1. DEFINISI
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) kejang demam
merupakan kejang selama masa kanak-kanak setelah usia 2 bulan, yang berhubungan
dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi system saraf pusat, tanpa riwayat
kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan kejang simptomatik lainnya,
sedangkan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Arief, 2015).
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5
tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intracranial
atau penyebab lain (Deliana, 2016).
2. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui penyebab demam secara pasti. Namun menurut
(Risdha, 2014) menerangkan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab kejang
demam, diantaranya :
- Faktor genetika
Faktor keturunan menjadi salah satu faktor penyebab kejang demam, 25-50%
anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam.
- Penyakit infeksi
Adanya infeksi baik terhadap bakteri (penyakit pada tractus respiratorius,
pharyngitis, tonsilitis, otitis media) ataupun virus (varicella, morbilli, dengue).
- Demam
Kejang demam ini sering timbul dalam 24 jam pertama pada waktu saat demam
tinggi.
- Gangguan metabolisme
Gangguan seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30 mg/%
pada neonatus cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi berat lahir rendah
dan hiperglikemia.
- Trauma
Biasanya kejang timbul pada minggu pertama setelah adanya cedera kepala.
- Neoplasma (toksin)
Neoplasma dapat menyebabkan demam pada usia berapapun, tetapi ini merupakan
penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan.
- Gangguan sirkulasi & adanya penyakit degeneratif susunan saraf (Deliana, 2016).
3. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan gangguan saraf yang sering dijumpai pada anak. Insiden
kejang demam 2,2-5 % pada anak dibawah usia 5 tahun. Anak laki-laki dikatakan
lebih sering dijumpai dari pada anak perempuan dengan perbandingan 1,2-1.6 : 1.
62,2% kemungkinan kejang demam berulang pada kurang lebih 90 anak yang
mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun dan 45% pada 100 anak yang
mengalami kejang demam setelah usia 12 tahun. Kejang demam kompleks dan
khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya epilepsy.
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering terjadi, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. 21% kejang demam durasinya
kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam dan 22% lebih
dari 24 jam. Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan
kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1
tahun (Arief, 2015).
4. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Melihat adanya kejang, jenis kejang, kesadaran sebelum dan sesudah
kejang dan lama kejang
- Memperhatikan suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam,
interval kejang, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar
infeksi susunan saraf pusat (ada atau tidak gejala infeksi saluran napas
akut / ISPA, infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA) dll.
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (untuk menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
- Menyingkirkan penyebab kejang yang lain (diare, muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemik
(Deliana, 2016).
2. Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksan tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, missal pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan
cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis
dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya
demam (ISPA, OMA, GE), pemeriksaan refleks patologis dan
pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis) (Deliana, 2016)
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak rutin pada kejang demam, tetapi dapat digunakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain
misalnya seperti gastroenteritis, dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang bisa dilakukan seperti pemeriksaan darah perifer, elektrolit
dan gula darah.
2. Pemeriksaan Pungsi lumbal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Pada bayi sulit sering sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinis yang masih
belum jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada :
- Bayi kurang dari 12 bulan (sangat dianjurkan)
- Bayi antara 12-18 bulan (dianjurkan)
- Bayi lebih dari 18 bulan (tidak rutin)
Bila manifestasi klinis tidak menunjukkan meningitis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG ini tidak direkomendasikan karena tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan epilepsy
pada pasien kejang demam, tetapi pemeriksaan ini masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya pada kejang demam
kompleks pada usia anak lebih dari 6 tahun atau pada kejang demam fokal.
4. Pencitraan
Seperti yang telah diketahui, MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan CT-Scan, namun tidak semua instalasi
Kesehatan memiliki fasilitas MRI. CT-Scan dan MRI dapat mendeteksi
perubahan fokal yang terjadi baik yang bersifat sementara maupun kejang
fokal sekunder. Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, hanya atas dasar
indikasi seperti :
- Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
- Paresis nervus VI
- Papilledema (Arief, 2015).
5. TATALAKSANA
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah :
1. Mencegah kejang demem berulang
2. Mencegah status epelepsi
3. Mencegah epilepsy atau mental retardasi
4. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga
7. Pengobatan Rumat
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko
berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah valproic acid. Berdasarkan
bukti ilmiah, kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping, oleh karena itu pengobatan rumat hanya diberi
kan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek. Phenobarbital dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40–50% kasus.
Pada sebagian kecil kasus, terutama pada usia kurang dari 2 tahun, valproic
acid dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis valproic acid 15-40
mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-
2 dosis.
Aumber :
Arief, R. F. (2015). Penatalaksanaan Kejang Demam. Cermin Dunia Kedokteran-232, 42(9),
658–659.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/download/8333/6614
Deliana, M. (2016). Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, 4(2), 59.
https://doi.org/10.14238/sp4.2.2002.59-62