Homeostatis
Homeostatis
HOME
ARTIKEL
PETA SITUS
ABOUT US
KONTAK KAMI
HOME
MIKROBIOLOGI
BOTANI
ZOOLOGI
BIOLOGI MOLEKULAR
EKOLOGI
BIOLOGI SMA
PETA SITUS
Advertisements
Adapun sistem umpan balik positif (positive feedback systems) muncul saat
terjadi peningkatan suatu hormon (Contoh: Hormon I) yang akan
mempengaruhi kelenjar untuk melepaskan hormon lain (contoh: Hormon II)
yang kemudian justru dapat menstimulasi peningkatan produksi hormon I.
Sistim umpan balik positif memiliki beberapa mekanisme pemberhentian
pelepasan hormon I atau bila tidak sistem akan berkerja terus tanpa henti
(Gambar 2).
Baca juga : Sistem Peredaran Darah Pada Katak / Kodok (Amfibi) Dilengkapi
Gambar
Homeostasis Glukosa
Glukosa darah manusia dijaga pada konsentrasi yang tepat. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kadar glukosa darah adalah asupan makanan,
kecepatan proses pencernaan, proses metabolisme, ekskresi, latihan fisik,
status fisiologis dan status reproduksi.
Semua faktor tersebut mempengaruhi proses faal secara terus menerus dan
kadar glukosa plasma darah. Pada saat-saat tertentu kadar glukosa akan
menurun sesuai dengan aktivitas otot terutama saat terjadi penurunan asupan
makanan. Berkurangnya glukosa darah akan terdeteksi oleh sel-sel
α pankreas (sel-sel pulo-pulo Langerhans). Sel-sel α akan mensekresi
hormon glukagon yaitu hormon yang akan mempengaruhi sel-sel hati
(hepatocyte) untuk mensekresi glukosa sehingga yang akan menaikkan kadar
glukosa dalam darah.
Sebaliknya, saat kadar glukosa darah meningkat, terutama sesudah ada
asupan makanan, akan terdeteksi oleh sel-sel β pankreas untuk melepaskan
hormon insulin. Insulin tersebut akan menginduksi pengambilan glukosa dari
darah menuju hati dan sel-sel lainnya sehingga kadar glukosa darah akan
menurun hingga mencapai konsentrasi yang normal dalam darah.
Kekurangan hormon insulin mengakibatkan ketidakmampuan penurunan
kadar glukosa darah yang menyebabkan diabetes mellitus (Gambar 4).
Gambar. 4. Homeostasis Glukosa
Homeostasis Kalsium
Dalam tubuh ion Ca2+ dibutuhkan untuk proses pembekuan darah, sekresi
proses seluler dan kontraksi otot. Pada mamalia konsentrasi Ca 2+ dijaga
dalam jumlah terbatas, namun perubahan sedikit saja dari titik tertentu (set
point) akan mempengaruhi mekanisme homeostasis untuk membawa kembali
konsentrasi Ca2+ ke kondisi nilai semula. Jika terjadi penurunan konsentrasi
Ca2+ maka sel-sel kelenjar paratiroid akan mendeteksi kondisi tersebut
sehingga mensekresi parathormon yang selanjutnya akan:
(1) beraksi untuk mempengaruhi aktivitas tulang melepaskan simpanan
kalsium
(2) menstimulasi absorpsi Ca2+ dari usus dan
(3) meningkatkan resorpsi/pencegahan hilangnya Ca2+ dari urin oleh ginjal
Semua proses tersebut di atas cenderung mengembalikan konsentrasi Ca2+
kembali ke kadar normal.
Sebaliknya, kekurangan parathormon menyebabkan penurunan kadar
Ca2+ yang dapat menyebabkan konvulsi tetanik (kejang-kejang) dan kematian.
Jika konsentrasi Ca2+ meningkat (terutama setelah ada asupan makanan),
akan mempengaruhi hormon lain yakni Calcitonin yang mampu menurunkan
kadar sirkulasi Ca2+.
Pada mamalia, hormon calcitonin dilepaskan oleh sel-sel parafollikular dalam
kelenjar tiroid yang mampu mendeteksi terjadinya peningkatan konsentrasi
Ca2+. Fungsi hormon Calcitonin antara lain menyebabkan terjadinya proses
deposisi/penyimpanan Ca2+ ke dalam tulang, serta mencegah pengambilan
dan resorpsi Ca2+ di usus dan ginjal (Gambar 5).
9OPOWPQ
Fungsi hormone calcitonin antara lain menyebabkan terjadinya proses
deposisi atau penyimpangan ca2+ kedalam tulang serta mencegah
pengambilan dan resorpsi ca2+ di usus dan ginjal
Gambar 5. Homeostasis kalsium
Homeostasis Sodium
Ion-ion Na+ merupakan elektrolit utama cairan tubuh yang secara kontinyu
hilang dari tubuh melalui urin dan keringat. Pada dinding pembuluh darah
ginjal terdapat beberapa sel yang bertindak sebagai osmoreseptor yang
mampu memonitor konsentrasi Na+ dalam darah.
Jika diketahui terjadi penurunan osmolaritas, sel-sel tersebut akan
melepaskan senyawa renin yang berfungsi sebagai enzim dan mampu
memisahkan protein plasma darah menjadi senyawa peptida yang lebih kecil
yang selanjutnya akan mempengaruhi enzim lain untuk melepaskan hormon
peptide lainnya yakni Angiotensin II. Angiotensin II akan menstimulasi sel-sel
adrenal bagian korteks untuk mensekresi aldosteron. Aldosteron kemudian
akan mempengaruhi beberapa kumpulan sel-sel tubulus ginjal menyerap Na+
dari urin.
Jantung sebagai Kelenjar Endokrin
Saat darah masuk ke dalam jantung maka akan terjadi pembesaran atrium
yang menjadi stimulus bagi diuresis air dan garam ginjal. Diketahui bahwa
ekstrak ANF (atrial natriuretic factor) atrium (disebut hormon atriopeptin) yang
disuntikkan pada tikus mampu menimbulkan peningkatan garam-garaman di
urin (natriuresis) dan ekskresi air (diuresis).
Integrasi Neuroendokrin dalam Homeostasis
Perubahan faktor-faktor extrinsic dan intrinsic (seperti konsentrasi elekrolit,
senyawa metabolit) dimonitor dan dideteksi oleh berbagai macam reseptor
(seperti mekanoreseptor, kemoreseptor, osmoreseptor, termoreseptor,
baroreseptor). Elemen-elemen sensoris dapat berupa komponen-komponen
seluler kelenjar yang merespons berbagai stimuli dengan melepaskan hormon
ke dalam sirkulasi darah atau memancarkan impuls saraf ke sel saraf atau
elemen-elemen seluler lainnya yang selanjutnya juga akan me menginduksi
pelepasan satu atau lebih senyawa kimia (chemical messenger/hormon).
Salah satu contoh dari integrasi neuroendokrin dalam homeostasis adalah
kontrol keseimbangan air. Jika tubuh mengalami kekurangan air yang tidak
diperbaiki maka akan mengakibatkan dehidrasi. Perubahan elektrolit Na+
dalam darah akan dimonitor oleh osmoreseptor (sel sensoris yang
mendeteksi kondisi ‘hyperosmolality’) dan baroreseptor (sel sensoris yang
mendeteksi kondisi ‘hypovolemia’).
Kedua informasi akan disampaikan ke- dan diintegrasi oleh hipotalamus yang
akan mensekresikan hormon ADH (Antidiuretic Hormone/ADH atau Arginine
Vasopressin/AVP disebut vasopressin) ke dalam darah yang selanjutnya akan
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal yang mampu mereabsorpsi air.
Vasopressin juga menyebabkan kontraksi otot pembuluh darah yang mampu
memperbaiki sebagian tekanan darah. Selain itu, neuron sensoris dalam otak
juga memonitor osmolalitas cairan tubuh yang pada keadaan dehidrasi akan
mensekresi neurohormon yang mampu menstimulasi perilaku minum
(dipsogenik).
Pencarian Terkait:
homeostasis dan hormon
mekanisme keseimbangan gula darah
Mh Badrut Tamam
Governing Board of Generasi Biologi Indonesia Foundation
Share this:
Telegram
Like this:
Reader Interactions
Leave a Reply
Primary Sidebar
Search
Search this website
SUBSCRIBE TO BLOG VIA EMAIL
Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of
new posts by email.
Join 2 other subscribers
Email Address
SUBSCRIBE
POSTING TERBARU
Ini yang Terjadi pada Perilaku Hewan Ketika Terjadi Gerhana Matahari
Perbedaan Ular King Kobra dengan Kobra
Adaptasi Ular Laut Ketika Bernafas di Air Kini Terungkap
Human Papillomavirus (HPV): Patologi dan Biologi Molekuler
Peran Protein G Sebagai Saklar Molekuler
ARSIP
Arsip
KATEGORI ARTIKEL
Kategori Artikel