Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH PERTUMBUHAN SIRIH GADING KUNING (Epipremnum aureum) DAN

SIRIH KEONG (Epipremnum pinnatum) TERHADAP PERLAKUAN PADA BEBERAPA


MEDIA TANAM
Ayu Nindita Nuraini1, Eva Proditus Sianturi2, Mohamad Alix Ababil3, Salifa Quratul Aini
Sabrina4, Sasqia Putri Denisaa5
1,2Program Studi Agroteknologi, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma
3Jakarta

1ayunindita3@gmail.com, 2evasianturi36@gmail.com, 3mohamadalixababil@gmail.com,

4lifa.quaisa1@gmail.com, 5ssqpdns@gmail.com.

ABSTRACT
Medicinal plants that are widely known for their properties and uses are one of them is betel
plant. The growth and development of betel plants is also influenced by the growing media,
where the use of suitable and appropriate planting media will provide better growth in plants.
The purpose of this study was to determine the effect of conch betel and yellow ivory betel plants
on the treatment of several media. The ingredients used are conch betel and yellow ivory betel
plants on water media and mixed planting media. Data is processed by calculating the mean
(mean) and standard deviation. The calculation of the average number of shoots, the standard
deviation of the number of shoots, the average length of shoots, and the standard deviation of the
length of shoots showed different results allegedly because of the influence of differences in
planting media on the type of betel plants. Mixed planting media show a higher average
calculation result compared to the results of planting using water media.

I. PENDAHULUAN
Keberadaan tanaman yang berkhasiat untuk obat di Indonesia penyebaran dan jumlahnya
sudah cukup tinggi, pada umumnya tanaman obat ini banyak ditemukan di hutan-hutan yang
mempunyai kelembaban yang tinggi dan rimbun. Zuhud (2007) menyatakan bahwa spesies
tumbuhan di Indonesia mencapai 30.000 spesies, sebagian besar merupakan spesies tumbuhan
obat yaitu sebanyak 2.000 spesies.
Permintaan bahan baku tumbuhan obat di pasaran mengalami peningkatan. Supriyadi (2007)
menjelaskan bahwa pada tahun 2006 omset perdagangan dalam negeri dari industri obat
tradisional (sekitar 450 perusahaan) dapat mencapai Rp 400 miliar/tahun. Berdasarkan data yang
didapat dari Departemen Pertanian (2007), nilai ekspor tanaman obat pada tahun 2006 mencapai
US $ 4.4 juta dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar US $ 5.4 juta.
Tumbuhan obat yang banyak dikenal karena khasiat dan kegunaannya yang dikandung salah
satunya adalah tanaman sirih (Piper sp.). Tanaman sirih sangat banyak macamnya, dilihat dari
warna daunnya tanaman sirih ada yang berwarna hijau, merah, hitam, kuning bahkan ada yang
berwarna perak. Tanaman ini memiliki nilai jual tinggi karena penampilannya yang indah
khususnya pada bagian daunnya. Tanaman sirih merupakan tanaman yang tumbuh merambat di
pagar atau pohon.
Banyaknya manfaat dari sirih sebagai tanaman hias dan tanaman obat, merupakan salah satu
alasan perlunya dilakukan usaha perbanyakan sirih. Perbanyakan sirih dapat dilakukan secara
vegetatif yaitu dengan stek batang. Tingkat keberhasilan perakaran pada stek batang umumnya
sangat rendah, karena akar sirih cepat mengering dan mati (Wudianto, 1998).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sirih juga dipengaruhi oleh media tanam, dimana
penggunaan media tanam yang cocok dan tepat akan memberikan pertumbuhan yang lebih
baik pada tanaman. Menurut Prayugo (2007) media tanam yang baik harus memiliki
persyaratan-persyaratan sebagai tempat berpijak tanaman, memiliki kemampuan mengikat air
dan menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman, mampu mengontrol kelebihan air (drainase)
serta memiliki sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik, dapat mempertahankan
kelembaban di sekitar akar tanaman dan tidak mudah lapuk atau rapuh. Penggunaan media tanam
yang sifatnya menyimpan air lebih banyak akan mengakibatkan akar dan batang bagian bawah
sirih merah dapat membusuk dan jenis media tanam yang memiliki sifat kemampuan menahan
air rendah akan mengakibatkan media tanam mudah kering dan tanaman akan cepat mati
(Sudewo, 2005). Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pertumbuhan tanaman sirih keong dan sirih gading kuning terhadap perlakuan pada
beberapa media.
II. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Project Based Learning (PBL) Pengaruh Pertumbuhan Sirih Gading Kuning dan
Sirih Keong Terhadap Terhadap Perlakuan Pada Beberapa Media Tanam Mata Kuliah Teknik
Propagasi Tanaman dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Mei 2019 pukul 13.00 - 15.00 WIB di
Laboratorium Kampus F7 Universitas Gunadarma, Ciracas.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah, Gunting, Pot, Penggaris, Kamera,
dan Alat tulis. Bahan yang digunakan adalah Tanaman Sirih Gading Kuning, Tanaman Sirih
Keong , Air, Media tanam, dan Hydrogel.
3.3. Prosedur Kerja
1. Memotong tanaman sirih gading kuning dan sirih keong yang sudah memiliki akar
dan dua daun dengan menggunakan gunting.
2. Lalu taruh di dalam pot masing – masing (hydrogel, air 250 ml, dan media tanam
3. Kemudian ditempatkan didalam ruangan
4. Pengamatan dilaksankan seminggu sekali
5. Parameter yang diamati yaitu: panjang tunas (cm), jumlah tunas, dan panjang daun
(cm)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hasil
Tabel 1. Rata-rata panjang tunas dari 2 MST sampai 7 MST
Media Tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 7
MST MST
Air Sirih gading 0.96 6.22 7.06 7.84
kuning 1.34 2.76
Sirih keong 0.92 1.34 1.78 3.74 4.58 5.12
Tanah Sirih gading 1.25 6.88 8.88 10.54
kuning 2.12 3.98
Sirih keong 0.35 0.6 0.75 1.3 2.35 3.4

Tabel 2. Standar deviasi panjang tunas dari 2 MST sampai 7 MST


Media Tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 7
MST MST
Air Sirih gading 0.19 0.15 0.97 2.63 2.43 2.26
kuning
Sirih keong 0.26 0.13 0.08 1.46 1.67 1.68
Tanah Sirih gading 0.57 3.20 3.96 4.20
kuning 1.36 1.97
Sirih keong 0.32 0.28 0.35 0.99 2.33 3.68

Tabel 3. Rata-rata jumlah tunas dari 2 MST sampai 7 MST


Media Tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 7
MST MST
Air Sirih gading 1 1.6 1.6 1.6
kuning 1 1
Sirih keong 1.4 1.2 1 1.2 1.2 1.2
Media Sirih gading 1 1.4 1.4 1.4
tanam kuning
campuran 1 1.2
Sirih keong 1 1 1 1 1 1

Tabel 4. Standar deviasi jumlah tunas dari 2 MST sampai 7 MST


Media Tanaman 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 7
MST MST
Air Sirih gading 0 0.89 0.89 0.89
kuning 0 0
Sirih keong 0.55 0.45 0 0.45 0.45 0.45
Media Sirih gading 0 0.55 0.55 0.55
tanam kuning
campuran 0 0.45
Sirih keong 0 0 0 0 0 0

3.2. Pembahasan
Praktikum perbanyakan tanaman sirih gading kuning dan sirih keong yang di tanam dengan
menggunakan media tanam campuran dan media air menghasilkan jumlah tunas dan panjang
tunas yang berbeda antar tanaman. Tanaman sirih gading kuning yang ditanam menggunakan
media air memiliki rata-rata jumlah tunas pada minggu ke 2 setelah tanam sebanyak 1 tunas
dengan standar deviasi 0 cm2 dan terus bertambah hingga minggu ke 7 setelah tanam dengan
rata-rata jumlah tunas mencapai 1,6 tunas dan standar deviasi 0,89 cm2.
Tanaman sirih keong yang ditanam menggunakan media air pada minggu ke 2 setelah tanam
memiliki rata-rata jumlah tunas sebanyak 1,4 tunas dengan standar deviasi 0,55 cm2. Namun,
jumlah tunas tersebut berkurang mulai minggu ke 3 setelah tanam dan tidak bertambah hingga
minggu ke 7 setelah tanam dengan rata-rata jumlah tunas sebanyak 1,2 tunas dan standar deviasi
0,45 cm2. Berkurangnya jumlah tunas pada tanaman sirih diduga karena selama proses
penanaman, tanaman sirih ditanam di dalam ruangan sehingga tanaman tidak mendapatkan
cahaya yang cukup.
Kondisi kekurangan cahaya dapat menghambat pertumbuhan, serta tidak maksimalnya
proses fotosintesis pada tanaman. Hasil fotosintesis tanaman digunakan untuk membangun
struktur tubuh tanaman. Jika proses fotosintesis terhambat, maka pertumbuhan struktur tubuh
tanaman juga akan terhambat. Menurut Gardner et al. (1991) cahaya dan suhu akan menentukan
kegiatan fisiologi, translokasi dan akumulasi asimilat. Selain itu, terhalangnya intensitas radiasi
surya karena adanya naungan berpengaruh terhadap perubahan suhu maksimum, suhu tanah dan
kelembaban nisbi.
Tanaman sirih gading kuning yang ditanam menggunakan media tanam campuran memiliki
rata-rata jumlah tunas sebanyak 1 tunas dengan standar deviasi 0 cm2. Jumlah tunas tersebut
terus bertambah hingga minggu ke 7 setelah tanam rata-rata jumlah mencapai 1,4 tunas dan
standar deviasi 0,55 cm2. Jumlah tunas tanaman sirih keong yang ditanam menggunakan media
tanam campuran memiliki rata-rata jumlah sebanyak 1 tunas dengan standar deviasi 0 cm2. Rata-
rata jumlah tunas dan standar deviasi jumlah tunas tanam sirih keong dengan media tanam
campuran tidak bertambah hingga minggu ke 7 setelah tanam.
Berdasarkan hasil praktikum, rata-rata panjang tunas tanaman sirih gading kuning yang
menggunakan media air pada minggu ke 2 setelah tanam sebesar 0,96 cm dengan standar deviasi
0,19 cm2 dan terus bertambah hingga minggu ke 7 setelah tanam dengan rata-rata panjang tunas
mencapai 7,84 cm dan standar deviasi 2,26 cm2. Sedangkan rata-rata panjang tunas tanaman sirih
keong menggunakan media air pada minggu ke 2 setelah tanam sebesar 0,92 cm dengan standar
deviasi 0,2 cm2 dan bertambah panjang hingga minggu ke 7 setelah tanam dengan rata-rata
panjang tunas mencapai 5,12 cm dan standar deviasi 5,12 cm2.
Tanaman sirih gading kuning yang ditanam menggunakan media tanam campuran memiliki
rata-rata panjang tunas sebesar 1,25 cm dengan standar deviasi 0,57 cm2 dan terus bertambah
panjang hingga minggu ke 7 setelah tanam dengan rata-rata panjang tunas mencapai 10,54 cm
dan standar deviasi 4,20 cm2. Namun, rata-rata panjang tunas tanaman sirih keong dengan media
tanam campuran pada minggu ke 2 setelah tanam hanya sebesar 0,35 cm dan standar deviasi 0,32
cm2, bertambah panjang hingga minggu ke 7 setelah tanam dengan rata-rata panjang tunas yang
hanya mencapai 3,4 cm dan standar deviasi 3,68 cm2.
Penghitungan rata-rata jumlah tunas, standar deviasi jumlah tunas, rata-rata panjang tunas,
serta standar deviasi panjang tunas menunjukan hasil berbeda yang diduga karena pengaruh
perbedaan media tanam terhadap jenis tanaman sirih. Media tanam campuran menunjukan rata-
rata hasil penghitungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil dari penanaman dengan
menggunakan media air. Menurut Mas’ud (2009) nutrisi dan media tanam yang berbeda
memberikan hasil yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Pertumbuhan tunas tanaman sirih gading kuning dan tanaman sirih keong terus meningkat
karena media tanam yang digunakan, yaitu media tanam campuran dan media air diduga mampu
memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman sirih. Media tanam memegang peranan penting bagi
pertumbuhan dan kesehatan tanaman sirih. Salah satu syarat media tanam yang baik adalah
porositas yaitu kemampuan media dalam menyerap air dan steril. Tanaman sirih dapat tumbuh
dengan optimal pada media air ataupun media tanam campuran dengan syarat memiliki porositas
sehingga air dapat terserap dengan baik, serta terbebas dari organisme yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit tanaman, seperti bakteri, spora, dan jamur (Harsono, 1992).

IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu hasil rata-rata tertinggi pada jumlah
tunas dan panjang tunas yaitu media campuran. Media campuran lebih memiliki ketersediaan
unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Gardner FP, Pearce RB, dan Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jilid pertama.
Herawati Susilo, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.

Harsono, S. 1992. Perbanyakan tanaman sirih. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1(1): 22-23.

Mas’ud, H. 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Selada. Program Studi Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Tadulako, Palu.

Prayugo, S. 2007. Media Tanam untuk Tanaman Hias. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sudewo, B. 2005. Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Supriyadi. 2007. Tumbuhan Obat Indonesia: Penggunaan dan Khasiatnya. Jakarta: Pustaka
Populer Obor. 145 hal.
Wudianto, R. 1998. Membuat stek Cangkok dan Okulasi. Jakarta: PT.Penebar Swadaya.
Zuhud, E.A.M. 2007. Potensi dan Prospek Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Fakultas
Kehutanan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai