Anda di halaman 1dari 12

Lampiran 2

Materi Suhu dan Kalor


A. Suhu
Suhu merupakan ukuran energi kinetik molekuler rata-rata sebuah
benda (Tipler, 1998: 560). Suhu dapat diukur secara langsung menggunakan
termometer. Prinsip kerja termometer yaitu dengan memanfaatkan perubahan
sifat termometrik suatu benda ketika benda tersebut mengalami perubahan
suhu. Sifat termometrik yaitu sifat fisika yang mengalami perubahan karena
suhu benda berubah. Perubahan sifat termometrik suatu benda menunjukkan
adanya perubahan suhu benda dan dengan melakukan kalibrasi tertentu
terhadap sifat termometrik yang teramati dan terukur, maka nilai suhu benda
dapat dinyatakan secara kuantitatif. Skala dalam termometer di antaranya
yaitu Celcius, Reamur, Fahrenheit, Kelvin, dan Rankine. Titik tetap bawah
skala termometer diambil dari titik beku air murni (titik lebur air murni) pada
tekanan normal kecuali titik tetap bawah skala Kelvin didasarkan pada ukuran
energi kinetik rata-rata molekul suatu benda, sedangkan titik tetap atas skala
termometer diambil dari titik didih air murni pada tekanan normal. Berikut ini
titik tetap atas dan titik tetap bawah skala termometer.
Tabel 1. Titik Tetap Atas dan Titik Tetap Bawah Skala Termometer
No Skala Termometer Titik Tetap Bawah Titik Tetap Atas
1 Celcius 0oC 100oC
2 Reamur 0oC 80oC
3 Fahrenheit 32oC 212oC
4 Kelvin 273 K 373 K

Perbandingan masing-masing skala termometer dapat dilihat pada


gambar berikut.

77
78

Gambar 1. Perbandingan Skala Suhu Termometer


Perbandingan skala suhu termometer secara umum dapat
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Perbandingan Skala Termometer X dan Y

T x −T xb T y −T yb
=
T xa−T xb T ya −T yb
Keterangan:
T xa= titik tetap atas termometer X
T xb= titik tetap bawah termometer X
T x = skala yang ditunjukkan termometer X
T ya= titik tetap atas termometer Y
79

T yb= titik tetap bawah termometer Y


T y= skala yang ditunjukkan termometer Y
Nilai suhu pada skala termometer tertentu dapat dinyatakan dalam
skala termometer yang lain dengan cara mengkonversi skala suhu tersebut.
Berikut ini hubungan antar skala termometer untuk melakukan konversi suhu.
1. Skala Celcius dengan skala Reamur
5 4
T c = T R ↔T R = T C
4 5
2. Skala Celcius dengan skala Fahrenheit
5 9
T c = ( T F −32 ) ↔T F = T C +32
9 5
3. Skala Celcius dengan skala Kelvin
T c =T K −273↔ T K =T C +273

B. Kalor
1. Pengertian Kalor
Kalor adalah energi yang ditransfer dari satu benda ke benda lain
karena adanya perbedaan temperatur (Giancolli, 2001: 490). Sedangkan
menurut pendapat Ishaq (2007: 236), “kalor merupakan bentuk energi
yang berpindah dari satu zat ke zat lain akibat perbedaan temperatur”.
Dalam hal ini, kalor ditransfer dari benda bertemperatur tinggi ke benda
bertemperatur lebih rendah.
2. Kuantitas Kalor, Kalor Jenis, dan Kapasitas Kalor
Sebuah benda yang dipanaskan (diberi kalor), maka benda
tersebut akan mengalami kenaikan suhu. Jumlah kalor yang berpindah
dalam waktu tertentu disebut kuantitas kalor (Q). Kalor yang diperlukan
agar suhunya berubah dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut ini.
T2
Q=m∫ cdT (1)
T1

Perubahan c sangat kecil, sehingga c dianggap konstan. Persamaan di atas


menjadi:
80

Q=mc ∆ T (2)

