GEDE, BOGOR
Eva Proditus Sianturi1, M. Irvan Chairunnur F.2, Resti Lestari3 1,2Program
Studi Agroteknologi, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma
3
Jakarta
1
evasianturi36@gmail.com, 2ivanfajar1997@gmail.com,
3
lestariresti70@gmail.com
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Lahan pertanian memiliki peranan dan fungsi strategis bagi masyarakat
yang bercorak agraris dikarenakan sebagian besar penduduknya menggantungkan
hidup pada sektor pertanian. Pada keadaan tersebut, lahan tidak hanya memiliki
nilai ekonomis dan sosial, bahkan secara filosofis lahan memiliki nilai religius
yang sangat sentral. Dalam rangka pembangunan pertanian yang berkelanjutan,
lahan merupakan sumber daya pokok dalam usaha pertanian, terutama pada
kondisi sebagian besar bidang usaha yang dikembangkan masih bergantung pada
pola pertanian. Peningkatan keragaman aktivitas penduduk dalam rangka
meningkatkan produksi tanaman pertanian terkait erat dengan peningkatan
kebutuhan terhadap lahan. Masalah tersebut dapat menyebabkan terjadinya
eksploitasi lahan pertanian yang terus menerus tanpa memperhatikan kaedah-
kaedah konservasi, sehingga menyebabkan penurunan produktifitas lahan baik
sifatnya sementara maupun tetap yang pada gilirannya akan berdampak pada
perubahan ekosistem yang mengarah ke degradasi lingkungan. Penyebab
terjadinya degradasi lahan salah satunya adalah erosi (Arsyad, 2010).
Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-
bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami. Menurut Aghir
(2016) pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat
terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan ditempat lain. Pengikisan dan
pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami, yaitu air dan angin.
Kapasitas infiltrasi yang rendah menyebabkan besarnya erosi sebagai akibat dari
permukaan aliran tinggi (Yu et al, 2003).
Proses erosi terdiri dari tiga bagian yang dibuat;pengelupasan kulit,
transportasi, dan deposisi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa beberapa jenis
permukaan erosi umum di daerah tropis adalah: 1) erosi pericik (erosi percikan);
2) Erosi Kulit (erosi lembaran); 3) Alur erosi (erosi nyata); 4) Erosi parit (erosi
selokan); dan 5) Erosi tepian sungai (erosi streambank) (Kadir et al., 2019).
Dampak langsung dari erosi tanah yang utama adalah penurunan
produktivitas tanaman yang diakibatkan oleh kemerosotan produktivitas tanah,
kehilangan unsur hara tanah dan kehilangan lapisan tanah yang baik/subur bagi
berjangkarnya akar tanaman, sedangkan dampak tidak langsung adalah
pelumpuran dan pendangkalan waduk, kerusakan ekosistem perairan,
memburuknya kualitas air, meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan, serta
tertimbunnya lahan-lahan pertanian (Hartono, 2016)
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah pada
erosi yang disebabkan oleh air. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan
tanah yang gundul, partikel tanah terlepas dan terlempar ke udara. Karena
gravitasi bumi, partikel tersebut jatuh kembali ke bumi. Pada lahan miring
partikel-partikel tanah tersebar ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel
tanah yang terlepas akan menyumbat pori-pori tanah. Percikan air hujan juga
menimbulkan pembentukan lapisan tanah keras pada lapisan permukaan. Hal ini
mengakibatkan menurunnya kapasitas dan laju infiltrasi tanah (Suripin, 2004).
Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi erosi yang terjadi di lahan
bekas penanaman tanaman pare,untuk kemudian dapat diperkirakan laju erosi
yang dapat dibiarkan atau di toleransi (permissible atau tolerable erosional) sudah
dapat ditetapkan sehingga dapat ditentukan kebiijaksanaan penggunaan tanah dan
tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan
tanah dapat digunakan secara produktif dan lestari.
METODOLOGI PELAKSANAAN
Kegiatan Project Based Learning (PBL) mata kuliah Konservasi Lahan dan
Air dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 7 Desember 2019 di Kelurahan Situ
Gede, Bogor, Jawa Barat pukul 08.00-16.00 WIB. Kegiatan ini menggunakan
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Prediksi erosi dilakukan dengan
identifikasi jenis erosi di masing-masing penggunaan lahan, mengukur panjang
erosi, dan wawancara mengenai sejarah penggunaan lahan, jenis tanaman, umur,
rotasi tanaman, dan lain-lain.
Model prediksi erosi USLE menggunakan persamaan empiris sebagai
berikut (Wischmeier dan Smith, 1978):
A = RKLSCP
Keterangan:
A = Banyaknya tanah tererosi dalam ton/ha/tahun
R = Faktor curah hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kecuraman lereng
C= Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman
P= Faktor tindakan konservasi tanah
Identifikasi Erosi
Kegiatan penelitian ini dilakukan pada lahan bekas penanaman pare dan
akan ditanami bawang merah, tanah sudah mengalami pengolahan berupa di
bentuk guludan/bedengan. Kegiatan identifikasi erosi dilakukan dengan melihat
bentuk erosi pada areal lahan. Erosi yang terjadi merupakan erosi alur yang dapat
dilihat pada Gambar 1. Menurut Nursa’ban (2006), Erosi alur bisa merupakan
kelanjutan dari erosi aliran permukaan yang dimulai dari adanya konsentrasi
limpasan permukaan, erosi ini membentuk alur-alur.
Prediksi Erosi
Metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya erosi dengan
metode Universal Soil Loss Equation (USLE). USLE adalah suatu model erosi
yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi alur
pada keadaan tertentu. Menurut Arsyad (1989), prediksi erosi merupakan metode
untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang akan digunakan
dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi masih dapat
dibiarkan atau ditoleransikan sudah ditetapkan maka dapat ditentukan kebijakan
penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak
terjadi kerusakan tanah sehingga tanah dapat dipergunakan secara lestari.
Faktor penyebab erosi yang terdapat pada perhitungan model USLE adalah
faktor erosivitas (R), faktor erodibilitas (K), faktor panjang dan kemiringan lereng
(LS), faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor tindakan konservasi tanah (P).
Besarnya prediksi erosi di Kelurahan Situ Gede diperoleh dari perhitungan
faktor – faktor berikut:
1. Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas adalah kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi.
Hujan merupakan kelompok energi di mana kemampuan potensial hujan
akan menyebabkan terjadinya erosi. Dari data Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor rata-rata curah
hujan tahun 2019 adalah 2000 mm. Besarnya erosivitas dihitung dengan
persamaan Soemarwoto (2007) berikut ini:
R = 0.41 × H1.09
R = 0.41 × (2000)1.09
R = 3963.9 mm/thn
Jadi besar nilai erosivitas yang terjadi di Kelurahan Situ Gede,
Kabupaten Bogor adalah 3963.9 mm/thn Nilai erosivitas tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan hujan untuk mengerosi cukup besar.
2. Erodibilitas Tanah (K)
Nilai erodibilitas tanah (K) merupakan nilai yang menunjukkan
mudah tidaknya tanah tererosi. Penilaian faktor erodibilitas tanah mengacu
pada tabel indeks erodibilitas tanah menurut Undang Kurnia dan Suwarto
(1984) pada lokasi Darmaga, Bogor terdapat jenis tanah oxisol. Tiap jenis
tanah memiliki nilai kepekaan terhadap erosi atau nilai erodibilitas yang
berbeda-beda. Jenis tanah oxisol memiliki nilai erodibilitas berkisar
sebesar 0.03 yang termasuk dalam kepekaan sangat rendah terhadap erosi.
Tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman efektif tanah,
permeabilitas, mempengaruhi erosi yakni pada tingkat erodibilitas tanah,
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hammer (1981) bahwa beberapa sifat
tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.
3. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Faktor LS merupakan kombinasi antara faktor panjang lereng (L) dan
kemiringan lereng (S) atau nisbah besarnya erosi dari suatu lereng dengan
panjang dan kemiringan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan.
Panjang dan kemiringan lereng merupakan dua unsur topografi yang
paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Arsyad, 1989).
Nilai LS pada penelitian ini dihitung dengan persamaan:
LS = X0.5 (0.0138 + 0.00965 s + 0.00138 s2)
LS = 0.430.5 (0.0138+ 0.00965 (2) + 0.00138( 22)
LS = 0.025
4. Faktor Pengelolaan Tanaman (C)
Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman (C) yaitu
nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi dan
pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang
identik dan tanpa tanaman (Adnyana, 2006). Dari hasil wawancara
pengelolaan tanaman yang digunakan adalah tanaman bawang merah.
Untuk menentukan nilai faktor C digunakan tabel 1.1.
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa sejarah
penggunaan lahan di Kelurahan Situ Gede yaitu perubahan penggunaan lahan
meliputi lahan yang telah digunakan untuk penanaman tanaman pare, kemudian
akan digunakan untuk penanaman bawang merah. Identifikasi erosi yang terjadi
merupakan erosi alur. Metode konservasi yang digunakan adalah metode biologi
dengan penerapan rotasi tanaman, metode mekanik dengan menggunakan
bedengan, dan metode kimia dengan penggunaan pupuk organik dan anorganik.
Besarnya erosi yang terjadi sebesar 0.520 ton/ha/tahun yang tergolong dalam
klasifikasi bahaya tingkat erosi sangat ringan
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman A, Sofiah A, Kurnia U. 1981. Pengelolaan Tanah dan Pengelolaan
Pertanian Dalam Usaha Konservasi Tanah. Makalah pada Kongres HITI
16-19 Maret 1981 di Malang. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
Adnyana, I. W. S. 2006. Study of Monitoring Land Use Changes and Erosion in
the Highland of Bali (Dissertation). Chiba University. Chiba-Japan.
Apriyana, Y. dan T.E. Kailaku. 2015. Variabilitas iklim dan dinamika waktu
tanam padi di wilayah pola hujan monsunal dan equatorial.
Proc.Sem.Nas.Bio.Dev. Indon 1(2):366-372.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Institut Pertanian
Bogor.
Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan
Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.
Fujimoto, A., dan Miyaura, R. 1996. An ecofarming assessment of vegetables
cultivation in highland Indonesia. p. 72-78. In Rehabilitation and
Development of Upland and Highland Ecosystem. Tokyo University of
Agricultural Press. Japan.
Hammer, E. I. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report:
AGOF/INS/78/006 Technical Note No. 26 FAO/Centre for Soil Research,
Bogor.
Hartono. Rudi. 2016. Identifikasi Bentuk Erosi Tanah Melalui Interpretasi Citra
Google Earth Di Wilayah Sumber Brantas Kota. Jurnal Pendidikan
Geografi. 26 (1).
Kadir. Syarifuddin., Badaruddin., Nurlina. 2019. Analysis Of The Level Of
Erosion Hazard In The Framework Of The Green Revolution In Watershed
Maluka Province South Kalimantan. Academic Research International,
10(1)
Katsvairo, T., W.J. Cox and H. van Es. 2002. Tillage and rotation effects on soil
physical characteristics. Agron. J.94:299-304
Loretta, T., A. Nastri and G.Baldoni. 2016. Long-term effects of crop rotation,
manure fertilization on carbon sequestration and soil fertility. European
Journal of Agronomy. 74: 47–55.
Nursa’ban. Muhammad. 2006. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya
Melestarikan Kemampuan Fungsi Lingkungan. Geomedia. Vol. 4 No. 2
Soemarwoto, Otto. 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Suripin., 2004. Pengembangan Sistem Drainase yang Berkelanjutan. Andi Offset,
Yogyakarta
Undang Kurnia dan H. Suwardjo. 1984. Kepekaan erosi beberapa jenis tanah di
Jawa menurut metode USLE. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 3: 17-20.
Undang Kurnia, dan H. Suganda. 1999. Konservasi tanah dan air pada budidaya
sayuran dataran tinggi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 18
(2): 68-74.
Wischmeier, W.H., dan Smith, D.D. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A
Guide to Conservation Planning. Agriculture Handbook No. 537. U.S.
Departement of Agriculture, Washington DC. 58p.
Yu, J., Lei, T., Shainberg, I., Mamedov, A. I., & Levy, G. J. (2003). Infiltratin and
erosion in soils treated with dry pam and gypsum. Soil Science Society of
America Journal, 67(2): 630-636.