Anda di halaman 1dari 13

KASUS KARDIOLOGI

No. ID dan Nama Peserta : dr. Shinta


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Latemmamala Malaka Soppeng
Topik : Infark Miokard Akut
Tanggal (kasus) : 03 Januari 2019
Nama Pasien : Tn. MS No RM : 252154
Tanggal presentasi : Pendamping: dr. Marlina, dr Misdawati
Tempat presentasi:
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Seorang laki-laki umur 44 tahun dengan keluhan nyeri dada kiri seperti tertindih benda
berat sejak kurang lebih 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan kurang lebih 30
menit. Nyeri dirasakan terus menerus dan menjalar ke bahu dan lengan kiri. Nyeri bertambah
saat aktifitas, sampai keluar keringat dingin dan lemas. Sebelumnya pasien hanya melakukan
aktifitas ringan di rumah tetapi cepat lelah. Pasien merasa tidak nyaman, berdebar-debar (-),
sesak (-), demam (-).

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntak, frekuensi 2 kali isi cairan dan makanan.
Riwayat keluhan sebelumnya tidak ada. Riwayat tekanan darah tinggi ada tidak terkontrol.
Riwayat penyakit jantung, Diabetes Mellitus dan Kolesterol tidak diketahui.

Tujuan :
Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien, menentukan prognosis
pasien, edukasi pasien dan keluarganya
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data pasien : Nama : Tn. MS Nomor registrasi : 252154
Nama klinik
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran klinis :
Infark Miokard Akut
2. Riwayat pengobatan:
 Belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/penyakit:
 Riwayat DM disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat batuk lama
disangkal
4. Riwayat keluarga: Keluarga tidak ada mengalami keluhan yang sama
5. Riwayat pekerjaan: Pasien bekerja sebagai petani
6. Pemeriksaan fisik yang bermakna :
• Keadaan Umum : Sakit berat
• Kesadaran : Composmentis
• GCS : E4M6V5 = 15
• Tekanan Darah : 120/80 mmHg
• Frekuensi nadi : 94x/menit, regular, isi cukup
• Suhu : 36,7 oC
• Laju Pernapasan : 22x/menit

Daftar Pustaka:
1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005;
147: 6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. 2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New
South Wales: McGraw Hill. 2010.

Hasil pembelajaran:
1. Definisi dan epidemiologi Infark Miokard Akut
2. Patofisiologi Infark Miokard Akut
3. Faktor risiko Infark Miokard Akut
4. Pemeriksaan fisik dan penunjang Infark Miokard Akut
5. Penatalaksanaan Infark Miokard Akut
6. Prognosis Infark Miokard Akut
7. Komplikasi Infark Miokard Akut
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio :

1. Subyektif :
Seorang laki-laki umur 44 tahun dengan keluhan nyeri dada kiri seperti tertindih benda
berat sejak kurang lebih 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan kurang lebih 30
menit. Nyeri dirasakan terus menerus dan menjalar ke bahu dan lengan kiri. Nyeri bertambah saat
aktifitas, sampai keluar keringat dingin dan lemas. Sebelumnya pasien hanya melakukan aktifitas
ringan di rumah tetapi cepat lelah. Pasien merasa tidak nyaman, berdebar-debar (-), sesak (-),
demam (-).

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntak, frekuensi 2 kali isi cairan dan makanan.
Riwayat keluhan sebelumnya tidak ada. Riwayat tekanan darah tinggi ada tidak terkontrol.
Riwayat penyakit jantung, Diabetes Mellitus dan Kolesterol tidak diketahui.

2. Obyektif :
Tanda
• Keadaan Umum : Sakit berat
• Kesadaran : Composmentis
• GCS : E4M6V5 = 15
• Tekanan Darah : 120/80 mmHg
• Frekuensi nadi : 94x/menit, regular, isi cukup
• Suhu : 36,7 oC
• Laju Pernapasan : 22x/menit
• Saturasi : 97 %

STATUS GENERALIS

Kepala Normosefal, rambut tak mudah dicabut.