Keterangan:
Q=¿ kalor yang diperlukan atau dibuang (Joule)
m=¿ massa benda (kg)
c=¿ kalor jenis benda (J/kg oC)
∆ T =¿ perubahan suhu benda (oC)
Kalor jenis benda yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 oC atau 1 K (Nurhayati, 2009: 210).
Secara matematis, kalor jenis dapat didefinisikan dalam bentuk
persamaan berikut ini.
dQ
c= (3)
m . dT
Kalor jenis setiap benda berbeda-beda bergantung pada
kemampuan masing-masing benda menyerap kalor, sehingga besarnya
kenaikan suhu yang dialami benda juga berbeda-beda bergantung pada
jenis benda dan jumlah kalor yang diterima atau diserap oleh benda.
Kapasitas kalor (C) yaitu banyaknya kalor yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu benda sebesar 1 oC atau 1 K (Nurhayati, 2009:
210). Kapasitas kalor (C) memiliki satuan unit energi per derajat atau
energi per Kelvin (Halliday, dkk, 2010: 522) atau dapat ditulis dalam
persamaan berikut.
Q
C= (4)
∆T
Sehingga, dari persamaan (2) dan (4) diperoleh hubungan antara kalor
jenis zat dan kapasitas kalor sebagai berikut.
C=mc (5)
atau
C
c= (6)
m
Keterangan:
C=¿ kapasitas kalor suatu zat (J/ oC)
81

c=¿ kalor jenis suatu zat (J/kg oC)


Berikut ini merupakan tabel beberapa nilai kalor jenis zat.

Tabel 2. Kalor Jenis Beberapa Zat pada Suhu 20 ℃ dan Tekanan 1 Atm
Nama Zat Kalor Jenis (J/kg K)
Alumunium 900
Tembaga 385
Emas 130
Baja/besi 450
Timah 130
Raksa 140
Air 4190

C. Pengaruh Kalor terhadap Perubahan Ukuran (Pemuaian)


Perubahan suhu dapat menyebabkan perubahan ukuran suatu benda
atau disebut pemuaian. Pemuaian merupakan peristiwa perubahan ukuran
(penambahan panjang, luas, atau volume) suatu benda karena pengaruh kalor.
Pemuaian pada zat padat dapat berupa pemuaian panjang, luas, maupun
volume. Sedangkan pemuaian pada zat cair dan gas hanya berupa pemuaian
volume.
1. Pemuaian Zat Padat
a. Pemuaian Panjang
Sebuah zat padat yang berbentuk batang tipis ketika
dipanaskan akan mengalami perubahan panjang ke arah panjangnya,
sehingga benda ini dapat dikatakan mengalami pemuaian panjang.
Pemuaian luas dan volume yang terjadi relatif sangat kecil sehingga
dapat diabaikan.

Gambar 4. Pemuaian Panjang pada Zat Padat


Perubahan panjang pada benda akibat pemuaian bergantung pada
beberapa faktor di antaranya yaitu panjang mula-mula benda, jenis
82

bahan yang digunakan, dan besarnya perubahan suhu yang dialami


benda tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
∆ L=α L0 ∆ T
L−L0 =α L0 ∆ T
L=L0 + α L0 ∆T
L=L0 ( 1+α ∆T ) (7)
dengan:
L = panjang benda saat dipanaskan (m)
L0 = panjang benda mula-mula (m)
α = koefisien muai linier/panjang (/oC)
∆ T = perubahan suhu (oC)
Koefisien muai panjang beberapa zat padat tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 3. Koefisien Muai Panjang Beberapa Zat
Zat Padat α (oC-1)
Alumunium 24 x 10-6
Perunggu 19 x 10-6
Kaca 9 x 10-6
Kuningan 19 x 10-6
Baja 11 x 10-6
Tembaga 17 x 10-6
Timah hitam 29 x 10-6
Berlian 1 x 10-6
Grafit 2 x 10-6
Perak 20 x 10-6
Platina 9 x 10-6

b. Pemuaian Luas
Sebuah zat padat berbentuk pelat atau kepingan ketika
dipanaskan akan mengalami pemuaian ke arah panjang dan lebarnya,
dapat dikatakan bahwa zat padat tersebut mengalami pemuaian luas.
83

Gambar 5. Pemuaian Luas pada Zat Padat


Pemuaian luas dipengaruhi oleh luas mula-mula sebelum
dipanaskan, jenis zat padat yang digunakan, dan besar perubahan suhu
yang dialami zat padat tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai
berikut.
∆ A=β A 0 ∆ T
A−A 0=β A 0 ∆ T
A=A 0+ β A 0 ∆T
A=A 0+ ( 1+ β ∆T ) (8)
dengan:
A = luas benda saat dipanaskan (m 2)
A 0 = luas benda mula-mula (m2)

β = 2 α = koefisien muai luas (/ oC)


∆ T = perubahan suhu (oC)
c. Pemuaian Volume
Suatu zat padat ketika dipanaskan akan memuai ke segala
arah. Hal ini karena zat padat selalu memiliki dimensi ruang yaitu
panjang, lebar, dan tinggi. Sehingga, zat padat tersebut dapat dikatakan
mengalami pemuaian volume. Pemuaian volume juga dipengaruhi oleh
volume mula-mula sebelum dipanaskan, jenis zat padat yang
digunakan, dan besar perubahan suhu yang dialami zat padat tersebut.
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
∆ V =γ V 0 ∆ T
V −V 0=γ V 0 ∆T
V =V 0+ γ V 0 ∆ T
84

V =V 0+ (1+ γ ∆ T ) (9)
dengan:
V = volume benda saat dipanaskan (m 2)
V 0 = volume benda mula-mula (m2)

γ =3 α = koefisien muai volume (/ oC)


∆ T = perubahan suhu (oC)
2. Pemuaian Zat Cair
Zat cair memiliki bentuk yang tidak tetap atau mengikuti bentuk
wadahnya. Oleh karena itu, zat cair ketika dipanaskan hanya akan
mengalami pemuaian volume. Persamaan pemuaian volume dapat ditulis
sebagai berikut.
V =V 0+ (1+ γ ∆ T ) (10)
Anomali Air
Setiap zat cair apabila dipanakan akan mengalami pemuaian dan
apabila didinginkan akan mengalami penyusutan. Namun, hal ini berbeda
dengan air. Saat air dipanaskan, maka pada suhu 0 oC sampai 4 oC, volume
air akan menyusut dan apabila didinginkan volumenya akan mengembang
(memuai). Peristiwa ini disebut dengan anomali air.
3. Pemuaian Zat Gas
Zat gas apabila dipanaskan akan mengalami pemuaian. Pemuaian
pada zat gas adalah pemuaian volume. Secara matematis dapat dinyatakan
sebagai berikut.
V =V 0+ (1+ γ ∆ T ) (11)
D. Pengaruh Kalor terhadap Perubahan Wujud
Selain kalor menyebabkan perubahan ukuran (pemuaian), kalor yang
diberikan terus-menerus pada suatu zat juga akan menyebabkan perubahan
wujud. Misalnya perubahan wujud pada air. Air apabila terus-menerus
dipanaskan maka suatu ketika air akan mendidih dan berubah wujud menjadi
uap air atau gas. Sebaliknya, jika ar yang berada dalam bentuk gas
didinginkan, maka akan kembali ke bentuk cair, dan ketika terus didinginkan,
85

maka pada saat tertentu (ketika mencaai titik beku) akan membeku dan
berubah wujud menjadi padat atau menjadi es batu. Apabila es batu
dipanaskan maka akan kembali menjadi air (mencair). Berikut ini gambar
siklus perubahan wujud air.

GAS
1 3
2 4

5
PADAT CAIR
6

Gambar 2.6. Bagan Perubahan Wujud Zat


Keterangan:
1. Mengkristal 4. Menguap
2. Menyublim 5. Membeku
3. Mengembun 6. Mencair
Melepas Kalor
Membutuhkan Kalor
Apabila digambarkan dalam bentuk grafik, perubahan fase zat karena
pemberian kalor ialah sebagai berikut.

Gambar 2.7. Perubahan pada Es yang diberi Kalor


86

Kalor yang diperlukan oleh suatu zat untuk berubah wujud disebut
dengan kalor laten. Besarnya kalor laten berbeda-beda bergantung pada jenis
zat. Persamaan hubungan kalor dengan kalor laten yaitu:
Q=mL (12)
Keterangan:
Q=¿ kalor yang diperlukan atau dibuang (Joule)
m=¿ massa benda (kg)
L=¿ kalor laten (J/kg oC)
Nilai kalor laten zat tergantung dari proses perubahan wujud yang
terjadi. Saat benda melebur (berubah wujud dari padat menjadi cair atau
sebaliknya), maka kalor laten yang digunakan adalah kalor lebur atau kalor
beku. Sedangkan saat menguap (berubah wujud dari cair menjadi gas atau
sebaliknya), maka kalor laten yang digunakan adalah kalor didih atau kalor
uap.
E. Asas Black
Mekanisme penyerapan atau pelepasan kalor berlaku hukum
kekekalan energi yang menyatakan bahwa “Pada pencampuran dua zat,
banyaknya kalor yang dilepaskan (Q¿¿ lepas)¿ zat yang suhunya lebih tinggi
sama dengan banyaknya kalor yang diserap (Q¿¿ terima)¿ zat yang suhunya
lebih rendah”. Pernyataan tersebut dinyatakan oleh Joseph Black dan dikenal
dengan Asas Black. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.
Q lepas =Q terima (13)
m1 c1 ∆ T 1=m2 c 2 ∆ T 2
m 1 c1 ( T −T 1) =m 2 c2 ( T 2−T )
Berdasarkan persamaan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Apabila dua benda yang memiliki suhu berbeda dicampurkan, maka benda
yang lebih tinggi suhunya memberikan kalor kepada benda yang lebih
rendah suhunya, sehingga diperoleh suhu akhir sama.
2) Jumlah kalor yang dilepas oleh benda panas sama dengan jumlah kalor
yang diterima oleh benda dingin.
87

