Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL PENELITIAN/SKRIPSI

DAMPAK PSIKOLOGIS PADA REMAJA DI INDONESIA SELAMA

PANDEMI COVID -19

LITERATURE REVIEW

NOVIANTI EKA SAPUTRI

P17221174065

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

MALANG

2021
PROPOSAL PENELITIAN/SKRIPSI

DAMPAK PSIKOLOGIS PADA REMAJA DI INDONESIA SELAMA

PANDEMI COVID -19

LITERATURE REVIEW

NOVIANTI EKA SAPUTRI

P17221174065

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

MALANG

2021

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia saat ini sedang dilanda pandemi yang cukup mengkhawatirkan,

yaitu COVID-19. Hampir semua negara yang ada di dunia ini mengalami pandemi

COVID-19 ini, tidak terkecuali Indonesia (Fitria & Ifdil, 2020). Virus ini tidak

hanya menyerang kesehatan saja bahkan menyebabkan efek psikologis seperti

depresi, kecemasan, ketakutan, dan insomnia (Ran et al., 2020). Banyak remaja di

dunia mengalami ganguan psikologis dalam mengahadapi pandemik covid ini.

Tidak jarang siswa mengalami depresi dan kecemasan yang berlebihan terhadap

pandemik Covid ini. Dampak psikologis pada remaja ini masih sangat

membutuhkan untuk dilakukan identifikasi.

Pandemi COVID-19 yang merupakan darurat kesehatan internasional

menunjukkan angka kasus yang terus bertambah setiap harinya. Sampai saat ini

banyak orang yang terinfeksi virus ini sebanyak 21.617.987 juta jiwa di seruluh

dunia dengan angka kematian mencapai 769.006 ribu jiwa dan angka kesembuhan

mencapai 14.334.222 juta jiwa (Worldometer, 2020). Di Indonesia sendiri orang

yang terinfeksi mencapai 137.468 ribu jiwa dengan angka kematian 6.071 ribu

jiwa serta angka kesembuhan mencapi 91.321 jiwa (Satgas Covid-19, 2020). Akan

tetapi banyaknya informasi yang tersebar di media yang belum terkonfirmasi

kebenarannya mengakibatkan para remaja semakin merasa cemas dan mengalami

ketakutan. Berdasarkan hasil penelitian dari 8079 remaja yang ada di cina sekitar

43,7% mengalami gejala depresi, 37,4%, mengalami gejala kecemasan, dan

31,3%, mengalami kombinasi gejala depresi dan kecemasan (Zhou et al., 2020).

1
Dala Penelitian lain yang dilakukan di Bangladesh india pada 505 remaja,

menghasilakan 28,5% responden mengalami stres, 33,3% kecemasan, 46,92%

depresi (Khan et al., 2020). Beberapa penelitian juga menyebutkan jika dampak

psikologis ini tidak dihentikan akan mengakibatkan drepesi dan strees

berkelanjutan di kalangan remaja dengan jumlah yang sangat tinggi.

Salah satu cara menghentikan rantai penularan ini adalah dengan cara

memberlakukan lockdown atau karantina disuatu negara untuk membatasi

pergerakan. Karantina telah digunakan sebagai tindakan pencegahan selama

berabad-abad untuk menangani penyakit menular utama wabah dan terbukti

efektif dalam mengendalikan penyebaran penyakit menular seperti kolera dan

wabah di masa lalu (Khan et al., 2020). Tidak hanya itu Lockdown di sejumlah

negara ini juga mengakibatkan beberapa sekolah tutup untuk jangka panjang yang

berakibat semua remaja dan siswa harus belajar dari rumah. Dengan dilakukannya

karantina di rumah selama Pandemi ini, banyak kaum muda mengalami masalah

kesehatan psikologis.

Remaja adalah kelompok rentan dan mereka sedang mengalami masa

transisi kultus (Guessoum et al., 2020), dengan masa pandemi ini juga lamanya

masa karantina, takut tertular, kebosanan, kurang informasi, keberadaan, jauh dari

teman sekelas dan guru, kurangnya ruang pribadi di rumah, dan kerugian

finansial dalam keluarga menyebabkan stres pada anak-anak dan remaja (Kılınçel

et al., 2020). Tak hanya itu kematian yang tidak terduga, istirahat sekolah yang

tiba-tiba, dan keributan di rumah juga menjadikan tingkat kecemasan dan stress

semakin meningkat di kalangan remaja (Guessoum et al., 2020).

Sebagian besar penelitian hingga saat ini masih berfokus pada epidemilogi

dan karateristik pasien yang terinfeksi, juga pada karateristik gen viru COVID-19

2
itu sendiri. Penelitian yang membahasa mengenai dampak psikologis pada remaja

belum banyak dilakukan. Oleh karena itu perlu untuk dilakukan rangkuman

literatur yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan dampak

psikologis pada remaja karena pandemi COVID-19.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah dampak psikologis pada remaja selama pandemi COVID -19 ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Menjelaskan dampak psikologis pada remaja yang diakibatkan oleh

pandemic COVID -19

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan dampak depresi yang diakibatkan oleh pandemic COVID -19

2. Menjelaskan dampak kecemasan yang diakibatkan oleh pandemic COVID

-19

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Secara Praktis

1. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan pengetahuan untuk masyarakat tentang dampak psikologis

remaja yang diakibatkan oleh pandemic COVID -19. Sehingga masyarakat

dapat mengetahui kondisi psikologis yang dialami oleh remaja.

2. Bagi penulis

3
Diharapkan penulis dapat memperoleh pengalaman dalam melaksanakan

aplikasi riset keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan, khususnya

penelitian tentang dampak psikologis pada remaja selama pandemi COVID

-19.

1.4.2 Secara Teoritis

1. Bagi ilmu pengetahuan dan teknologi

a. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam praktik

keperawatan tentang dampak psikologis pada remaja selama pandemi

COVID -19.

b. Diharapkan dapat bermanfaat untuk informasi atau penjelasan tentang

dampak psikologis pada remaja selama pandemi COVID -19.

c. Diharapkan dapat memperkaya jumlah penelitian tentang dampak

psikologis pada remaja selama pandemi COVID -19

BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA

2 Konsep COVID-19

3 Pengertian COVID-19

Coronavirus Disease 19 (COVID-19) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2

(SARSCoV). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum

pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2020). Coronavirus merupakan virus yang dapat

menyebar dari orang ke orang (Cdc.gov/coronavirus, 2020).

Virus corona ini berbentuk bulat dengan protein spike (S) yang

menonjol dari permukaan partikel virus (virion) dan memiliki materi genetik

berupa RNA rantai tunggal. Kata corona dalam bahasa Latin mengandung arti

crown atau mahkota (Bárcena et al., 2009; Neuman et al., 2006). Jika dilihat

dari mikroskop elektron, bentuk partikel virus SARS-CoV-2 ini menyerupai

mahkota sehingga disebut coronavirus. Virus Korona adalah jenis virus

berselubung dengan selubung lipid bilayer yang berasal dari membran sel

inang). Virus ini memiliki diameter sekitar 50-200nm (Prastyowati, 2020).Ada

setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang

dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome

(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

4 Penyebab COVID-19

Berbagai hewan peliharaan dan hewan liar termasuk unta, sapi, kucing

dan kelelawar dapat berpotensi sebagai inang bagi coronavirus (Adhikari et

5
al., 2020). Awal investigasi ditemukan bahwa sebagian besar pasien COVID-

19 di China memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan, serta memiliki riwayat

paparan satwa liar. Pohon filogenetik coronavirus menunjukkan bahwa inang

alami novel coronavirus adalah kelelawar (Rhinolophus affinis) (Gong et al.,

2020). SARS dan MERS penyebaran utamanya melalui kontak dekat dengan

orang yang terinfeksi melalui percikan pernapasan dari batuk atau bersin.

Awal dilaporkannya pasien COVID-19 memiliki hubungan dengan pasar

makanan laut di Wuhan, China menunjukkan bahwa infeksi awal ini

penularannya dari hewan ke orang. Kemudian kasus-kasus dilaporkan di

antara petugas kesehatan dan lainnya tanpa riwayat kunjungan ke pasar atau

mengunjungi Wuhan sehingga dari kasus ini diindikasikan coronavirus dapat

menular dari manusia ke manusia (Adhikari et al., 2020).

Pedoman terbaru dari otoritas kesehatan China menggambarkan tiga

rute transmisi utama untuk penularan COVID-19: 1) Percikan 2) penularan

kontak 3) transmisi aerosol. Penularan percikan dilaporkan terjadi ketika orang

yang terinfeksi mengalami batuk atau bersin) kemudia dihirup oleh individu di

dekatnya dalam jarak dekat; penularan kontak dapat terjadi ketika individu

menyentuh permukaan atau benda yang terkontaminasi virus kemudian

menyentuh bagian mulut, hidung atau mata; transmisi aerosol dapat terjadi

ketika percikan pernapasan tersebut bercampur ke udara, membentuk aerosol

dan daapat menyebabkan infeksi ketika menghirup udara dalam jumlah

banyak ke peru-paru yang lingkungannya relatif tertutup (China, 2020). Selain

ketiga rute tersebut dalam satu penelitian menyebutkan bahwa sistem

pencernaan juga berpotensi menjadi rute penularan infeksi virus COVID-19.

Hal ini dikarenakan pasien memiliki ketidaknyamanan perut dan gejala diare,

6
para peneliti menganalisis empat set data dengan transkripom sel tunggal

sistem pencernaan dan menemukan bahwa ACE2 sangat diekspresikan dalam

eritrosit absorptif dari ileum dan usus besar (Zhang et al., 2020).

5 Manifestasi Klinis COVID-19

Penting untuk memahami gejala klinis COVID-19, meskipun gejala

klinis yang ditunjukkan tidak spesifik. Infeksi pada virus COVID-19

menimbulkan gejala ringan hingga berat. Sebagian orang yang terinfeksi virus

ini mengalami gejala seperti demam (diatas 38°C), batuk, fatigue (kelelahan),

anoreksia, mialgia hingga kesulitan bernapas. Serta gejala non-spesifik lain

seperti sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat, mual muntah, diare.

Dilaporkan juga bahwa adanya gejala seperti kehilangan indra untuk membau

(anosmia) atau rasa (ageusia) (World Health Organization, 2020).

Pada kasus yang parah seperti Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS), syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan

atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari akan memperburuk

kondisi dengan cepat. Namun pda beberapa pasien datang dengan keluhan

gejala ringan bahkan tanpa disertai demam (PDPI, 2020).

6 Patofisiologi COVID-19

Coronavirus menyebabkan penyakit yang serius terhadap hewan (sapi,

ayam, babi, kuda dan kucing). Coronavirus merupakan jenis virus zootik yang

ditransmisikan dari hewan ke manusia. Hewan liar berpotensi membawa

patogen dan berperan sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. Host

coronavirus dapat ditemukan pada unta, kelelawar, tikus bambu dan musang.

Croronavirus yang terdeteksi pada kelelawar merupakan host utama untuk

7
severe acute respiratory syndrome (SARS) dan middle east respiratory

syndrome (MERS) (PDPI, 2020).

Coronavirus memperbanyak diri melalui sel inangnya karena virus

tidak dapat hidup tanpa sel inang. Protein S yang ada dipermukaan virus

memperantarai coronavirus masuk dan menempel pada inang. Sehingga

protein S berperan penting dalam menginfeksi inang dan menjadi penentu

topis . Penelitian SARS-CoV protein S berikatan dengan reseptor enzim ACE-

2 (angiotensin-converting enzyme 2) pada inang. Angiotensin-converting

enzyme 2 dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, usus

halus, usus besar, otak, lambung, timus, kulit, sumsum tulang, hati, limpa, sel

eritrosit usus halus, sel endotel arteri vena, sel otot polos, sel epitel alveolar

paru. Setelah virus berhasil masuk tahap selanjutnya adalah translasi replikasi

gen RNA genom virus. Kemudian Replikasi dan transkripsi sisntesis RNA

melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Setelah

perakitan, virus baru bisa rilis (Fehr, 2015 dalam (Yuliana, 2020).

Usai transmisi, virus tersebut masuk ke dalam saluran pernapasan atas

lalu bereplikasi pada sel epitel napas atas. Kemudian menyebar ke saluran

napas bagian bawah. Masa inkubasi virus ini kurang lebih sekitar 3-7 hari

(PDPI, 2020)

7 Pencegahan COVID-19

1. Mengetahu Penyebaran Virus

Menurut CDC (Centers For Disease Control) saat ini tidak ada

vaksin untuk mencegah coronavirus disease 19 (COVID-19). Untuk

mencegah penularannya dengan menghindari kemungkinan terpapar virus.

Virus ini diperkirakan menyebar dari orang ke orang dnegan cara:

8
a. Orang yang berdekata satu sama lain

b. Melalui percikan pernapasan yang dihasilkan ketika orang yang

terinfeksi betuk, bersin atau berbicara.

c. Coronavirus juga dapat ditularkan oleh orang-orang yang tidak

menunjukkan gejala

2. Setiap Orang Harus Melakukan Pencegahan Dengan Cara:

a. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setidaknya selama 20

detik terutama setelah berada di tempat umum, setelah batuk atau

bersin.

b. Jika tidak tersedia sabun dan air gunakan handsanitizer dengan

kandungan alkohol minimal 60%.

c. Hindari menyentuh bagaian mata, hidung dan mulut dengan tangan

yang belum dicuci.

3. Membatasi kontak dengan orang lain

4. Memakai masker untuk melindungi diri sendiri dan orang lain

5. Menutup mulut dengan tisu atau siku bagan dalam saat batuk atau bersin

lalu membuang tisu ke tempat sampah, kemudian cuci tangan

6. Desinfeksi peralatan yang sering disentuh setiap hari (Center for Disease

Control, 2020)

8 Pemeriksaan Klinis COVID-19

Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis

dan menentuan perawatan yang sesuai dengan hasil yang diperoleh menurut

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2020), yaitu:

9
1. Pemeriksaan kimia darah (darah periver lengkap, analisa gas darah, fungsi

hepar, fungsi ginjal, gula darah sewaktu, elektrolit, faal hemostasis {PT,

APTT, d Dimer})

2. Pemeriksaan swab tenggorokan dan aspirat saluran napas bagian bawah

(sputum, bilasan bronkus, kurasan bronkoalveolar, jika menggunakan

endotracheal bisa menggunakan aspirat endotrakeal) untuk RT-PCR virus,

sequencing apabila tersedia.

3. Pemeriksaan radiologi (foto toraks, CT-Scan toraks, USG toraks)

4. Pungsi pleura sesuai kondisi

5. Bronkoskopi

6. Prokalsitonin (jika dicurigai adanya bakterialis)

7. Laktat

8. Pemeriksaan feses dan urin (digunakan untuk investigasi kemungkinan

penularan)

9. Pembiakan mikroorganisme dan uji kepekaaan dari sample (sputum,

bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah

9 Penatalaksanaan Medis

Sampai saat ini belum ada vaksin dan obat yang bisa mencegah atau

mengobati COVID-19. Pengobatan yang ada saat ini ditujukan sebagai terapi

simptomatis dan suportif. Beberapa kandidat vaksin dan obat tertentu dari

penelitian masih dalam proses uji klinis (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2020).

Pencarian metode perawatan yang akurat untuk pasien COVID-19

telah berlangsung dan berbagai metode perawatan sedang diuji oleh para

peneliti. Berbagai upaya kolaboratif untuk menemukan dan mengevaluasi

10
efektovitas anti-virus, terapi kekebalan tubuh antibodi monoklonal dan vaksin

dengan cepat telah muncul. Semua perawatan ini menimbulkan gejala tetapi

terapi oksigen menggunakan ventilator memiliki peran utama dalam

pengobatab COVID-19 (Bhavana et al., 2020).

Menurut Bhavana (2020) perawatan yang direkomendasikan untuk

COVID-19 yaitu:

1) Obat-obatan yang telah diuji oleh WHO

 Remdesivir

 Chloroquine

 Hydroxychloroquine

 Lopinavir/ritonavir

 Lapinavir/ritonavir dan interferon beta 1a

2) Terapi Plasma

Convalescent Plasma (CP) merupakan plasma yang mengandung

antibodi dari pasien yang telah pulih diberikan dengan transfusi kepada

pasien COVID-19. Antibodi donor ini dapat membantu pasien melawan

penyakit yang dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit (Harvard

Medical School, 2020).

3) Antibodi monoklonal (monoclonal antibody)

Antibodi monoklonal adalah versi buatan dari antibodi yang secara

alami diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus seperti SARS-CoV-2.

Bamlanivimab (antibody monoclonal) menyerang protein coronavirus

sehingga lebih sulit bagi virus untuk menempel dan memasuki sel manusia

(Harvard Medical School, 2020).

11
Terapi perawatan antibodi monoklonal tidak disarankan untuk pasien

COVID-19 yang dirawat di rumah skait atau yang menerima terapi

oksigen. Hal ini dikarenakan Bamlanivimab tidak terbukti menguntungkan

pasien-pasien dan dapat menyebabkan hasil yang lebih buruk (Harvard

Medical School, 2020).

4) Ventilasi Mekanik

Ketika gagal napas terjadi pada pasien COVID-19 ventilasi mekanik

menjadi perawtan yang diperlukan. Selain itu pemantauan hemodinamik

juga diperlukan untuk mencegah terjadinya syok septik (Bhavana et al.,

2020).

10 Konsep Remaja

11 Pengertian Remaja

Masa remaja (adolescence) adalah merupakan masa yang sangat

penting dalam rentang kehidupan manusia, merupakan masa transisi atau

peralihan dari masa kanak-kanak menuju kemasa dewasa. Remaja juga adalah

kelompok yang rentan dan mereka sedang mengalami masa transisi yang sulit

(Guessoum et al., 2020) sedangkan menurut DeBrun dalam (Saputro, 2018)

mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak- kanak

dan dewasa. Selain itu juga ada beberapa pengertian menurut para tokoh-tokoh

mengenai pengertian remaja seperti :

Elizabeth B. Hurlock Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata

latin (adolescene), kata bendanya adolescentia yang berarti remaja yang berarti

“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa‟‟ bangsa orang-orang zaman

purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan

12
periode-periode lain dalam rentang kehidupan anak dianggap sudah dewasa

apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.

Istilah adolescence yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang

sangat luas, yakni mencangkup kematangan mental, sosial, emosional,

pandangan ini di ungkapkan oleh Piaget dengan mengatakan, Secara psikologis,

masa remaja adalah usia dimana individu berintregasi dengan masarakat

dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang

lebih tua melainkan berada dalam tingkat yang sama, sekurang-kurangnya

dalam masalah integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai aspek efektif,

kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan

intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir

remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial

orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode

perkembangan ini (Hurlock, 2003).

Hal senada juga di kemukakan oleh Jhon W. Santrock, masa remaja

(adolescence) ialah periode perkembangan transisi dari masa kanak-kanak

hingga masa dewasa yang mencakup perubahan-perubahan biologis, kognitif,

dan sosial emosional (Santrock, 2003)

Begitu juga pendapat dari (World Health Organization) WHO 1974

remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia

menunjukkan tanda-tanda seksualitas sampai saat ini mencapai kematangan

seksualitasnya, individu mengalami perkembangan psikologi dan pola

identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial yang penuh, kepada keadaan yang relatife lebih mandiri

(W, 2004).

13
Maka setelah memahami dari beberapa teori diatas yang dimaksud

dengan masa remaja adalah suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

menuju kemasa dewasa, dengan ditandai individu telah mengalami

perkembangan-perkembangan atau pertumbuhan-pertumbuhan yang sangat

pesat di segala bidang, yang meliputi dari perubahan fisik yang menunjukkan

kematangan organ reproduksi serta optimalnya fungsional organ-organ lainnya.

Selanjutnya perkembangan kognitif yang menunjukkan cara gaya berfikir

remaja, serta pertumbuhan sosial emosional remaja. dan seluruh perkembangan-

perkembangan lainnya yang dialami sebagai masa persiapan untuk memasuki

masa dewasa. Untuk memasuki tahapan dewasa, perkembangan remaja banyak

faktor-faktor yang harus diperhatikan selama pertubuhannya diantaranya:

hubungan dengan orang tuanya, hubungan dengan teman sebayanya, hubungan

dengan kondisi lingkungannya, serta pengetahuan kognitifnya.

12 Tahun-tahun Remaja

Batasan usia masa remaja menurut Hurlock, Awal masa remaja

berlangsung dari mulai umur 13-16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja

bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia matang secara

hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat

singkat (Hurlock, 2003) Menurut Santrock, Awal masa remaja dimulai pada

usia 10-12 tahun, dan berakir pada usia 21-22 tahun (W, 2004)

Secara umum menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja dibagi

menjadi tiga fase batasan umur, yaitu:

1. Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun.

2. fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.

3. fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.

14
Maka dengan demikian dapat diketahui dari bagian-bagian usia pada

remaja yang dapat dijelaskan sebagai berikut, usia 12-15 tahun termasuk bagian

remaja awal, usia 15-18 tahun bagian remaja tengah, dan remaja akhir pada

usia 18-21 tahun. Dengan mengetahui bagian-bagian usia remaja kita akan

lebih mudah mengetahui remaja tersebut kedalam bagiannya, apakah termasuk

remaja awal atau remaja tengah dan remaja akhir.

13 Ciri-Ciri Remaja

Menurut Sidik Jatmiko dalam (Saputro, 2018), kesulitan tersebut

bermula dari fakta tentang remaja yang memiliki beberapa perilaku khusus,

yaitu:

1. Masa remaja semenjak mengekspresikan kebebasan mereka dan hak untuk

mengungkapkan pendapat mereka. Tidak terhidarkan, hal ini bisa jadi

menimbulkan perbedaan pendapat dan perdebatan, serta dapat memisahkan

mereka dari keluarganya.

2. Masa remaja makin rentan terhadap pengaruh pertemanan dibandingkan

masa kanak-kanak. Maknanya bahwa pengaruh orang tua semakin

diremehkan. Perilaku dan kebahagiaan remaja adalah kebalikan dari perilaku

dan kebahagiaan keluarga. Contoh umum termasuk gaya pakaian, gaya

rambut, kesukaan musik yang semuanya harus terbaru.

3. Masa remaja mendapati perubahan fisik yang menakjubkan, termasuk

pertumbuhan dan perilaku seksual. Timbulnya perasaan dalam seksual dapat

menakutkan, menggelisahkan dan sebagai asal mula rasa bersalah dan

kekecewaan.

4. Masa remaja terkadang memerankan kepercayaan diri berlebihan

(Overconfidence), dan emosi yang timbul serta emosinya biasa meningkat,

15
sehingga menyebabkan susah menyerap nasehat dan bimbingan dari orang

tua.

Sedangkan menurut (Hurlock, 2003), seperti halnya dengan semua

periode-periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja

mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya

dan sesudahnya, ciri-ciri tersebut seperti :

1. Masa remaja sebagai periode yang penting. Yaitu perubahan-perubahan

yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu

yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan. Disini masa kanak-kanak dianggap

belum dapat sebagai orang dewasa. Status remja tidak jelas, keadaan ini

memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan

menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan. Yaitu perubahan pada emosi

perubahan tubuh, minat dan Pengaruh (menjadi remaja yang dewasa dan

mandiri) perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan

kebebasan.

4. Masa remaja sebagai periode mencari Identitas. Diri yang di cari berupa

usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa Pengaruhannya dalam

masyarakat.

5. Masa remaja sebagai periode usia yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan

demikian karena sulit diatur, cenderung berprilaku yang kurang baik. Hal ini

yang membuat banyak orang tua yang menjadi takut.

6. Masa remaja sebagai periode masa yang tidak realistik. Remaj cendrung

memandang kehidupan dari kacamta berwarna merah jambu, melihat dirinya

16
sendirian orang lain sebagaimana yang di inginkan dan bukan sebagaimana

adanya terlebih dalam cita-cita.

7. Masa remaja sebagai periode Ambang masa dewasa. Remaja mengalami

kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada

usia sebelumnya dan didalam meberikan kesan bahwa mereka hamper atau

sudah dewasaa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras

menggunakan obat-obatan.

14 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Pertumbuhan dan perkembangan remaja menurut (Wulandari, 2014) yaitu :

1. Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan berkembang pesat dan menggapai

kemajuan tertinggi. Masa remaja awal (11-14 tahun), ciri seksual sekunder

muncul, misalnya remaja perempuan memiliki payudara yang menonjol,

remaja laki-laki memiliki testis yang membesar, rambut ketiak, atau rambut

pubis mulai tumbuh. Pada pertengahan masa remaja (14-17 tahun) dan akhir

masa remaja (17-20 tahun) terwujud ciri-ciri sekunder yang baik, struktur

reproduksi dan pertumbuhan reproduksi mendekati sempurna, serta tubuh

remaja yang matang.

2. Kemampuan berpikir Pada periode awal, kaum remaja mengejar nilai dan

semangat baru serta membandingkan pada teman-temannya sesama

kelompok remaja. Pada saat yang serupa di akhir masa remaja, mereka bisa

memahami sepenuhnya kesulitan sebagai seorang yang telah terbentuk

intelektualnya.

3. Identitas Pada periode awal, daya tarik teman-temannya memperlihatkan

melalui penerimaan maupun penolakan. Remaja berusaha berbagai macam

peran, memperbaiki citra diri, dan meningkatkan rasa cinta, memiliki banyak

17
fantasi hidup, dan idealis. Konsisten dalam harga diri, deskripsi terhadap

citra tubuh dan karakter gender hampir tidak berubah ditahap selanjutnya.

4. Hubungan dengan orang tua Kecenderungan besar untuk terus bergantung

kepada orangtua merupakan ciri khas tahap awal pada remaja. Pada periode

ini, tidak terdapat konflik besar dalam pengawasan orang tua. Masa remaja

di tahap pertengahan menghadapi pertentangan besar dalam kebebasan dan

pengaturan yang dibuat. Pada periode ini, terjadi desakkan besar dalam

menuntut pembebasan dan pelepasan diri. Pemisahan emosional dan fisik

pada orang tua mampu menjaga konflik yang minimal pada remaja akhir.

5. Hubungan dengan sebaya Remaja pada tahap awal dan pertengahan

berusaha menjalin kontak melalui teman seumurannya demi mengatasi

ketidaakseimbangan yang disebabkan melalui perubahan yang cepat, mereka

lebih akrab dengan persahabatan sesama gender, tapi mereka mulai

menjelajah keahlian dalam menarik lawan jenis. Remaja berusaha keras

untuk menempati posisi pada kelompok, kriteria perilaku ditentukan oleh

kelompok seumurannya, jadi pengakuan teman seumuran paling berharga.

Pada tahap akhir, kelompok seumurannya mengalami penurunan dalam

bentuk persahabatan pribadi. Remaja mulai mengakui apakah ada kaitan

antara laki-laki dan perempuan.

15 Konsep Depresi

16 Definisi Depresi

Depresi adalah gangguan yang dapat terjadi akibat banyaknya

peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres bagi seseorang (Qonitatin et al.,

2011). Sedangkan menurut WHO dalam (Dianovinina, 2018), Depresi adalah

18
gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan depresi, kehilangan

minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri,

sulit tidur atau nafsu makan berkurang, perasaan kelelahan dan kurang

konsentrasi. Kondisi tersebut dapat menjadi kronis dan berulang, dan secara

substansial dapat mengganggu kemampuan individu dalam menjalankan

tanggung jawab seharihari. Di tingkat yang paling parah, depresi dapat

menyebabkan bunuh diri.

Menurut Borgan dalam (Dianovinina, 2018), Depresi disebabkan oleh

beberapa faktor, baik faktor genetik, biologi, lingkungan, dan faktor psikologis.

Para peneliti terdahulu menemukan bahwa depresi melankolis, gangguan bipolar,

dan depresi postpartum, berkaitan dengan peningkatan kadar sitoksin yang

berkombinasi dengan penurunan sensitivitas kortisol.

17 Gejala Depresi

Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara

spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Gejala-gejala depresi ini bisa

kita lihat dari tiga segi, yaitu dari segi fisik, psikis, dan sosial.

a. Gejala Fisik

1) Gangguan pola tidur

2) Menurunnya tingkat aktifitas

3) Menurunnya efisiensi kerja

4) Menurunnya produktivitas kerja

5) Mudah merasa letih dan sakit

b. Gejala Psikis

1) Kehilangan rasa percaya diri

2) Sensitif

19
3) Merasa diri tidak berguna

4) Perasaan bersalah

5) Perasaan terbebani

c. Gejala Sosial

Lingkungan akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi

tersebut pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung, menyendiri,

sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya

berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja, atasan, atau bawahan.

Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga

seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada diantara kelompok dan

merasa tida nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa

tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan

dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

Seseorang dengan mood yang terdepresi (yaitu depresi) merasakan

hilangnya energi-energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan

berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau

bunuh diri. Tanda dan gejala lain dari gangguan mood adalah perubahan

tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetatif

(seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya).

Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan fungsi interpersonal,

sosial, dan pekerjaan (Kaplan, 2010)

18 Penyebab Depresi

Gangguan depresi umumnya dicetuskan oleh peristiwa hidup tertentu.

Seperti halnya penyakit lain, penyebab depresi yang sesungguhnya tidak dapat

diketahui secara pasti namun telah ditemukan sejumlah faktor yang dapat

20
memengaruhinya. Seperti halnya dengan gangguan lain, ada penyebab

biogenetis dan sosial lingkungan yang diajukan (Santrock, 2003: 529).

a. Faktor Fisik

1) Faktor genetik Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita

depresi berat memiliki resiko lebih besar menderita gangguan depresi

daripada masyarakat pada umumnya. Gen berpengaruh dalam

terjadinya depresi, tetapi ada banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak

ada seorangpun peniliti yang mengetahui secara pasti bagaimana gen

bekerja. Dan tidak ada bukti langsung bahwa ada penyakit depresi

yang disebabkan oleh faktor keturunan. Seseorang tidak akan

menderita depresi hanya karena ibu, ayah, atau saudara menderita

depresi, tetapi risiko terkena depresi meningkat. Gen lebih berpengaruh

pada orang-orang yang punya periode dimana mood mereka tinggi dan

mood rendah atau gangguan bipolar. Tidak semua orang bisa terkena

depresi, bahkan jika ada depresi dalam keluarga, biasanya diperlukan

suatu kejadian hidup yang memicu terjadinya depresi.

2) Susunan kimia otak dan tubuh

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan

yang besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi

ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut.

Hormone noradrenalin yang memegang peranan utama dalam

mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya berkurang pada

mereka yang mengalami depresi. Pada wanita, perubahan hormon

dihubungkan dengan kelahiran anak dan menopause juga dapat

meningkatkan resiko terjadinya depresi.Secara biologis, depresi terjadi

21
di otak. Otak manusia adalah pusat komunikasi paling rumit dan paling

canggih. 10 miliar sel mengeluarkan milirian pesan tiap detik. Ketika

neotransmitter berada pada tingkat yang normal, otak bekerja dengan

harmonis. Kita merasa baik, punya harapan dan tujuan. Walaupun

kadang kita mengalami kesenangan dan kesusahan hidup, mood secara

keseluruhan adalah baik.

3) Faktor usia

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu

remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat

terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas

perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa kanak-kanak ke

masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau

bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang

ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurun yang

menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang

terkena depresi. Survei masyarakat terakhir melaporkan adanya

prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia

dewasa muda yaitu 18-44.

4) Gender

Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada

pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja

karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria dan

dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita.

5) Gaya hidup

22
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada

penyakit, misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan

dan depresi. Tingginya tingkat stress dan kecemasan digabung dengan

makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur serta tidak olahraga

untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa orang

mengalami depresi. Penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dan

depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat pada pasien

berisiko penyakit jantung.

6) Penyakit fisik

Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut karena

mengetahui kita memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada

hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan diri, juga depresi.

Beberapa penyakit menyebabkan depresi karena pengaruhnya terhadap

tubuh. Depresi dapat menyertai penyakit Parkinson dan multiple

sclerosis karena efeknya terhadap otak. Penyakit yang mempengaruhi

hormon dapat menyebabkan depresi.

7) Obat-obatan

Beberapa obat-obat untuk pengobatan dapat menyebabkan depresi.

Namun bukan berarti obat tersebut menyebabkan depresi, dan

menghentikan pengobatan dapat lebih berbahaya daripada depresi.

8) Obat-obatan terlarang

Obat-obatan terlarang telah terbukti dapat menyebabkan depresi karena

memengaruhi kimia dalam otak dan menimbulkan ketergantungan.

9) Kurangnya cahaya matahari

23
Kebanyakan dari kita merasa lebih baik di bawah sinar matahari

daripada hari mendung, tetapi hal ini sangat berpengaruh pada

beberapa individu. Mereka baik-baik saja ketika musim panas tetapi

menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut menderita

seseonal affective disorder (SAD).SAD berhubungan dengan tingkat

hormon yang disebut melatonin yang dilepaskan dari kelenjar pineal ke

otak. Pelepasannya sensitif terhadap cahaya, lebih banyak dilepaskan

ketika gelap.

b. Faktor Psikologis

1) Kepribadian

Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya

depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individu-

individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep

diri serta pola piker yang negatif, pesimis, juga tipe kepribadian introvert.

2) Pola pikir

Pada tahun 1967 psikiatri Amerika Aaron Beck menggambarkan pola

pemikiran yang umum pada depresi dan dipercaya membuat seseorang

rentan terkena depresi. Secara singkat, dia percaya bahwa seseorang yang

merasa negatif mengenai diri sendiri rentan terkena depresi. Kebanyakan

dari kita punya cara optimis dalam berpikir yang menjaga kita

bersemangat. Kita cenderung untuk tidak mempedulikan kegagalan kita

dan memerhatikan kesuksesan kita. Beberapa orang yang rentan terhadap

depresi berpikir sebaliknya. Mereka tidak mengakui kesuksesan dan

berfokus pada kegagalan- kegagalan mereka.

3) Harga diri

24
Harga diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku

individu. Setiap orang menginginkan penghargaan yang positif terhadap

dirinya, sehingga seseorang akan merasakan bahwa dirinya berguna atau

berarti bagi orang lain meskipun dirinya memiliki kelemahan baik secara

fisik maupun mental. Menurut penelitian, rendahnya harga diri pada

remaja memengaruhi seorang remaja untuk terserang depresi. Depresi dan

self-esteem dapat dilihat sebagai lingkaran setan. Ketidakmampuan untuk

menghadapi secara positif situasi sosial dapat menyebabkan rendahnya

self-esteem yang mengakibatkan depresi. Depresi nantinya menyebabkan

ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan diterima

dalam kelompok sosial yang menyebabkan perasaan rendahnya self-

esteem.

4) Stres

Kematian orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah rumah, atau

stres berat yang lain dianggap dapat menyebabkan depresi. Reaksi

terhadap stress sering kali ditangguhkan dan depresi dapat terjadi beberapa

bulan sesudah peristiwa itu terjadi. Berhm (Lubis, 2009: 80) menyatakan

bahwa depresi dapat diakibatkan oleh adanya peristiwa-peristiwa negatif

yang menyebabkan perubahan, pengalaman penuh stress yang ekstrem

seperti bencana alam, perang, kematian, pertengkaran, perceraian, serta

mikrostressor yang meliputi aktivitas-aktivitas sehari-hari.

5) Lingkungan keluarga

Kehilangan orang tua ketika masih anak-anak juga mempengaruhi

terjadinya depresi. Kehilangan yang besar ini akan membekas secara

psikologis dan membuat seseorang lebih mudah terserang depresi, tetapi di

25
satu sisi mungkin saja membuat seseorang lebih tabah. Akhibat psikologis,

sosial, dan keuangan yang ditimbulkan oelh kehilangan orang tua yang

lebih penting daripada kehilangan itu sendiri.

6) Penyakit jangka panjang

Ketidaknyamanan, ketidakmampuan, ketergantungan, dan

ketidakamanandapat membuat seseorang cenderung menjadi depresi.

Kebanyakan dari kita suka bebas dan suka bertemu orang-orang. Orang

yang sakit keras menjadi rentan terhadap depresi saat mereka dipaksa

dalam posisi dimana mereka tidak berdaya atau karena energi yang mereka

perlukan untuk melawan depresi sudah sudah habis, untuk penyakit jangka

panjang.

