Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN CEREBRO

VASKULER ACCIDENT/CVA

DISUSUN OLEH:

Kelompok : 2

1. Mariska Regina
2. Katrina Susilawati
3. Nofridy Handayani
4. Evenicha Sinuraya
5. Juni Yanti Tampubolon
6. Martha Junita Situmorang
7. Asni Kharisma Zebua
8. Mercy Nifaty Gulo
9. Semirani Waruwu

Ners Tahap Akademik

STIKes Santa Elisabeth Medan

T.A 2018/2019
BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini.
Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh
dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat mengakibatkan
kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut
(Junaidi, 2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke
sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu,
diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam
peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit
vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar
kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme
glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak (Rico dkk, 2008).
Untuk epidemiologi CVA stroke, insiden stroke bervariasi di berbagai negara di
Eropa yang diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per
tahun. Sedangkan di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per
tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta
penderita stroke yang bertahan hidup.
Di Amerika Selatan rata-rata insiden stroke pertahun 0, 35-1,83 per 1000 penduduk.
Di antara penduduk asli Amerika, Indian/ Alaska yang berumur diatas usia 18 tahun,
5,1% mengalami stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam atau Afrika
angkanya 3,2% pada mereka yang berkulit putih 2,5% dan pada orang-orang Asia 2,4%.
Prevalensi silent infark serebri diantara umur 55-64 tahun kira-kira 11%. Prevalensi ini
meningkat menjadi 22% diantara umur 65-69 tahun, 28% diantara umur 70-74 tahun,
32% diantara umur 75-79 tahun, 40% diantara umur 80-85 tahun dan 43% pada umur
diatas 85 tahun. Bila angka ini digunakan pada tahun 1998 pada perkiraan populasi di
Amerika maka diperkirakan 13 juta penduduk mengalami silent stroke.
Rasio insiden antara pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun,
1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07  pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76
pada kelompok usia diatas 85 tahun.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui dan memahami dan membuat Asuhan Keperawatan
Kritis pada pasien Serebro Vaskular Accident/CVA serta mengaplikasikan nya dalam
praktik klinik keperawatan.

1.2.2 Tujuan Khusus

Agar mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan Asuhan Keperawatan berupa :

a. Agar mahasiswa/I mampu memahami defenisi dari


b. Agar mahasiswa/I mampu memahami etiologi dari CVA
c. Agar mahasiswa/I mampu memahami manifestasi klinis dari CVA
d. Agar mahasiswa/I mampu memahami patofisiologi dari CVA
e. Agar mahasiswa/I mampu memahami komplikasi dari CVA
f. Agar mahasiswa/I mampu memahami prognosis dari CVA
g. Agar mahasiswa/I mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari CVA
BAB 2

Tinjauan Teoritis

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Pengertian CVA Stroke

Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler  yang  menunjukan  beberapa 


kelainan  otak  baik  secara fungsional  maupun  struktural  yang  disebabkan  oleh 
beberapa  keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh pembuluh
darah otak, yang  disebabkan  robekan  pembuluh  darah  atau  oklusi  parsial  atau 
total  yang bersifat  sementara  atau permanen (Doengoes, 2000).

Menurut Mansjoer (2000), stroke didefinisikan  sebagai  sindrom klinis yang


awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa deficit neurologis fokal dan/ global
yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-traumatik.
Sedangkan menurut Price & Wilson (2006), stroke  merupakan  penyakit 
serebrovaskuler  yang  mengacu  kepada setiap  gangguan  neurologik  mendadak 
yang  terjadi  akibat pembatasan  atau terhentinya  aliran  darah  melalui  sistem 
suplai  arteri  di  otak.

2.1.2 Etiologi CVA Stroke

Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak lokal dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih
yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
Mansjoer (2000), etiologi stroke dan persentase mempengaruhinya antara lain:

1. Infark otak (80%)


2. Emboli
a. Emboli kardiogenik

 Fibrilasi atrium atau aritmia lain.


 Trombus mural ventrikel kiri.
 Penyakit katup mitral atau aorta.
 Endokarditis (infeksi atau non-infeksi).
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta 

2.1.3 Tanda dan gejala CVA Stroke

Stroke  menyebabkan  berbagai  defisit  neurologik,  bergantung  pada lokasi 


lesi  (pembuluh  darah  mana  yang  tersumbat),  ukuran area  yang perfusinya  tidak
adekuat,  dan  jumlah  aliran  darah  kolateral  (sekunder  atau aksesori).  Fungsi  otak 
yang  rusak  tidak dapat  membaik  sepenuhnya.  Ada beberapa manifestasi klinis dari
penyakit stroke, yaitu:

1. Kehilangan motorik antara lain hemiplegia dan hemiparesis.


2. Kehilangan komunikasi antara lain  disatria (kesulitan  berbicara), disfasia atau 
afasia  (bicara  defektif  atau  kehilangan  bicara),  apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
3. Gangguan persepsi  antara  lain  disfungsi  persepsi  visual,  gangguan hubungan
visual-spasial, dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik.
5. Disfungsi kandung kemih (Brunner & Suddarth, 2002).

Sedangkan menurut Mansjoer (2000), gejala neurologis yang timbul


bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
Manifestasi klinis strok akut dapat berupa :

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul


mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik).
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma).
4. Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)
5. Disartria (bicara pela atau candel).
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.
7. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
2.1.4 Patofisiologi CVA Stroke

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang di suplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat (Muttaqin,  2008). Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal
dari flak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah akan lambat atau terjadi turgulensi. Trombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang di suplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan, dan edema dan kongesti di sekitar area (Muttaqin,  2008).

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan
(Muttaqin,  2008). Karena trombosit biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embelus menyebabkan edema dan
nekrosis di ikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding
pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalisis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan pendarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerosis dan


hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebropaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi distruksi masa otak peningkatan tekanan
intrakranial yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau
foramen magnum.

Kematian disebabkan oleh kompresi batang otak, hemesper otak, dan


perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepergitiga kasus perdarahan otak di
nekleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebri terhambat, dapat
berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebri dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih
dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume
perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial
dan menyebabkan menurunnya tekanan  perfusi otak serta terganggunnya drainase
otak.

2.1.5 Komplikasi dan prognosis CVA Stroke

1. Hipoksia cerebral
2. Penurunan aliran darah cerebral
3. Meluasnya area cidera (Smeltzer, C Suzanne, 2002)

Komplikasi-komplikasi tersebut dikelompokkan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi; infeksi pernafasan (radang paru-paru /


pneumonia), nyeri tekan, konstipasi dan thrombophlebitis
2. Berhubungan dengan paralisis; nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak; epilesi dan sakit kepala
4. Hydrochepalus

2.1.6 Prognosis

Prognosis serebrovaskuler pada tingkat keadaan stroke beragam, ada yang


ringan, sedang dan berat. Pada stroke yang ringan ada yang pulih sempurna gejalanya
dalam waktu 24 jam. Stroke jenis ini sering disebut Transient Ischemic Attack (TIA)
yang berarti serangan iskemik sepintas. Ada pula stroke ringan yang sembuh
sempurna gejalanya dalam waktu lebih dari 24 jam disebut Reversible Ischemic
Neurologic Defisit (RIND) yang berarti gangguan saraf ischemic yang pulih.
Walaupun TIA dan RIND dapat sembuh sempurna tetap harus diwaspadai karena
kemungkinan kambuh cukup besar dan biasanya dapat lebih berat dan meninggalkan
cacat.
Sebagian besar recovery dari kemampuan fungsional terjadi pada enam bulan
tahun pertama terjadinya stroke, tetapi beberapa recovery berlanjut dari enam bulan
sampai dua tahun setelah itu. Kemampuan seseorang untuk belajar merupakan hal
yang utama karena rehabilitasi adalah sebuah proses pembelajaran. Hal penting
lainnya adalah multifaktor yang terlibat diantaranya adalah fisik, psikologi, dan fungsi
sosial yang saling berkaitan. Ukuran frekuensi yang paling tinggi adalah tercapainya
derajat kemandirian seseorang dalam hal Activity Daily Living (ADL).

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik CVA Stroke

Menurut (Doenges dkk, 2000) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit stroke adalah:

1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti


perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA(Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak 
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI(Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan
sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari
oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah
satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15.
2) Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah
tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >80
 Nadi
Biasanya nadi normal
 Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan
napas
 Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien
koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak
mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan
dahi,mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan
saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang
baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) :
biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus
VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas,
dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII
(facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan
dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) :
biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang
lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara
keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami
gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky
1 (+)
10) Thorak
 Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
 Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien
tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
 Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu
< 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat.
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa
dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan
tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
 Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri
pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari
tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang
kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat
dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek
patella (+)).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d disfungsi neuromuskular
b. Hambatan mobilitis fisik b.d gangguan neuromuskular d.d keterbatasan rentang
gerak ( Domain 4, Kelas 2, 00085)
c. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko serebrovaskular
dan hipertensi ( Domain 4, Kelas 4, 00201)
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d disfungsi neuromuskular
NOC: Status pernapasan : Kepatenan jalan nafas (0210)
 Frekuensi pernafasan
 Suara nafas tambahan
 Batuk

NIC: Manajemen Jalan Nafas (3140)


1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakuan batuk atau menyedot lender
3. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adanya suara tambahan
4. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep, sebagaimana mestinya,
5. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko serebrovaskular
dan hipertensi
NOC : Perfusi jaringan serebral (0406)
 Tekanan intrakranial
 Tekanan darah sistolik
 Nilai rata-rata tekanan darah
 Penurunan tingkat kesadaran
 Demam
 Agitasi
NIC : Monitor Neurologi (2620)
1. Monitor tingkat kesadaran
2. Monitor TTV
3. Monitor ICP/CPP
4. Monitor status pernafasan : nilai ABG,tingkat oksimetri, kedalaman,pola/tingkat
dan usaha (bernafas)
5. Tingkat frekuensi pemantauan neurologis yang sesuai
6. Monitor kecendrungan Skala Koma Glascow
DAFTAR PUSTAKA

http://strokehemoragik1.blogspot.com/2015/04/asuhan-keperawatan-stroke
hemoragik.html

Patricia, dkk. 2011. Keperawatan Kritis Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai