Nita Septiani (202006027) - LP Combustio - Revisi
Nita Septiani (202006027) - LP Combustio - Revisi
Oleh :
NITA SEPTIANI
NIM. 202006027
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini dibuat untuk memenuhi tugas
Profesi Ners Departemen Kritis pada tanggal 8-28 Maret 2021 oleh mahasiswa STIKES
KARYA HUSADA KEDIRI.
NIM : 202006027
A. KONSEP COMBUSTIO
1. Definisi
Luka bakar (combustio) adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas
arus listrik, bahan kimia dan petir mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang
lebih dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi
setiap sel tubuh, semua system dapat terganggu, terutama system
kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar bisa merusak kulit yang berfungsi melindungu kita dari
kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini bisa
mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah ketidak
seimbangan elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernafasan serta fungsi
saraf (Adibsh dan Winasis, 2014).
2. Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin di pindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar, beratnya luka bakar
juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas
(misalnya suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber
panas: api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi
ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup. Faktor yang
mempengaruhi beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, ginjal, jantung, dll.
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi
3. Klasifikasi
a. Kedalaman luka bakar
Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak akibat luka bakar tersebut,
Di Maio mengklasifikasikan menjadi derajat I,II,III,dan IV.
1. Luka Bakar Derajat I
Kerusakan hanya terjadi di permukaan kulit. Kulit akan tampak
kemerahan, tidak ada bulla, sedikit oedem dan nyeri, dan tidak akan
menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
2. Luka Bakar Derajat II
Kerusakan mengenai sebagian dari ketebalan kulit yang melibatkan
semua epidermis dan sebagian dermis. Pada kulit akan ada bulla,
sedikit edem, dan nyeri berat.
3. Luka Bakar Derajat III
Kerusakan terjadi pada semua lapisan kulit dan ada nekrosis. Lesi
tampak putih dan kulit kehilangan sensasi rasa, dan akan
menimbulkan jaringan parut setelah luka sembuh.
4. Luka Bakar Derajat IV
Luka Bakar ini disebut juga carring injury. Pada luka bakar ini kulit
tampak hitam seperti arang karena terbakarnya jaringan. Terjadi
kerusakan seluruh kulit dan jaringan subkutan begitu juga pada
tulang akan gosong.
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan
kerusakannya :
1. Grade I : Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri
sekali, sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II : Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan
edema subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri,
sembuh dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III : Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka
merah keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan
yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skingraf.
d. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa
faktor penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit
kontak dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami
kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung
pada penyebabnya. Terjadinya integritas kulit memungkinkan
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Kehilangan cairan akan
mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh akibat dari
peningkatan pada permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstra vaskuler melalui
kebocoran kapiler yang berakibat tubuh kehilangan natrium, air, klorida,
kalium dan protein plasma. Kemudian terjadi edema menyeluruh dan
dapat berlanjut pada syok hipovolemik apabila tidak segera ditangani.
Menurunnya volume intra vaskuler menyebabkan aliran plasma ke ginjal
dan GFR (Rate Filtrasi Glomerulus) akan menurun sehingga haluaran
urine meningkat. Jika resitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak
adekuat bisa terjadi gagal ginjal dan apabila resitasi cairan adekuat, maka
cairan interstisial dapat ditarik kembali ke intravaskuler sehingga terjadi
fase diuresis.
e. WOC
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi
3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi
4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera
jaringan, hipokalemia terjadi bila diuresis.
5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema
jaringan
6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
7. EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar
8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat
pasien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin
ilmu antara lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian),
penanganan pertama di unit gawat darurat, penanganan di ruangan
intensif dan bangsal. Tindakan yang dilakukan antara lain terapi cairan,
fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka bakar memerlukan obat-
obatan topikah karena eschar tidak dapat ditembus dengan pemberian
obat antibiotik sistemis. Pemberian obatobatantopikah anti mikrobial
bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan
pemberian obat-obatan topikah secara tepat dan efektif dapat mengurangi
terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering kali masih
terjadi penyebab kematian pasien.
1. Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan napas
1) Inkubasi : tindakan inkubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
2) Krikotiroidomi :bertujuan sama dengan inkubasi hanya
dianggap agresif
3) Pemberian oksigen 100%
4) Perawatan jalan napas
5) PenghiasanSecret
6) Pemberian terapi inhalasi
7) Bilasan bronkoalveolor
8) Perawatan rehabilitatif untuk respirtif
9) Eskarotomi
b. Tatalaksana resusitasi cairan
1) Cara Evans
2) Cara baxter
c. Resusitasi nutrisi
2. Penanganan Luka
a. Pendinginan luka
b. Debridemen
c. Tindakan pembedahan
1) Split cangkok kulit
2) Flap
h. Komplikasi
1. Segera
Sindrom kompartemen dari luka bakar sirkumferensial ( luka bakar
pada ekstremitas iskemia ekstremitas, luka bakar pada toraks hipoksia
dari gagal napas restriktif) ( cegah dengan eskaratomi segera).
2. Awal
a. Infeksi ( waspadai steptococcus ) obati infeksi yang timbul ( 10%
organisme pada biopsi luka ) dengan antibiotik sistemis.
b. Ulkus akibat stres ( ulkus cerling) ( cegah dengan antasida, broker
H2 atau inhibitor pompa proton profilaksis)
c. Hiperkalsemia ( dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati dengan
insulin, dekstrosa.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2 tahun dan diatas
60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun
lebuh rentan terkena infeksi.
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Sumber kecelakaan
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
3) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
4) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
5) Keadaan fisik disekitar luka bakar
6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk ke RS
c. Riwayat kesehatan dulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang
merubah kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya
pertahanan terhadap infeksi (seperti DM,gagal jantung, sirosis hepatis,
gangguan pernafasan).
d. Pemeriksaan fisik dan psikologis
1) Aktivitas / Istirahat
Tanda : Penundaan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak,
perubahan tonus.
2) Sirkulasi
Tanda : Hipotensi (syok), perubahan nadi distal pada ekstremitas
yang cedera, kulit putih dan dingin (syok listrik), edema jaringan,
disritmia.
3) Integritas ego
Tanda dan Gejala : Kecacatan, kekuatan, menarik diri
4) Eliminasi
Tanda : diuresis, haluaran urine menurun fase darurat, penurunan
mobilitas usus.
5) Makanan / Cairan Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual
dan muntah
6) Neurosensori
Gejala : area kebas, kesemutan Tanda : perubahan orientasi, afek,
perilaku, aktivitas kejang, paralisis (Cedera aliran listrik pada aliran
Saraf).
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri, panas
8) Pernafasan
9) Gejala : Cedera inhalasi (terpajan lama)
Tanda : serak, batuk, sianosis, jalan nafas atas stridor bunyi nafas
gemiricik, ronkhiSecret dalam jalan nafas
10) Keamanan
Tanda : destruksi jaringan, kulit mungkin coklat dengan tekstur
seperti : lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan parut tebal.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemi b.d evaporasi/ cairan tubuh yang keluar
2. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan mukosa hidung
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d gangguan perfusi jaringan pada
otak
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
1. Hipovolemi b.d Setelah dilakukan Manajeman hipovolemia
evaporasi/ cairan asuhan keperawatan Obervasi:
tubuh yang selama 3x diharapkan: 1. Periksaan tanda dan
keluar 1. Turgor kulit gejala hipovolemi
meningkat (mis. Frekuensi nadi
2. Produksi urin meningkat, nadi
meningkat teraba lemah, tekanan
3. TTV membaik darah menurun,
tekana nadi
menyempit, turgor
kulit menurun,
membrane mukosa
kering, volume urin
menurun, hematokrit
meningkat, haus,
lemah).
2. Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik:
3. Hitung kebutuhan
cairan
Edukasi
4. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
(mis. NaCl, RL)
6. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. Glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
7. Kolaborasi
pemberian cairan
koloid (mis.
Albumin,
plasmanate)
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Majemen jalan nafas
efektif b.d asuhan keperawatan Observasi:
kerusakan selama 3x diharapkan: 1. Monitor pola nafas
mukosa hidung Kriteria hasil: (frekuensi,
1. Frekuensi nafas kedalaman, usaha
membaik nafas)
2. TTV membaik 2. Monitor bunyi nafas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
ronkhi kering)
3. Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik:
4. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
5. Berikan oksigen
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian
bronkodilatot,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu.
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini (Damaiyanti, 2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Trimelia (2011) evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan
perilaku Klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu
dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang penting.
C. TRIGEER CASE/ NARASI KASUS
Tn. B usia 72 tahun dirawat di Ruang ICU menderita luka bakar yang
pemeriksaan fisik menunjukkan terdapat luka bakar pada area wajah, leher, dan
dada depan. TD: 100/70 mmHg N: 72 x/menit S: 35,20C RR: 20x/menit GCS:
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Majemen jalan nafas
keperawatan selama 3x diharapkan: Observasi:
Kriteria hasil: 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
1. Frekuensi nafas membaik kedalaman, usaha nafas)
2. TTV membaik 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik:
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
5. Berikan oksigen
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian bronkodilatot,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
3. Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen peningkatan tekanan
efektif keperawatan selama 3x diharapkan: intrakranial
Kriteria hasil: Observasi:
1. Tingkat kesadaran meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan
2. TTV membaik TIK ( mis. lesi, gangguan
metabolism, edema serebral)
2. Monitor tanda dan gejala peningkatan
TIK (mis. Polanafas ireguler,
kesadaran menurun)
3. Monitor status pernafasan
4. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik:
5. Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. Pertahankan suhu tubuh normal
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Terapeutik: RR 20x/menit
08.15
3. Menghitung kebutuhan cairan A:Masalah hipovolemia belum teratasi
Kolaborasi:
8 x 60
51.840
480
= 108 tetes/menit
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) A: masalah pola nafas tidak efektif belum
Terapeutik: teratasi
08.45
4. Mempertahankan kepatenan jalan nafas P: Intervensi dilanjutkan (1,2,3,4,5,6)
5. Memberikan oksigen
Kolaborasi:
09.00
6. Kolaborasi pemberian bronkodilatot, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
08.45
5. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
09.15 6. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal
7. Mempertahankan suhu tubuh normal
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Terapeutik: RR 20x/menit
4 x 72 x 18% = 5.184 ml
Kolaborasi:
8 x 60
51.840
480
= 108 tetes/menit
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) A: masalah pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
Terapeutik:
08.45
P: Intervensi dilanjutkan (1,2,3,4,5,6)
4. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
5. Memberikan oksigen
Kolaborasi:
09.00
6. Kolaborasi pemberian bronkodilatot, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Terapeutik: RR 20x/menit
4 x 72 x 18% = 5.184 ml
Kolaborasi:
8 x 60
51.840
480
= 108 tetes/menit
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) A: masalah pola nafas tidak efektif teratasi
sebagian
Terapeutik:
08.45
P: Intervensi dilanjutkan (1,2,3,4,5,6)
4. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
5. Memberikan oksigen
Kolaborasi:
09.00
6. Kolaborasi pemberian bronkodilatot, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hackley. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku Dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Kidd, Pamela S., dkk. 2010. Pedoman Keperawatan Emergensi Edisi 2. Jakarta :
EGC