Anda di halaman 1dari 60

ِ ‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر‬

‫َّحيم‬

NAMA : ERIZA REZEKI


NPM : 19010050
PRODI : S1(KESEHATAN MASYARAKAT)
SEMESTER : 3(GANJIL)
MK : PATOLOGI UMUM

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


(STIKes) PAYUNG NEGERI ACEH DARUSSALAM TAHUN AJARAN
(2021-2022)
PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI KELAINAN STRUKTUR
DAN FUNGSI TUBUH

Patologi merupakan ilmu yang mempelajari penyakit. Patologi merupakan cabang ilmu
kedokteran yang berkaitan dengan ciri-ciri dan perkembangan penyakit melalui
analisis
perubahan fungsi atau kondisi dari bagian tubuh.
Bidang patologi terdiri atas patologi anatomi dan patologi klinik. Ahli patologi anatomi
membuat kajian dengan menganalisis jaringan, struktur atau organ. Ahli patologi klinik
mengkaji
pada perubahan pada fungsi yang nyata pada fisiologi tubuh. Patologi seperti
diketahui
merupakan basis ilmiah untuk dapat memahami seluk beluk penyakit dan gangguan dalam
tubuh
manusia. Sebagai landasannya, kita perlu mengetahui konsep sel dalam keadaan normal
(biologi
sel) karena individu makhluk hidup, termasuk tubuh manusia tersusun dari sel. Kesehatan
individu berawal dari kesehatan sel-sel tubuh tersebut. Dan jika terjadi disfungsi sejumlah sel
(terutama sel-sel/ jaringan yang penting) maka akan timbul penyakit.
Patogenesis penyakit menyatakan perkembangan, kelangsungan atau evolusi penyakit.
Patogenesisnya mencakup bagaimana mekanisme terjadinya penyakit, serta
mekanisme
timbulnya kelainan-kelainan akibat penyakit tersebut.
Patofisiologi membahas aspek perubahan yang terjadi pada berbagai fungsi tubuh akibat
adanya penyakit

A.Konsep Kenormalan Struktur dan Fungsi Tubuh


Definisi tentang normal sangatlah sulit untuk dirumuskan. Setiap parameter hasil suatu
pengukuran mempunyai nilai rata-rata yang dianggap normal.
Besarnya nilai normal ini untuk setiap idividu tidaklah sama. Perbedaan ini disebabkan oleh :
1. Susunan gen dan genetik setiap individu yang berbeda beda satu dengan yang lainnya
2.Setiap individu memiliki pengalaman hidup yang saling berbeda yang disebabkan oleh
interaksi dengan lingkungan disekitarnya
3.Adanya perbedaan pengendalian fungsi mekanisme dalam tubuh yang disebabkan oleh
perbedaan makanan, minuman, aktivitas dan sebagainya. Misalkan terjadi peningkatan tekanan
pada seseorang karena suatu sebab, belum tentu hal ini dianggap hypertensi, selama masih
dalam rentang nilai normal. Demikian pula misalnya terjadi peningkatan kadar glukosa dalam
darah, tidak selalu dikatakan sebagai diabetas, selama berada dalam rentang nilai normal.

B.Konsep Ketidaknormalan Struktur dan Fungsi Tubuh


Ketidaknormalan berkaitan dengan penyakit. Penyakit dapat didefinisikan
sebagai
perubahan dalam diri seseorang yang dapat menyebabkan perubahan pada
parameter
kesehatannya diluar retang nilai normal.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan etiologi adalah faktor penyebab terjadinya
penyakit seperti misalnya : kuman, umur, status gizi dan sebagainya. Patogenesis merupakan
proses perjalanan terjadinya penyakit.
Pada awal perkembangan suatu penyakit, mula-mula etiologi yang ada menyebabkan
pada proses biologis didalam tubuh manusia, dan perubahan pada tahap ini hanya dapat
dideteksi
dengan melakukan pemeriksaan dalam laboratorium terhadap cairan tubuh ( terjadi perubahan
pada kimia darah ).
Stadium ini dikenal sebagai stadium subklinis, dimana pada stadium ini penderita masih
tampak normal, tetapi proses perjalanan penyakit sudah dimulai. Struktur dan fungsi organ-
organ
dalam tubuh manusia mempunyai cadangan keamanan yang cukup besar, sehingga gangguan
pada fungsi organ akan menjadi lebih jelas bila penykit itu telah memberikan perubahan secara
anatomis. Gangguan-gangguan pada proses biologis ini akan memberikan gejala dan tanda-
tanda
suatu penyakit.

Klasifikasi penyakit :
Klasifikasi penyakit yang paling sering adalah berdasarkan pada patogenesis atau mekanisme
terjadinya penyakit, yaitu :

1.Penyakit kongenital
Penyakit ini dimulai sebelum lahir, tetapi sebagian baru memberikan gejala dan tanda-
tanda klinis setelah individu terjangkit menginjak dewasa.
Biasanya penyakit ini disebabkan oleh defek ( kerusakan ) genetik, baik yang diturunkan
dari kedua orang tuanya, maupun oleh karena mutasi genetik sebelum lahir atau faktor-faktor
luar yang menggangu pertumbuhan dari embrio atau fetus.
Defek pada genetik misalnya : cystik fibrosis, thallasemia, dan sebagainya, sedangkan
defek non genetik misalnya : kelainan pada jantung sebagai akibat infeksi fetus pada ibu yang
kena rubella waktu hamil.

2.Penyakit yang didapat ( acquired )


Penyakit yang biasanya disebabkan oleh faktor lingkungan sekitar dan pembagiannya
berdasarkan patogenesanya adalah :
a)Penyakit radang
Radang adalah respon fisiologis jaringan yang hidup terdapat adanya rangsangan yang
merugikan.
Pemberian nama biasanya didasarkan pada organ yang terkena dan ditabah
akhiran “itis”, misalnya : tosilitis ( tonsil ), appendisitis ( appendix ), dermatitis ( kulit ), dsb.
Kadang-kadang ada pula pemberian nama yang menyimpang dari konsep tersebut, misalnya:
sifilis, tuberkulosis, leprosi, dan sebagainya.
Bentuk keradangan yang terjadi biasanya bermacam-macam tergantung : penyebab respon
tubuh dan target orang yang terkena.
b)Gangguan vaskulair
Penyakit ini disebabkan oleh karena gangguan aliran darah baik yang dari ke atau
didalam
organ tersebut. Pengurangan aliran darah ini berakibat iskhemia dan bila berlangsung lama
akan aterjadi kematian jaringan yang disebut infark, misalnya : infark miokard (serangan
jantung ), infrak otak ( strok ), ganggren pada tungkai, syok/kegagalan sirkulasi.

c)Gangguan pertumbuhan
Penyakit ini disebabkan oleh pertumbuhan yang abnormal termasuk adaptasi
terhadap
perubahan pada lingkunga, misalnya : pembesaran jantung (hipertrophi ) karena tekanan
darah yang tinggi, neoplasma ( keganasan ), leukemia, dsb.
d)Ruda paksa dan perbaikan
Termasuk dalam kelompok ini adalah penyakit yang disebabkan oleh ruda paksa atau
trauma. Kelainan yang terjadi tergantung pada sifat dan besarnya trauma tersebut dan
respons tubuh terhadap respons tersebut. Perbaikan dari kelompok penyakit ini sangat
tergantung pada : usia, gizi, mobilitas/tidaknya infeksi, dbs.

e)Gangguan metabolisme dan degeneratif


Sebagian dari kelompok penyakit ini ada yang merupakan kelainan kongenital yang
diturunkam mulai gen yang rusak dari kedua orang tuanya, seperti misalnya : diabet millitus,
gout artritis, dsb dan dapat pula sebagai kelainan sekunder akibat penyakit lain seperti
misalnya : hiperkalsemia, hipertiroid, dsb.

f)Penyakit iatrogenik
Merupakan suatu kelompok penyakit yang disebabkan oleh tidakan medis untuk
pengobatan. Yang palin sering adalah yang disebabkan oleh efek samping atau reaksi obat.
Beberapa penyakit iatrogenik misalnya : hepatitis, aids yang disebabkan oleh transfusi,
penyakit akibat radiasi pada terapi kanker, dsb.

Sitem pemberiaan nama pada penyakit :


1.Primer dan sekunder
Tujuan dari pemberian nama primer dan sekunder pada penyakit adalah ;
a)
Menjelaskan penyebab dari suatu penyakit
Istilah primer biasanya diberikan untuk penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara
jelas. Nama lain yang sering dipakai adalah : essensial, idiophatik, kriptogenik. Hypertensi
primer : artinya meningkatkan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan
istilah sekunder biasnya dipakai untuk penyakit yang terjadi sebagai akibat komplikasi atau
manifestasi beberapa lesi.
b)
Membedakan stadium permulaan atau stadium lanjut dari suatu penyakit. Hal ini terutama
penyakit kanker, tumor primer artinya tumor yang mula-mula, sedangkan tumor yang terjadi
sebagai akibat penyebaran dari tumor primer disebut tumor sekunder.

2.Akut dan kronis


Tujuan dari pemberian istilah akut dan kronis adalah untuk menerangkan perkembangan
suatu penyakit. Istilah akut berarti perjalanan penyakit cepat dan diikuti resolusi yang cepat
(tidak selalu tetapi sering kali), sedangkan istilah krois biasanya untuk penyakit dengan proses
yang agak tersembunyi dan berlangsung lama sampai bulan/ tahunan.
3.
Jinak dan ganas
Istilah ini sering digunakan pada penyakit dengan keganasan, jinak biasanya digunakan.
Keganasan masih berada pada jaringan asal dan sangat jarang mematikan, kecuali bila
mendesak.
Organ-organ vital seperti misalnya : otak. Sedabgkan istilah ganas biasanya dipakai bila tejadi
infiltrasi dan penyebaran dari tempat asal dan sering berakibat fatal. Hypertensi benig berarti
peningkatan tekanan darah yang ringan dan berkembang perlahan-lahan serta
bertahap.
Sedangkan hypertensi maligna berarti peningkatan tekanan darah dengan cepat dan
memberikan
gejala serta kerusakan jaringan yang berat.
4.
Penambahan awalan
Pemberian nama penyakit/ kelainan dapat pula dilakukan dengan memberikan
penambahan
Awalan, yang mempunyai arti tersendiri seperti misalnya :
Ana.....
: tidak ada/ absen : anaphilasis
Dis......
: kelainan/ penyimpangan : displasia
Hyper...
: diatas normal/ kelebihan : hypertyroid, hyperglykemi
Hypo...
: dibawah normal : hypotyroid, hypoglykemi
Meta....
: perubahan bentuk : metaplasia
5.
Penambahan akhiran
Pemberiaan nama pada penyakit dapat pula dilakukan dengan memberikan penambahan
a
khiran yang juga mempunyai arti terrsendiri seperti misalnya :
.......itis
: keradangan :apendicitis, pleuritis
.......oma
: tumor : karsinoma, hemangioma
.......osis
: keadaan/ kondisi yang tak selalu patologi : osteoartrosis
.......oid
: mirip sesuatu : rheumatoid
.......penia
: tidak ada :leukophenia, trombositopenia
.......sitosis
: peningkatan diatas normal :leukositosis
.......ektasis
: pembesaran/ pelebaran :bronkhiektasis
.......plasia
: kelainan pertumbuhan : hyperplasia
.......opati
: bentuk abnormal yang kehilangan karakteristiknya : lympadenophati
6.
Nama eponimosa
Pemberian nama pada penyakit/ kelainan sesuai dengan nama orang yang menemukan,
otau sesuai dengan penderita pertama atau juga sesuai dengan tempatnya.
Misalnya : penyakit grave’s diseases, hodgkin diseases.
7.
Sindroma
Kumpulan dari tanda-tanda dan gejala atau kombinasi suatu lesi. Biasanya dipakai
eponimosa : syndroma cushing : obese, hirsutisme, hypertensi
Syndroma nephrotik : albuminuri, oedema.
8.
Sistem koding angka
Sistem ini lebih berhubungan dengan epidemiologa, biasanya setiap penyakit/ kelainan
akan diberi nomer sesuai dengan kesepakatan masing-masing.
Beberapa sistem pemberian nomer yang ada ialah :
ICO
: Internasional Classiification
of
Diseases
WHO
: World Health Organisation
SNOP
: Systematized Nomenclature
of
Pathologi
SNOMED
: Systematized Nomenclature
of
Medicine
SNOP dan SNOMED ini biasanya dipakai di USA
Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari sifat penyakit pada populasi tertentu.
Yang dipelajari biasanya :
Insidens rate
: jumlah kasus baru suatu penyakit pada populasi dan periode tertentu
Prevalence rate
: jumlah penyakit pada populasi dan periode tertentu, (kasus baru dan kasus
lama).
Remission rate
: jumlah penyakit/ kasus yang sembuh pada populasi dan periode tertentu.
Mortality rate
: jumlah kematian dari suatu penyakit pada papulasi tertentu.
Manfaat dari epidemiologi ini adalah :
1.
Memberi petunjuk kepada etiologi/ penyebab dari penyakit tertentu.
2.
Membantu menyusun rencana upayah pencegahan terhadap penyakit tertentu.
3.
Membantu penyediaan fasilitas medis yang cukup
4.
Untuk program skrining kesehatan
Pada penyakit kronis biasanya didapatkan prevalensi penyakit yang tinggi, walaupun
insidensnya rendah, sedangkan pada penyakit yang bersifat akut biasanya didapatkan insidens
yang tinggi dengan prevalensi yang rendah. Hal ini disebabkan karena penyakit akut biasanya
memberikan penyembuhan yang sempurna, misalnya : cacar air
C.
Pengaruh Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Terhadap Gangguan Struktur dan Fungsi
Tubuh
Yang termasuk dalam faktor ekstrinsik misalnya: kuman penyebab infeksi, truma
mekanis, bahan kimia beracun, radiasi, suhu yang ekstrem, gizi, stres psikologis
dan sebagainya.
Sedangkan faktor intrinsik : umur, jenis kelamin, kelainan-kelainan akibat penyakit sebelumnya,
d
an sebagainya.
Kedua faktor ini selalu berinteraksi sehingga timbul suatu spektrum yang luas dengan
titik ekstrem pada kedua ujungnya, yaitu faktor ekstrinsik diujung yang satu, dan yang intrinsik
difaktor yang lain.
Apabila faktor intrinsik yang dominan maka disebut sebagai penyakit keturunan. Trauma
pada kecelakaan lalu lintas yang dominan adalah faktor ekstrinsik tidak ada faktor keturunan,
sedangkan pada penyakit infeksi yang lebih dominan adalah faktor ekstrinsik, tetapi pengaruh
umur, daya tahan tubuh ( faktor intrinsik ) tetap ada.

 
Apoptosis
b? :alur $nstrinsik >Mitokondria?
Permeabilitas mitokondria meninngkat, dan molekul pro-apoptoti k dilepaskan ke 
dalamsitoplasmaF reseptor kematian tidak terlibat. "da lebih dari 9 protein familil +cl-
yanngnormalnnya berfungsi mengatur apoptosisF dua protein anti-apoptotik utama adalah +cl-
dan +cl-. Ketika sel kehilangan sinyal untuk bertahan hidup atau menngalami stres, +cl-dan
+cl- akan hilang dari membrane mitokondria dan digantikan oleh anggota pro-
apoptotikfammili teersebut >misalnya, +ak, +a, dan +im? dengan penurunan
kadar +cl-5+cl-,permeabilitas membran mitokondria meningkat, mengeluarkan beberapa
protein yang dapatmengakti fk an kaspase. Sebagai contoh, sitokrom c yang dilepaskan
akan terikat denganprotein "paf- >apoptosis acti(ating factor-? dan kompleks ini memicu
akti(asi kaspase-8.$nti dari jalur intrinsik adalah adanya keseimbangan antara molekul
proapoptik dan molekulprotektif yanng mengatur permeabillitas mitokondria.? &intasan
%ksekusiKaspase proteolitik fase eksekusi sangat dilestarikan pada semua spesiesF istilah
kaspase,huruf CcD mengacu pada tempat aktif sistein dan CaspaseD mengacu pada
kemampuan unikuntuk memecah residu asam aspartat. Kaspase dibagi menjadi dua
kelompok dasar yaitu,inisiator dan eksekusioner menurut urutan akti(asinnya selama proses
apoptosis. Kaspaseberti ndak sebagai proenim inakti f dan harus menjalani
pemecahan agar menjadi akti f*tempat pemecahan dapat terhidrolisis oleh kaspase lain
atau secara autokatalitik.
+egitukaspase inisiator diakti fk an, program kemati an mulai berjalan melalui akti (asi 
kaspaselainnya yanng berjalan dengan cepat dan sekuensial. Kaspase eksekusioner bekeerja
padab a n y a k   k o m p o n e n   s e l *   e n  i m   i n i   m e m e c a h   p r o t e i n   y a n g   t e r l i b a t   d a l a
m   tt e r a n s k r i p s i , rreplikasi 4#",
dan perbaikan 4#"F secara khusus, kaspase-/ mengakti fk an 4#"asesitoplasmik
sehingga terjadi pemecahan 4#" intranukleus yang khas. 
30
 
Apoptosis
31
 
Apoptosis
+eberapa gejala bisa diamati meski tidak selalu menjadi petunjuk infeksi EPJ. Keputihanatau
mengeluarkan sedikit darah setelah melakukan hubungan inti m adalah sedikit
tandagejala dari kanker ini. Selain itu, adanya cairan kekuningan yang berbau di area genital
jugabisa menjadi petunjuk infeksi EPJ. Jirus ini dapat menular dari seorang penderita
kepadaorang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui kontak langsung
dankarena hubungan seks.Keti ka terdapat (irus ini pada tangan seseorang, lalu
menyentuh daerah genital, (irus
inia k a n   b e r p i n d a h   d a n   d a p a t   m e n g i n f e k s i   d a e r a h   s e r ( i k s   a t a u   l e h e r   r a h i m  
" n d a .   @ a r a penularan lain adalah di closet pada W@ umum yang sudah terkontaminasi (irus
ini. Seorangpenderita kanker ini mungkin menggunakan closet, (irus EPJ yang terdapat pada
penderitaberpindah ke closet. +ila "nda menggunakannya tanpa membersihkannya,
bisa saja (iruskemudian berpindah ke daerah genital "nda.
'isiko menderita kanker serviks adalah 8anita yang aktif berhubungan seks sejak usiasangat
dini-
 yang sering berganti pasangan seks, atau yang berhubungan seks dengan
pria yang suka berganti pasangan. ;aktor penyebab lainnya adalah menggunakan pil K+ dalam ja
ngka 1aktu lama atau berasal dari keluarga yang memiliki ri1ayat penyakit kanker.
7ara deteksi 1G EA
$J" yaitu singkatan dari $nspeksi Jisual dengan "sam asetat. Metode pemeriksaan
denganmengoles ser(iks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah
adakelainan seperti area ber1arna putih. :ika tidak ada perubahan 1arna, maka dapat
dianggaptidak ada infeksi pada ser(iks. "nda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga
relatifmurah. $ni dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini.
G Pap smear
67
 
Apoptosis
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat
untukmengambil sedikit sampel sel-sel ser(iks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akandianalisa di laboratorium.
G 0hin prep
Metode 'hin prep lebih akurat dibanding Pap smear. :ika Pap smear hanya mengambilsebagian
dari sel-sel di ser(iks atau leher rahim, maka 'hin prep akan memeriksa seluruhbagian ser(iks
atau leher rahim. 'entu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.
G Kolposkopi
:ika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan 
a d a n y a   i n f e k s i   a t a u kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan
menggunakan alat yang dilengkapilensa pembesar untuk mengamati
bagian yang terinfeksi. 'ujuannya untuk menentukanapakah ada lesi atau jaringan yang
tidak normal pada ser(iks atau leher rahim.
Pen!egahan Kanker Serviks

hindari faktor resiko yaitu berganti pasangan seksual lebih dari satu danberhubungan seks
diba1ah usia 9.

+agi 1anita yang aktif secara seksual, atau sudah pernah berhubungan seksual,dianjurkan untuk
melakukan tes EPJ, Pap Smear, atau tes $J", untuk mendeteksikeberadaanEuman Papilloma
Jirus >EPJ?, yang merupakan biang keladi daritercetusnya penyakit kanker ser(iks.

+agi 1anita yang belum pernah berhubungan seks, atau anak-anak perempuan danlaki-laki yang
ingin terbentengi dari serangan (irus EPJ, bisa menjalani (aksinasiEPJ. Jaksin EPJ dapat
mencegah infeksi EPJ tipe 3 dan 7. 4an dapat diberikanmulaidari usia 8-3 tahun, dalam
bentuk suntikan sebanyak / kali >9--3 bulan?. 4anbiayanya pun terbilang murah.
68
 
Apoptosis

Menjaga pola makan seimbang dan bergii, serta menjalani gaya hidup sehat>berolahraga?.
Pengobatan Kanker Seviks
Pengobatan Kanker Se(iks dapat dilakukan dengan pembedahan >pengangkatan leher
rahim,indung telur
dan seluruh jaringan di sekitarnya?, adioterapi dan Kemoterapi. 'ingkatkeberhasilan
pengobatan ini tentunya tergantung dari tingkatan kanker ser(iks yang dialamioleh si penderita.
Interaksi gen-lingkungan (atau interaksi genotipe-lingkungan atau GxE atau G × E ) adalah
ketika dua genotipe yang berbeda merespons variasi lingkungan dengan cara yang
berbeda. Sebuah norma reaksi adalah grafik yang menunjukkan hubungan
antara gen dan faktor lingkungan ketika perbedaan fenotipik yang terus menerus. [1]Mereka
dapat membantu menggambarkan interaksi GxE. Ketika norma reaksi tidak sejajar, seperti yang
ditunjukkan pada gambar di bawah, terdapat interaksi gen melalui lingkungan. Ini menunjukkan
bahwa setiap genotipe merespons variasi lingkungan dengan cara yang berbeda. Variasi
lingkungan dapat berupa fisik, kimiawi, biologi, pola perilaku atau peristiwa kehidupan. [2]

Norma reaksi ini menunjukkan garis yang tidak sejajar yang menunjukkan suatu gen dengan
interaksi lingkungan. Setiap genotipe merespons variasi lingkungan dengan cara yang berbeda.
Interaksi gen-lingkungan dipelajari untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang
berbagai fenomena. Dalam epidemiologi genetik , interaksi gen-lingkungan berguna untuk
memahami beberapa penyakit . Terkadang, kepekaan terhadap faktor risiko lingkungan untuk
suatu penyakit diturunkan daripada penyakit itu sendiri yang diturunkan. Individu dengan
genotipe yang berbeda dipengaruhi secara berbeda oleh paparan faktor lingkungan yang sama,
dan dengan demikian interaksi gen-lingkungan dapat menghasilkan fenotipe penyakit yang
berbeda. Misalnya, paparan sinar matahari memiliki pengaruh yang lebih kuat
pada risiko kanker kulit pada manusia berkulit putih dibandingkan pada individu dengan kulit
lebih gelap . [3]
Interaksi ini menjadi perhatian khusus bagi ahli epidemiologi genetik untuk memprediksi tingkat
penyakit dan metode pencegahan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. [2] Istilah ini
juga digunakan di kalangan psikobiolog perkembangan untuk lebih memahami perkembangan
individu dan evolusi. [4]
Perdebatan tentang alam versus pengasuhan mengasumsikan bahwa variasi dalam suatu sifat
terutama disebabkan oleh perbedaan genetik atau perbedaan lingkungan. Namun, pendapat
ilmiah saat ini berpendapat bahwa baik perbedaan genetik maupun perbedaan lingkungan tidak
semata-mata bertanggung jawab untuk menghasilkan variasi fenotipik, dan bahwa hampir
semua sifat dipengaruhi oleh perbedaan genetik dan lingkungan. [5] [6] [7]
Analisis statistik dari perbedaan genetik dan lingkungan yang berkontribusi pada fenotipe harus
digunakan untuk mengkonfirmasi ini sebagai interaksi gen-lingkungan. Dalam genetika
perkembangan, interaksi kausal cukup untuk mengkonfirmasi interaksi gen-lingkungan. [8]
Isi
Sejarah definisi
Sejarah mendefinisikan interaksi gen-lingkungan berasal dari tahun 1930-an dan tetap menjadi
topik perdebatan hingga saat ini. Perdebatan pertama terjadi antara Ronald Fisher dan Lancelot
Hogben . Fisher berusaha untuk menghilangkan interaksi dari studi statistik karena itu adalah
fenomena yang dapat dihilangkan dengan menggunakan variasi skala. Hogben percaya bahwa
interaksi harus diselidiki daripada dihilangkan karena memberikan informasi tentang penyebab
dari elemen perkembangan tertentu.
Argumen serupa dihadapi banyak ilmuwan pada 1970-an. Arthur Jensen mempublikasikan
penelitiannya “ Seberapa besar kita dapat meningkatkan IQ dan prestasi akademis? “, Yang di
antara banyak kritik juga dihadapi oleh ilmuwan Richard Lewontin dan David Layzer . Lewontin
dan Layzer berpendapat bahwa untuk menyimpulkan mekanisme kausal, interaksi gen-
lingkungan tidak dapat diabaikan dalam konteks penelitian, sementara Jensen berpendapat
bahwa interaksi murni fenomena statistik dan tidak terkait dengan perkembangan. [9]
Sekitar waktu yang sama, Kenneth J. Rothman mendukung penggunaan definisi statistik untuk
interaksi sementara peneliti Kupper dan Hogan percaya definisi dan keberadaan interaksi
bergantung pada model yang digunakan. [10]
Kritik terbaru dipicu oleh studi Moffitt dan Caspi tentang 5-HTTLPR dan stres serta pengaruhnya
terhadap depresi. Berbeda dengan perdebatan sebelumnya, Moffitt dan Caspi sekarang
menggunakan analisis statistik untuk membuktikan bahwa interaksi ada dan dapat digunakan
untuk mengungkap mekanisme sifat kerentanan. Perselisihan datang dari Zammit, Owen dan
Lewis yang menegaskan kembali kekhawatiran Fisher bahwa efek statistik tidak terkait dengan
proses perkembangan dan tidak akan dapat direplikasi dengan perbedaan skala. [9]
Definisi
Ada dua konsepsi yang berbeda tentang interaksi gen-lingkungan saat ini. Tabery [11] telah
diberi label mereka biometrik dan perkembangan interaksi, sementara
Sesardic [12] menggunakan istilah statistik dan akal sehat interaksi.
Konsepsi biometrik (atau statistik) berawal dari program penelitian yang berupaya mengukur
proporsi relatif dari kontribusi genetik dan lingkungan terhadap variasi fenotipik dalam
populasi. Interaksi gen-lingkungan biometrik memiliki mata uang tertentu dalam genetika
populasi dan genetika perilaku . [11] Setiap hasil interaksi dalam pemecahan aditif efek
utama dari hereditas dan lingkungan, tetapi apakah interaksi tersebut hadir dalam pengaturan
tertentu adalah pertanyaan empiris. Interaksi biometrik lebih relevan dalam konteks penelitian
tentang perbedaan individu daripada dalam konteks perkembangan organisme tertentu. [4]
Interaksi gen-lingkungan perkembangan adalah konsep yang lebih umum digunakan oleh ahli
genetika perkembangan dan psikobiolog perkembangan . Interaksi perkembangan tidak dilihat
hanya sebagai fenomena statistik. Apakah interaksi statistik ada atau tidak, interaksi
perkembangan dalam hal apapun dimanifestasikan dalam interaksi kausal gen dan lingkungan
dalam menghasilkan fenotipe individu. [4]
Model epidemiologi GxE

Dalam epidemiologi, model berikut dapat digunakan untuk mengelompokkan interaksi yang
berbeda antara gen dan lingkungan.

Model A menggambarkan genotipe yang meningkatkan tingkat ekspresi faktor risiko tetapi
tidak menyebabkan penyakit itu sendiri. Misalnya, gen PKU menghasilkan tingkat fenilalanin
yang lebih tinggi dari biasanya yang pada gilirannya menyebabkan keterbelakangan mental.

Sebaliknya, faktor risiko dalam Model B berpengaruh langsung terhadap kerentanan penyakit
yang diperkuat oleh kerentanan genetik. Model C menggambarkan kebalikannya, di mana
kerentanan genetik secara langsung mempengaruhi penyakit sementara faktor risiko
memperkuat efek ini. Dalam setiap situasi independen, faktor yang secara langsung
mempengaruhi penyakit dapat menyebabkan penyakit dengan sendirinya.

Model D berbeda karena tidak ada faktor dalam situasi ini yang dapat mempengaruhi risiko
penyakit, namun, ketika kerentanan genetik dan faktor risiko ada, risikonya
meningkat. Misalnya, gen defisiensi G6PD bila dikombinasikan dengan konsumsi kacang fava
menyebabkan anemia hemolitik. Penyakit ini tidak muncul pada individu yang makan kacang
fava dan kekurangan G6PD atau pada orang yang kekurangan G6PD yang tidak makan kacang
fava.

Terakhir, Model E menggambarkan skenario di mana faktor risiko lingkungan dan kerentanan
genetik secara individu dapat mempengaruhi risiko penyakit. Namun, jika digabungkan, efek
pada risiko penyakit berbeda.

Model-model tersebut dibatasi oleh fakta bahwa variabel-variabelnya biner dan oleh karena itu
jangan mempertimbangkan skenario variabel berskala poligenik atau kontinu. [2]
Metode analisis
Desain genetik tradisional
Studi adopsi
Studi adopsi telah digunakan untuk menyelidiki seberapa mirip individu yang telah diadopsi
dengan orang tua biologis mereka yang lingkungannya tidak sama dengan mereka. Selain itu,
individu yang diadopsi dibandingkan dengan keluarga angkat mereka karena perbedaan gen
tetapi lingkungan yang sama. Misalnya, sebuah studi adopsi menunjukkan bahwa pria Swedia
dengan lingkungan adopsi yang kurang beruntung dan kecenderungan genetik lebih cenderung
untuk menyalahgunakan alkohol. [13]
Studi kembar
Menggunakan kembar monozigot , efek lingkungan yang berbeda pada genotipe identik dapat
diamati. Studi selanjutnya memanfaatkan teknik pemodelan biometrik untuk memasukkan
perbandingan kembar dizygotic untuk pada akhirnya menentukan tingkat ekspresi gen yang
berbeda di lingkungan yang berbeda. [13]
Studi keluarga
Penelitian berbasis keluarga berfokus pada perbandingan kontrol risiko rendah dengan anak
risiko tinggi untuk mengetahui pengaruh lingkungan pada subjek dengan tingkat risiko genetik
yang berbeda. Misalnya, sebuah penelitian di Denmark pada anak-anak berisiko tinggi dengan
ibu yang menderita skizofrenia menggambarkan bahwa anak-anak tanpa pengasuh yang stabil
dikaitkan dengan peningkatan risiko skizofrenia. [13]
Analisis molekuler
Interaksi dengan gen tunggal
Metode yang sering digunakan untuk mendeteksi interaksi gen-lingkungan adalah dengan
mempelajari pengaruh variasi gen tunggal ( kandidat gen ) terhadap lingkungan
tertentu. Polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) dibandingkan dengan faktor paparan biner
tunggal untuk menentukan efek apa pun.
Studi kandidat seperti ini memerlukan hipotesis biologis yang kuat yang saat ini sulit untuk
dipilih mengingat sedikit pemahaman tentang mekanisme biologis yang mengarah pada risiko
yang lebih tinggi.

Studi ini juga seringkali sulit untuk direplikasi karena ukuran sampel yang kecil yang biasanya
menghasilkan hasil yang diperdebatkan.

Sifat poligenik fenotipe kompleks menunjukkan studi kandidat tunggal bisa jadi tidak efektif
dalam menentukan berbagai efek skala yang lebih kecil dari sejumlah besar varian gen yang
mempengaruhi. [14]
Interaksi dengan banyak gen
Karena faktor lingkungan yang sama dapat berinteraksi dengan banyak gen, pendekatan
poligenik dapat digunakan untuk menganalisis interaksi GxE. Sebuah skor poligenik yang
dihasilkan menggunakan alel terkait dengan sifat dan bobot masing-masing berdasarkan efek
dan diperiksa dalam kombinasi dengan paparan lingkungan. Meskipun metode penelitian ini
masih awal, namun tetap konsisten dengan gangguan kejiwaan. Sebagai hasil dari tumpang
tindih endofenotipe di antara gangguan, hal ini menunjukkan bahwa hasil interaksi gen-
lingkungan dapat diterapkan di berbagai diagnosis. [14]
Studi asosiasi genom dan studi interaksi genom
Pendekatan Genome Wide Interaction Scan (GEWIS) menguji interaksi antara lingkungan dan
sejumlah besar SNP independen. Pendekatan yang efektif untuk studi yang mencakup semua ini
terjadi dalam dua langkah di mana genom pertama kali disaring menggunakan tes tingkat gen
dan analisis set gen berbasis jalur. Langkah kedua menggunakan SNP dengan asosiasi G – E dan
tes untuk interaksi. [15]
Hipotesis kerentanan diferensial telah ditegaskan kembali melalui pendekatan luas genom. [16]
Kontroversi
Kurangnya replikasi
Perhatian khusus dengan studi interaksi gen-lingkungan adalah kurangnya reproduktifitas. Studi
tentang sifat-sifat yang kompleks secara khusus telah diteliti untuk menghasilkan hasil yang
tidak dapat direplikasi. Misalnya, studi tentang gen 5-HTTLPR dan stres yang mengakibatkan
risiko depresi yang dimodifikasi memiliki hasil yang bertentangan. [17] [15]
Penjelasan yang mungkin di balik hasil yang tidak konsisten ini adalah penggunaan beberapa
pengujian secara berlebihan. Studi disarankan untuk menghasilkan hasil yang tidak akurat
karena penyelidikan beberapa fenotipe dan faktor lingkungan dalam percobaan individu. [15]
Model aditif vs perkalian
Ada dua model berbeda untuk skala pengukuran yang membantu menentukan apakah interaksi
gen-lingkungan ada dalam konteks statistik. Ada ketidaksepakatan tentang skala mana yang
harus digunakan. Di bawah analisis ini, jika variabel gabungan cocok dengan salah satu model
maka tidak ada interaksi. Efek gabungan harus lebih besar untuk sinergis atau kurang dari untuk
hasil antagonis. Model aditif mengukur perbedaan risiko sedangkan model perkalian
menggunakan rasio untuk mengukur efek. Model aditif telah disarankan agar lebih sesuai untuk
memprediksi risiko penyakit dalam suatu populasi sementara model multiplikasi lebih sesuai
untuk etiologi penyakit. [2]
Epigenetik adalah contoh mekanisme yang mendasari efek gen-lingkungan, namun tidak
menyimpulkan apakah efek lingkungan bersifat aditif, multiplikasi atau interaktif. [13]
Interaksi lingkungan gen "×" lingkungan "×"
Studi baru juga mengungkapkan efek interaktif dari berbagai faktor lingkungan. Misalnya,
seorang anak dengan kualitas lingkungan yang buruk akan lebih peka terhadap lingkungan yang
buruk saat dewasa yang pada akhirnya menyebabkan skor tekanan psikologis yang lebih
tinggi. Ini menggambarkan interaksi tiga arah Gen x Lingkungan x Lingkungan. Studi yang sama
menyarankan untuk mengambil pendekatan kursus hidup untuk menentukan kepekaan genetik
terhadap pengaruh lingkungan dalam lingkup penyakit mental. [18]
Signifikansi medis
Dokter tertarik untuk mengetahui apakah penyakit dapat dicegah dengan mengurangi paparan
risiko lingkungan. Beberapa orang membawa faktor genetik yang menyebabkan kerentanan
atau resistensi terhadap kelainan tertentu di lingkungan tertentu. Interaksi antara faktor
genetik dan stimulus lingkungan inilah yang menghasilkan fenotipe penyakit. [19] Mungkin
ada manfaat kesehatan masyarakat yang signifikan dalam menggunakan gen dengan interaksi
lingkungan untuk mencegah atau menyembuhkan penyakit. [20]
Respon seseorang terhadap obat dapat dihasilkan dari berbagai gen melalui interaksi
lingkungan. [19] Oleh karena itu, kepentingan klinis farmakogenetik dan gen dengan interaksi
lingkungan berasal dari kemungkinan bahwa genom, bersama dengan informasi lingkungan,
akan memungkinkan prediksi yang lebih akurat dari respons obat individu. Ini akan
memungkinkan dokter untuk lebih tepat memilih obat dan dosis tertentu untuk mencapai
respons terapeutik pada pasien sambil meminimalkan efek samping dan reaksi obat yang
merugikan . [21] Informasi ini juga dapat membantu mencegah biaya perawatan kesehatan
yang terkait dengan reaksi obat yang merugikan dan meresepkan obat secara tidak nyaman
untuk pasien yang kemungkinan besar tidak akan menanggapinya. [19]
Dengan cara yang sama, seorang individu dapat menanggapi rangsangan lingkungan lainnya,
faktor atau tantangan secara berbeda sesuai dengan perbedaan genetik atau alel tertentu.
Faktor-faktor lain ini termasuk diet dan nutrisi spesifik dalam makanan, aktivitas fisik,
penggunaan alkohol dan tembakau, tidur (waktu tidur, durasi), dan sejumlah eksposur
(atau eksposur ), termasuk racun, polutan, sinar matahari (lintang utara –South of the equator),
di antara sejumlah lainnya. Diet, misalnya, dapat dimodifikasi dan memiliki dampak signifikan
pada sejumlah penyakit kardiometabolik, termasuk penyakit kardiovaskular, penyakit arteri
koroner, penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2 , hipertensi , stroke , infark miokard., dan
penyakit hati berlemak non-alkohol. Di klinik, biasanya risiko yang dinilai dari kondisi ini
termasuk lipid darah (trigliserida, dan HDL, LDL dan kolesterol total), sifat glikemik (glukosa
plasma dan insulin, HOMA-IR, fungsi sel beta sebagai HOMA-BC), antropometri obesitas (BMI /
obesitas, adipositas, berat badan, lingkar pinggang, rasio pinggang-pinggul), ukuran vaskular
(tekanan darah diastolik dan sistolik), dan biomarker peradangan. Interaksi gen-lingkungan
dapat memodulasi efek merugikan dari alel yang meningkatkan risiko penyakit, atau dapat
memperburuk hubungan genotipe-fenotipe dan meningkatkan risiko, dengan cara yang sering
disebut sebagai nutrigenetik . [22]Katalog varian genetik yang berasosiasi dengan ini dan
fenotipe kardiometabolik terkait dan dimodifikasi oleh faktor lingkungan umum tersedia. [23]
Sebaliknya, studi penyakit yang menggunakan kanker payudara, diabetes tipe 2, dan
rheumatoid arthritis menunjukkan bahwa memasukkan interaksi GxE dalam model prediksi
risiko tidak meningkatkan identifikasi risiko. [24]
Contoh

Berarti nomor bulu dengan ° C


1. Dalam Drosophila : Contoh klasik interaksi gen-lingkungan dilakukan
pada Drosophila oleh Gupta dan Lewontin pada tahun 1981. Dalam percobaan mereka mereka
menunjukkan bahwa jumlah bulu rata-rata pada Drosophiladapat bervariasi dengan perubahan
suhu. Seperti terlihat pada grafik di sebelah kanan, genotipe yang berbeda bereaksi secara
berbeda terhadap lingkungan yang berubah. Setiap garis mewakili genotipe tertentu, dan
kemiringan garis mencerminkan fenotipe yang berubah (nomor bulu) dengan perubahan suhu.
Beberapa individu mengalami peningkatan jumlah bulu dengan peningkatan suhu sementara
yang lain mengalami penurunan jumlah bulu yang tajam dengan peningkatan suhu. Hal ini
menunjukkan bahwa norma reaksi tidak paralel untuk lalat ini, membuktikan bahwa interaksi
gen-lingkungan ada. [25]
2. Pada tumbuhan: Salah satu pendekatan yang sangat menarik tentang genotipe dengan
strategi interaksi lingkungan adalah penggunaannya dalam pemilihan kultivar tebu yang
disesuaikan dengan lingkungan yang berbeda. [26] Dalam artikel ini, mereka menganalisis dua
puluh genotipe tebu yang ditanam di delapan lokasi berbeda selama dua siklus tanaman untuk
mengidentifikasi mega-lingkungan terkait dengan hasil tebu yang lebih tinggi, diukur dalam ton
tebu per hektar (TCH) dan persentase sukrosa (Pol% tebu ) menggunakan model GEI multivariat
biplot. Penulis kemudian membuat strategi baru untuk mempelajari kedua variabel hasil dalam
strategi berpasangan dua arah meskipun hasilnya menunjukkan korelasi negatif yang berarti.
Melalui analisis koinertia, dimungkinkan untuk menentukan genotipe yang paling cocok untuk
kedua variabel hasil di semua lingkungan. [27]Penggunaan strategi baru ini seperti coinertia di
GEI, terbukti menjadi analisis pelengkap yang bagus untuk AMMI dan GGE, terutama ketika
peningkatan hasil menyiratkan beberapa variabel hasil. Tujuh tanaman yarrow yang berbeda
secara genetik dikumpulkan dan tiga stek diambil dari setiap tanaman. Setiap genotipe satu
stek ditanam pada dataran rendah, sedang, dan tinggi. Ketika tanaman sudah dewasa, tidak ada
satu genotipe pun yang tumbuh paling baik di semua ketinggian, dan di setiap ketinggian
ketujuh genotipe tersebut bernasib berbeda. Misalnya, satu genotipe tumbuh paling tinggi
pada ketinggian sedang tetapi hanya mencapai ketinggian sedang pada dua ketinggian lainnya.
Penanam terbaik di dataran rendah dan tinggi tumbuh buruk di dataran sedang. Ketinggian
sedang memberikan hasil keseluruhan yang terburuk, tetapi masih menghasilkan satu sampel
dengan tinggi sedang dan dua sampel dengan tinggi sedang.Ketinggian berpengaruh pada
setiap genotipe, tetapi tidak pada derajat yang sama atau dengan cara yang sama.
[28] Sebuah sorgum bi-orangtua populasi berulang kali tumbuh di tujuh lokasi geografis yang
beragam di seluruh tahun. Sekelompok genotipe membutuhkan sejenis tumbuh derajat-
hari (GDD) untuk bunga di semua lingkungan, sementara kelompok lain genotipe perlu waktu
kurang GDD di lingkungan tertentu, tetapi lebih tinggi GDD di lingkungan yang berbeda untuk
bunga. Pola waktu berbunga yang kompleks dikaitkan dengan interaksi gen utama waktu
berbunga ( Ma  1 , [29] Ma  6 , [30] FT , ELF3 ) dan faktor lingkungan eksplisit, waktu
fototermal (PTT) yang menangkap interaksi antara suhu dan fotoperiode . [31]
3. Fenilketonuria (PKU) adalah kondisi genetik manusia yang disebabkan oleh mutasi gen
yang mengkode enzim hati tertentu. Dengan tidak adanya enzim ini, asam amino yang dikenal
sebagai fenilalanin tidak dapat diubah menjadi asam amino berikutnya dalam jalur biokimia ,
dan karena itu terlalu banyak fenilalanin yang masuk ke dalam darah dan jaringan lain. Ini
mengganggu perkembangan otak yang menyebabkan keterbelakangan mentaldan masalah
lainnya. PKU mempengaruhi sekitar 1 dari setiap 15.000 bayi di AS. Namun, sebagian besar bayi
yang terkena dampak tidak tumbuh dalam keadaan cacat karena program skrining standar yang
digunakan di AS dan masyarakat industri lainnya. Bayi baru lahir yang ditemukan memiliki kadar
fenilalanin tinggi dalam darahnya dapat menjalani diet khusus bebas fenilalanin. Jika mereka
segera menjalani diet ini dan tetap melakukannya, anak-anak ini akan terhindar dari efek PKU
yang parah. [32] Contoh ini menunjukkan bahwa perubahan lingkungan (menurunkan konsumsi
Fenilalanin) dapat mempengaruhi fenotipe sifat tertentu, menunjukkan interaksi gen-
lingkungan.
4. Sebuah single nucleotide polymorphism rs1800566 di NAD (P) H kuinon dehidrogenase 1
(NQO1) alter risiko asma dan cedera paru umum pada interaksi dengan polutan NOx, pada
individu dengan mutasi ini. [33] [34]
5. Sebuah polimorfisme fungsional dalam promotor gen monoamine oxidase A (MAOA)
dapat memoderasi hubungan antara trauma awal kehidupan dan peningkatan risiko kekerasan
dan perilaku antisosial . Aktivitas MAOA yang rendah merupakan faktor risiko yang signifikan
untuk perilaku agresif dan antisosial pada orang dewasa yang melaporkan viktimisasi sebagai
anak-anak. Orang-orang yang dilecehkan saat masih anak-anak tetapi memiliki genotipe yang
memberikan ekspresi MAOA tingkat tinggi cenderung tidak mengembangkan gejala perilaku
antisosial. [35] Temuan ini harus diinterpretasikan dengan hati-hati, karena studi asosiasi gen
pada sifat kompleks terkenal sangat sulit untuk dikonfirmasi. [36]
6. Dalam telur Drosophila :

Waktu Perkembangan Telur Berdasarkan Suhu

Bertentangan dengan contoh yang disebutkan di atas, lamanya perkembangan telur


di Drosophila sebagai fungsi suhu menunjukkan kurangnya interaksi gen-lingkungan. Grafik
terlampir menunjukkan norma reaksi paralel untuk berbagai lalat Drosophila individu ,
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi gen-lingkungan yang ada antara dua variabel. Dengan
kata lain, setiap genotipe merespon serupa terhadap lingkungan yang berubah menghasilkan
fenotipe yang serupa. Untuk semua genotipe individu, waktu perkembangan telur rata-rata
menurun dengan meningkatnya suhu. Lingkungan memengaruhi setiap genotipe dengan cara
yang sama dapat diprediksi. 

KELAINAN RETROGRESIF (PATOLOGI)

BY BEARTOPIA - 11:14 PM
 BAB I
PENADAHULUAN
A.     Latar Belakang
Patologi adalah salah satu dasar ilmu kedokteran, dan memiliki peranan yang sangat
fundamental. Sering kali diagnosis pasti suatu penyakit ditegakkan dengan patologi
(histopatologi). Sedangkan pengertian Patologi dalam arti yang luas adalah bagian dari ilmu
kedokteran yang mengamati sebab dan akibat dari terjadinya penyakit atau kelainan pada
tubuh. Namun pengertian patofisiologi sendiri adalah reaksi fungsi tubuh terhadap suatu
penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Mekanisme adaptasi sel terdiri dari organisasi sel yaitu
unit kehidupan, kesatuan lahiriah yang terkecil menunjukkan bermacam-macam fenomena
yang berhubungan dengan hidup.dan selalu berhubungan dengan karakteristik makhluk hidup
yaitu : bereproduksi, tumbuh, melakukan metabolisme dan beradaptasi terhadap perubahan
internal dan eksternal. Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang
bertujuan untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak.
Nekrosis adalah kematian yang utama. Sel yang mengalami kematian secara nekrosis umumnya
disebabkan oleh factor
dari luar secara langsung,misalnya : kematian sel di karenakan kecelakaan, infeksi virus, radiasi
sinar radio aktif atau keracunan zat kimia. Tanpa adanya tekanan dari luar, sel tidak akan dapat mati secara
nekrosis.

B.     Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dibahas di antaranya adalah:
1.  Pengertian hipertropi, hyperplasia, metaplasia, displasi. Atropi.
2.   Macam-macam contoh degenerasi

C.     Tujuan
Untuk mngetahui tentang kelainan retrogresif
D.     Manfaat
Kita dapat megetahui tentang kelainan retrogresif

BAB II
PEMBAHASAN
A.               Pengertian degenerasi
DEGENERASI = Proses kemunduran
termasuk di dalamnya :
1.      Atropi
2.      Degenerasi dan Infiltrasi
3.      Gangguan Metabolisme
4.      Kematian sel ; Nekrosis
5.      Apoptropi
6.      Postmortal
7.      Penimbunan pigment
8.      Melanin
9.      Mineral
10.  Defisiensi

Setiap sel melaksanakan kebutuhan fisiologik yang normal yang disebut Homeostasis
normal.  Sel memiliki fungsi dan struktur yang terbatas, dalam metabolisme, difrensiasi, dan
fungsi lainnya karena pengaruh dari sel-sel sekitarnya dan tersedianya bahan-bahan dasar
metabolisme.
Sel mendapatkan stimulus yang patologik , fisiologik dan morphologic. Bila stimulus
patologik diperbesar hingga melampaui adaptasi sel maka timbul jejas sel atau sel yang sakit
(cell injury) yang biasanya bersifat sementara (reversible). Namun jika stimulus tetap atau
bertambah besar , sel akan mengalami jejas yang menetap (irreversible) yaitu sel yang mati
atau nekrosis. Perubahan-perubahan tersebut hanya mencerminkan adanya “cedera-cedera
biomolekuler”, yang telah berjalan lama dan baru kemudian dapat dilihat. Adaptasi, jejas dan
nekrosis dianggap sebagai suatu tahap gangguan progresif dari fungsi dan struktur normal
suatu sel. DEGENERASI (regresif) adalah merupakan suatu proses kemunduran.
Yang termasuk degenerasi(regresif) :

1.   Atropi
Atropi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat berkurangnya
substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih kecil. Mengecilnya
alat tubuh tersebut karena sel-sel yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Jadi
bukan mengenai sei-sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh tersebut. Stroma tampaknya
bertambah yang sebenarnya relative karena stroma tetap.
Atropi dibedakan menjadi :
a.       Atropi fisiologik
Atropi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada manusia. Beberapa alat
tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan kehidupan,
dan jika alat tubuh tersebut tidak menghilang pada usia tertentu malah dianggap patologik.
Contoh : kelenjar thymus, ductus thyroglosus.  Misalnya pada atropi senilis, organ tubuh pada
usia lanjut akan mengalami pengecilan. Atropi senilis juga dapat disebut atropi
menyeluruh(general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atropi menyeluruh juga terjadi
pada keadaan  kelaparan (Starvation).
Penyebab atropi senilis adalah :
1.      Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli),
2.      berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosclerosis
3.      berkurangnya rangsang endokrin
Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada otak
sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu pula
rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause menyebabkan payudara menjadi
kecil, ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput.
Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama misainya
pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar dilaut, padang pasir,
atau pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan seperti pada striktura
oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan cukup dan mengecil.

2.       Atropi patologik


Atropi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1.   Atropi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam jangka waktu
lama.
2.   Atropi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
3.   Atropi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang hormon
tertentu.
4.   Atropi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga dibawah
nilai krisis.
5.   Atropi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus menghasilkan
hormone yang berlebihan akan mengalami atropi payah.
6.   Atropi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan lemak
yang mengalami atropi akan menjadi encer seperti air atau lender.
7.    Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan organ yang
mengalami atropi adalah jantung dan hati.

2.            Degenerasi dan Infiltrasi


Degenerasi Ialah perubahan-perubahan morfologik akibat jejas-jejas yang nonfatal.
Perubahan perubahan tersebut masih dapat pulih (reversible). Meskipun sebab yang
menimbulkan perubahan tersebut sama, tetapi apabila berjalan lama dan derajatnya berlebih
akhirnya mengakibatkan kematian sel atau yang disebut nekrosis. Jadi sebenarnya jejas sel
(cellular injury) dan kematian sel merupakan kerusakan sel yang berbeda dalam derajat
kerusakannya.Pada jejas sel yang berbentu degenerasi masih dapat pulih, sedangkan pada
nekrosis tidak dapat pulih (irreversible).
Infiltrasi terjadi akibat gangguan yang sifatnya sitemik dan kemudian mengenai sel-sel yang
semula sehat akibat adanya metabolit –metabolit yang menumpuk dalam jumlah berlebihan.
Karena itu perubahan yang awal adalah ditemukannya metabolit-metabolit didalam sel. Benda-
benda ini kemudian merusak struktur sel.
Jadi degenerasi terjadi akibat jejas sel, kemudian baru timbul perubahan metabolisme,
sedangkan infiltrasi mencerminkan adanya perubahan metabolisme yang diikuti oleh jejas
seluler. Degenerasi dan infiltrasi dapat terjadi akibat gangguan yang bersifat biokomiawi atau
biomolekuler. Sebagai contoh degenerasi dapat terjadi akibat anoxia. Infiltrasi dapat terjadi
akibat penumpuka glikogen didalam sel, karena itu disebut infiltrasi glikogen.

3.            Gangguan Metabolisme
Memang setiap sel selalu terancam mengalami kerusakan, tetapi sel hidup mempunyai
kemampuan untuk coba menanggulanginya. Jejas ini kemudian mengakibatkan gangguan
dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak pada sel. Gangguan  metabolisme
intraseluler ini akhirnya mengakibatkan perubahan pada struktur sel.

4.            Nekrosis
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel. (celluler death). Celluler death dapat
mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian umum dan dapat pula setempat.
Terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja.
Perubahan Morfologi yang terjadi pada kematian sel dalam jaringan pada tubuh yang hidup
disebut nekrosis.
Sel yang diawetkan dalam larutan fiksatif(contoh formalin) adalah sel mati tapi tidak
mengalami nekrosis sebab sel tersebut tidak menunjukkan perubahan morfologi sel. 
Dua proses yang menyebabkan perubahan pada nekrosis adalah :
1.akibat dari pencernaan oleh enzim yang ada dalam sel
2. denaturasi protein.
Enzim katalitik berasal dari lisosom sel itu sendiri yang mati, kemudian mencerna selnya
sendiri, proses ini disebut autolysis. Selain autolysis dapat juga terjadi heterolysis, yaitu sel yang
mati dicerna oleh enzim yang berasal dari lisosom sel leukosit yang datang kedaerah nekrotik.
Proses morfologi nekrosis tergantung dari peristiwa mana yang lebih berpengaruh pada
nekrosis tersebut apakah pencernaan oleh enzim atau denaturasi protein. Jika denaturasi
protein lebih berpengaruh pada proses nekrosis, terjadilah proses nekrosis yang disebut
nekrosis koagulativa. Namun sebaliknya, bila pencernaan oleh enzim katalitik pada struktur sel
lebih berpengaruh disebut nekrosis liquefaktif atau nekrosis kolikuativa. 
Massa yang terdiri dari sel-sel nekrotik akan menunjukkan gambaran morfologi antara lain :
1)      Nekrosis  Koagulativa , banyak ditemukan, protein sel koagulasi , bentuk sel /susunan jaringan
masih terlihat (nekrosis struktural).  Bila tidak terlihat  à nekrosis tanpa struktur  o.k  dicerna
enzim  (nekrosis koliquativa pada tuberkulosis)    Awal konsistensi normal / kenyal /lunak 
2)      Nekrosis Koliquativa, jaringan tanpa stroma kuat, (misal: otak)  à mencair  à   kista
3)      Nekrosis Lemak, trauma jaringan lemak, enzim lipase     
4)      Nekrosis Gangrenosa, dimulai: nekrosis iskemik àkuman à gangren basah/kering 
5)      Nekrosis Fibrinoid, hipertensi maligna à nekrosis lapisan muscularis à timbunan    fibrin

Nekrosis dapat disebabkan oleh :


1)            Ishkemi : perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu alat terputus.
2)            Agens biologik : Toksin bakteri yang dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan thrombosis.
3)             Agens Kimia : dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia yang biasa terdapat
dalam tubuh , seperti natrium dan glucose, tapi kalau konsentrasinya tinggi dapat
mengakibatkan nekrosis akibat gangguan osmotik sel. Produk-produk metabolisme tubuh
sendiri dapat bertindak sebagai racun, yang disebut autointoksikasi, misalnya pada wanita
hamil dengan keracunan kehamilan (toxemia gravidarum), pada payah ginjal dapat
menyebabkan uremi. Gas chloroform tidak merusak paru-paru tetapi setelah diserap dapat
merusak hati.
4)            Agen fisik : Trauma, suhu yang sangat ekstrim baik panas atau dingin, tenaga listrik, cahaya
matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul kerusakan protoplasma
akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia protoplasma dan inti.
5)            Kerentanan (Ihypersensitivity) : kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara
didapat(accuired) dan menimbulkan reaksi imunologik.

5.            Apoptosis
Apoptosis dan nekrosis sama-sama merupakan proses kematian sel . Apoptosis adalah
kematian sel per sel , sedangkan nekrosis melibatkan sekelompok sel. Membran sel yang
mengalami apoptosis akan mengalami penonjolan-penonjolan keluar tanpa disertai hilangnya
integritas membran. Sedangkan pada nekrosis akan mengalami kehilangnya integritas
membran. Sel yang mengalami apoptosis akan menciut dan membentuk badan apoptosis. Pada
nekrosis sel akan membengkak (proses peradangan) untuk kemudian mengalami lisis. Sel
aportosis lisosomnya utuh  pada nekrosis mengalami kebocoran lisosom. Sel yang mengalami
apoptosis biasanya akan dimakan oleh sel yang berdekatan atau yang berbatasan langsung
dengannya dan beberapa makrofag. Nekrosis akan dimakan oleh makrofag. Secara biokimia
apoptosis terjadi sebagai respon dari dalam sel yang mungkin merupakan proses fisiologis
sedangkan nekrosis terjadi karena trauma nonfisiologis.

6.            Postmortal
Kematian bukanlah akhir dari proses dalam tubuh yang mengalami kematian.Tubuh akan
terus mengalami perubahan. Perubahan ini dipengaruhi oleh :
1.      Suhu lingkungan sekitarnya
2.      Suhu tubuh saat terjadi kematian
3.       Ada tidaknya infeksi umum

Serangkaian perubahan yang terjadi setelah kematian tubuh antara lain :


a.       Autolisis ; jaringan yang mati dihancurkan oleh enzim-enzim antara lain enzim dari lisosom,
mikroorganisme yang mengifeksi jaringan mati. Tubuh yang mati akan mencair, kecuali jika
dicegah dengan pengawetan atau pendinginan.
b.        Algor Mortis ; suhu tubuh menjadi dingin sesuai suhu lingkungan memerlukan waktu 24 s/d
48 jam untuk menjadi dingin sesuai suhu lingkungan. Suhu tubuh menjadi dingin karena proses
metabolisme terhenti. Jika ditempat yang dingin maka akan lebih cepat dingin, tetapi jika
ditempat yang panas akan lebih lambat.
c.       Rigor Mortis (kaku mayat); timbul setelah 2 s/d 4 jam setelah kematian. Mencapai puncak
setelah 48 jam dan kemudian menghilang selama 3 sampai 4 hari.
d.      Livor Mortis (lebam mayat) ; Nampak setelah 30 menit kematian dan mencapai puncaknya
setelah 6 hingga 10 jam.Lebam mayat timbul pada bagian bawah tubuh.
e.       Pembekuan Darah postmortal ; beku darah post mortal berkonsistensi lunak, elastic dan
seperti gel, berbeda dengan thrombus yang konsistensinya keras dan kering.
f.        Jejas postmortal ; enzim dalam tubuh masih aktif untuk beberapa waktu setelah kematian.
Jejas postmortal tidak dijumpai reaksi radang pada jejas, sedangkan pada lesi antemortal
Nampak reaksi radang.
g.       Pembusukan ; hancurnya tubuh yang mati karena invasi bakteri. Kulit menjadi kehijauan
setelah 1 sampai 2 minggu.
7.            Penimbunan pigmen
Pigment adalah substansi berwarna yang dapat merupakan bahan normal dalam sel.
Pigmen yang ada dalam tubuh dapat berasal dari endogen yang disintesa dalam tubuh, dan
eksogen berasal dari luar tubuh.
1.      Pigmen eksogen dari luar tubuh misal :
a.       debu carbon
b.      perak, masuk kedalam tubuh sebagai obat-obatan
c.       tanda rajah (tattoo)
3.      Pigmen endogen
Hampir seluruhnya berasal dari peruntuhan haemoglobin, meliputi  :
·         Hemosiderin  ; adalah pigmen yang berbentuk granular atau kristal dan berwarna kuning
keemasan hingga coklat dan banyak mengandung zat besi didalam sel (intraselular).
Haemosiderin dibentuk dalam 24 jam.
·         Hematoidin ; pigmen bentuk Kristal berwarna coklat keemasan, tidak mengandung zat besi
dan identik dengan bilirubin. Hematoidin merupakan pigmen ekstraselular. Haemotoidin
dibentuk dalam 7 hari.
·         Bilirubin ; pigmen normal yang dijumpai pada empedu, berasal dari haemoglobin tetapi tidak
mengandung besi. Jika konsentrasi pigmen  dalam sel dan jaringan meningkat, terjadi
pigmentasi warna kuning yang disebut ikterus. Meskipun didistribusikan keseluruh tubuh
namun jumlah terbanyak ditemukan dalam hati dengan produksi normal 0,2 – 0,3 gram, berasal
dari penghancuran sel eritrosit yang sudah tua oleh proses fagosif mononuclear di limpa, hati
dan sumsum tulang.

8.      Melanin
Melanin merupakan pigmen endogen yang berwarna coklat-hitam dan dapat dijumpai pada
rambut, kulit, iris mata dan lain-lain.
Pigmen melanin berasal dari yang oleh enzim tirosin oksidase diubah menjadi 3,4-
dihidroksifenilalanin (DOPA), selanjutnya DOPA oleh enzim DOPA oksidase diubah menjadi
melanin. Untuk kerja dari enzim tirosin oksidase dan  enzim DOPA oksidase diperlukan
tirosinase (Cu).
Beberapa hal yang dapat mengurangi pengurangan pigmen melanin  :
§  Faktor yang menghalangi kualitas enzim tirosinase.
§  Defisiensi tembaga (Cu)
§  Zat yang mengandung belerang seperti glutation dan sistein.
Substansi yang mengandung belerang akan mengikat tembaga yang diperlukan untuk
pembentukan melanin. Meningkatnya suhu dan sinar ultraviolet menyebabkan
hyperpigmentasi.
Kegunaan pigmen melanin adalah melindungi tubuh dari sinar. Hal ini didukung oleh
tingginya karsinoma kulit pada kulit putih disbanding kulit hitam. Berikut kelainan yang terjadi
pada melanin :
v  hiperpigmentasi menyeluruh,  misal chloasma gravidarum,  ACTH >> à penyakit    Addison
v  hiperpigmentasi lokal, misal bercak tanpa penambahan melanosit (ephelides), neurofibromatosis
v  hipopigmentasi menyeluruh pada albino
v  hipopigmentasi lokal, misal vitiligo, bekas luka

9.      Mineral
Selain zat karbon, hydrogen, nitrogen dan oksigen yang merupakan bagian terpenting
dalam jaringan pada tubuh terdapat 13 macam unsur lain yang juga sangat penting dalam
kehidupan manusia, 7 diantaranya terdapat dalam jumlah banyak yaitu kalsium, fosfor,
magnesium, natrium, kalium, chlor, dan sulfur. Sedangkan 6 lainnya merupakan ‘trace
elements” tetapi vital yaitu besi, tembaga, mangan, yodium, kobal (Co), dan seng (Zn). Dalam
makanan sehari-hari sudah cukup, tetapi pengeluaran berlebihan (muntah, diare) atau
gangguan penyerapan dapat menimbulkan defisiensi.
Sebaliknya jumlah yang berlebihan dalam makanan atau gangguan ekskresi, menimbulkan
penimbunan yang berlebihan pada jaringan atau cairan tubuh dan dapat menyebabkan
gangguan metabolik, susunan kimiawi dan gejala klinik yang nyata.

10.    Defisiensi
Ketidak seimbangan nutrisi merupakan penyebab utama jejas sel antara lain defisiensi
protein, vitamin dan mineral. Jumlah lipid yang berlebihan merupakan faktor pendukung
terjadinya arteriosklerosis yang dapat menyebabkan sel/jaringan mengalami defisiensi oksigen
dan makanan. Jejas yang disebabkan oleh defisiensi nutrisi antara lain Starvation, marasmus,
kwashiorkor atau yang lebih dikenal gangguan nutrisi.

B.     ADAPTASI SEL


Betuk reaksi sel jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :
1.      retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang kurang
kompleks).
2.      Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit
3.       Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplasi
Sel-sel menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mikronya.

a)      Atropi
o   Suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna dengan ukuran
normal.
o   Merupakan bentuk reaksi adaptasi. Bila jumlah sel yg terlibat cukup, seluruh jaringan dan alat
tubuh berkurang atau mengalami atropi.
o   Sifat :

ü  fisiologik seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap misalnya aging proses
ü  patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan kwashiorkor,
emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi pencernaan atau hilangnya
nafsu makan
ü  umum atau local.penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan target
organ.
o   Penyebab atropi :
ü  berkurangnya beban kerja
ü  hilangnya persarafan
ü  berkurangnya perbekalan darah
ü  hilangnya rangsangan hormone
b)      Hipertropi
Yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat tubuh
(Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.v
Bersifat fisiologik dan patologik, umum atau local)
Hipertropi dapat membevri variasi fungsional :
jika yang sel parenkim yg membesar/meningkat
- jika hipertropi akibat proliferasi unsure stroma atauàmenurun penurunan fungsi.à sel
parenkim terdesak àsubstansi antar sel
- Normal -- > hipertropi murni jika terjadi pada jaringan atas sel permanent dan dipicu oleh
pengngkatan fungsi.missal otot rangka pada binaragawan
c)      Hiperplasia
Dapat disebabkan oleh adanya stimulus atau keadaan kekurangan secret atau produksi sel
terkai.Ø
Ø Hanya dapat tetrjadi pada populasi sel labil ( dalam kehidupan ada siklus sel periodic, sel
epidermis, sel darah) . atau sel stabil (dalam keadaan tertentu masih mampu berproliferasi,
misalnya : sel hati sel epitel kelenjar.
Tidak terjadi pada sel permanent (sel otot rangka, saraf dan jantung)Ø
d)      Metaplasia
Ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel matur jenis lain
:
Misalnya sel epitel torak endoservik daerah perbatasan dgn epitel skuamosa, sel epitel
bronchus perokok.
e)      Displasia
• Sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat melngalami ganguan
polarisasi pertumbuhan sel reserve, sehingga timbul keadaan yg disebut displasia.
• Ada 3 tahapan : ringan, sedang dan berat
• Jika jejas atau iritan dpt diatasi seluruh bentuk adaptasi dan displasia dapat noemal kembali.à
• Tetapi jika keadaan displasia berat keganasan intra epithelial/insituàdan tdk ditanggulangi
f)       Degenarasi
o Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai perubahan
morfologik, akibat jejas nin fatal pada sel.
o Dalam sel jaringan terjadi :
o à akumulasi cairan atau zat dalam organel sel àStorage (penimbunan) sel
mengembung/bengkak.àperubahan morfologik terurama dlm sitoplasma
disebut degenerasi bengkak keru (claude swelling). ào Sitoplasma keruh atau granuler kasar
- Ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondria
- Terbentuk fragmen-partikel yg mengandung unsur lipid dan protein edema intrasel,
disebutà peningkatan tekanan osmosis à(albumin) degenerasi albumin.
- Jika hal ini berlanjut maka akan terjadi pembengkakan vesikel , akan tampak vakaula intra sel
kemunduran inià disebut degenarasi vakuoler atau hidrofik
o Kedua proses degenerasi tersebut masih reversible.
o Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible disebut degenerasi
o Reaksi sel terhadap jejas yang ireversible menuju kematian disebut nekrosis
g)      Infiltrasi
Bentuk retrogresidgn penimbunan metabolit sistemik pada sel normal (tdk jika melampaui
batasàmengalami jejas langsung seperti pd degenerasi) maka sel akan pecah. Dan debris el
akan ditanggulangi oleh system makrofag
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada hakekatnya patofisiologi penyakit, mekanisme adaptasi, regenerasi dan nekrosis sel
saling berkaitan. Patofisiologi adalah reaksi fungsi tubuh terhadap suatu penyakit yang masuk
ke dalam tubuh.Mekanisme adaptasi sel terdiri dari organisasi sel yaitu unit kehidupan,
kesatuan lahiriah yang terkecil menunjukkan bermacam-macam fenomena yang berhubungan
dengan hidup.dan selalu berhubungandengan karakterristik makhluk hidup yaitu :
bereproduksi, tumbuh, melakukan metabolisme dan beradaptasi terhadap perubahan internal
dan eksternal.Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan
untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak dan Nekrosis
adalah kematian yang utama.Sel yang mengalami kematian secara nekrosis umumnya
disebabkan oleh faktor dari luar secara langsung.

2.1    Pengertian Kematian Sel

a)   Kematian Sel (Nekrosis)


            Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel
akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak mampu lagi mengkompensasi tuntutan
perubahan. Sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-
enzim lisis yang melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan
membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-
perubahan secara morfologis.
Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh disebut
nekrosis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain
karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel
yang sudah terprogram dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati.
Mekanisme ini disebut apoptosis, sel akan menghancurkan dirinya sendiri (bunuh
diri/suicide), tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan iskemia.

b)  Apoptosis

Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell death), adalah
suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan
pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus
dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi
yang teratur.
Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel menjalani masa hidup tertentu,
menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk perubahan pada inti sel. Kemudian sel
akan terfragmentasi menjadi badan apoptosis, selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi
sehingga sel yang mati menghilang.

2.2 Nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau
trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis),
dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan
rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah
kesehatan yang serius.

1.      Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel
lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik), menjadi padat, batasnya tidak teratur
dan berwarna gelap. Selanjutnya inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat
kromatin yang tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel yang
mati akan menghilang (kariolisis).

2.      Perubahan Makroskopis

Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim lisis pada jaringan
yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat maka jaringan nekrotik akan
mempertahankan bentuknya dan jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya
selama beberapa waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali berhubungan
dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangren.

Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja enzim dan proses
ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif khususnya terjadi pada jaringan otak,
jaringan otak yang nekrotik mencair meninggalkan rongga yang berisi cairan.
Pada keadaan lain sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada
tempatnya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa dicerna.
Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur. Jenis nekrosis ini disebut nekrosis
kaseosa, contohnya pada tuberkulosis paru.
Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya dengan jenis nekrosis lain.
Misalnya jika saluran pankreas mengalami nekrosis akibat penyakit atau trauma maka getah
pankreas akan keluar menyebabkan hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase) menghasilkan
asam berlemak yang bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium membentuk endapan
seperti sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis lemak enzimatik.
3.      Perubahan Kimia Klinik
           Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi mengatur
berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim autolisis sehingga membran sel lisis.
Lisisnya membran sel menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel termasuk
enzim spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi dan meningkat
kadarnya di dalam darah.
           Misalnya seseorang yang mengalami infark miokardium akan mengalami peningkatan
kadar LDH, CK dan CK-MB yang merupakan enzim spesifik jantung. Seseorang yang
mengalami kerusakan hepar dapat mengalami peningkatan kadar SGOT dan SGPT. Namun
peningkatan enzim tersebut akan kembali diikuti dengan penurunan apabila terjadi
perbaikan.

Ø  Dampak Nekrosis

Jaringan nekrotik akan menyebabkan peradangan sehingga jaringan nekrotik tersebut


dihancurkan dan dihilangkan dengan tujuan membuka jalan bagi proses perbaikan untuk
mengganti jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik dapat digantikan oleh sel-sel regenerasi
(terjadi resolusi) atau malah digantikan jaringan parut. Jika daerah nekrotik tidak
dihancurkan atau dibuang maka akan ditutup oleh jaringan fibrosa dan akhirnya diisi garam-
garam kalsium yang diendapkan dari darah di sekitar sirkulasi jaringan nekrotik. Proses
pengendapan ini disebut kalsifikasi dan menyebabkan daerah nekrotik mengeras seperti batu
dan tetap berada selama hidup.

Ø  Perubahan-perubahan pada jaringan nekrotik akan menyebabkan :


1.      Hilangnya fungsi daerah yang mati.
2.      Dapat menjadi fokus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk bakteri
tertentu, misalnya bakteri saprofit pada gangren.
3.      Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leukosit.
4.      Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran sel-sel yang mati. 
2.3   Penyebab Nekrosis dan Akibat Nekrosis

1.      Penyebab nekrosis
a.       Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk suatu
alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan
pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus.
Penyumbatan mengakibatkan anoxia.Nekrosis terutama terjadi apabila daerah yang
terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi
pada jaringan-jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat rentan
terhadap anoxia ialah otak.
b.      Agens biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri - bakteri yang virulen, baik endo maupun
eksotoksin.
c.       Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga merupakan
juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium danglukose, tapi kalau
konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan kosmotik
sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah sudah dapat merupakan racun dan
mematikan sel, sedang yang lain baru menimbulkan kerusakan jaringan bila konsentrasinya
tinggi.
d.      Agens fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik, cahaya
matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul kerusakan potoplasma
akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia potoplasma dan inti.
e.       Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara di dapat (acquired) dan
menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-obatan sulfa
dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan sulfa. Juga
dapat timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi dikenal reaksi
Schwartzman dan reaksi Arthus.     

2.      Akibat Nekrosis
a.       Sekitar 10% kasus terjadi pada bayi dan anak-anak.
Pada bayi baru lahir, nekrosis kortikalis terjadi karena:
-          persalinan yang disertai dengan abruptio placentae – sepsis bakterialis.
Pada anak-anak, nekrosis kortikalis terjadi karena:
-       infeksi                                                 -   syok
-       dehidrasi
b.      Pada dewasa, 30% kasus disebabkan oleh sepsis bakterialis.
Sekitar 50% kasus terjadi pada wanita yang mengalami komplikasi kehamilan:
-          Abroptio placenta
-          Placenta previa
-          Pendarahan rahim
-          infeksi yang terjadi segera setelah melahirkan (sepsis puerpurium)
-          penyumbatan arteri oleh cairan ketuban (emboli)
-          kematian janin di dalam rahim
-          pre-eklamsi(tekanan darah tinggi disertai adanya protein dalam air kemih atau
penimbunan cairan selama kehamilan)
2.4  Pengobatan Nekrosis
Pengobatan nekrosis biasanya melibatkan dua proses yang berbeda. Biasanya,
penyebab nekrosis harus diobati sebelum jaringan mati sendiri dapat ditangani.Sebagai
contoh, seorang korban gigitan ular atau laba-laba akan menerima anti racun untuk
menghentikan penyebaran racun, sedangkan pasien yang terinfeksi akan menerima
antibiotik. Bahkan setelah penyebab awal nekrosis telah dihentikan, jaringan nekrotik akan
tetap dalam tubuh. Respon kekebalan tubuh terhadap apoptosis, pemecahan otomatis turun
dan daur ulang bahan sel, tidak dipicu oleh kematian sel nekrotik.
Terapi standar nekrosis (luka,luka baring, lukabakar, dll) adalah
bedah pengangkatan jaringan nekrotik. Tergantung pada beratnya nekrosis, ini bisa berkisar
dari penghapusan patch kecil dari kulit, untuk menyelesaikan amputasi anggota badan yang
terkena atau organ. Kimia penghapusan, melalui enzimatik agen debriding, adalah pilihan lain.
Dalam kasus pilih, khusus belatung terapi telah digunakan dengan hasil yang baik.

BAB I
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang

1.        Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi
dan selama dalam kandungan. Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan
kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan
rendah diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital dalam
minggu pertama kehidupannya.
 Malformasi kongenital merupakan kausa penting terjadinya keguguran, lahir mati, dan
kematian neonatal.
Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih sangat tinggi pada bayi yang
mengalami penyakit bawaan. Salah satu sebab morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni
esophagus, meningokel eosephalokel, hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan
metabolik dan endokrin. Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan oleh kelainan
genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika.
Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat melakukan penanganan secara
terpadu.
 Dari masalah yang ada diatas setidaknya dapat memberikan pertolongan pertama dengan
dapat untuk menekan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi jika kondisi lebih
parah
Kita harus melakukan rujukan. Berdasarkan hal-hal diatas, makalah yang berjudul “Asuhan
Neonatus dengan Cacat Bawaan dan Penatalaksanaannya” ini disusun untuk mengkaji lebih
jauh mengenai neonatus dengan kelainan kongenital serta penatalaksanaannya sehingga
sebagai seorang bidan kita mampu memberikan asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir
angka kematian dan kesakitan pada neonatus sehingga tugas mutlak seorang bidan dan
terpenuhi dengan baik.
2.      Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua
kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier)
saja dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.

B. Tujuan
Adapun Tujuan dalam penulisaan makalah ini, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian kelainan congenital/ cacat bawaan pada neonatus.
2.Untuk mengetahui penyebab kelainan congenital.
3.Untuk mengetahui diagnosis kelainan congenital.
4.Untuk mengetahui kelainan kongenital pada neonatus dan penatalaksanaannya.
5. Untuk mengetahui cara pencegahan kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonates.
6. Untuk mengetahui definisi kelainan keturunan.
7. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit turunan.

C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah sebagai berikut:
1.   Apa yang dimaksud dengan cacat bawaan/ kelainan congenital pada neonatus?
2.   Apa saja yang penyebab kelainan kongenital?
3.   Apa saja kelainan kongenital yang biasanya terjadi pada neonatus dan penatalaksanaannya?
4.      Apa yang dimaksud dengan kelainan keturunan / penyakit turunan?
5.      Apa saja jenis-jenis penyakit turunan?

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi Kelainan Congenital Dan Keturunan


a.    Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada
saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir.
Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan
kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap
kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi
berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat
lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologi dan laboratorium untuk menegakkan
diagnosa kelainan kongenital setelah bayi lahir dikenal pula adanya diagnosis pre/- ante natal
kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan
ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin.
b.      Penyakit keturunan adalah suatu penyakit kelainan genetik yang diwariskan dari orangtua
kepada anaknya. Namun ada orangtua yang hanya bertindak sebagai pembawa sifat (carrier)
saja dan penyakit ini baru muncul setelah dipicu oleh lingkungan dan gaya hidupnya.
               2. Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital  
antara lain:
2.1  Kelainan Genetik dan Khromosom.
                 Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum
Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering
sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu
langkah-langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dafam bidang teknologi kedokteran,
maka telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal
serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh
kelainankhromosom autosomai trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada
kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
2.2  Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai
contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot)
2.3  Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu

organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan
kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi
virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada
mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi
toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
2.4  Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah
satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide
yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan
yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum
banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama,
dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang
sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada
pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon
yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum
kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
2.5  Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah

Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka
kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93
untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500
untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 :
75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45
tahun atau lebih.
2.6  Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan
untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang
normal.
2.7  Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan
kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau
terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
2.8  Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan
makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A

ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
2.9  Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan
faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.    
3.         Jenis-jenis Kelainan Kongenital/ Cacat Bawaan Pada Neonatus

3.1       Encephalocele


      Enchepalokel jarang ditemukan, merupakan cacat pada daerah oksipital dimana terjadi
penonjolan meningen yang mengandung jaringan otak dan cairan liguor.
 Terapi: eksisi kantong dan menyelamatkan sebanyak mungkin jaringan otak kemudian
menutup cacat tersebut
 Perawatan Pra-Bedah: cegah jaringan saraf terpapar yaitu lesi ditutupi kassa steril atau kassa
yang tidak lengket, pertahankan suhu tubuh, catat aktivitas tungkai dan sfingter anal, catat
lingkar kepala, foto tulang belakang, foto lesi.
 Perawatan pasca bedah: jamin intake, rawat luka operasi, posisi bayi di ubah tiap 1 jam,
monitor BAK/ BAB, ukur lingkar kepala tiap hari, beri dukungan bagi orang tua/ penjelasan pada
orang tua mengenai kelainan ini.

3.2       Hidrocephalus


 Definisi: keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak,
sehingga kepala menjadi besar. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada sampai 5 liter,
sehingga tekanan intrakranial sangat tinggi.  
 Hidroscephalus ada dua, yaitu:

3.2.1 Hidrocephalus tak berhubungan (obstruktif) : tekanan CSS meningkat karena aliran CSS
dihambat di suatu tempat di dalam sistem ventrikel

3.2.2 Hidrosefalus berhubungan (komunikans) : tekanan CSS meningkat karena CSS tidak
ventrikel di absorbsi dari ruang subarachnoid, tetap tidak terdapat gangguan dalam sistem.
 Penyebab: Obstruksi sirkulasi likuor (sering terdapat pada bayi) yaitu kelainan bawaan,
infeksi, perdarahan, sekres yang berlebihan, gangguan reasorbsi likuor.
 Gejala klinik: Muntah, Nyeri kepala, kesadaran menurun, kepala besar, sutura tengkorak belum
menutup dan teraba melebar, sklera tampak di atas iris (Sunset Sign), ubun-ubun besar
melebar atau tidak menutup pada waktunya, dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang
menipis, tegang dan mengkilat, bola mata terdorong kebawah.
 Pemeriksaan yang dilakukan: USG, CT Scan, Ventrikulografi
 Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus:
3.2.2.1 Mengurangi produksi CSS yaitu merusak sebagian fleksus koroidalis dengan
pembedahan. Obat diamox mempunyai khasiat inhibisi pembentukan CSS.
3.2.2.2 Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yaitu
menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid.
3.2.2.3 Pengeluaran cairan CSS ke dalam organ ekstrakranial yaitu caara terbaik ke dalam vena
jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil yang memungkinkan penagliran CSS ke satu
arah. Tindakan ini mudah terjadi infeksi sekunder/ sepsis
 Penatalaksanaannya:
a. Kesadaran menurun: pasien diberikan makanan melalui sonde, dan secara bertahap jika
kesadaran mulai ada dapat diberikan susu per oral. Pasien dipasang infus dengan cairan glukosa
(5-10%) dan NaCl 0,9 %

c. Monitor tetesan infus agar tidak terlalu cepat karena dapat menampah tekanan pada otak
d. Kepala pasien harus di alasi bantal yang lembut.
e. Perhatikan agar kulit kepala tetap kering

f. Ubah posisi kepala tiap dua jam, jika tampak kulit kemerahan posisi di ubah tiap satu jam.
g. Jika terjadi lecet beri salep dan tutup dengan kassa
h. Tutup mata dengan kassa steril tiap pasien tidur
i. Jelaskan kepada orang tua bahwa penyakit ini berat dan sukar pengobatannya
j. Jelaskan tentang penyakit anaknya
3.3  Labioskizis dan Labiopalatoskizis
 Celah bibir dan celah langit-langit adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir
bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.
 Celah bibir (Labioskizis) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian
atas, yang biasanya berlokasi tepat di bawah hidung.
 Celah langit-langit (palatoskizis) adalah suatu saluran abnormal yang melewati langit-
langit mulutdan menuju ke saluran udara di hidung.
 Etiologi: mungkin mutasi genetik atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelainan pada
janin, contohnya virus atau bahan kimia).  Manifestasi klinik: Labioskisis yaitu distorsi pada
hidung, tampakØ sebagian atau keduanya dan adanya celah pada bibir. Palatoskisis yaitu
tampak ada celah pada palatum, ada rongga pada hidung, distorsi hidung, teraba ada celah
atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari, kesukaran dalam menghisap atau
makan. Komplikasi: gangguaan bicara dan pendengaran, terjadinya otitis media, aspirasi,
disstress pernapasan.
 Penatalaksanaan:
a.       Pemenuhan kebutuhan nutrisi dengan posisi kepala bayi sedikit ditegakkan, berikan minum
dengan menggunakan sendok atau pipet, cegah bayi tersedak, tepuk punggung bayi setiap 15
mL-30 mL minuman yang diminum, tetapi jangan diangkat dot selama bayi masih mengisap.
b.       Jelaskan pada orang tua tentang prosedur operasi, puasa enam jam, pemberian infus,
perhatikan keadaan umum bayi.
c.       Jelaskan pembedahan pada labio sebelum kecacatan palato, perbaikan dengan pembedahan
usia 2-3 hari atau sampai beberapa minggu. Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6
bulan dan 5 tahun, ada juga antara 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan.
Untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur > 10 minggu (3 bulan),
>5 kg, leukosit > 1000/ uL. Cara operasi yang umum dipakai adalah cara mungkin (15-24 bulan)
sebelum anak mampu bicara. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara.
d.      Prosedur perawatan setelah operasi: rangsangan untuk menelan atau menghisap, dapat
menggunakan jari-jari dengan cuci tangan yang bersih atau dot sekitar mulut 7-10 hari, bila
sudah toleran berikan minum pada bayi, dan makanan lunak sesuai usia dan dietnya.
e.       Peran bidan: memberi dukungan dan keyakinan ibu, menjelaskan pada ibu yang terpenting
untuk saat ini, adalah memberi bayi cukup minum untuk memastikan pertumbuhan sampai
operasi dapat dilakukan. Apabila hanya labioskiziz dapat menganjurkan ibu untuk tetap
menyusui. Apabila kasus labiopalatoskizis pemberian ASI peras untuk memenuhi kevbutuhan
nutrisinya. Bila masalah minum teratasi BB naik, rujuk bayi untuk operasi.

3.4               Atresia esophagus
 Atresia esofagus yaitu pada ujung esofagus buntu yang biasanya disertai kelainan bawaan
lainnya yaitu kelainan jantung bawaan dan kelainan gastrointestinal.
 Etiologi:
Tidak diketahui, kemungkinan terjadi secara multifactor. Faktor genetic, yaitu Sindrom
Trisomi 21,13, dan 18.
Gambaran klinik :
Liur selalu meleleh dari mulut bayi dan berbuih, apabila air liur masuk ke dalam trakea akan
terjadi aspirasi

 Kelainan bawaan ini biasanya terjadi pada bayi yang baru lahir dengan kurang bulan. Bayi
tersebut sering mengalami sianosis apabila cairan lambung masuk ke dalam paru-paru.
 Penatalaksanaan : Dengan operasi, sebelum operasi bayi diletakkan setengah duduk untuk
mencegah tregurgitas cairan lambung ke dalam lambung. Lakukan pengisapan cairan lambung
untuk mencegah aspirasi bayi dirawat dalam inkubator,ubah posisi lebih sering, lakukan
pengisapan lendir, rangsang bayi untuk menangis agar paru-paru berkembang.

3.5  Atresia Ani dan Recti


 Definisi : Tidak adanya lubang tetap pada anus atau tidak komplit perkembangan
embrionik pada distal usus ( anus ) atau tertutupnya secara abnormal.
 Penyebab : ketidaksempurnaan proses pemisahan septum anorektal.
 Gambaran klinik : bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium atau urine bercampur mekonium

Atresia Ani terdapat empat golongan yaitu stenisis rektum yang lebih rendah atau pada anus,
membran anus menetap, anus inperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada macam-
macam jarak dari perinium, lubang anus terpisah dengan ujung rektum yang buntu.
 Pemeriksaan diagnostik :
 Yaitu pemeriksaan fisik rektum kepatenan rektum dan dapat dilakukan colok dubur
dengan menggunakan jari atau termometer yang dimasukkan sepanjang 2 cm ke dalam anus,
kalau ada kelainan termometr dan jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan
terdapat penyumbatan lebih tinggi dari perinium, gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah
lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau. Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui
sampai dimana terdapat penyumbatan.
 Penatalaksanaan : Pembedahan yaitu eksisi membran anal, fisula yaitu dengan kolostomi
sementara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus, dengan mempersiapkan
operasi dan penjelasan kepada orang tua mengenai kelainan anaknya serta tindakan yang akan
dilakukan. Sebelum pembedahan bayi dipasangi infus, sering diisap cairan lambungnya,
dilakukan observasi tanda-tanda vital. Operasi dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama hanya
dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan atau lebih dilakukan operasi tahapan kedua.
Perawatan pasca operasi yaitu pencegahan infeksi, penjelasan kepada orang tua cara merawat
anus buatan dan menganjurkan agar konsultasi secara teratur dan menjaga kesehatan bayi agar
dapat di lakukan oprasi tahap kedua tepat pada waktunya.

3.6  Hirschsprung
 Pengertian : suatu kelainan bawaan tidak terbentuknya sel ganglion para simpatis dari
pleksuss messentrikus / aurebach pada kolon bagian distal
Hirschsprung terbagi dua yaitu segmen pendek : dari anus sampai sigmoid, segmen panjang :
kelainan melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus.
 Gambaran Klinik : Trias yang sering ditemukan ialah mekonium yang lambat keluar          ( lebih
dari 24 jam ), perut kembung, dan muntah berwarna hijau.
 Pemeriksaan colok anus yaitu jari akan merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti
dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
 Penatalaksanaan : hanya dengan operasi, atau biasanya pipa rektum (merupakan tindakan
sementara) dan dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis (bila ada instruksi dokter),
memberikan yang bergizi serta mencegah terjadinya infeksi. Masalah utama yang terjadi
gangguan defekasi (obstipasi).

3.7  Spina Bifida


 Adalah kelainan bawaan yang terbentuk sejak dalam kandungan. Ada sebagian
komponen tulang belakang yang tidak terbentuk. Jadi, tidak ada tulang lamina yang menutupi
sumsum atau susunan sistem saraf pusat di tulang belakang. Terjadinya kelainan ini, dimulai
sejak dalam masa pembentukan bayi dalam kandungan. Terutama pada usia 3-4 minggu
kehamilan. Pada masa ini janin sedang dalam pembentukan lempeng-lempeng saraf. Jika saat
itu ada gangguan, tulang belakang yang seharusnya menutup jadi tidak menutup. Kemungkinan
penyebab gangguan ini adalah ibu hamil kekurangan konsumsi asam folat. Pada proses
perkembangan tulang belakang dengan sarafnya itu, awalnya tulang belakang dan sumsum
tumbuh di tingkat yang sama. Tapi dalam perkembangannya kemudian, Tulang belakang
tumbuh lebih cepat dari sumsum tulang. Kalau ada gangguan pembentukan tulang belakang,
perkembangannya jadi tertahan. Karena tulang belakangnya tidak terbentuk, maka sumsum
tulang jadi tersangkut pada bagian tulang yang berlubang (defect) tadi, sehingga sumsum
tulang keluar dan menonjol. Isinya bisa hanya berupa selaput saraf dengan air saja atau saraf-
sarafnya pun ikut keluar dan menonjol. Sebetulnya, kelainan ini bisa dideteksi sejak dalam
kandungan lewat pemeriksaan USG atau dengan pemeriksaan cairan amnionnya. Bahkan kalau
di luar negeri, bila diketahui si bayi terkena kelainan ini bisa langsung dikoreksi sejak dalam
kandungan.

 Gambaran klinis : Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda
spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
a. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
b. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
c. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
d. Penurunan sensasi
e. Inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
f. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Gejala pada spina bifida okulta:
a. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
b. Lekukan pada daerah sakrum.
 Terdapat beberapa jenis spina bifida:
a. Spina bifida okulta : merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra
tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak
menonjol.
b. Meningokel : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu
benjolan berisi cairan di bawah kulit.
c. Mielokel : jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit
diatasnya tampak kasar dan merah.
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen.
Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan kelainan bawaan
lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum
alfa fetoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika
hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.

Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.


Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban). Setelah bayi lahir, dilakukan
pemeriksaan berikut:
a.       Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
b.      USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis
maupun vertebra.
c.       CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya
kelainan.
 Penatalaksanaan :
a.       Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan
asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena
kelainan ini terjadi sangat dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil
adalah 1 mg/hari.
b.      Biasanya kalau ada kelainan bawaan yang berat dan dapat mengancam nyawa si bayi, maka
begitu lahir sudah disiapkan tim dokter untuk menanganinya. Misalnya dari bedah saraf, bedah
anak, ortopedi, dan dokter saraf anak. Terlebih bila spina bifidanya terbuka dan terjadi
kebocoran, maka harus segera ditutup lewat operasi. Karena bagaimanapun, tidak bisa
dibiarkan adanya hubungan dunia luar dengan susunan saraf pusat. Tindakan operasi yang
dilakukan pun memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk penutupan kalau ada defect atau kalau
ada hubungan langsung susunan saraf pusat dengan dunia luar. Selain itu, tujuan utama lainnya
adalah operasi untuk membebaskan jaringan saraf bila mungkin ada yang menyangkut di tulang
belakang yang defect (berlubang).
c.       Bila kelainan spina bifidanya terbuka luas, bayi harus dirawat di rumah sakit dan tidak
dibolehkan pulang. "Sebab, ia termasuk bayi berisiko tinggi.

16
 Sementara pada spina bifida yang dilapisi oleh kulit yang normal, bisa didiamkan saja, tanpa
perlu tindakan operasi. "Bisa dibawa pulang dan kontrol 3-5 bulan, asalkan dihindari dari cedera
seperti jatuh atau terbentur.
d.       Bila spina bifida disertai dengan hidrosefalus sebaiknya dilakukan terlebih dulu pemasangan
'selang' atau VP shunt (pintas dari rongga cairan otak ke perut). Kalau tidak, tekanan cairan dari
otak akan tinggi terus. Akibatnya, seringkali bocor dan merembes. Dengan pemasangan selang,
cairan otak dialirkan ke rongga perut sehingga tekanan cairan pun tidak terlalu tinggi. Kalau
tidak dipakaikan selang, lama-lama kepala anak akan terus membesar karena cairan otak akan
bertambah atau berproduksi terus. Pertumbuhan jaringan otak pun akan tertekan dan kalau
dibiarkan terus, bisa menjadi tipis.
e.       Kalaupun ada penundaan operasi, misal karena kondisi si anak tak memungkinkan, untuk
sementara waktu diberikan obat-obatan. Terutama untuk mengurangi produksi cairan otaknya.
Selain berusaha secepat mungkin melakukan tindakan sampai kondisinya memungkinkan. Kalau
tidak, akan mengalami masalah di atas meja operasi atau sesudahnya." Pemberian obat-obatan
pun diberikan setelah atau segera sebelum operasi.
f.       Sebelum melakukan tindakan pun, biasanya kondisi sarafnya dinilai lebih dahulu, apakah
masih berfungsi atau tidak. Misalnya, apakah anak mengalami kelumpuhan atau tidak. Lalu,
apakah ia bisa menahan pipis atau tidak. Jika ternyata saraf sudah tak berfungsi, Jadi, tindakan
operasi dilakukan menurut kaidah-kaidah yang berlaku dalam ilmu bedah anak. Selain itu, dicari
waktu yang terbaik untuk melakukan operasi. Kalau pada usia anak yang lebih besar, lebih
mudah untuk diambil tindakan karena fungsi organ tubuhnya sudah matang. Sementara pada
bayi, sangat riskan.
g.      Selain pengobatan dengan tindakan operasi, juga dilakukan stimulasi fisioterapi dan
rehabilitasi medik untuk melatih motoriknya. Misalnya dengan menggerakan otot-ototnya
supaya tidak lemah. Jadi, fungsi-fungsi saraf yang ada harus dilatih semaksimal mungkin.
Termasuk melatih BAB dan BAK. Ini amat penting mengingat tidak mungkin untuk membuat
saraf baru.

3.8       Omfalokel (amniokel = Eksomfalokel)


 Penyebabnya adalah kegagalan alat pada dalam kembali ke rongga abdomen pada waktu
janin berumur 10 minggu hingga menyebabkan timbulmya omfalokel. Kelainan dengan adanya
sembulan dari kantong yang berisi usus dari visera abdomen melalui defek dinding abdomen
pada umbikalis dan terlihat menonjol. Angka kematian ini tinggi bila omfalokel besar karena
kantong dapat pecah dan terjadi infeksi.
 Masalah yang dapat terjadi adalah potensial infeksi, sebelum operasi bila kantong belum
pecah, dioleskan merkurokrum setiap hari untuk mencegah infeksi. Setelah diolesi diolesi
dengan kasa steril, diatasnya ditutupi lagi dengan kapas agak tebal baru dipasang gurita.
 Penatalaksanaan : Operasi segera dilakukan setelah lahir, tetapi mengingat bahwa
memasukkan semua usus dan alat visera sekaligus ke dalam rongga abdomenakan
menimbulkan tekanan yang mendadak pada paru hingga timbul gangguan pernapasan, maka
biasanya operasi ditunda beberapa bulan.

3.9       Hernia Diafragma


 Terjadi karena terbentuknya sebagian diafragma sehingga isi perut masuk kedalam rongga
toraks. Kelainan yang sering ditemukan ialah penutupan tidak sempurna dari sinus
pleuroperitoneal yang terletak pada bagian posrero lateral dari diafragma. Gejala tergantung
kepada banyaknya isi perut yang masuk kedalamØ toraks, akan timbul gejala gangguan
pernapasan seperti sianosis, sesak napas, retaraksi sela iga dan sublateral, perut kecil dan
cekun, suara napas tidak terdengar pada paru yang terdesak pada bunyi jantung lebih jelas
pada bagian yang berlawanan oleh karena didorong oleh isi perut. Diagnosis adalah dengan
membuat foto toraks. Tindakan dengan operasi, sebelumnya dilakukan tindakan
pemberianØ oksigen bila bayi tampak sianosi, kepala dan dada harus lebih tinggidari pada dada
dan perut, yaitu agar tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan membbiarkan
daifragma bergerak dengan bebas. Posisi ini juga dilakukan setelah operasi.

3.10  Atresia Koane


 Penutupan satu atau kedua saluran hidung oleh karena kelainan pertumbuhan tulang-
tulang dan jaringan ikat. Bayi akan sukar bernafas dan minum. Atresia unilateral tidak
memerlukan tindakan bedah segera, tetapi bila bilateral harus dilakukan tindakan operatif.

3.11   Obstruksi Usus


 Pada bayi yang di lahirkan oleh ibu dengan hidroamnion, harus dilakukan dengan tindakan
pemasukan pipa melalui mulut kelambung. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus,
bila dapatn mencapai bila dapat mencapai lambung dan cairan lambung dapat diisap lebih dari
15 ml, dapat diduga mungkin terdapat obstruksi usus letak tinggi, obstruksi dapat terjadi pada
usus halus dan usus besar yang dapat di sebabkan atresia, stenosis atau malrotasi.
 Gejala umum yang terjadi muntah berwarnah hijau atau kuning coklat, perut membuncit,
kadang-kadang tampak gerakan peristaltikdan terdapat obstipasi.
 Penatalaksaan: dipuaskan, pemberian cairan dan elektrolit dengan parenteral, pengosongan
lambung dan usus dengan cara mengisapnya terus menerus, operasi sesuai dengan letak
obstruksi. Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang di sebabkan disfungsi umum kelenjar
eksokrim pancreas. kedaan ini menyababkan berkurangnya enzim pangkreas yant mengalir
kelumen usus halus sehingga isi usus halus menjadi kental dan menumbat lumen usus.
3.12  Atresia Duodeni
 Biasanya terjadi dibawah ampula vateri, muntah terjadi beberapa jam sesudah kelahiran. Perut
dibagian epigastrium tampak membuncit sesaat sebelum muntah. Muntah mungkin projektil
dan berwarnah hijau. Foto abdomen dalam posisi tegak akan memperlihatkan pelebaran
lambung dan bagian proksimal duodenum tampa adanya udara dibagian lain usus.

 Pengobatan ialah dengan oprasi. Sebelum operasi dilakukan hendaknya lambung dikosongkan
dan diberikan cairan intaravena untuk memperbaiki gangguan air dan elektrolit yangb terjadi.

3.13  Hipospadia
 Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana metus eksterna terletak dipermukaan
ventral penis dan lebih proksimaldari tempatnya yang normal (ujung glan penis)
Etiologi: maskulinisasi inkomplit dari genetalia karenainvolusi yang prematur dari sel interstisial
testis
Manifestas klinik: penis melengkung kearah bawah hal ini disebabkan adanya chordee
yaitubsuatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus uretra yaitu tipe glandula, distal
penila, penila, penoskrotal, scrotal dan parienal.
 Penatalaksanaan: operasi yang terdiri dari beberapa tahap yaitu operasi pelepasan chordee
dan tunneling dilakukan pada glans penis dan muaranya, bahan untuk menutup luka
eksisichordee dan pembuatan tunneling diambil dari preputium penis bagian dorsal. Oleh
karena itu hipospadia merupakan kontra indikasi mutlak untuk sirkumisi. Operasi uretroplasti,
biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama uretra dibuat dari kulit penis bagian ventral
yang diinsisi secara longitudional paralel dikedua sisis.

3.14  Fimosis
 Pengertian fimosis adalah penyempitan pada preposium, kelainan yang menyebabkan bayi
atau anak sukar berkemih.
Penyebab
Adanya smegma pada ujung prepusium yang menyulitkan bayi berkemih
 Tanda dan gejala
Kulit prepusium menggelembung seperti balon dan bayi / anak menangis keras sebelum
urine keluar.

Penanganan
        Untuk menolongnya dapat dicoba dengan melebarkan lobang preposium dengan cara
mendorong kebelakang kulit prepesium tersebut dan biasanya akan terjadi luka. Untuk
mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik.
Tindakan ini mula-mula dilakukan oleh dokter selanjutnya dirumah orangtua sendiri di minta
melakukannya seperti dilakukan oleh dokter ( pada orang barat sunat dilakukan pada seorang
laki-laki kerioka masih dirawat/ketika baru lahir. Tindakan ini dimaksudkan untuk kebersihan
/mencegah infeksi karena adanya spegma bukan karena keagamaan. Setiap memandikan bayi
hendaknya preposium didorong kebelakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas yang
telah dijelang dengan air matang.

3.15 Epispadia
 Pengertian : Suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dengan lubang uretra terdapat
bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.
 Jenis: lubang uretra terdapat dipuncak kepala penis,seluruh uretra terbuka disepanjang
penis, seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat pada dinding perut.
 Gejala: lubang uretra terdapat dipunggung penis
Diagnosis : untuk melihat beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan berikut radiologis, USG
system kemih kelamin.
Penangannan: melalui pembedahan

3.16  Kelainan Jantung Kongenital


Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah gangguan atau
kelainan organ jantung saat lahir dan merupakan salah satu penyebab kematian terbesar akibat
dari kelainan saat lahir pada tahun pertama kehidupan.
        Penelitian membuktikan bahwa mutasi genetik, factor lingkungan, infeksi saat kehamilan,
dan keracunan dapat menyebabkan atau berperan di dalam gangguan

pembentukan jantung. Meskipun begitu, terdapat beberapa kelainan bawaan yang tidak
diketahui penyebabnya.
 Pembentukan sistim kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) dimulai pada
minggu ketiga pertumbuhan janin. Sirkulasi janin akan berkembang sehingga janin dapat
tumbuh dan berkembang di dalam rahim dengan menggunakan plasenta (ari-ari) sebagai
sumber dari nutrisi, oksigen, dan pembuangan sisa metabolisme.
 Pemakaian obat tertentu pada kehamilan trimester pertama berperan dalam terjadinya
kelainan jantung bawaan (misalnya obat anti kejang fenitoin, talidomid, dan obat kemoterapi).
Penyebab lainnya adalah pemakaian alcohol, rubella, dan Diabetes selama hamil.

3.17 Kelainan Metabolik dan Endokrin


 Pengertian Merupakan gangguan metabolisme ataupun endokrin yang terjadi pada bayi baru
lahir.
 Klafikasi dan penyebab
 Gangguan metabolik yaitu:
a.       Hipertermia
b.       Hipotermia
c.       Edema, terdapat pada 150 imunisasi rhesus berat pada bayi dari ibu penderita DM.

d.      Tetani, biasanya ditemukan pada hipoparatiroidisme fisiologik sepintas yaitu karena


berkurangnya kesanggupan ginjal untuk mengsekresikan fosfat pada bayi yang mendapat susu
buatan dan bayi dari ibu penderita DM atau pra DM.

Gangguan endokrin yaitu :


1.      Hipoplasia adrenal congenital disebabkan oleh kekurangan ACTH sebagai akibat dari
hipoplasia kelenjar pituitary hipofungsi hipothalamus pada masa kritis embrio genesis

2. Perdarahan adrenal, disebabkan oleh trauma lahir, misalnya lahir dengan letak sungsang.
3. Hipoglikemia yaitu dimana kadar gula darah kurang dari 30 mg% pada bayi cukup bulan dan
kurang dari 20 mg % pada BBLR
4. Defesiensi tiroid, terjadi secara genetik yaitu sebagai kretinisme, tetapi juga terdapat pada
bayi yang ibunya mendapatkan pengobatan toiurasil atau derivatnya waktu hamil
5. Hipertirodisme sementara, dapat dilihat pada bayi dari ibu penderita hipertioidisme atau ibu
yang mendapat obat tiroid pada waktu hamil.
6. Gondok congenital disebabkan oleh kekurangan yodium dan terdapat didaerah gondok yang
endemik
7. Hiperplasia adrenal disebabkan karena peninggian kadar kalium dan penurunan kadar
natrium dalam serum

 Tanda dan gejala


a. Untuk hipotermia akut yaitu lemah, gelisah,pernafasan dan bunyi jantung lambat dan kedua
kaki dingin.
b. Untuk cold injury yaitu lemah, tidak mau minum, badan dingin, oliguria, suhu tubuh 29,5 oC –
35 oC. gerakan sangat kurang ; muka,kaki,tangan, dan ujung hidung merah seolah-olah bayi
dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan subkitis atau edema.
c. Tetani, yaitu mudah terangsang, muscular twicthing ; tremor dan kejang.

d. Hipoplasia adrenal congenital , yaitu, lemah, muntah, diare, malas minum, dehidrasi.
e.  Perdarahan adrenal yaitu / renjatan nadi lemah dan cepat , pucat, dingin.
f. Defesiensi tiroid yaitu konstipasi ikterus yang lemah ekstremitas dingin dan pada kulit
terdapat bercak yang menetap.
ng dapat menimbulkan gejala gangguan pernapasan dan dapat menyebabkan kematian
;hiporekstensi
j. Hipertermia yaitu/ dengan memperbaiki suhu lingkungan dan atau pengobatan terhadap
infeksi
k.  Hipotermia yaitu/dengan segera memesukkan bayi kedalam incubator yang suhu nya telah
diatur menurut kebutuhan bayi dan dalam keadaan telanjang supaya dapat diawasi dengan
teliti
l. Hipotermia sekunder yaitu/dengan mengobati penyebabnya misalnya dengan pemberian
antibiotika,larutan glukosa,o2 dan sebagainya.

m. Cold injury yaitu/dengan memenaskan bayi secara perlahan-


lahan,antibiotika, larutan glukosa,o2 dan sebagainya.
n. Tetani yaitu/dengan memberikan larutan kalsium glukonat 10 % sebanyak 5:10 ml IV dengan
perlahan-lahan dan dengan pengawasan yang baik terhadap denyut jantung.
o. Hipertiroidisme sementara yaitu dengan memberikan larutan lugol sebanyak 1 tetes 3-6
kali/sehari atau propiltiorasil atau metimasol, pemberian cairan secara IV, sedativum dan
digitalis bila terdapat tanda gagal jantung.
p. Gondok congenital yaitu dengan pengangkatan sebagai kelenjar tiroid dengan disertai
pemberian hormone tiroid bila terdapat gejala penyumbatan jalan nafas yang berat.
q.  Hipoplasia adrenal kongenita yaitu dengan pemberian larutan garam
 NaCL,deksoksikortikosteron dan asetat
 r. Hiperplasia adrenal yaitu/dengan memberikan larutan garam NaCL 0,9%  tambah larutan
glukosa seta pemberian kortikosteroid dosis tinggi.

s. Perdarahan adrenal yaitu/ dengan memberikan transfuse darah dan hidrokortison


t. Hipoglikemia yaitu / dengan menyuntikkan larutan glukosa 15-20 % sebanyak 4 ml/kg BB
melalui ke vena perifer.

4.      Jenis-jenis Kelainan Turunan


a.       Hemofilia
         Hemofilia adalah salah satu penyakit turunan akibat kekurangan faktor pembeku darah 8
atau 9. Perintah pembekuan darah ini terdapat di kromosom X, sehingga penderita hemofilia
kebanyakan adalah kaum laki-laki. Karena itu sebagian besar perempuan sebagai carrier saja.
Penyakit ini sulit dicegah karena setiap anak mengandung satu kromosom seks dari ibu dan satu
kromosom seks dari ayah, karenanya penyakit ini selalu dimulai sejak anak-anak.
b.      Buta Warna
Penyakit ini diwariskan dari mutasi genetik kromosom X. sebagian besar penyakit
ini,akibat faktor geneik tapi ada juga disebabkan kerusakan mata,saraf dan otak akibat bahan
kimia tertentu. Mutasi yang menyebabkan buta warna jika sedikitnya ada 19 kromosom
berbeda dan 56 gen berbeda. Kondisi ini bisa muncul saat masih kanak-kanak atau dewasa.
c.       Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus memliki hubungan yang kuat dengan keturunan. Penyakit ini
ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah akibat insulin didalam tubuh yang tidak bisa
bekerja secara optimal. Seseorang yang memiliki antigen leukosit dalam darah yang diperoleh
dari orang tuanya akan memiliki kecenderungan kuat untuk mengembangkan diabetes tipe 1
         Sedangkan diabetes tipe 2 merupakan penyakit keturunan ysng akan muncul digenerasi
berikutnya jika ada masalah lain yang menyertainya seperti obesitas,hipertensi dan gaya hidup
yang tidak sehat,yang mengganggu fungsi sel-sel beta didalam tubuhnya.

d.      Thalasemia
Thalasemia adalah kelainan darah karena hemoglobin darah mudah sekali pecah. Penyakit
ini merupakan genetik yang diturunkan jika kedua orang tuanya adalah pembawa sifat(carrier).
Akibat kelainan darah ini membuat  anak terlihat pucat dan harus mendapatkan tranfusi darah
secara teratur agar hemoglobinnya tetap normal. Berdasarkan hukum mendel jika ibunya
sebagai carrier,maka setiap anaknya berpeluang 25 persen sehat, 50 persen sebagai carrier dan
25 persen terkena thalasemia.
e.       Kebotakan
Seperti diketahui bahwa kebotakan disebabkan oleh banyak hal, tapi salah satunya juga
bisa akibat faktor keturunan dari orang tuanya. Jika ayahnya mengalami kebotakan, maka
setidaknya salah satu anaknya ada yang mengalami kebotakan akibat adanya gen yang
diturunkan. 
f.       Alergi
Sebagian besar alergi disebabkan oleh faktor keturunan. Jika orang tua memiliki bakat
alergi, maka ada kemungkinan sekitar 70 persen anak akan memiliki alergi juga. Namun jika
hanya salah satu orang saja yang alergi, maka faktor risiko ini bisa berkurang sekitar 30
persennya.
g.      Albino
Albino adalah salah satu penyakit turunan yang disebabkan anak tersebut mengandung
gen albino dari ayah dan ibunya. Kebanyakan orang dengan albino lahir dari orang tua yang
memliki gangguan dalam hal produksi melaninnya, tapi pada orang yang carrier tidak akan
menunjukan tanda-tanda memiliki gen albino. Jika orangtua hanya sebagai carrier atau memiiki
satu gen albino,sebaiknya tidak menikah dengan orang yang memiliki albino.

h.      Asma
Asma merupakan salah satu penyakit turunan dan diketahui bahwa faktor ibu lebih kuat
untuk menurunkan asma pada anak dibandingkan dengan faktor bapak. Asma bisa timbul bila
dipicu oleh adanya suatu alergi disekitarnya. Selain itu sekitar 30 persen penyakit asma
disebabkan oleh turunan dari orangtuanya. Namun pada beberapa orang yang asmanya
terkontrol dengan baik, bisa hilang saat menjelang dewasa. Salah satu cara untuk mencegah
penyakit-penyakit tersebut menurun ke generasi berikutnya adalah dengan melakukan
pemeriksaan lengkap sebelum menikah. Karena dari pemeriksaan ini akan diketahui apakah
keduanya memiliki gen penyakit yang diturunkan ke anaknya kelak atau tidak sehingga bisa
lebih siap menghadapinya.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan di atas maka kami mengangkat rumusan masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Apa definisi dari sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa ?
1.2.2 Apa kelainan sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang kelainan sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa,
mahasiswa mampu memahami tentang kelainan sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa dengan
baik dan benar.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah mengikuti proses pembelajaran, mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan definisi sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa
2. Menjelaskan kelainan sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Sistem sirkulasi darah adalah suatu sistem organ yang berfungsi memindahkan zat ke dalam
dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis).
Sistem sirkulasi dibagi dalam dua bagian besar yaitu sistem kardiovaskular (peredaran darah)
dan sistem limfatik.
Kelainan pada Sistem Peredaran Darah Manusia adalah kelainan atau penyakit yang terjadi
pada sistem peredaran atau sirkulasi darah manusia baik yang disebabkan oleh faktor internal
maupun faktor eksternal.

2.2 Kelainan Sirkulasi, Cairan Tubuh, dan Asam Basa


2.2.1 Hyperaemia / Congestion / Pembendungan
Kongesti/ hiperemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan di
dalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Daerah dimana terjadi kongesti biasanya
berwarna merah atau ungu, hal ini terjadi karena bertambahnya darah di dalam jaringan. Secra
mikroskopis kapiler-kapiler dalam jaringan hyperemia melebar dan penuh berisi darah.
Pada dasarnya terdapat dua mekanisme dimana kongesti dapat timbul:
a. Kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah
b. Penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah
Kongesti Akti
Disebut kongesti aktif jika aliran darah bertambah dan menimbulkan kongesti. Hal ini artinya
ada lebih banyak darah yang mengalir ke daerah itu dari biasanya.
Kongesti Pasif
Kongesti pasif tidak menyangkut kenaikan jumlah darah yang mengalir ke suatu daerah, tetapi
lebih merupakan suatu gangguan aliran darah dari daerah itu.
Berdasarkan waktu serangannya, kongesti pasif dibagi 2, yaitu :
a. Kongesti pasif akut : berlangsung singkat, tidak ada pengaruh pada jaringan yang terkena.
b. Kongesti pasif kronis : berlangsung lama, dapat terjadi perubahan- perubahan yang
permanen pada jaringan, terjadi dilatasi vena.
Contoh kongesti pasif adalah varises.
a. Menurut timbulnya, maka hiperemi dibedakan atas:
1) Hiperemi akut, tidak ada perubahan yang nyata
2) Hiperemi kronik, biasanya diikuti oleh oedem, atrofi dan degenerasi kadang-kadang sampai
nekrosis atau terjadi juga proliferasi jaringan ikat.
Jenis Hiperemi yang lain adalah
a. Hiperemi aktif, yang terjadi karena jumlah darah arteri pada sebagian tubuh bertambah,
biasanya terjadi secara akut.
b. Hiperemi pasif, terjadi karena jumlah darah vena atau aliran darah vena berkurang dan
terjadinya dilatasi pembuluh vena dan kapiler.hiperemi jenis ini biasanya kronik tetapi dapat
juga terjadi secara akut.

2.2.2 Edema
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan diantara sel-sel tubuh atau di dalam
berbagai rongga tubuh.
Patogenesis Edema:
1. kenaikan permeabilitas pembuluh darah.
2. obstruksi saluran limfe

Etiologi edema ada beberapa, yaitu:


1. Tekanan hidrostatik
2. Obstruksi saluran limfe
3. Kenaikan permeabilitas dinding pembuluh
4. Penurunan konsentrasi protein
Dalam edema, cairan yang tertimbun digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Transudat : yaitu cairan yang tertimbun di dalam jaringan karena bertambahnya
permeabilitas pembuluh terhadap protein.
2. Eksudat : yaitu cairan yang tertimbun karena alasan-alasan lain dan bukan akibat dari
perubahan permeabilitas pembuluh.

Macam-macam oedema: Oedema ada yang setempat dan ada juga yang menyeluruh atau
umum disebut oedema anasarka. Jenis oedema:
1. Pitting oedema
2. Non pitting oedema

2.2.3 Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai penimbunan dalam
jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari tubuh. Misalnya :
hemoperikardium, hemotoraks, hemoperitoneum, hematosalping.
Hemorhagi dapat terjadi karena darah keluar dari susunan kardiovaskuler atau karena
diapedesis (artinya eritrosit keluar dari pembuluh darah yang tampak utuh).
1. Tempat terjadinya perdarahan :
a. Kulit, dapat berupa:
1) Petechiae, yaitu perdarahan kecil-kecil bidawah kulit yang terjadi secara spontan, biasanya
pada kapiler-kapiler.
2) Echymosis, yaitu perdarahan yang lebih besar dari petechiae, yang terjadi secara Spontan.
3) Purpura, yaitu perdarahan yang berbentuk bercak, basarnya bercak antara petechiae dan
echymosis.
b. Mukosa
c. Serosa
d. Selaput rongga sendi
2. Perdarahan mempunyai nama tersendiri tergantung lokasi :
a. Hematoma, yaitu penimbunan darah setempat, diluar pembuluh darah, biasanya telah
membeku, sering menonjol seperti suatu tumor pada suatu jaringan.
b. Apopleksi, yaitu penimbunan darah yang dihubungkan dengan perdarahan otak.
c. Hemoptysis, yaitu perdarahan pada paru-paru atau salurannya kemudian dibatukkan keluar.
d. Hematemesis, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan melalui muntah (muntah
darah).
e. Melena, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan melalui anus sehingga feces
berwarna hitam
Etiologi perdarahan
a. Kerusakan pembuluh darah
b. Trauma
c. Proses patoloogik
d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan pembekuan darah.
e. Kelainan pembuluh darah.
3. Perdarahan dapat bersifat local atau sistemik
a. Perddarahan local
Tergantung lokasi perdarahan, bila lokasinya tidak vital maka tidak tampak gejala (tidak
penting), sedangkan bila lokasinya vital, seperti pada:
1) Medulla oblongata, akan timbul kematian.
2) Otak, mengganggu fungsi otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan.
3) Rongga pleura, mengakibatkan volume paru mengecil
b. Perdarahan sistemik
Tergantung dari cepat dan banyaknya perdarahan. Bila akut dan banyak maka dapat
menyebabkan kollaps sehingga semua organ tubuh akan iskhemi dan tampak pucat.

2.2.4 Thrombosis
Trombosis adalah proses proses pembentukan bekuan darah atau koagulum dalam
sistemVaskuler (pembuluh darah atau jantung) pada manusia. Trombosis ini memiliki nilai
pentingdalam kasus perdarahan. Koagulum darah (thrombus) adalah suatu massa yang
tersusun dariunsur-unsur darah didalam pembuluh darah. Thrombus dapat merupakan
sumbatanhemostatis yang efektif yang terbukti membahayakan.
Etiologi Trombus
Ada tiga keadaan dasar yang menyebabkan terbentuknya bekuan (trombus):
1. Kelainan dinding dan lapisan pembuluh darah/ perubahan pada permukaan
endotelpembuluh darah :Aterosklerosis (penyakit pada lapisan dan dinding atreri yang
menyebabkantidak rata dan menebal. Arteri darah merupakan aliran tekanan tinggidengan
kecepatan tinggi, berdinding agak tebal dan tidak mudah berubahbentuk)Poliarteritis
nodosaTrombophlebitis2.
2. Kelainan aliran darah/perubahan pada aliran darah :Bila aliran darah berubah, misalnya
menjadi lambat maka trombosit akan menepisehingga mudah melekat pada dinding pembuluh
darah. Perubahan ini lebih seringterjadi pada Vena/flebotrombosis (aliran darah vena
merupakan aliran bertekananrendah dan kecepatannya relatif rendah dan dindingnya tipis,
sehingga mudahberubah bentuk) . Trombus sering terjadi pada : Varices dan vena yang
terbendungakibat penekanan tumor.
3. Peningkatan daya koagulasi darah/ perubahan pada konstitusi darah :Perubahan dalam
jumlah dan sifat trombosit dapat mempermudah trombosis olehkarena terjadi hiperkoagulasi
sehingga trombosit mudahg melekat :Infark paruTumor ganas (terbentuk
tromboplastin)Trombophlebitis.
Akibat Trombus :
1. Pada Trombosis Arteri : Jika arteri tersumbat oleh thrombus maka jaringan yangdisuplai oleh
arteri itu akan kehilangan suplai darah yang menyebabkan kelainanfungsi jaringan sampai
kematian.
2. Pada Trombosis Vena : akibat dari trombus vena agak berlainan, karena sistem
venamempunyai saluran anastomosis sehingga Jika salah satu vena tersumbat, makadarah
masih bisa menemukan jalan kembali ke jantung melalui saluran tadi. Hanya jika vena yang
sangat besar yang tersumbat barulah timbul gangguan lokal.

2.2.5 Emboli
Emboli yaitu suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah.
Prosesnya disebut Embolisme. Emboli dapat berasal dari trombus (tromboemboli) dalam
jantung, Trombus dalam vena dan trombus dalam arteri. Embolus dapat berupa :
1. Benda padat yang berasal dari trombus, sel kanker ataupun dari kelompok bakteri dan
jaringan
2. Benda cair yang berasal dari zat lemak maupun cairan amnion ataupun benda asingyang
disuntikkan ke dalam sistim kardiovaskular
3. Benda gas, dapat berasal dari udara, nitrogen dan CO2 Patogenesis, Perjalanan dan Akibat
Emboli
Emboli dalam tubuh terutama berasal dari trombus vena (v. profunda) yang terlepas
danterbawa aliran darah masuk ke Vena Cava kemudian ke jantung kanan. Darah meninggalkan
ventrikel kanan ke cabang utama arteri pulmonalis lalu ke cabang arteri pulmonalis kanan
dankiri sampai ke pembuluh darah yang lebih kecil. Karena keadaan antomis ini maka emboli
yangberasal dari trombus vena berakhir sebagai emboli arteri pulmonalis.
Emboli yang menyangkut sirkulasi arterial berasal dari bagian kiri sistem sirkulasi. Emboli
arteripaling sering ditemukan berasal dari trombus intrakardium atau dari thrombus mural
dalamaorta.Gelembung gas pada berbagai keadaan dapat menjadi emboli, keadaan ini
dinamakan penyakit Caisson, yang timbul jika seseorang hidup dibawah tekanan atmosfir yang
meningkat sepertidalam perlengkapan menyelam dibawah air karena makin banyak gas
atmosfir yang terlarutdalam darah dan gelembung tersebut tersangkut dalam mikrosirkulasi,
juga dapat vterjadi padakesalahan infuse IV atau pemasangan kateter.
Akibat-akibat embolus tergantung pada besar dan , jenis embolus, pembuluh darah
yangterkena serta ada tidaknya kolateral, contoh :
 Bila terjadi sumbatan terutama bila trombus yang besar sebagai emboli maka
dapatmenimbulkan kematian mendadak, insufisiensi pembuluh koroner, myocard infark dan
anoksia otak Sebaliknya emboli pada pembuluh darah nyang lebih kecil (emboli
arteripulmonalis) dapat tanpa gejala, perdarahan paru-paru akibat kerusakan vaskuler,
ataunekrosis sebagian paru-paru
 Ada penyebaran sel tumor ganas yang terbawa oleh limfe
 Embolus dapat menyebabkan sarang-sarang infeksi baruPembagian embolus berdasarkan
asalnya :
a. Embolus Vena
b. Emboli Arteri
c. Arteri lemak: terdiri dari butir lemak , cenderung terbentuk di dalam sirkulasi setelahtrauma
(trauma tulang atau trauma jaringan lemak).
d. Emboli Cairan amnion
e. Emboli gas (jarang)

2.2.6 Atersklerosis
Keadaan dimana pembuluh arteri mengalami penebalan dan atau pengerasan dindingAda tiga
keadaan yang tercakup :
1. Sklerosis Monckeberg : menyangkut pengendapan garam-garam kalsium dalamdinding
muskuler arteri berukuran sedang. Bentuk ini secara klinis tidak pentingkarena endotel
pembuluh tidak kasar dan lumennya tidak menyempit.
2. Arteriosklerosis : suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada pembuluh arteriyang
mengakibatkan penebalan dan/pengerasan dinding arteri/atreriol. Keadaan inisering terlihat
pada penderita Tekanan Darah Tinggi dan juga berhubungan denganketuaan
3. Aterosklerosis : Merupakan penyakit yang melibatkan aorta, cabang-cabangnya yangbesar
dan arteri ukuran sedang. Aterosklerosis ini tidak melibatkan arteriol dan jugatidak melibatkan
sirkulasi vena.Faktor yang menyokong perkembangan aterosklerosis :
a. Faktor genetik tertentu
b. Kolesterol tinggi
c. Diabetes Mellitus
d. Hipertensi
e. Merokok

2.2.7 Dehidrasi
Dehidrasi ialah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai ”output” yang melebihi
”intake” sehingga jumlah air pada tubuh berkurang.
Dehidrasi dapat terjadi karena :
a. Kemiskinan air (water depletion)
b. Kemiskinan natrium (sodium depletion)
c. Water and sodium depletion bersama-sama.
Kekurangan air atau dehidrasi primer :
Terjadi karena masuknya air sangat terbatas, misalnya pada pasien coma yang terus-menerus
dan penderita rabies oleh karena hydrofobia. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer adalah:
haus, air liur sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria, sampai anuri, sangat lemah,
timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium.
Dehidrasi sekunder (sodium defletion)
Dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit.
Gejala-gejala dehidrasi sekunder : nausea, muntah-munyah, kekejangan, sakit kepala, perasaan
lesu dan lelah.

2.2.8 Gangguan Keseimbangan Asam Basa


1. Keseimbangan Asam Basa
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh
lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH.
Klasifikasi pH
 pH 7,0 adalah netral
 pH diatas 7,0 adalah basa (alkali)
 pH dibawah 7,0 adalah asam

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam keseimbangan asam basa adalah :


a. Konsentrasi ion hidrogen [H+]
b. Konsentrasi ion bikarbonat [HCO3-]
c. pCO2
2. Definisi Keseimbangan Asam Basa
Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepas ion hidrogen kesuatu larutan atau kesenyawa
biasa. Contoh asam klorida ( HCl), hidrogen ( H+) dan ion klorida ( Cl-). asam karbonat (H2CO3) ,
H+ dan ion bikarbonat ( HCO3-)
Basa adalah senyawa kimia yang menerima ion hidrogen. Contoh, ion bikarbonat HCO3-, adalah
suatu basa karena dapat menerima ion H+ untuk membentuk asam karbonat (H2CO3).
Demikian juga fospat ( HPO4) suatu basa karena dapat membentuk asam fospat (H2PO4).
Keseimbangan asam-basa adalah mekanisme yang digunakan tubuh untuk menjaga cairan ke
tingkat netral (tidak asam atau basa) sehingga tubuh dapat berfungsi dengan baik.
3. Gangguan Metabolic
a. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya
kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH,
darah akan benar-benar menjadi asam. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan
kedalam 3 kelompok utama:
1) Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan
yang diubah menjadi asam.
2) Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme.
3) Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah
yang semestinya

Sebab-sebab alkalosis metabolik Kehilangan H dari ECF.


1) Kehilangan melalui saluran cerna (berkurangnya volume ECF)
a. Muntah atau penyedotan nasogastrik
b. Diare dengan kehilangan klorida
2) Kehilangan melalui ginjal
a. Diuretik simpai atau tiazid (pembatasan NaCl + berkurangnya ECF)
b. Kelebihan mineralokortikoid
(1) Hiperaldosteronisme
(2) Syndrom cushing ; terapi kortikosteroid eksogen )
(3) Makan licorice berlebihan
3) Karbenisillin atau penicillin dosis tinggi
Retensi HCO3
1) Pemberian Natrium Bikarbonat berlebihan
2) Sundrom susu alkali (antasid, susu, natrium bikarbonat)
3) Darah simpan (sitrat) yang banyak (>8unit)
4) Alkalosis metabolik hiperkapnia (setelah koreksi pada asidosis respiratorik kronik)

4. Gangguan Pernafasan
a. Asidosis Respiratorik
Ciri: PaCO2 ↑ >45mmHg dan pH <7,35 → kompensasi ginjal retensi dan peningkatan [HCO3-]
Sebab-sebab asidosis respiratorik (sebab dasar = Hipoventilasi)
Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata
1) Obat-obatan : Kelebihan dosis opiat, sedatif, anestetik (akut)
2) Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik
3) Henti jantung (akut)
4) Apnea saat tidur
Gangguan otot-otot pernafasan dan dinding dada :
1) Penyakit neuromuskuler : miastenia gravis, sindrom guillain-Barre, poliomielitis, sklerosis
lateral amiotropik.
2) Deformitas rongga dada : kifoskoliosis
3) Obesitas yang berlebihan : sindrom pickwikian
4) Cedera dinding dada seperti patah tulang-tulang iga
Gangguan pertukaran gas :
1) PPOM (emfisema dan bronkitis)
2) Tahap akhir penyakit paru intrinsik yang difus
3) Pneumona atau asama yang berat
4) Edema paru akut
5) Pneumotorak
Obstruksi saluran nafas atas yang akut :
1) Aspirasi benda asing atau muntah
2) Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat
b. Alkalosis Respiratorik
Ciri: penurunan PaCO2 7,45 → kompensasi ginjal meningkatkan ekskresi HCO3-
Sebab-sebab alkalosis Respiratorik (sebab dasar =hiperventilasi)
Perangsangan sentral terhadap pernafasan
1) Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stres emosional
2) Keadaan hipermetabolik : demam, tirotoksikosis
3) Gangguan SSP
4) Cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak
5) Tumor otak

Anda mungkin juga menyukai