3) Benda yang dipanaskan menyerap kalor yang sama dengan kalor yang
dilepas oleh benda yang didinginkan.
F. Perpindahan Kalor
Kalor berpindah dari satu tempat ke tempat lain melalui tiga cara,
yaitu:
1. Konveksi
Konveksi merupakan proses perpindahan panas melalui suatu zat
disertai oleh perpindahan zat tersebut. Kalor ditransfer melalui pergerakan
molekul dari satu tempat ke tempat lain. konveksi melibatkan pergerakan
molekul dalam jarak yang besar (Giancolli, 2001: 504). Perpindahan kalor
secara konveksi hanya terjadi pada zat cair dan gas (fluida). Contoh
peristiwa konveksi yaitu proses memanaskan air dalam panci
menggunakan kompor. Air di permukaan bawah panci akan akan memuai
saat dipanaskan dan kerapatannya akan menurun. Sehingga, secara
otomatis air tersebut akan naik dan air di bagian atas turun. Hal ini
berlangsung terus-menerus selama proses pemanasan sehingga panas
menyebar secara menyeluruh. Persamaan laju perpindahan kalor secara
konveksi yaitu:
2. Konduksi
Konduksi merupakan proses perpindahan panas melalui suatu
perantara zat tanpa disertai perpindahan bagian-bagian dari zat itu.
Transfer energi (kalor) terjadi karena tumbukan antar molekul di
sepanjang benda yang dipanaskan. Konduksi kalor dapat terjadi jika ada
perbedaan temperatur. Kecepatan aliran kalor melalui benda sebanding
dengan perbedaan temperatur antara ujung-ujungnya dan juga bergantung
pada ukuran serta bentuk benda (Giancolli, 2001: 501). Contoh peristiwa
konduksi yaitu saat memanaskan salah satu ujung suatu batang besi maka
secara perlahan panas akan terasa pula pada ujung besi yang lain karena
adanya perpindahan kalor.
3. Radiasi
88

Berbeda dengan perpindahan panas secara konveksi dan


konduksi, menurut Haryanto (2015: 8), perpindahan panas secara radiasi
terjadi secara langsung oleh perbedaan suhu. Hal ini berarti bahwa kalor
berpindah melalui daerah-daerah hampa atau kalor ditransfer tanpa melalui
medium. Sedangkan menurut Halliday (2005: 533) radiasi termal adalah
pertukaran energi panas antara sebuah objek dan lingkungannya melalui
gelombang elektromagnetik (misalnya cahaya tampak). Contoh peristiwa
radiasi yaitu pancaran sinar matahari menuju ke bumi. Energi kalor dari
matahari ditransfer menuju ke bumi melalui ruang hampa sehingga
kehangatan dari sinar matahari dapat terasa oleh tubuh manusia di bumi.
Pada tabel berikut disajikan persamaan-persamaan untuk
menghitung laju perpindahan kalor secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
Tabel 4. Persamaan Laju Perpindahan Kalor
Perpindahan Kalor Laju Perpindahan Kalor (Q)
Konduksi Q ∆T
=kA
t l
Konveksi Q
=hA ∆ T
t
Radiasi Q
=eσA T 4
t

Keterangan:
H = laju perpindahan kalor (J/s)
Q = kalor (J)
t = waktu (s)
A = luas permukaan benda (m2)
l = panjang benda (m)
T = suhu benda (℃ atau K)
k = konduktivitas termal benda (W/mK)
h = koefisien konveksi (J/s m2K)
σ = tetapan Stefan Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2K4)
e = emisivitas benda
∆ T = perubahan suhu (℃ atau K)

Anda mungkin juga menyukai