Anda di halaman 1dari 13

AKUNTANSI DANA DESA

“Pengelolaan Keuangan Desa”

KELOMPOK 4:

Ni Wayan Widya Wedani 1807531147


Putu Wahyu Eka Budi 1807531162
Made Dwi Ananda Suryani 1807531165

Kelas: D (EKA 476)


Dosen Pengampu: Dr. Drs. Herkulanus Bambang Suprasto, M.Si., Ak., CA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2021
PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENDAPATAN DESA


Pelaksanaan pendapatan desa adalah proses penerimaan berbagai sumber
pendapatan desa, antara lain Pendapatan Asli Desa yang berasal dari masyarakat dan
lingkungan desa (misalnya penerimaan pungutan dan sewa); Pendapatan Transfer yang
berasal dari pemerintah supra desa (misalnya Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil
Pajak/Retribusi Daerah, dan Bantuan Keuangan); serta Lain‐lain Pendapatan Desa berupa
hibah dan sumbangan dari pihak ketiga; yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
APBDesa.
Pihak yang terkait dalam proses penerimaan pendapatan adalah pemberi dana
(pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota, masyarakat, pihak ketiga), penerima dana
(bendahara desa/pelaksana kegiatan/kepala dusun), dan bank.
1. Pendapatan Asli Desa
Dalam pelaksanaan APB Desa, Bendahara Desa menerima Pendapatan Asli Desa
antara lain berupa pendapatan sewa, pendapatan retribusi, pendapatan Bagi Hasil
BUM Desa, pendapatan pungutan, pendapatan dari swadaya masyarakat dan
Pendapatan Asli Desa lainnya.
Pendapatan dari PADesa berupa Pungutan Desa harus ditetapkan terlebih dahulu
dalam peraturan desa. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai
penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa, karena bisa
dikatagorikan sebagai pungli. Pelaksana Pungutan Desa dilakukan oleh Bendahara
Desa dibantu dengan petugas pemungut. Sumber Pungutan Desa antara lain yaitu
pungutan atas penggunaan tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum,
jaringan irigasi, penggunaan balai desa, dan lain sebagainya. Pendapatan Asli Desa
diterima baik secara tunai ataupun melalui mekanisme transfer bank.
a. Penerimaan Pendapatan Asli Desa secara Tunai
Penerimaan PADesa secara tunai adalah penerimaan pendapatan asli desa
secara tunai diterima oleh bendahara desa/petugas pemungut. Atas penerimaan ini
dibuatkan tanda bukti penerimaan. Seluruh pendapatan yang diterima tunai oleh
Bendahara Desa harus disetorkan ke dalam RKD. Atas pendapatan retribusi yang
diterima oleh Petugas Pemungut harus segera disetorkan kepada Bendahara Desa.

1
b. Penerimaan Pendapatan Asli Desa melalui Bank (Transfer via bank)
Penerimaan PADesa melalui bank adalah penerimaan pendapatan asli desa
melalui mekanisme transfer ke rekening kas Desa. Atas penerimaan ini,
masyarakat melaporkan ke bendahara untuk selanjutnya dibuatkan tanda bukti
penerimaan.
c. Penerimaan Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong
Pendapatan yang berasal dari swadaya, partisipasi dan gotong royong adalah
pekerjaan membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta
masyarakat baik berupa uang, barang atau tenaga. Pendapatan dari swadaya dan
partisipasi masyarakat dikumpulkan dari masyarakat desa yang diserahkan
langsung kepada pelaksana kegiatan atau dikoordinir dari lingkup kewilayahan
terkecil yaitu tingkat Rukun Tetangga (RT) atau dusun kemudian dikumpulkan
dan diserahkan ke Pelaksana Kegiatan.
Pendapatan swadaya masyarakat yang diterima oleh Pelaksana Kegiatan,
harus segera dilaporkan kepada Bendahara Desa setelah sebelumnya dilakukan
konversi/diberi nilai rupiahnya dengan menggunakan harga pasar setempat atau
berdasarkan RAB yang telah telah dibuat sebelumnya. Terhadap pendapatan dari
swadaya dan partisipasi masyarakat, harus dibuatkan bukti penerimaannya berupa
kuitansi/tanda terima uang/barang. Untuk penerimaan yang diberikan dalam
bentuk tenaga dibuatkan daftar hadir atas orang‐orang yang menyumbangkan
tenaganya.
2. Pendapatan Transfer Desa
Selain PADesa, desa juga menerima Pendapatan Transfer Desa yang berasal dari
pemerintah supra desa yang menyalurkan dana atau bantuan keuangan kepada desa
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dana transfer yang akan diberikan kepada desa
telah tertuang dalam APBD provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan
diinformasikan kepada desa dalam waktu 10 hari setelah KUA/PPAS disepakati
kepala daerah dan DPRD. Besaran alokasi yang diterima desa secara umum
ditetapkan dalam bentuk peraturan bupati/walikota mengenai penetapan besaran Dana
Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak/Retribusi, dan Bantuan Keuangan dari
APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Atas alokasi anggaran tersebut selanjutnya
dilakukan penyaluran dana kepada desa secara bertahap sesuai ketentuan yang berlaku

2
3. Dana Desa
Mekanisme penyaluran Dana Desa diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2014 dan
telah diubah dua kali yaitu terakhir dengan PP Nomor 8 Tahun 2016. Dalam
ketentuan tersebut diatur bahwa Dana Desa disalurkan oleh Pemerintah kepada
kabupaten/kota dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD, selanjutnya oleh
kabupaten/kota disalurkan ke desa dengan cara pemindahbukuan dari RKUD ke
RKD. Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada tahun anggaran berjalan.
Sesuai PP 8/2016 dan PMK 49/2016, penyaluran dana desa dilakukan secara bertahap
pada tahun anggaran berjalan dengan ketentuan:
 Tahap I bulan Maret sebesar 60%.
Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD tahap I dilakukan setelah
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima
dari bupati/walikota berupa:
 Peraturan daerah mengenai APBD kabupaten/kota tahun anggaran
berjalan;
 Peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan
rincian Dana Desa setiap desa; dan
 Laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa
tahun anggaran se belumnya.

Penyaluran Dana Desa Tahap I dari RKUD ke RKD dilakukan setelah


bupati/walikota menerima dari kepala desa berupa Peraturan Desa mengenai
APBDesa; dan Laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahun anggaran se
belumnya dari kepala desa.
 Tahap II bulan Agustus sebesar 40%.
Penyaluran Dana Desa tahap II dari RKUN ke RKUD dilakukan setelah
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima
laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa tahap I
dari bupati/walikota. Laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi
penggunaan Dana Desa tahap I menunjukkan paling kurang sebesar 50% (lima
puluh persen).
Penyaluran Dana Desa tahap II dari RKUD ke RKD dilakukan setelah
bupati/walikota menerima Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahap I

3
dari kepala desa. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahap I
menunjukkan paling kurang Dana Desa tahap I telah digunakan se besar 50%
(lima puluh persen). Penyaluran dana setiap tahap dilakukan paling lambat
pada minggu kedua, selanjutnya disalurkan paling lama 7 hari kerja setelah
diterima kas daerah (RKUD) ke RKD bagi desa yang telah memenuhi
persyaratan.
Dalam hal bupati/walikota tidak menyalurkan Dana Desa sesuai dengan
ketentuan, Menteri Keuangan dapat melakukan sanksi administratif berupa
penundaan penyaluran bahkan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum
dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak kabupaten/kota yang
bersangkutan (PMK 49/2016).
4. Pendapatan Transfer Desa Lainnya
Mekanisme penyaluran ADD dan Bagian Dari Hasil Pajak Daerah/Retribusi
Daerah dilakukan secara bertahap, dan ketentuannya diatur dalam peraturan
bupati/walikota masing‐masing. Sedangkan mekanisme bantuan keuangan dari APBD
provinsi/kabupaten/kota dilakukan sesuai dengan peraturan kepala daerah pemberi
bantuan keuangan kepada desa.

B. PELAKSANAAN BELANJA DESA


Pelaksanaan belanja desa adalah proses pengeluaran dari RKD untuk melaksanakan
berbagai program dan kegiatan yang telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
APBDesa. Dalam pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, Bendahara Desa melakukan
pengeluaran belanja desa atas kegiatan dimaksud. Transaksi yang dilakukan misalnya
pengeluaran belanja pegawai berupa pembayaran penghasilan tetap (yang dianggarkan
dalam kelompok belanja Penyelenggaraan Pemerintahan Desa); pengeluaran belanja
barang dan jasa berupa pembelian alat tulis kantor (misalnya yang dianggarkan pada
kelompok belanja Pemberdayaan Masyarakat Desa); pengeluaran belanja barang dan jasa
berupa pembayaran biaya perjalanan dinas (misalnya yang dianggarkan pada kelompok
belanja Pembinaan Kemasyarakatan Desa); dan lain‐lain.
Proses pelaksanaan Belanja Desa dimulai dari Verifikasi RAB, pengajuan SPP serta
pencairan SPP berupa pemberian uang/dana dari bendahara kepada pelaksana kegiatan.

4
1. Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Sebelum pelaksanaan kegiatan dilakukan, setelah APB Desa ditetapkan maka
pelaksana kegiatan menyusun RAB terlebih dahulu. RAB tersebut harus diverifikasi
terlebih dahulu oleh Sekretaris Desa untuk kemudian disahkan Kepala Desa. RAB
kegiatan ini menjadi dasar bagi Pelaksana Kegiatan untuk melakukan tindakan
pengeluaran atas beban anggaran belanja kegiatan. Berdasarkan RAB Kegiatan yang
telah disetujui oleh Kepala Desa, Pelaksana Kegiatan melakukan proses kegiatan
sesuai RAB tersebut misalnya berupa pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang
dilakukan melalui swakelola dan atau melalui penyedia barang dan jasa.
2. Mekanisme Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
Setelah RAB disetujui, maka langkah berikutnya adalah pengajuan dana melalui
SPP. SPP merupakan dokumen yang berisi permintaan pembayaran atau pengesahan
belanja. SPP yang diajukan oleh Pelaksana Kegiatan diverifikasi terlebih dahulu oleh
Sekretaris Desa (ordonator) untuk kemudian mendapat persetujuan dari Kepala Desa
(otorisator). SPP sekaligus juga menjadi dasar perintah bagi Bendahara Desa dalam
pembayaran atau pengesahan belanja (comptable).
a. Verifikasi atas SPP yang dilakukan oleh Sekretaris Desa meliputi:
b. Meneliti kelengkapan permintaan pembayaran diajukan oleh pelaksana
kegiatan.
c. Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APB Desa yang tercantum
dalam permintaan pembayaran.
d. Menguji ketersediaan dana untuk kegiatan dimaksud.
e. Menolak pengajuan permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan apabila
tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Dalam pengeluaran belanja desa terdapat dua cara pembayaran yang dapat
dilakukan oleh Bendahara Desa, yaitu Bendahara Desa melakukan pembayaran tanpa
panjar (Definitif); dan pembayaran melalui panjar kepada Pelaksana Kegiatan. Terkait
hal itu perlu dipahami beberapa istilah berikut ini:
a. Uang Muka yaitu pemberian uang dalam rangka pembayaran sebagian atas
PBJ kepada pihak ketiga.
b. Uang Panjar adalah uang yang diberikan kepada Pelaksana Kegiatan dalam
rangka pelaksanaan kegiatan.

5
c. Uang Persediaan adalah uang yang diberikan khusus kepada Bendahara
Pengeluaran Pembantu. Namun demikian khusus untuk desa istilah ini tidak
digunakan dikarenakan tidak ada Bendahara Pembantu di desa.
Pelaksanaan kegiatan baik yang pembayarannya melalui panjar kegiatan ataupun
tanpa panjar (definitif) menggunakan formulir SPP yang sama dengan lampirannya
yang berbeda. SPP diverifikasi oleh Sekretaris Desa untuk selanjutnya disetujui oleh
Kepala Desa.
a. Pembayaran Tanpa Melalui Panjar (Definitif)
Mekanisme Pembayaran tanpa melalui panjar dilakukan atas pembayaran
terhadap barang/jasa yang telah diterima terlebih dahulu. Dengan mekanisme ini,
saat pengajuan SPP sudah dilampiri bukti‐bukti transaksi atas pembelian
barang/jasa. Dengan demikian, SPP Definitif baru bisa diajukan setelah barang
dan jasa diterima.
Mekanisme SPP Definitif bisa dilakukan melalui pembayaran langsung oleh
Bendahara Desa kepada pihak ketiga melalui transfer bank atau melalui uang kas
tunai yang dipegang oleh Bendahara Desa. Pengajuan SPP Definitif oleh
Pelaksana Kegiatan dilampiri dengan Pernyataan Tanggung Jawab Belanja, dan
Bukti Transaksi.
Mekanisme pembayaran melalui SPP Definitif lebih baik dan akuntabel
dibandingkan mekanisme panjar karena barang/jasa diterima terdahulu baru
dilakukan pembayaran. Hal ini berarti dengan disetujuinya SPP Definitif oleh
kepala desa maka pertanggungjawaban belanja tersebut telah lengkap dan cukup.
Namun, mekanisme ini membutuhkan kepercayaan yang tinggi dari pihak
penyedia, serta tidak bisa diterapkan untuk lokasi penyedia yang jauh dari desa.
b. Pembayaran Melalui SPP Panjar Kegiatan
Berbeda dengan mekanisme SPP Definitif, SPP Panjar Kegiatan dilakukan
oleh pelaksana kegiatan untuk meminta uang dalam rangka akan melaksanakan
kegiatan. Hal ini berarti belum ada barang/jasa yang diterima. Jika dibandingkan
dengan mekanisme di pemerintah daerah, mekanisme ini seperti mekanisme
pembayaran Tambahan Uang Persediaan (TU). Pengajuan SPP Panjar Kegiatan
oleh Pelaksana Kegiatan dilampiri dengan Pernyataan Tanggung Jawab Belanja
dan Rencana Penggunaan Uang Panjar kegiatan.

6
Setelah uang panjar diterima, maka pelaksana kegiatan melakukan pengadaan/
pembelian. Atas pengadaan/pembelian tersebut maka diperoleh bukti‐bukti
transaksi. Bukti transaksi tersebut selanjutnya dipertanggungjawabkan
sebagaimana SPP definitif. Jika ada kelebihan uang panjar, maka kelebihan
tersebut diserahkan kembali kepada Bendahara Desa sebagai bagian
pertanggungjawaban SPP Panjar.
Bukti Transaksi Mekanisme pemberian panjar kepada pelaksana kegiatan
hanya dapat dilakukan apabila memenuhi kondisi yang dipersyaratkan yang cukup
ketat. Kondisi tersebut dapat berupa kondisi penyedia barang/jasa yang jauh atau
belum ada kepercayaan. Selain itu SPP panjar harus memenuhi persyaratan berupa
batasan tertentu seperti batasan jumlah dan batasan waktu pertanggungjawaban
panjar.
Mekanisme SPP Panjar Kegiatan memang memiliki risiko yang lebih besar
dibandingkan mekanisme SPP definitif karena bendahara desa melakukan
penyerahan uang kepada pelaksana kegiatan namun barang/jasa belum diterima.
Setelah SPP Panjar kegiatan terbit, masih ada langkah berikutnya berupa
pertanggungjawaban dari SPP Panjar untuk mengetahui pengeluaran definitif.
Mekanisme SPP Panjar Kegiatan dilakukan khususnya penyedia barang/jasa baru
atau belum memberikan kepercayaan kepada desa atau pun juga lokasi penyedia
barang /jasa yang jauh dari desa.
Sebagaimana disebutkan dalam bagian sebelumnya bahwa harus ada Peraturan
Bupati/Walikota yang mengatur mengenai prosedur pengajuan panjar, batasan
pembayaran secara kas, batasan uang panjar yang dapat diberikan kepada
pelaksana kegiatan, lamanya waktu proses pertanggungjawaban panjar oleh
pelaksana kegiatan, dan ketentuan lainnya terkait pemberian panjar (misalnya
diatur bahwa panjar tidak boleh diberikan untuk kegiatan yang sama jika atas
panjar sebelumnya belum dipertanggungjawabkan). Semua ketentuan tersebut
harus diperhatikan dan menjadi kriteria bagi Sekretaris Desa dalam melakukan
verifikasi permintaan panjar kegiatan.
Berikut adalah contoh ilustrasi pengaturan mengenai pemberian panjar.
• Batasan maksimal jumlah uang yang dapat dibayarkan secara kas kepada
pihak ketiga. Nilai pembayaran sebesar di atas Rp 10 juta harus dilakukan
melalui transfer langsung ke nomor rekening bank pihak ketiga oleh
7
Bendahara Desa. Hal ini berarti pembayaran yang nilainya dibawah Rp 10
juta dapat menggunakan kas tunai.
• Batasan maksimal jumlah uang panjar yang dapat diberikan kepada
pelaksana kegiatan adalah Rp 5 juta. Hal ini dimaksudkan agar Pelaksana
Kegiatan tidak memegang uang kas dalam jumlah besar sehingga bisa
menekan risiko kehilangan dan risiko lainnya.
• Batas waktu pertanggungjawaban panjar adalah maksimal 7 hari sejak uang
panjar diterima. Jika terdapat uang sisa panjar (belanja lebih kecil dari panjar
yang diberikan), maka sisa uang panjar tersebut segera disetorkan ke
Bendahara Desa bersamaan dengan pertanggungjawaban panjar.
• Panjar tidak boleh diberikan untuk kegiatan yang sama sebelum ada
pertanggungjawaban atas panjar sebelumnya.
• Penerimaan dan penyetoran sisa panjar harus dicatat dalam Buku Kas
Pembantu Kegiatan oleh Pelaksana Kegiatan. Pembayaran kepada pihak
ketiga dilakukan setelah barang dan jasa diterima. Selanjutnya Pelaksana
Kegiatan mengajukan SPP untuk dilakukan pengesahan belanjanya oleh
Kepala Desa.
• Pembayaran kepada pihak ketiga tersebut dilakukan atas kegiatan‐kegiatan
penyelenggaraan pemerintah desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat desa yang menjadi tanggung jawab Kepala Seksi
sebagai Pelaksana Kegiatan sesuai dengan bidang tugasnya masing‐masing.

C. PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN


Atas transaksi keuangan yang wajib dikenakan pajak, Bendahara Desa memiliki
kewajiban untuk melakukan pemotongan/pemungutan. Seluruh potongan/ pungutan pajak
tersebut wajib disetor ke Rekening Kas Negara sesuai ketentuan perpajakan. Kewajiban
tersebut harus dilaksanakan Bendahara Desa dimana jika tidak dilaksanakan maka
terdapat sanksi dan akan menjadi permasalahan/ temuan bagi pemeriksa di kemudian hari.
Transaksi keuangan yang dikenakan pajak antara lain terkait pembayaran belanja
barang, belanja jasa, dan honor. Jenis‐jenis pajak yang dipungut oleh Bendahara Desa
yaitu PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPN serta bea materai.
PPh 21 dikenakan atas pembayaran gaji, upah, dan honorarium yang diterima orang
pribadi. PPh 22 dipungut dari pengusaha/took atas pembayaran pembelian barang dengan
8
nilai transaksi di atas Rp2.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 1,5% di luar PPN (jika
ber‐NPWP). PPh 23 dipotong atas penghasilan yang diterima rekanan atas sewa (tidak
termasuk tanah dan bangunan) serta imbalan jasa manajemen, jasa teknik, jasa konsultan
dan jasa lain dengan tarif 2% tanpa ada batasan nilai transaksi, misalnya sewa kendaraan
atau sewa alat berat. PPh Pasal 4 ayat 2 merupakan PPh final yang dikenakan untuk sewa
tanah dan bangunan (tarif 10%), pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (tarif 5%)
dan jasa konsturksi (tarif 2%).
PPN dipungut atas pembelian barang/jasa kena pajak (BKP dan JKP) yang
jumlahnya di atas Rp1.000.000,00 tidak merupakan pembayaran yang terpecah‐pecah,
dengan tarif 10%, dengan catatan pembeliannya dilakukan kepada Pengusaha Kena Pajak
(PKP). Jika bukan PKP maka tidak dilakukan pemungutan PPN.
a. Pengenakan Pajak atas Belanja Barang (PPh Pasal 22 dan PPN)
Terhadap pembelian barang misalnya pembelian ATK, pembelian komputer,
printer dan meublair dikenakan pemungutan pajak PPh Pasal 22 dan PPN sesuai
ketentuan. PPN dikenakan jika barang tersebut masuk katagori Barang Kena Pajak
(BKP).
b. Pengenakan Pajak atas Belanja Jasa (PPh Pasal 23, Pasal 4 ayat 2 dan PPN)
Terhadap pengadaan jasa (non fisik) misalnya sewa, penggunaan jasa perbaikan
komputer, perbaikan AC, jasa biro iklan dikenakan pemotongan pajak PPh Pasal 23
dan PPN sesuai ketentuan. Jika jasa tersebut terkait konstruksi maka dikenakan PPh
Pasal 4 ayat 2 dan PPN sesuai ketentuan. Tidak ada batasan nilai untuk PPh pasal 23
dan PPh pasal 4 ayat 2. PPN dikenakan jika jasa tersebut masuk katagori Jasa Kena
Pajak (JKP).
c. Pengenakan Pajak atas Belanja Imbalan Penghasilan (PPh Pasal 21)
Terhadap pemberian imbalan penghasilan kepada orang pribadi misalnya Siltap,
tunjangan, honor kepada kepala desa, ketua DPD atau perangkat desa dikenakan
pemotongan pajak PPh Pasal 21 tanpa ada PPN. Pengenaan PPh pasal 21 tergantung
dari status/kondisi penerima imbalan tersebut. JIka penerimanya adalah PNS maka
dikenakan PPh Final. Jika bukan, maka dilihat besaran penghasilannya. PPh Pasal 21
dikenakan atas penghasilan yang melebihi dari Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Penghitungan PPh pasal 21 juga dibedakan antara penghasilan tetap dan
penghasilan tidak tetap.

9
d. Kewajiban Pemungutan Pajak Daerah
Khusus untuk pajak daerah seperti pajak restoran (saat pembelian konsumsi
makan‐minum), kewajiban pemungutannya disesuaikan dengan kondisi daerah
masing‐masing. Bendahara Desa dapat melakukan pemungutan pajak daerah tersebut
jika diberi amanat yang diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota. Peraturan ini juga
sekaligus menjadi acuan bagi Bendahara Desa terkait mekanisme tata cara
pemungutan, bukti pemungutan, pencatatan serta penyetorannya ke kas daerah. Jika
tidak ada peraturan yang mendasarinya maka Bendahara Desa tidak boleh melakukan
pemungutan dan penyetoran pajak daerah.

D. PELAKSANAAN PEMBIAYAAN DESA


Pelaksanaan pembiayaan desa yaitu proses penerimaan dan pengeluaran
pembiayaan desa sebagaimana yang telah tercantum dalam APBDesa. Pembiayaan desa
meliputi meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun‐tahun anggaran berikutnya.
SiLPA desa tahun sebelumnya sebagai penerimaan pembiayaan, penggunaanya
diatur dan disepakati dalam musyawarah desa. Begitu pun halnya dengan pengeluaran
pembiayaan seperti penyertaan modal pemerintah desa atau pembentukan Dana Cadangan
harus disepakati terlebih dahulu dalam musyawarah desa dan ditetapkan dalam Peraturan
Desa.
Pelaksanaannya penyertaan modal dilakukan melalui pengajuan SPP pembiayaan
yang diajukan oleh Kaur Keuangan, diverifikasi sekretaris desa untuk selanjutnya
disetujui oleh Kepala Desa. Setelah disetujui oleh kepala desa, bendahara desa
selanjutnya mengeksekusi dengan mentrasfer ke rekening dana cadangan ataupun ke
rekening BUMDes penerima.

E. KASUS
KORUPSI DANA DESA MENGWITANI, MANTAN PERBEKEL DIPENJARA
Majelis hakim pimpinan I Wayan Sukanila akhirnya menghukum I Made Rai Sukadana,
selama setahun tiga bulan atau 15 bulan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar,
Rabu (24/1) malam. Selain itu, mantan Perbekel Mengwitani itu juga dihukum membayar
denda Rp 100 juta subsider satu bulan kurungan.
10
Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya JPU Wayan Suardi dkk.,
menuntut supaya terdakwa dihukum satu tahun enam bulan (1,5 tahun). Mantan perbekel
yang didakwa atas korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang
merugikan negara hingga Rp 1.227.031.888,06, juga dituntut membayar denda Rp 100
juta subsider tiga bulan kurungan. Terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana yang
telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU
No.31 Tahun 1999 tentang tipikor, jo Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP jo Pasal 64 ayat
(1) KUHP.
Tipikor Denpasar. Selain Rai Sukadana yang saat itu menjabat Perbekel Mengwitani, ada
terdakwa Ni Wayan Nestri selaku Kaur Keuangan masih menjalani proses persidangan
dengan agenda pembuktian di Pengadilan Tipikor Denpasar. Sedangkan Ni Kadek
Wirastini selaku staf pembantu Kaur Keuangan Desa Mengwitani sudah divonis bersalah
oleh hakim tipikor dan dipidana penjara selama empat tahun. Perbuatan terdakwa
bertentangan dengan asas pengelolaan keuangan negara, akuntabilitas, profesional dan
proporsional, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.

11
DAFTAR PUSTAKA

Pengelolaan Keuangan Desa. 2016. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP
https://bali.bpk.go.id/wp-content/uploads/2018/02/Korupsi-Dana-Desa-Mengwitani-Mantan-
Perbekel-Dipenjara.pdf diakses pada tanggal 15 Maret 2021

12

Anda mungkin juga menyukai