19 Konsep Kecemasan

20 Pengertian Kecemasan

Istilah kecemasan dalam Bahasa Inggris yaitu anxiety yang berasal dari

Bahasa Latin angustus yang memiliki arti kaku, dan ango, anci yang berarti

mencekik (Annisa & Ifdil, 2016). Kecemasan adalah emosi yang tidak

menyenangkan, seperti perasaan tidak enak, perasaan kacau, was-was dan

ditandai dengan istilah kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang

dialami dalam tingkat dan situasi yang berbeda-beda (KUMBARA et al., 2019).

Gangguan kecemasan ini biasanya memiliki karakteristik ketakutan yang

berlebihan dan kecemasan juga perubahan perilaku. adapun Ciri khas gangguan

kecemasan adalah antisipasi yang berlebihan, atau meningkatnya tingkat

perhatian dan ketegangan saat mendekati situasi yang ditakuti, dan menghindari

rangsangan atau situasi yang memicu kecemasan, dengan keterbatasan fungsi

lebih lanjut (Maina et al., 2016).


26
21 Ciri -Ciri Kecemasan

Menurut Jeffrey S. Nevid, dkk kecemasan mempunyai ciri-ciri

tersendiri, diantaranya :

1. Ciri fisik dari kecemasan meliputi kegelisahan, kegugupan, tangan atau

anggota tubuh lain yang bergetar atau gemetar, sensasi dari pita ketat yang

mengikat disekitar dahi, banyak berkeringat, pening atau pingsan, sulit

berbicara, sulit bernapas, jari-jari atau anggota tubuh lain jadi dingin, panas

dingin, dll

2. Ciri behavioral dari kecemasan meliputi perilaku menghindar, perilaku

melekat dan dependen dan perilaku terguncang.

3. Ciri kognitif dari kecemasan meliputi khawatir tentang sesuatu, perasaan

terganggu akan ketakutan atau apprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di

masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa

ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang ayau peristiwa yang

normalnya haya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan

ketidakmampuan untuk mengatasi masalah.

22 Macam-macam Kecemasan

Kecemasan dibagi menjadi beberapa jenis. Menurut Spilberger (dalam

Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012) menjelaskan kecemasan dalam

dua bentuk, yaitu :

1. Trait anxiety

Setiap individu mempunyai intensitas rasa cemas tersendiri. Trait

anxiety adalah suatu respon terhadap situasi yang mempengaruhi tingkat

kecemasannya. Individu yang memiliki trait anxiety tinggi, maka ia akan

lebih cemas dibandingkan dengan individu yang trait anxietynya rendah.

27
2. State anxiety

Kondisi emosional setiap dalam merespon suatu peristiwa berbeda.

State anxiety adalah respon individu terhadap suatu situasi yang secara sadar

menimbulkan efek tegang dan khawatir yang bersifat subjektif.

Menurut Freud (dalam Nida, 2014), kecemasan mempunyai tiga

bentuk:

1. Kecemasan neurosis

Kecemasan neurosis dipengaruhi oleh tekanan id. Kecemasan ini

muncul karena pengalaman pada suatu objek yang menurutnya berbahaya

sehingga menimbulkan bayangan-bayangan yang membuatnya merasa

terancam.

2. Kecemasan moral

Moral anxiety adalah kecemasan yang disebabkan adanya konflik

antara ego dan superego. Moral anxiety mucul ketika individu merasa

bersalah, yaitu ketika ia melanggar norma moral ataupun tidak sesuai dengan

nilai moral yang ada sehingga ia mendaptkan hukuman dari superego.

3. Kecemasan realistik

Kecemasan ini dikenal sebagai kecemasan yang objektif sebagai

reaksi dari ego yang terjadi setelah ia mengalami situasi yang

membahayakan. Kecemasan realistik merupakan rasa takut akan adanya

bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar.

23 Gejala Kecemasan

Menurut Sutejo (2018), tanda dan gejala pasien dengan ansietas adalah

cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri serta mudah

tersinggung, pasien merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut,

28
pasien mengatakan takut bila sendiri atau pada keramaian dan banyak orang,

mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang menegangkan.

29
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Strategi Pencarian Literatur

2. Protokol dan Registras

Rangkuman menyeluruh dalam literatur review mengenai dampak

psikologis pada remaja selama pandemic Covid-19. Protokol dan evaluasi dari

literatur reveiw akan menggunakan PRISMA checklist untuk menentukan

penyeleksian studi yang telah ditemukan dan disesuaikan dengan tujuan dari

literatur review.

3. Database Pencarian

Literature review merupakan rangkuman menyeluruh dari beberapa

studi penelitian yang ditentukan berdasarkan tema tertentu. Pencarian

literature dilakukan pada bulan Agustus-September 2020. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data

sekunder yang didapat berupa artikel jurnal berupa artikel asli (original

article) bereputasi nasional maupun internasional dengan tema yang sudah

ditentukan. Pencarian literatur dalam literature review ini menggunakan dua

database dengan kriteria kualitas tinggi dan sedang, yaitu Pubmed, dan Scient

Direct, Google scholar.

4. Kata Kunci

30
Dalam pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan

boolean operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan untuk

memperluas atau menspesifikkan pencarian, sehingga mempermudah dalam

penentuan artikel atau jurnal yang digunakan. Dalam pembuatan kata kunci

literature review ini telah disesuaikan dengan Medical Subject Heading

(MeSH) Term dan terdiri dari sebagai berikut :

Tabel 3.1 Kata Kunci Literature Review

Remaja Psikologi Covid-19


(Teenager) (Psychological)

Teenager Anxiety Coronavirus disease


2019
OR OR OR
Youth Stress COVID-19 pandemic
OR OR
Adolescents Psychological Stress

Dari tabel diatas dapat ditentukan Keyword Penelitian ini sebagai berikut :

Keyword : (Teenager OR Youth OR Adolescents) AND (anxiety OR Stress

OR Psychological Stress) AND (Coronavirus disease 2019 OR

COVID-19 pandemic).

5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Dalam penelitian Literature ini yang menggunakan pencarian artikel

menggunakan PEOS framework, yang terdiri dari :

a. Population/problem, suatu masalah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini

adalah remaja

31
b. Exposure, hal yang akan diteliti. Dalam penelitian ini adalah depresi dan

kecemasan

c. Outcome, hasil yang diperoleh dari observasi penelitian. Dalam penelitian ini

adalah dampak psikologis pada remaja selama pandemic Covid-19

d. Study design, mereview desain penelitian yang digunakan pada artikel. Dalam

penelitian ini adalah Cross sectional study.

Berdasarkan data diatas maka dapat dibuat tabel seperti dibawah ini,

Tabel 3.2. Rumusan Peos

P (Population/problem) Remaja
E (Exposure) Psikologis Remaja
O (Outcome) Dampak psikologis pada remaja selama
pandemic Covid-19
S (Study design) Cross sectional study

Dari tabel diatas dapat ditentukan kriteria Inklusi dan Eksklusi dari Penelitian ini

sebagai berikut :

Tabel 3.3. Format PEOS dalam Literatur Reviev

Kriteria Inklusi Ekslusi


P (Population/problem) Artikel internasional dan Artikel internasional dan
nasional yang berkaitan nasional yang tidak
dengan topik penelitian berkaitan dengan topik
yaitu dampak psikologis penelitian yaitu dampak
remaja selama pandemic psikologis remaja selama
Covid-19 pandemic Covid-19
E (Exposure) Artikel internasional dan Artikel internasional dan
nasional dengan fokus nasional yang tidak berfokus
pembahasan pada depresi pembahasan pada depresi
dan kecemasan saat pandemi dan kecemasan
O (Outcome) Dampak psikologis pada Tidak ada dampak
remaja selama pandemic psikologis terhadap remaja
Covid 19
S (Study design) Cross-sectional study Observational study, cohort
study, quasi experiment, pra
experiment, case-control,
systematic review

32
6. Penilaian Studi dan Penilaian Kualitas

7. Hasil Pencarian dan Seleksi Studi

Berdasarkan hasil pencarian literature melalui publikasi 3 database dan

menggunakan kata kunci yang sudah disesuaikan dengan MeSH, peneliti

mendapatkan 284 yang sesuai dengan kata kunci tersebut. Hasil pencarian

yang sudah didapatkan kemudian diperiksa duplikasi, ditemukan terdapat 10

artikel yang sama sehingga dikeluarkan dan tersisa 270 artikel. Assessment

yang dilakukan berdasarkan kelayakan terhadap kriteria inklusi dan eksklusi

didapatkan sebanyak 10 artikel. Hasil seleksi artikel studi dapat digambarkan

dalam Diagram Flow .

8. Penilaian Kualitas

Penilaian kualitas dilakukan dengan analisis kualitas metodologi dalam

setiap studi dengan menggunakan checklist critical appraisal (terlampir) oleh

The Joanna Briggs Institute. Checklist critical appraisal ini merupakan

penilaian dengan beberapa jenis pertanyaan yang diberi checklist “YA” atau

“TIDAK”, atau “TIDAK JELAS” atau “TIDAK TERSEDIA”, dimana setiap

jawaban “YA” diberi skor 1 kemudian dihitung dan dijumlahkan. Skor yang

memenuhi kriteria critical appraisal 50% dari cut-off-point yang telah

disepakati, maka studi dimasukkan ke dalam kriteria inklusi dan dapat

dilakukan review. Hasil skrining akhir didapatkan 10 artikel yang mencapai

atau lebih dari skor 50% yang sesuai dengan kriteria critical appraisal dan

siap dilakukan analisis data.

33
34
Catatan pencarian database di
Pubmed, Scientdirect, dan
identifikasi

Googlescholer
(n = 284)

Rekaman dikecualikan
(n = 209)
Hasil pencarian setelah duplikat dihapus 1. Tidak fokus pada remaja (n
(n = 270) = 50)
2. Tidak relevan dengan
Penyaringan

faktor pshycologica (n =
35)
3. Keluar dari pembahasan (n =
Hasil rekaman disaring 165)
(n = 35)

Artikel teks lengkap dinilai Artikel teks lengkap


Kelayakan

kelayakannya dengan kualitas rendah


(n = 21) (n = 14)

Studi termasuk dalam


sintesis kualitatif
(n = 10)
Hasil

Studi termasuk dalam


sintesis kuantitatif (meta-
analisis)
(n = 10)

Gambar 3.1 Diagram Flow literature Review Berdasarkan PRISMA 2009 (Polit &

Beck, 2013)

35
Lampiran 1

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Abid Hasan Khan Mst, Sadia Sultana, Sahadat Hossain, M.
Tasdik Hasan, Helal Uddin Ahmed Md, Tajuddin Sikder
Title : The impact of COVID-19 pandemic on mental health &
wellbeing among homequarantined Bangladeshi students: A cross-sectional pilot
study
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%
Lampiran 2
36
Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI
Date : 9/9/2020
Author : Liuyi Ran, Wo Wang, Ming Ai, Yiting Kong, Jianmei Chen,
Li Kuang.
Title : Psychological resilience, depression, anxiety, and
somatization symptoms in response to COVID-19: A study of the general population
in China at the peak of its epidemic
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5

37
Lampiran 3

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Leilei Liang, Hui Ren, Ruilin Cao, Yueyang Hu, Zeying Qin,
Chuanen Li, Songli Mei
Title : The Effect of COVID-19 on Youth Mental Health
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%

38
Lampiran 4

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Eric A. Waselewski, M.D., Marika E. Waselewski, M.P.H.,
and Tammy Chang, M.D., M.P.H., M.S.
Title : Needs and Coping Behaviors of Youth in the U.S. During
COVID-19
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%

39
Lampiran 5

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Senay Kilincel M.D. , Oguzhan Kilincel M.D. , Gurkan
Muratdag M.D. , Abdulkadir Aydin M.D. , Mirac Baris Usta M.D. ,
Title : Factors affecting the anxiety levels of adolescents in home-
quarantine during COVID-19 pandemic in Turkey COVID-19
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%
40
Lampiran 6

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Shuang-Jiang Zhou, Li-Gang Zhang, Lei-Lei Wang, Zhao
Chang Guo, Jing-Qi Wang, Jin-Cheng Chen, Mei Liu, Xi Chen, Jing-Xu Chen.
Title : Prevalence and socio-demographic correlates of psychological
health problems in Chinese adolescents during the outbreak of COVID-19
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%

41
Lampiran 7

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Carlo Buzzi, Maurizio Tucci, Riccardo Ciprandi, Ilaria
Brambilla, Silvia Caimmi, Giorgio Ciprandi, Gian Luigi Marseglia
Title : The psycho-social effects of COVID-19 on Italian
adolescents’ attitudes and behaviors
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%

42
Lampiran 8

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Bella Savitsky, Yifat Findling, Anat Ereli, Tova Hendel
Title : Anxiety and coping strategies among nursing students during
the covid-19 pandemic
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%

43
Lampiran 9

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Michael L. Tee , Cherica A. Tee , Joseph P. Anlacan , Katrina
Joy G. Aligam , Patrick Wincy C. Reyes , Vipat Kuruchittham , Roger C. Ho
Title : Psychological impact of COVID-19 pandemic in the
Philippines
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%

44
Lampiran 10

Reviewer : NOVIANTI EKA SAPUTRI


Date : 9/9/2020
Author : Mireia Orgilés, Alexandra Morales, Elisa Delveccio, Claudia
Mazzeschi, José P. Espada,
Title : Immediate psychological effects of the COVID-19 quarantine
in youth from Italy and Spain
Year : 2020

Yes No Unclea Not


r applicabl
e
1. Were the criteria for inclusion in the sample  □ □ □
clearly defined?
2. Were the study subjects and the setting described  □ □ □
in detail?

3. Was the exposure measured in a valid and reliable  □ □ □


way?

4. Were objective, standard criteria used for  □ □ □


measurement of the condition?
 □ □ □
5. Were confounding factors identified?

6. Were strategies to deal with confounding factors □  □ □


stated?

7. Were the outcomes measured in a valid and  □ □ □


reliable way?
 □ □ □
8. Was appropriate statistical analysis used?

Overall appraisal: Include () Exclude ( ) Seek further info ( )


Comments (Including reason for exclusion)
7 jawaban YA = 87,5%

45
DAFTAR PUSTAKA

Adhikari, S. P., Meng, S., Wu, Y., Mao, Y., Ye, R., Wang, Q., Sun, C., Sylvia, S.,
Rozelle, S., Raat, H., & Zhou, H. (2020). A scoping review of 2019 Novel
Coronavirus during the early outbreak period: Epidemiology, causes, clinical
manifestation and diagnosis, prevention and control. 1–12.
https://doi.org/10.21203/rs.2.24474/v1
Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia
(Lansia). Konselor, 5(2), 93. https://doi.org/10.24036/02016526480-0-00
Bárcena, M., Oostergetel, G. T., Bartelink, W., Faas, F. G. A., Verkleij, A., Rottier, P.
J. M., Koster, A. J., & Bosch, B. J. (2009). Cryo-electron tomography of mouse
hepatitis virus: Insights into the structure of the coronavirion. Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America, 106(2), 582–587.
https://doi.org/10.1073/pnas.0805270106
Bhavana, V., Thakor, P., Singh, S. B., & Mehra, N. K. (2020). COVID-19:
Pathophysiology, treatment options, nanotechnology approaches, and research
agenda to combating the SARS-CoV2 pandemic. Life Sciences, 261(August),
118336. https://doi.org/10.1016/j.lfs.2020.118336
Cdc.gov/coronavirus. (2020). What you should know about COVID-19 to protect
yourself and others. Cdc.
Center for Disease Control. (2020). What you should know about COVID-19 to
protect yourself and others. Cdc.
China, N. H. C. of P. R. of. (2020). Pneumonia diagnosis and treatment of COVID-
2019 infection from Chinese NHC and CDC 2020.
Dianovinina, K. (2018). Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya. Journal
Psikogenesis, 6(1), 69–78. https://doi.org/10.24854/jps.v6i1.634
Fitria, L., & Ifdil, I. (2020). Kecemasan remaja pada masa pandemi Covid -19. Jurnal
EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 6(1), 1.
https://doi.org/10.29210/120202592
Gong, Y., Ma, T., Xu, Y., Yang, R., Gao, L., Wu, S., Li, J., Yue, M., Liang, H., He,
X., & Yun, T. (2020). Early Research on COVID-19: A Bibliometric Analysis.
The Innovation, 1(2), 100027. https://doi.org/10.1016/j.xinn.2020.100027
Guessoum, S. B., Lachal, J., Radjack, R., Carretier, E., Minassian, S., Benoit, L., &

46
Moro, M. R. (2020). Adolescent psychiatric disorders during the COVID-19
pandemic and lockdown. Psychiatry Research, 291, 113264.
https://doi.org/10.1016/j.psychres.2020.113264
Harvard Medical School. (2020). Treatments for COVID-19. Harvard Health
Publishing.
Hurlock, E. B. (2003). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Erlangga.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). KMK No. HK.01.07-MENKES-
413-2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 (pp. 31–
34).
Khan, A. H., Sultana, S., Hossain, S., Hasan, M. T., Ahmed, H. U., & Sikder, T.
(2020). The impact of COVID-19 pandemic on mental health & wellbeing
among home-quarantined Bangladeshi students: A cross-sectional pilot study.
Journal of Affective Disorders.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jad.2020.07.135
Kılınçel, Ş., Kılınçel, O., Muratdağı, G., Aydın, A., & Usta, M. B. (2020). Factors
affecting the anxiety levels of adolescents in home-quarantine during COVID-
19 pandemic in Turkey. Asia-Pacific Psychiatry : Official Journal of the Pacific
Rim College of Psychiatrists, e12406. https://doi.org/10.1111/appy.12406
KUMBARA, H., METRA, Y., & ILHAM, Z. (2019). Analisis Tingkat Kecemasan
(Anxiety) Dalam Menghadapi Pertandingan Atlet Sepak Bola Kabupaten
Banyuasin Pada Porprov 2017. Jurnal Ilmu Keolahragaan, 17(2), 28.
https://doi.org/10.24114/jik.v17i2.12299
Maina, G., Mauri, M., & Rossi, A. (2016). Anxiety and depression. Journal of
Psychopathology, 22(4), 236–250. https://doi.org/10.5005/jp/books/18030_26
Neuman, B. W., Adair, B. D., Yoshioka, C., Quispe, J. D., Orca, G., Kuhn, P.,
Milligan, R. A., Yeager, M., & Buchmeier, M. J. (2006). Supramolecular
Architecture of Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus Revealed by
Electron Cryomicroscopy. Journal of Virology, 80(16), 7918–7928.
https://doi.org/10.1128/jvi.00645-06
PDPI. (2020). PNEUMONIA COVID-19 DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN
DI INDONESIA. In Journal of the American Pharmacists Association (Vol. 55,
Issue 5). Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

47
https://doi.org/10.1331/JAPhA.2015.14093
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktik Klinis: Pneumonia
COVID-19. Journal of the American Pharmacists Association, 55(5), 1–67.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2013). Essentials of nursing research: Appraising
evidence for nursing practice. Lippincott Williams & Wilkins.
Prastyowati, A. (2020). Mengenal Karakteristik Virus SARS-CoV-2 Penyebab
Penyakit COVID-19 Sebagai Dasar Upaya Untuk Pengembangan Obat Antivirus
Dan Vaksin. BioTrends, 11(1), 1–10.
Qonitatin, N., Widyawati, S., & Asih, G. Y. (2011). Pengaruh Katarsis Dalam
Menulis Ekspresif Sebagai Intervensi Depresi Ringan Pada Mahasiswa. Jurnal
Psikologi Undip, 9(1). https://doi.org/10.14710/jpu.9.1
Ran, L., Wang, W., Ai, M., Kong, Y., Chen, J., & Kuang, L. (2020). Psychological
resilience, depression, anxiety, and somatization symptoms in response to
COVID-19: A study of the general population in China at the peak of its
epidemic. Social Science & Medicine, 262, 113261.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2020.113261
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Erlangga.
Saputro, K. Z. (2018). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja.
Aplikasia: Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 17(1), 25.
https://doi.org/10.14421/aplikasia.v17i1.1362
Satgas Covid-19. (2020). Sebaran Covid-19 Di Indonesia. Https://Covid19.Go.Id/.
https://covid19.go.id/
W, S. S. (2004). Psikologi Remaja. PT Raja Grafindo Persada.
World Health Organization. (2020). Clinical Management COVID-19 Interime
Guidance 27 May 2020. World Health Organization.
Worldometer. (2020). Coronavirus Worldometer. Www.Worldometer.Info.
https://www.worldometers.info/coronavirus/
Wulandari, A. (2014). Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja dan
Implikasinya Terhadap Masalah Kesehatan dan Keperawatannya. Jurnal
Keperawatan Anak, 2, 39–43.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKA/article/view/3954
Yuliana. (2020). Corona Virus Disease (Covid-19);Sebuah Tinjauan LiteraturYuliana
(2020) ‘Corona Virus Disease (Covid-19);Sebuah Tinjauan Literatur’, Wellness

48
And Healthy MAgazine, 2(1), pp. 187–192. doi: 10.2307/j.ctvzxxb18.12.
Wellness And Healthy MAgazine, 2(1), 187–192.
https://doi.org/10.2307/j.ctvzxxb18.12
Zhang, H., Kang, Z., Gong, H., Xu, D., Wang, J., Li, Z., Cui, X., Xiao, J., Meng, T.,
Zhou, W., Liu, J., & Xu, H. (2020). The digestive system is a potential route of
2019-nCov infection: a bioinformatics analysis based on single-cell
transcriptomes. BioRxiv, 2020.01.30.927806.
https://doi.org/10.1101/2020.01.30.927806
Zhou, S.-J., Li, ·, Zhang, -Gang, Wang, L.-L., Guo, Z.-C., Wang, J.-Q., Chen, J.-C.,
Liu, · Mei, Chen, · Xi, & Chen, J.-X. (2020). Prevalence and socio-demographic
correlates of psychological health problems in Chinese adolescents during the
outbreak of COVID-19. European Child & Adolescent Psychiatry, 29, 749–758.
https://doi.org/10.1007/s00787-020-01541-4

49

Anda mungkin juga menyukai