal vokasi yang berjudul: KEEFEKTIFAN E-LEARNING SEBAGAI MEDIA


PEMBELAJARAN. Membahas mengenai pengertian, konsep dan model E-Learning. E-
learning merupakan salah satu bentuk model pembelajaran yang difasilitasi dan didukung
pemanfaatan teknologi infor-masi dan komunikasi. E-learning mempunyai ciri-ciri, antara
lain (Clark & Mayer 2008: 10): 1) memiliki konten yang relevan dengan tujuan
pembelajaran; 2) menggunakan metode instruksional, misalnya penyajian contoh dan latihan
untuk meningkatkan pembelajaran; 3) menggunakan elemen-elemen media seperti kata-kata
dan gambar-gambar untuk me-nyampaikan materi pembelajaran; 4) me-mungkinkan
pembelajaran langsung berpusat pada pengajar (synchronous e-learning) atau di desain untuk
pembelajaran mandiri (asynchronous e-learning); 5) membangun pemahaman dan
keterampilan yang terkait dengan tujuan pembelajaran baik secara perseorangan atau
meningkatkan kinerja pembelajaran kelompok.
Sedangkan menurut Rusman dkk (2011: 264) e-learning memiliki karakteristik, antara lain
(a) interactivity (interaktivitas); (b) independency (kemandirian); (c) accessibility
(aksesibilitas); (d) enrichment (pengayaan).
E-learning dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di
bidang pendidikan dalam bentuk dunia maya. Istilah e-learning lebih tepat ditujukan sebagai
usaha untuk membuat sebuah transformasi proses pembelajaran yang ada di sekolah atau
perguruan tinggi ke dalam bentuk digital yang dijembatani teknologi internet (Munir, 2009:
169).
Seok (2008:725) menyatakan bahwa “e-learning is a new form of pedagogy for learning in
the 21st century. e-Teacher are e-learning instructional designer, facilitator of interaction,
and subject matter experts”. Penerapan e-learning untuk pembelajaran online pada masa
sekarang ini sangatlah mudah dengan memanfaatkan modul Learning Management System
yang mudah untuk diinstalasi dan dikelola seperti Moodle.

3.2 Aspek Pengolahan Pembelajaran E-Learning


 Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran pada dasar-nya merupakan gambaran mengenai beberapa aktivitas
dan tindakan yang akan dilakukan pada saat berlangsungnya proses pembel-ajaran. Dengan
demikian dapat disimpulkan, aplikasi perencanaan pembelajaran yang ber-basis e-learning
memuat rencana, perkiraan dan gambaran umum kegiatan pembelajaran dengan
memanfaatkan jaringan komputer, baik intranet maupun internet. Lingkup perencanaan
pembelajaran meliputi empat komponen utama, yaitu tujuan, materi atau bahan ajar, kegiatan
belajar mengajar, dan evaluasi.
 Perancangan dan Pembuatan Materi
Menurut Daniswara (2011: 2), dalam proses pembelajaran konten memegang peranan penting
karena langsung berhubungan dengan proses pembelajaran peserta (siswa). Konten
merupakan obyek pembelajaran yang menjadi salah satu parameter keberhasilan e-learning
melalui jenis, isi dan bobot konten. Sistem e-learning harus dapat:
1. Menyediakan konten yang bersifat teacher-centered yaitu konten instruk-sional yang
bersifat prosedural, deklaratif serta terdefinisi dengan baik dan jelas;
2. Menyediakan konten yang bersifat learner-centered yaitu konten yang menyajikan hasil
(outcomes) dari instruk-sional yang terfokus pada pengembangan kreatifitas dan
memaksimalkan ke-mandirian;
3. Menyediakan contoh kerja (work example) pada material konten untuk mempermudah
pemahaman dan mem-berikan kesempatan untuk berlatih;
4. Menambahkan konten berupa games edukatif sebagai media berlatih alat bantu pembuatan
pertanyaan.
Beberapa prinsip membuat situs pem-belajaran atau website e-learning menurut Munir (2009:
191) antara lain:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran;
2. Mengenalkan materi pembelajaran;
3. Memberikan bantuan dan kemudahan bagi pembelajar untuk mempelajari materi
pembelajaran;
4. Memberikan bantuan dan kemudahan bagi pembelajar untuk mengerjakan tugas-tugas
dengan perintah dan arahan yang jelas;
5. Materi pembelajaran yang disampaikan sesuai standar yang berlaku secara umum,
serta sesuai dengan tingkat perkembangan pembelajar;
6. Materi pembelajaran disampaikan dengan sistematis dan mampu memberikan moti-
vasi belajar, serta pada bagian akhir setiap materi pembelajaran dibuat rangkumannya;
7. Materi pembelajaran disampaikan sesuai dengan kenyataan, sehingga mudah di-
pahami, diserap, dan dipraktekkan lang-sung oleh pembelajar;
8. Metode penjelasannya efektif, jelas, dan mudah dipahami oleh pembelajar dengan
disertai ilustrasi, contoh dan demonstrasi;
9. Sebagai alat untuk mengetahui keber-hasilan pembelajaran, maka dapat dilakukan
evaluasi dan meminta umpan balik (feedback) dari pembelajar.
 Penyampaian Pembelajaran
Pembelajaran dengan e-learning me-rupakan pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi
internet untuk meningkatkan lingkungan belajar dengan konten yang kaya dengan cakupan
yang luas. E-learning merupakan pemanfaatan media pembelajaran menggunakan internet,
untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rossenberg (2006: 72) bahwa:
“within the learning and performance architecture is e-learning not e-learning as it is
traditionally practiced but a broader. E-learning is the use of Internet technologies to create
and deliver a rich learning environment that includes a broad array of instruction and infor-
mation resources and solutions, the goal of which is to enhance individual and
organizational performance.”
Setiap metode pembelajaran harus me-ngandung rumusan pengorganisasian bahan pelajaran,
strategi penyampaian, dan penge-lolaan kegiatan dengan memperhatikan faktor tujuan
belajar, hambatan belajar, karakteristik siswa, agar dapat diperoleh efektivitas, efi-siensi, dan
daya tarik pembelajaran (Miarso, 2004: 550).
 Media dan Interaktivitas Pembelajaran
Berdasarkan pengertian dan fungsi media pembelajaran dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang berpengaruh terhadap keberhasilan
kegiatan pembelajaran. Secara umum manfaat media pembelajaran adalah memperlancar
interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien.
Keberhasilan e-learning ditunjang adanya interaksi maksimal antara guru dan siswa, antara
siswa dan berbagai fasilitas pembelajaran, antara siswa dan siswa lainnya, serta adanya pola
pembelajaran aktif dalam interaksi tersebut.
 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan alat indikator untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan
yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara ke-seluruhan.
Evaluasi bukan hanya sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental,
melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan
terarah berdasarkan tujuan yang jelas (Rusman dkk, 2011: 42).
Kegiatan evaluasi pelaksanaan pembel-ajaran e-learning dapat dilihat dari segi peningkatan
pengetahuan dan keterampilan, lingkungan belajar, dan pengaruhnya. Eva-luasi pelaksanaan
e-learning merupakan proses menganalisis kualitas proses pembel-ajaran berbasis web (e-
learning) dan sejauh mana ketercapaian dari proses e-learning tersebut untuk dapat dirasakan
para pebelajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan sebagai bentuk penilaian terhadap berbagai
komponen yang terdapat pada e-learning.
 Evaluasi Discrepancy
Evaluasi model kesenjangan (discre-pancy model) menurut Stufflebeam, Madaus, dan
Kellaghan (2002: 127) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standar)
yang sudah ditentukan dalam program dengan kerja (performance) se-sungguhnya dari
program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil
pelaksanaan program.
siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Keberhasilan e-learning
ditunjang adanya interaksi maksimal antara guru dan siswa, antara siswa dan berbagai
fasilitas pembelajaran, antara siswa dan siswa lainnya, serta adanya pola pembelajaran aktif
dalam interaksi tersebut.
 Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan alat indikator untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan
yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara ke-seluruhan.
Evaluasi bukan hanya sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental,
melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan
terarah berdasarkan tujuan yang jelas (Rusman dkk, 2011: 42).
Kegiatan evaluasi pelaksanaan pembel-ajaran e-learning dapat dilihat dari segi peningkatan
pengetahuan dan keterampilan, lingkungan belajar, dan pengaruhnya. Eva-luasi pelaksanaan
e-learning merupakan proses menganalisis kualitas proses pembel-ajaran berbasis web (e-
learning) dan sejauh mana ketercapaian dari proses e-learning tersebut untuk dapat dirasakan
para pebelajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan sebagai bentuk penilaian terhadap berbagai
komponen yang terdapat pada e-learning.
 Evaluasi Discrepancy
Evaluasi model kesenjangan (discre-pancy model) menurut Stufflebeam, Madaus, dan
Kellaghan (2002: 127) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standar)
yang sudah ditentukan dalam program dengan kerja (performance) se-sungguhnya dari
program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil
pelaksanaan program.

3.3 Pengertian Metode Discovery Learning


Menurut Djamarah (2008: 22) Discovery Learning adalah belajar mencari dan menemukan
sendiri. Dalam sistem belajar mengajar ini guru menyajikan bahan pelajaran yang tidak
berbentuk final, tetapi anak didik diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri
dengan menggunakan teknik pendekatan pemecahan masalah. Secara garis besar prosedurnya
adalah demikian:
1) Simulation. Guru bertanya dengan mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik
untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan.
2) Problem statement. Anak didik diberi kesempatan mengidebtifikasi berbagai
permasalahan.
3) Data collection. Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis ini, anak didik diberi kesenpatan untuk mengumpulkan berbagai informasi
yang relevan.
4) Data processing. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semua diolah, diacak, diklasifikasikan ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu,
5) Verification atau pembuktian. Berdasarkan hasih pemngolahan dan pembuktian,
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu kemudian dicek.
6) Generalization. Tahap selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar
menarik kesimpulan.
Pandangan ini bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan obyek dalam belajar,
mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai denagn kemampuan
yang dimilikinya. Proses belajar harus dipandang sebagai stimulus yang dapat memantang
siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peran guru lebih banyak menempatkan diri sebagai
pembimbing atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. dengan demikian, siswa lebih
banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah
dengan bimbingan guru. Pemecahan masalah adalah metode yang mengharuskan pelajar
untuk menemukan jawabanya (discovery) tanpa bantuan khusus. Dengan pemecahan masalah
pelajar menemuakan aturan baru yang lebuh tinggi tarafnya sekalipun ia mungkin tidak dapat
merumuskan secara verbal.
Salah satu metode belajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang
sudah maju adalah metode discovery. Hal ini disebabkan karena metode ini:
1. Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif; Dengan
menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang
diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa;
2. Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai
dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain;
3. Dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai dalah satu metode
ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri;
4. Siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi
sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.
Dengan menggunakan metode Discovery Learning pembelajaran akan lebih bermakna
mengena kepada siswa. Sebab siswa disini tidak hanya sebagai pendengar setia, namun dalam
metode pembelajaran ini siswa dituntut aktif dalam pembelajaran.
3.4 Langkah-langkah metode pembelajaran discovery
Langkah-langkah metode pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:
a. identifikasi kebutuhan siswa;
b. seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan
generalisasi pengetahuan;
c. seleksi bahan, problema/ tugas-tugas;
d. membantu dan memperjelas (tugas/ problema yang akan dipelajari, peranan
masing-masing siswa).
e. mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.
f. mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan
tugas-tugas siswa.
g. memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan.
h. membantu siswa dengan informasi/data jika diperlukan oleh siswa.
i. memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang
mengarahkan dan mengidentifikasi proses.
j. merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa.
k. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan.
l. membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil
penemuannya.
3.5 Kebaikan metode Discovery Learning
a) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan
penguasaan ketrampilan dan proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan
terus dalam penemuan terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha
untuk menemukan; jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.
b) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin
merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; dalam arti pendalaman dari
pengertian; retensi, dan transfer.
c) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan
jerih payah penyelidikannya, menemuk an keberhasilan dan kadang–kadang
kegagalan.
d) Metode ini memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan
kemampuannya sendiri.
e) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia
lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit dapa suatu
proyek penemuan khusus.
f) Metode ini dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya
kepercayaan pada diri sendiri melalui proses– proses penemuan. Dapat
memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.
g) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka dan
guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide. Guru menjadi teman belajar,
terutama dalam situasi penemuan yang jawabannya belum diketahui sebelumnya.
h) Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan
kebenaran akhir dan mutlak.
3.6 Kelemahan metode Discovery Learning
a. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.
Misalnya, siswa yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan
pikirannya jika berhadapan dengan hal–hal yang abstrak, atau menemukan saling
ketergantungan antara pengertian dalam suatu subjek, atau dalam usahanya menyusun
suatu hasil penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan
memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustrasi pada siswa yanglain.
b. Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian
besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori–teori, atau
menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata–kata tertentu.
c. Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru
dan siswa yang sudah biasa dengan perencanan dan pengajaran secara teradisional.
d. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu
mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap
dan ketrampilan.
e. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian
atau sebagai perkembangan emosional social secara keseluruhan.
f.Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide–
ide mungkin tidak ada.
g. Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berfikir kreatif,
kalau berfikir kreatif, kalau pengertian– pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi
terlebih dahulu oleh guru, demikian proses–proses dibawah pembinaannya. Tidak
semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Penemuan masalah
dapat bersifat membosankan mekanisasi, formalitas dan pasif seperti bentuk terburuk
dan metode ekspositories verbal. (Suryosubroto, 2009:185).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
discovery learning dalam Keberhasilan e-learning ditunjang oleh adanya interaksi maksimal
antara pendidik dan peserta didik, antara peserta didik dengan berbagai fasilitas pendidikan,
antara peserta didik dengan pengan peserta didik lainnya, dan adanya pola pembelajaran aktif
dalam interaksi tersebut. Model ini dapat meningkatkan keterampilan kolaborasi maupun
keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Apabila pembelajaran bebasis pada web,
maka diperlukan adanya pusat kegiatan peserta didik, interaksi antar kelompok, administrasi
penunjang sistem, pendalaman materi, ujian, dan materi online. Dari sisi teknologi informasi;
internet memungkinkan perombakan total konsep-konsep pembelajaran yang selama ini
berlaku.
4.2 Saran
Guru yang berperan sebagai motivator dalam proses pembelajaran akan dapat
mengembangkan aktivitas belajar peserta didiknya. Proses pembelajar dalam model ini harus
dipandang sebagai stimulasi yang dapat menanantang peserta didik untuk berfikir bebas
dalam berpendapat dan berinisiatif dalam proses pembelajaran.
Daftar Pustaka

Afandi Muhamad, Chamalah Evi, Wardani Oktarina Puspita. 2013. MODEL DAN
METODE PEMBELAJARAN DI SEKOLAH. Semarang : UNISSULA PRESS.
Balqist, Almaidah. Jalmo, Tri. Yolida, Berti. 2019. Pengunaan Model Discovery
Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Kolaborasi dan Berpikir Tingkat Tinggi
Peserta Didik. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Hartanto, Wiwin. 2016. Penggunaan E-Learning Sebagai Media Pembelajaran.
Jember : Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai