Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

MENINGITIS

Disusun oleh: kelompok XII


Kelas : IIIB Keperawatan
ROSANTI
ROSDIANA
MAWAN SETIAWAN
SISKAVIANTI
SITI HADIJAH
SRI DEVY
SRY DJULIANTY
VELEN PAWAKANG
WAHYUNI
WIJRA RAMADANI
YOHANES TUMEWU

PROGAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“status asma” ini dengan lancar.Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan pembaca mengenai penyakit “meningitis” tersebut. Selain itu
semoga dengan adanya makalah ini penderita meningitis di indonesia tidak terus
meningkat. Selain itu, diharapkan dinas kesehatan mampu menaggulangi kenaikan
penderita meningitis di indonesia ini.

Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini selanjutnya.

Sabtu, 26 september2020

Kelompok III
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Tujuan..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Anatomi Fisiologi.........................................................................................3

B. Konsep Medis...............................................................................................6

1. Definisi.............................................................................................6

2. Aspek Epidemiologi.........................................................................6

3. Etiologi.............................................................................................6

4. Patofisiologi.....................................................................................7

5. Manifestasi Klinis............................................................................8

6. Klasifikasi........................................................................................9

7. Pencegahan.......................................................................................9

8. Penatalaksanaan.............................................................................10

9. Komplikasi.....................................................................................10

10. Farmakologi...................................................................................11
11. Terapi Komplementer....................................................................11

C. Proses Keperawatan...................................................................................12

1. Pengkajian......................................................................................12

2. Diagnosa Keperawatan...................................................................14

3. Intervesi......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iv

HASIL PENELITIAN..............................................................................................v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis merupakan peradangan yang terjadi pada selaput otak
(araknodia dan piamater) yang di sebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur
.Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke
tengkuk dan pinggang. Tengkuk menjadi kaku, yang disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, akan terjadi
opistotonus, yaitu tengkuk kaku dengan kepala tertengadah, punggung dalam
sikap hiperekstensi, dan kesadaran menurun tanda kernig serta brudzinsky
positif(Arif Mansjoer, 2000)
Di negara – negara yang sedang berkembang, termasuk indonesia,
penyakit infeksi ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama. Salah satunya adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh
bakteri dan menimbulkan purulen pada cairan otak, sehingga dinamakan
meningitis purulenta.
Di samping angka kematiannya yang masih tinggi, banyak penderita
yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan.
Meningitis purulenta merupakan keadaan gawat darurat. Terapi yang
diberikan bertujuan memberantas penyakit infeksi disertai perawatan intensif
suportif, untuk membantu pasien melalui masa kriyis. Pemberian antibiotik
yang cepat dan tepat, serta dengan dosis yang sesuai, penting untuk
menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya cacat. Oleh karena itu,
petugas kesehatan khususnya perawat, wajib mengetahui gejala – gejala dan
tanda – tanda meningitis purulenta serta penatalaksanaannya.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi penyakit meningitis.
2. Untuk mengetahui Etiologi penyakit meningitis.
3. Untuk mengetahui Manifestasi klinik penyakit meningitis
4. Untuk mengetahui Patofisiologi penyakit meningitis
5. Untuk mengetahui Komplikasi penyakit meningitis.
6. Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit meningitis.
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang meningitis.
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan penyakit meningitis
9. Untuk mengetahui proses keperawatan pada pasien meningitis
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Otak

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di
dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat

2. Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal

a. Otak depan menjadi hemister serebri, korpus striatum, talamus serta


hipotalamus
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus

c. Otak belakang, menjadi pons varol, mediula oblongata dan serebellum

3. Meingitis (Selaput Otak)


Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi
struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi
(Cairan Serebro spinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari
3 lapisan.

a. Duramater (lapisan sebelah luar)

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan
duramater propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua
lapisan ini terpisah.

Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang


mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus
longitudinal superior, terletak diantara kedua hemisfer otak.

b. Arakhnoid (Lapisan Tengah)

Merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan


piamater membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf sentral.

Medula spinalis terhenti setinggi dibawah Lumbal I – II terdapat


sebuah kantong berisi cairan, berisi saraf perifer yang keluar dari medula
spinalis dapat dimanfaatkan untuk mengambil cairan otak yang disebut
lumbal.

c. Piamater ( Lapisan Sebelah Dalam)


Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan
otak, piamater berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur
jaringan ikat yang disebut trabekel.
Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus
sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium,
memisahkan serebri dengan serebulum.
Diafragma sellae, lipatan berupa cincin dalam duramater dan
menutupi sela tursika sebuah lekukan pada tulang stenoid yang berisi
hipofiser.
Sistem Ventrikel. Terdiri dari beberapa bagian rongga dalam otak
yang berhubungan satu sama lainnya ke dalam rongga itu, fleksus koroid
mengalirkan cairan (liquor serebro spinalis).
Fleksus koroid dibentuk oleh jaringan pembuluh darah kapiler otak
tepi, bagian paimater membelok kedalam ventrikel dan menyalurkan
serebro spinalis. Cairan serebro spinalis adalah hasil sekresi fleksus
koroid. Cairan ini bersifat alkali bening mirip plasma.
Sirkulasi Caitan Serebro Spinalis. Cairan ini disalurkan oleh fleksus
koroid kedalam ventrikel yang ada dalam otak, kemudaian cairan masuk
ke dalam kanalis sumsum tulang belakang adn ke dalam ruang
subaraknoid melalui ventrikularis.
Setelah melintasi ruangan seluruh otak dan sumsum tulang
belakang maka kembali ke sirkulasi melaluigranulasi arakhnoid pada
sinus (sagitalis superior).
4. Perjalanan Cairan-Cairan Serebro Spinalis.
Setelah meninggalkan ventrikel lateralis (ventrikel I dan II) cairan otak
dan sumsum tulang belakang menuju ventrikel III melalui foramen monroi
dan terus ke ventrikel IV melalui aquaduktus silvi cairan di alirkan ke bagian
medial foramen magendi selanjutnya ke sisterna magma dan ke kanalis
spinalis. Dari sisterna magma cairan akan membasahi bagian-bagian dari otak,
selanjutnya, cairan ini akan di absorpsi oleh vili-vili yang terdapat pada
arakhnoid, cairan ini jumlahnya tiodak tetap biasanya berkisar antara 80 – 200
cm mempunyai reaksi alkalis.
Fungsi cairan serebro spinalis :

a. Kelembaban otak dan medula spinalis.

b. Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan.

c. Melicinkan alat-alat dalam medula spinalis dan otak.

B. KONSEP MEDIS

1. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur (Smeltzer & Bare, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan
oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok,
Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Muttaqin, 2008).

2. Aspek epidemiologi

Menurut WHO, belum ada estimasi akurat mengenai prevalensi kejadian


dan mortalitas meningitis didunia. Didapatkan data bahwa terdapat negara-
negara endemik tinggi meningitis, yaitu negara afrika sub sahara dangan >10
kasus per 100.000 penduduk setiap tahunnya.

3. Etiologi
Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
a. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering
dibandingkan dengan wanita
c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi
maternal pada minggu terakhir kehamilan
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun,
defisiensi imunoglobulin.
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury
yang berhubungan dengan sistem persarafan
4. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas,
otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.Organisme masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di
bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah
serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai
dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah,
daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan
TIK.Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan
endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus
(Price, 2006).
5. Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.

2) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam


keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.

3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan


fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas
bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi
ektremita yang berlawanan.

d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.


e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (Muttaqin, 2008).

6. Klasifikasi

Klasifikasi Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan


yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

a. Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.

b. Meningitis purulenta

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
(Smeltzer & Bare, 2008).

7. Pencegahan
a. Pencegahan primer

1) Pola hidup sehat

2) Rutin berolahraga

3) Jaga jarak dengan orang yang terinfeksi

b. Pencegahan sekunder
Melakukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi tes darah dan
pemeriksaan radiologi
c. Pencegahan tersier
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan
mengurangi cacat

8. Penatalaksanaan
a. Koreksi gangguan asam basa elektrolit, apabila terdapat
ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit dapat diberikan cairan
intravena martos-10. Dosis : 0,3 gr/kg BB/jam. Mengandung 400 kcal/L.

b. Atasi kejang dapat diatasi dengan , kortikostiroid golongan


deksamethason 0,6 mg/kg BB/hari selama 4 hari, 15-20 menit sebelum
pemberian antibiotik.

c. Streptomisin, pas dan inh. Dapat diberikan dengan dosis 30-50


mg/kg/BB/ hari selama 3 bulan atau jika perlu diteruskan 2 kali seminggu
selama 2-3 bulan lagi, sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. Pas
dan inh diteruskan paling sedikit sampai 2 tahun, untuk mengatasi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah.

9. Komplikasi

a. Hidrosefalus obstruktif

b. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )

c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal


bilateral)

d. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )

e. Efusi subdural

f. Kejang

g. Edema dan herniasi serebral

h. Cerebral palsy

i. Gangguan mental

j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder

10. Farmakologi

a. Pengobatan simtomatis

1) Diazepam IV : 0,2-0,5 mg/kg/dosis, atau rectal0,4-0,6 mg/kg/dosis


kemudian klien dilanjutkan dengan

2) Fenitonin 5mg/kg/24 jam, 3 kali sehari

3) Turunkan panas :

a) Antipiretik : paracetamolatau salisilat 10 mg/kg/dosis


b) Kompres air pam atau es

b. Pengobatan suportif

1) Cairan intravena
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30-50 %.

11. Terapi komplementer


Meningitis harus diperlakukan dengan terapi medis konvensional,terutama
antibiotik. Terapi komplementer dan alternatif sebaiknya digunakan
bersamaan dengan pengobatan konvensional. Beberapa suplemen dan herbal
dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dan obat homeopativdapat
membantuk meringankan gejala gejala yang menyertai meningitis.
a. Cakar (uncaria tementosa) ekstrak standar cat, 20mg 3 kali sehari, untuk
peradangan dan stimulasi kekebalan tubuh.
b. Daun zaitun (olea europaea) ekstrak standar, 250-500mg 1-3 kali sehari,
untuk aktivitas anti bakteri atau antijamur dan kekebalan.
c. Homoeopati, meskipun beberapa studi telah meneliti efektivitas terapi
homoeopati yang spesifik, homeopaths profesional dapat meringankan
gejala meningitis, disamping perawatan medis standar.
d. Terapi ozone, selain imunisasi, pencegahan penularan meningitis dapat
dilakukan dengan ozone therapy baik dengan metode saline atau
apheresis. Ozone therapy selain membunuh bakteri, virus dan jamur
ozone dapat merangsang dan meningkatkan imunitas tubuh, memperbaiki
sirkulasi jaringan, mempercepat epitelisasi jaringan dan merangsang
generasi sel.

C. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Biodata klien

b. Keluhan utama

c. Riwayat kesehatan yang lalu

1) Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?

2) Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?

3) Pernahkah operasi daerah kepala ?

d. Riwayat kesehatan sekarang

1) Aktivitas\

Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan,


gerakan involunter.

2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda
: tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat,
taikardi, disritmia.

3) Eliminasi

Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.

4) Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia,


muntah, urgor kulit jelek dan membran mukosa kering.

5) Higiene

Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

6) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang


terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia,
ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai
kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan
memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal,
hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas
nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek
kremastetik hilang pada laki-laki.

7) Nyeri/keamanan

Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah,


menangis.
8) Pernafasan

Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja


pernafasan.

e. Riwayat psikososial

Respom emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien


juga penting untu menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya.

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

2) Kepala dan leher

3) Dada dan thoraks

4) Abdomen

5) Ekstremitas

6) Refleks

2. Diagnosa keperawatan

a. Pre operasi
1) Pemberian pendidikan kesehatan pre operasi.
2) Persiapan diet.
3) Persiapan kulit.
4) Latihan napas dan latihan batuk.
5) Latihan mobilitas.
6) Pencegahan cedera.
b. Perawatan Post Operasi
1) Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangirasa nyeri
dapat dilakukan manajemen luka. Amati kondisi luka operasi dan
jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal.
Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
2) Mempertahanakan respirasi yang sempurna dengan latihan napas,
selama 3 detik dan hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan dengan
menarik napas melalui hidung dan menggunakan diafragma,
kemudian napas dikeluarkan secara perlahan-lahan melalui mulut
yang dikuncupkan.
3) Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang
beresiko tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu
lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna untuk
memperlancar vena.
4) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
memberikan cairan sesuai kebutuhan pasien, serta mempertahankan
nutrisi yang cukup.
5) Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahan asupan dan output,
serta mencegah terjadinya retensi urine.
6) Discharge Planning, merencanakan kepulangan pasien dan
memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal
yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan
kondisi/penyakitnya post operasi.

c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan otot umum


sekunder

d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema


serebral / penyumbatan

e. Resiko defisit volume cairan b/d syok hispovolemik

3. Intervensi Atau Perencanaan


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
1 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji - Mempengar
Aktivitas tindakan kemamp uhi pilihan
berhubungan keperawatan uan intervensi
dengan selama 1 x 24 pasien - Memberika
Kelemahan jam, diharapkan melakuka n informasi
otot umum dapat n dan
sekunder mempertahankan aktivitas perkembang
aktivitas , dengan 2. Awasi an tingkat
KH : TTV aktivitas
- Melaporkan sesudah anak
penigkatan aktivitas - Meningkatk
toleransi catat an istirahat
aktivitas respon untuk
- Menunjukan terhadap menurunkan
penurunan tingkat kebutuhan
tanda aktivitas oksigen
fisiologis 3. Berikan - Membantu
intoleransi lingkung bila perlu,
misal nadi dan an yang harga diri
pernafasan tenang ditingkatkan
normal dan pola bila pasien
- Menunjukan bermain melakukan
perilaku hidup yang sendiri
sehat nyaman
dan aman - Nutrisi yang
4. Berikan tepat
bantuan memperlanc
dalam ar sirkulasi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
aktivitas darah ke
pasien jaringan
bila
pasien
tidak
memung
kinkan
untuk
melakuka
n
5. Kolabora
si
pemberia
n nutrisi
pasien

2 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitori -Memberikan


ketidakefektifa tindakan ng vital, info tentang
n perfusi keperawatan kaji derajat atau
jaringan otak selama 1 x 24 pengisian keadekuatan
berhubungan jam, diharapkan kapiler,w perfusi
dengan edema klien tidak arna kulit jaringan-
serebral atau mengalami atau jaringan
penyumbatan pendarahan, membra membantu
dengan KH : mukosa menentukan
intervensi
- Berkomunikasi
dengan jelas -Vasokontriksi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
Sesuia dengan 2. Catak penurunan
kemampuan keluhan sirkulasi
- Tekanan sistol rasa perifer
dan diastol dingin, kenyamanan
dalam rentang pertahan klian atau
yang kan suhu kebutuhan
diharapkan lingkung rasa hangat .
an dan -Perubahan
tubuh menunjukan
hangat penurunan
sesuai sirkulasi
indikasi. atau
3. Kaji kulit hipoksia
untuk
rasa -Dehidrasi tidak
dingi, hanya
pucat, menyebabka
sianosis, n
keterlam hipovolemia
batan , tetapi juga
pengisian meningkatk
kapiler . an oklusi
4. Pertahan kapiler dan
kan penurunan
intake perfusi
cairan . ginjal
-Mengidentifika
si defisiensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
dan
kebutuhan
5. pengobatan
Kolabora atau respon
si terhadap
pemeriks nyeri
aan darah
lengkap

3 Resiko defisit Setelah dilakukan 1. Pantau - Membantu


volume cairan tindakan tanda mengidentif
berhubungan keperawatan vital ikasi
dengan syok selama 1 x 24 setiap 3 fluktuasi
hipovolemik jam, diharapkan jam cairan
tidak terjadi intralaskuler
volume cairan .
dengan KH : 2. Pantau - Penurunan
- Input & output balance haluaran
seimbang cairan urin dan
- Vital sign balancen
dalam batas N diindikasika
- Tidak ada n dehidrasi
tanda pnesyok 3. Instrume - Memenuhi
Akral hangat nt pada kebutuhan
keluarga cairan tubuh
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Ttd
Keperawatan
untuk peroral
meningk
atkan
asupan - Menunjukka
cairan n
1,5-2,1 / kehilangan
24 jam cairan
4. Observas berlebih
i turgor - Mencegah
kulit, terjadinya
membran syok
e hipovolemik
mukosa.
5. Kolabora
si
pemberia
n cairan
IV
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif , 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda . Edisi 2 Jakarta: Media action

Baxter,R.,&dkk. (2015). Meningitis Bakterial Infeksi Sistem Saraf Pusat.


Animal Genetics, 39(5), 561–563

Boyles dkk. (2014). Meningitis Merupakan Masalah Kesehatan Universal.


Meningitis Merupakan Masalah Kesehatan Universal, 000, 1–
6. Retrieved

Drs. Syaifuddin, B. Ac, 2010. Anatomi Fisiologi. EGC:Jakarta


HASIL PENELITIAN
Pasien meningitis bakteri lebih banyak diderita anak umur 1 bulan hingga 2
tahun (63,3%) dan lebih banyak pasien laki-laki (Tabel I). Penyakit penyerta infeksi
dan non infeksi sama banyaknya. Jenis antibiotic yang diberikan untuk meningitis
berupa antibiotic kombinasi lebih banyak yaitu 44% (Table II). Kombinasi ampisilin
dan kloramfenikol (26%) menjadi pilihan terbanyak untuk terapi empirik di RSUP
Dr. Sardjito. Tidak ada perbedaan clinical outcome untuk meningitis bakteri anak
pada penggunaan kloramfenikol dengan ampisillin secara tunggal maupun kombinasi
(Prasad dkk., 2007). Penggunaan kombinasi kloramfenikol+ampisillin memiliki
efikasi yang sama dengan penggunaan sefotaksim dan seftriakson (Prasad dkk.,
2007).
Namun dalam penelitian ini pemberian antibiotic empiric dengan ampisilin dan
kloramfenikol tidak semua mengalami perbaikan kondisi. Sefotaksim digunakan
untuk meningitis bakteri karena Staphylococcus, Streptococcus dan E.coli. Menurut
International Society of Neurosurgery tahun 2016, sefotaksim merupakan antibotik
yang menjadi pilihan untuk meningitis bakteri pada anak yang disebabkan E. coli.
Bakteri E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang paling sering menjadi penyebab
meningitis bakteri anak di Amerika Serikat. Sefotaksim merupakan antibiotik yang
memiliki spektrum luas dan memiliki aktivitas penetrasi yang bagus untuk menembus
BBB meskipun dalam keadaan inflamasi (brouwer et al., 2010).

Anda mungkin juga menyukai