Mata Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)

Bentuk normal, tak tampak ada sekret dari hidung maupun


THT
telinga, tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis.

Tidak ditemukan pembesaran KGB, letak trakea ditengah


Leher
JVP R+2cm

Toraks Tampak simetris, tidak tampak ada retraksi

 Inspeksi: pulsasi iktus kordis tidak tampak di sela iga 4


linea mid clavicula sinistra.
 Palpasi: iktus kordis teraba di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra.
Jantung  Perkusi: batas jantung kanan pada sela iga 3 parasternal
kanan. Batas jantung kiri di sela iga 4 linea mid
clavicula sinistra. Batas jantung atas di sela iga 3 linea
parasternal sinistra.
 Auskultasi: S1-S2 regular, murmur (-), gallop (-)
 Inspeksi: simetris, tidak tampak retraksi interkosta.
Paru  Palpasi: taktil fremitus simetris.
 Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
 Auskultasi: suara nafas vesikular, ronki -/-, wheezing -/-
 Inspeksi: datar, tak tampak lesi.
 Palpasi: supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tak
Abdomen teraba
 Perkusi: timpani pada seluruh lapang abdomen
 Auskultasi: bisung usus 10/menit
Akral hangat, edema tidak ada, tidak tampak sianosis,
Ekstremitas
capillary refill time < 2 detik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 EKG
EKG KANAN DAN POSTERIOR

TATALAKSANA
a. Non Medikamentosa
Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya
meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari
anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Medikamentosa
 O2 3 lpm via nasal kanul
 Loading dual antiplatelet dan atorvastatin
 IVFD Nacl 0,9 % loading 1000 cc lanjut 28 tpm
 Inj. Prosogan 1 vial/24 jam
 Inj. Ondancentron/12jam
 Inj. Diviti 1 x 2,5 cc/24jam
 Disolf 3x2
 Clobazam 10 mg 1-0-1
 Opilax 3x1 C
 Pasang foley catheter
 Rawat ICU

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

3. Assessment :
I. Definisi
Infark Miokard Akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi
sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun demikian terdapat penurunan laju mortalis
sebesar 20% dalam 2 dekade terakhir, namun dengan catatan bahwa 1 diantara 25 pasien yang
tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA. Infark miokard
akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut yang
terdiri dari angina pektoris tak stabil. Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran
darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah
terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung,
dikatakan mengalami infark. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri
atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
II. Patofisiologi
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium kiri.
Arteri koroner kanan memperdarahi sisi difragmatika ventrikel kiri, sedikit bagian posterior
atrium, dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner
kanan. Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri kanan dan 10% dari sisi kiri. Jadi jelaslah
obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark posterior disebabkan
oleh obstruksi arteri koroner kanan. Tetapi bila obstruksi telah terjadi di banyak tempat dan
kolateral-kolateral telah terbentuk, lokasi infark mungkin tidak dapat mencerminkan oleh
pembuluh asal mana yang terkena.1 Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian terbesar ventrikel
kiri, septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi difragmatika ventrikel kiri,
sedikit bagian posterior atrium, dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering
diperdarahi oleh arteri koroner kanan. Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri kanan dan 10%
dari sisi kiri. Jadi jelaslah obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan
infark posterior disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan. Tetapi bila obstruksi telah terjadi
di banyak tempat dan kolateral-kolateral telah terbentuk, lokasi infark mungkin tidak dapat
mencerminkan oleh pembuluh asal mana yang terkena.1
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi cedera vaskular, di mana cedera ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga
STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.
III. Faktor risiko
Dapat dimodifikasi
a. Merokok
b. Hipertensi
c. Diabetes mellitus
d. Dislipidemia
e. Faktor resiko gaya hidup (Obesitas, Inaktivitas fisik dan diet aterogenik)
Tidak dapat dimodifikasi
a. Umur (Laki-laki>45 tahun ; Perempuan >55 tahun )
b. Riwayat keluarga terkena penyakit jantung koroner pada usia dini (Laki-laki<55 tahun ,
Perempuan < 65 tahun)

IV. Gejala Klinis


Keluhan yang khas adalah nyeri dada substernal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk,
panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu,
leher, rahang bahkan ke punggung (diantara skapula) dan epigastrium. Nyeri berlangsung
lebih lama dari angina pektoris biasa (lebih dari 30 menit). Terjadi pada waktu istirahat /
melakukan kegiatan, dan nyeri tersebut tidak hilang dengan istirahat maupun dengan
nitrogliserin. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin
berdebar-debar atau sinkope. Nyeri tersebut sering dikira sakit maag oleh banyak penderita.
Berdasarkan penelitian dari Multicenter Investigation of Limitation of Infarct Size (MILIS)
kejadian infark miokard dapat mengikuti irama sirkardian (puncaknya pada jam 6 pagi
sampai siang serta jam 6 malam sampai 8 malam). 2,6 Pasien sering tampak ketakutan. Walau
IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner, namun bila anamnesis
dilakukan teliti, hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan
tidak enak di dada atau epigastrium. 1

V. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogarfi (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan ke Instalasi Gawat Darurat. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan
secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Gambaran spesifik pada rekaman EKG


Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead V7-V9
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V2 , V3, I, aVL
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF
Posterior Elevasi segmen ST V7,V8,V9, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada V1,V2, V3
Ventrikel kanan Elevasi segmen ST V3R-V4R, perubahan resiprokal (depresi
ST) pada lead I, aVL
Septum Elevasi segmen ST pada lead V1,V2, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead V7, V8, V9

b. Laboratorium
 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-
24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi
elektrik dapat meningkatkan CKMB.
 cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah
5- 14 hari, sedangkan cTn I setelah 5- 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-
8 jam.
 Creatinine kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
 Lactate dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.
c. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat
luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.
d. Angiografi Koroner
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan menggunakan
sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.

VI. Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan nyeri
dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi
antitrombotik dan anti platelet, memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline)
dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun
2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada.

Pengontrolan nyeri dan rasa tidak nyaman


 Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
 Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
o Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
o Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi
aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan
peroral dengan dosis 75-162 mg.
o Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik
Stabilisasi keadaan hemodinamik
 Istirahat
 Kontrol tekanan darah dan denyut jantung
 Stool softener
Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang
menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik
dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap luas
infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan trombus
tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam
jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.Jika terapi
reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko perdarahan
dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk memilih PCI.Jika PCI tidak
tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.
Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat
dikerjakan.
 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik
disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih
efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan
dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI
primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun),
risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI
lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya adalah
merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase
(TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi
plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan
elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak
menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska CABG datang dengan
IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :
 Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

 Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110
mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi
intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (<3
minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan.

Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan
dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi.
Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan
insidens perdarahan intrakranial yang rendah.
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open
Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar
15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih
mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK
dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu
paruh yang lebih panjang.
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas fibrin
dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal
dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi
perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya
sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.

Terapi Lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan
STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel,
thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight
Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.
VII. PROGNOSIS
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA :
1) Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Kelas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal 6
jantung
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema Paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

2) Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan


pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)

Tabel 2. Klasifikasi Forrester pada Infark Miokard Akut


Kelas Indeks Kardiak PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
(L/min/m2)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51

4. Plan :
Diagnosis
Infark Miokard Akut
Terapi
- Fibrinolitik
Edukasi
Menjelaskan pasien tentang penyebab, faktor risiko, penatalaksanaan, dan komplikasi
penyakit Infark Miokard Akut
Rujukan
Pada kasus ini, rujukan tidak perlu dilakukan karena kasus ini masih dapat ditangani di
rumah sakit setempat.

Soppeng, 2019

Pendamping 1 Pendamping 2

dr. Marlina H.Since, S.Ked dr. Misdawati, S.Ked

Peserta
dr. Shinta, S.Ked

Anda mungkin juga menyukai