Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Keragaman Budaya”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori, Proses dan


Konteks Budaya Pendidikan

Disusun Oleh:
Elsa Ray sandita (20197279011)
Mara Vitalaya (20197279038)
Yola Ratal (20197279069)
Atikah Alfiani (20197279070)
Awaliya Nurul .H (20197279075)

Kelas: 1n (Ekstensi B MIPA)


Dosen Pengampu: Dr. Soeparlan Kasyadi

FAKULTAS PASCASARJANA PENDIDIKAN MIPA


UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................3


BAB I .................................................................................................................................4
PENDAHULUAN .............................................................................................................4
A. Latar Belakang .......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................5
BAB II ...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN ................................................................................................................6
A. Pengertian Multikulturalisme .................................................................................6
B. Ciri-ciri Masyarakat Multikultural .........................................................................8
C. Masalah Yang Muncul Akibat Multikultural ........................................................10
D. Proses Terjadinya Budaya Baru dari Hasil Multikultural .....................................13
BAB III ............................................................................................................................18
PENUTUP .......................................................................................................................18
A. Kesimpulan ..........................................................................................................18
B. Saran ....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................19
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga penulis berhasil

menyelesaikan makalah ini, dengan judul “KERAGAMAN BUDAYA”.

Makalah ini berisikan tentang keberagaman budaya di Indonesia,

Membahas pengertian keberagaman budaya dalam masyarakat, faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya keberagaman budaya di Indonesia, serta solusi singkat

beberapa masalah akibat keanekaragaman budaya.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-

kekurangan baik pada teknis penulisan maupun penguasaan materi, mengingat

akan kemampuan penulis yang tebatas untuk itu kritik dan saran dari semua pihak

sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Tidak lupa

penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Jakarta, Maret 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat

dipungkiri keberadaanya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk,

selain kebudayaan kelompok suku bangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri

dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan

pertemuan dari beberapa kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di

daerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka

tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami wilayah

dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian

hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga

berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok suku bangsa dan masyarakat di

Indonesia yang berbeda. Pertemuan dengan kebudayaan luar juga

mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga

menambah ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia.

Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai

komunitas desa, atau kota, atau sebagai kelompok adat yang lain, bisa

menampilkan corak yang khas. Corak khas dari suatu biasa tampil karena

kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil, berupa suatu unsur

kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus. Atau karena diantara pranata-

pranatanya ada suatu pola sosial yang khusus, atau dapat juga karena warganya

menganut suatu tema budaya yang khusus. Corak khas tadi juga disebabkan
karena adanya kompleks unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak

khususnya tadi, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lain.

Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia

mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga mencerminkan

kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah salah satu

negara dengan tingkat keaneragaman budaya yang tinggi. Dalam makalah ini

akan membahas keanekaragaman warna masyarakat dan kebudayaan serta

implementasi yang dapat diterapkan di Indonesia sebagai upaya untuk

memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai multikulturalisme.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan diatas, dapat di

rumuskan permasalahan, yaitu:

1. Seperti apa keberagaman budaya di Indonesia?

2. Bagaimana cara yang bisa di lakukan untuk menyelesaikan masalah yang

timbul akibat keberagaman?

3. Bagaimana proses terjadinya budaya baru dari hasil Multikultural?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui seperti apa keberagaman budaya atau Multikulturalisme

di Indonesia.

2. Untuk mengetahui cara yang bisa di lakukan untuk menyelesaikan masalah

yang timbul akibat keberagaman.

3. Untuk mengetahui proses terjadinya budaya baru dari hasil Multikultural.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis,

multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan

isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan

akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan

kebudayaanya masing-masing yang unik (mahfud 2014; 75).

Multikulturalisme adalah suatu pendekatan yang menggantikan unversalisme

dan yang memperkenalkan etnik yang tidak perlu dan tidak mendukung ke

dalam wilayah perhatian atau kegiatan „masyakarat sipil‟ (Soemantri, 2011).

Multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian

dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan

penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang

terdapat dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat multikultural adalah suatu

masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas budaya dengan

segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia,

suatu sistem arti nilai bentuk organisasi social, sejarah adat serta kebiasaan.

Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman penghargaan serta penilaian

atas budaya seseorang serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang

budaya etnis orang lain, sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan

perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara

kebudayaan.
Konsep multikulturalisme adalah suatu posisi multikultural untuk

menjawab perbedaan yang berkaitan dengan rasial, golongan sosial-ekonomi,

bahasa, budaya, jenis kelamin, dan keturunaan. Dengan demikian, setiap

individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup

bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan

untuk diakui (politics of recognition) merupakan akar dari segala

ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan. Multikulturalisme

merupakan suatu paham yang menekankan pada kesenjangan budaya local

tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata

lain, penekanan utama multikulturalisme adalah kesataraan budaya.

Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang

kemudian diwujudkan dalam politics or recognition (Nurhusna, 2014). Dalam

konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan

masyarakat yang berlandaskan Bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu

kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi Bangsa Indonesia. Namun

dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi

terbentuknya multikulturalisme di masyarakat, hal ini terjadi karena

kebanyakan masyarakat Indonesia belum memahami apa itu konsep

multikulturalisme dan tiap sukunya memiliki identitas diri yang sangat kuat.

Dari penjelasan sebelumnya, maka secara garis besar Multikultural

adalah berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya

dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu. Penulis

menyimpulkan simpulkan bahwa memahami multikulturalisme itu sangatlah


penting. Selain kita dapat memahami, menerima dan menghargai keragaman

budaya yang ada, kita juga dapat memperkuat ikatan emosional antar suku

dari budaya yang berbeda. Dengan menerima adanya keragaman budaya, kita

tidak lagi memandang perbedaan budaya menjadi sesuatu yang berbeda,

melainkan menjadikan perbedaan tersebut sebagai keragaman untuk

memperkaya budaya.

B. Ciri-ciri Masyarakat Multikultural


1. Masyarakat Majemuk

Masyarakat Majemuk adalah Masyarakat Indonesia sudah sejak

lama dikenal sebagai masyarakat yang bersifat majemuk. Hal itu dengan

mudah dapat diketahui dalam semboyan negara Republik Indonesia

“Bhinneka Tunggal Ika” artinya “Meskipun berbeda-beda tetapi tetap

satu. Semboyan itu secara umum mengandung arti meskipun masyarakat

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa tetapi tetap merupakan satu

kesatuan Republik Indonesia. Di balik semboyan itu sebenarnya terdapat

suatu pesan bahwa masyarakat Indonesia menghadapi masalah persatuan

dan kesatuan di dalamnya. Di dalamnya terdapat beraneka ragam

perbedaan suku bangsa, agama, daerah dan etnis. Perbedaan itu seringkali

berpengaruh pada perbedaan sistem kepercayaan, sistem nilai pandangan

hidup dan perilaku sosial sehingga cenderung menimbulkan konflik atau

perpecahan sosial di dalamnya.


2. Masyarakat Multikultural

membicarakan masyarakat multikultural adalah membicarakan

tentang masyarakat negara, bangsa, daerah bahkan lokasi geografis

terbatas seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang yang

memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan. Pada

hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas

berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya

cultures yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak

bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen dimana pola

hubungan sosial antar individu di masyarakat bersifat toleran dan harus

menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama

lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan

politiknya. Oleh karena itu, dalam sebuah masyarakat multikultural

sangat mungkin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang dapat

menghancurkan masyarakat tersebut. Sebagai contoh, pertikaian yang

melibatkan sentimen etnis, ras, golongan, dan juga agama terjadi di

berbagai negara. Indonesia merupakan masyarakat multikultural. Hal ini

terbukti di Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang masing-masing

mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat

dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan

lain-lain. Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika

dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan.


C. Masalah Yang Muncul Akibat Multikultural
Konflik merupakan proses sosial disosiatif yang memecah kesatuan

dalam masayarakat. Meskipun demikian, tak selamanya konflik itu negatif.

Misalnya dari konflik tentang perbedaan pendapat dalam diskusi. Dari konflik

pendapat tersebut dapat memperjelas hal-hal yang sebelumnya tidak jelas,

menyempurnakan hal-hal yang tidak sempurna, bahkan kesalahan dapat

diperbaiki dengan cara-cara kritis dan santun. Berdasarkan tingkatannya, ada

dua macam konflik yaitu konflik tingkat ideologi atau gagasan dan konflik

tingkat politik. Berdasarkan jenisnya ada tiga, yaitu konflik rasial, konflik

antarsuku dan konflik antaragama.

Pada era reformasi sekarang ini, dampak negatif akibat adanya

keragaman sosial budaya sebagai berikut:

 Menimbulkan krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan


dan sulit diatasi
 Menimbulkan konflik antar etnis dan golongan politik
 Menimbulkan konflik antarsuku bangsa, antar golongan , atau antar
kelas sosial
 Menimbulkan perubahan sosial dan budaya yang lebih cepat.

Kehidupan manusia selalu dihadapkan pada berbagai fenomena

pluralitas. Pluralitas warna kulit, pluralitas etnik, pluralitas agama, dan

pluralitas bahasa. Dengan pluralitas tersebut sering menjadi pemicu terjadinya

konflik. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, diperlukan berbagai

macam akomodasi yang dapat mempertemukan perbedaan-perbedaan tersebut

sehingga terjadi kesepahaman dan pengakuan akan eksistensi terhadap suatu


budaya. Dalam konteks ke-Indonesiaan yang identik dengan pluralistik.

Tentunya berbagai permasalahan dapat memicu terjadinya konflik sosial.

Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan mengungkap berbagai

permasalahan yang dapat memicu terjadinya konflik sosial, tentunya dengan

mengetahui permasalahan-permasalahan yang dapat memicu konflik sosial,

diharapkan masyarakat dapat meminimalkan potensi-potensi konflik tersebut.

Pola implikasi dari interaksi sosial, yaitu:

1. Asimilasi

Asimilasi merupakan proses sosial berbentuk interaksi secara langsung

dan intensif dalam waktu lama yang dilakukan antar kelompok dengan

latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari proses itulah, terbentuk

unsur kebudayaan campuran dari antar kelompok tersebut. Suatu proses

asimilasi akan mudah terjadi jika didorong oleh toleransi dan sikap saling

menghargai terhadap kebudayaan yang berbeda, tiap-tiap indvidu dan

kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam ekonomi, terutama

dalam memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Sedangkan hal-hal

yang menjadi penghalang bagi terlaksananya proses asimilasi adalah

kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan lain, takut terhadap potensi

kebudayaan lain, dan rasa superior terhadap kebudayaan lain.

2. Akulturasi

Akulturasi di sini adalah proses sosial yang muncul bila suatu kelompok

manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-

unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing ini seiring waktu
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri dengan tidak

menghilangkan kepribadian kebudayaan awal. Jadi, akulturasi adalah

proses perubahan yang ditandai dengan terjadinya penyatuan dua

kebudayaan yang berbeda. Bagian positifnya, penyatuan ini tidak

menghilangkan ciri khas masing-masing kebudayaan sehingga masing-

masing dapat tetap melestarikan ciri khasnya.

3. Sintesis

Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada

terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan

kebudayaan asli.

4. Penetrasi

penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke

kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:

 Penetration pasipique

Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya,

masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia.

Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak

mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya

masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak

mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.

 Penetration violante

Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan

merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia


pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga

menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan

dalam masyarakat.

D. Proses Terjadinya Budaya Baru dari Hasil Multikultural


a. Model Provinsi lampung

Provinsi lampung yang memiliki sejarah panjang jika dilihat dari

multikultural, hal ini karena ada dua faktor pendukung (Sudjarwo,2005),

yaitu:

1. Faktor Geografis

Dipandang dari sisi geografis maka provinsi lampung merupakan

pintu gerbang masuk ke pulau sumatera. Ini berarti bahwa Wilayah

Lampung adalah daerah perlintasan dari pulau jawa ke pulau sumatra

untuk pergerakan manusia, barang dan jasa. Oleh karena itu daerah ini

merupakan daerah transit untuk menuju wilayah lain di sumatra dan

jawa. Ini berarti daerah lampung menampung segala etnis manusia

dalam beraktifitas, baik secara sosial, maupun secara ekonomi. Faktor

geografis ini seolah-olah memfasilitasi untuk terjadinya interaksi

sosial antarpelaku sosisal ekonomi yang ada di Lampung guna

membangun budaya multikultural.

2. Faktor Historis

pada catatan resmi di Provinsi Lampung ini dikenalkan program

pemindahan manusia secara terorganisir melalui prgram Kolonisasi


tahun 1905 oleh pemerintah Belanda. Program ini berarti juga

memindahkan budaya dari satu daerah ke daerah lain. Kebudayaan

yang berbeda ini akan berinteraksi antara satu dengan yang lain

mengikuti pola-pola tertentu. Pemindahan yang semula diorganisir

secara resmi oleh pemerintah, kemudian berangsur menjadi

perpindahan swakarsa atau mandiri, ini berlangsung cukup lama.

Bahkan sampai saat inipun perpindahan dengan pola ini tetap

berlansung, walaupun tidak begitu besar, karena seiring dengan

bergesernya daerah pertumbuhan ekonomi dari Lampung ke daerah

lain.

Kedua fator di atas mengakibatkan interaksi intensif antaretnis di

Lampung, dan jika kita melihat dari teori Simmel, maka akan dapat kita

gambarkan hal sebagai berikut:

JAWA

SUNDA BALI

BUDAYA BARU

ETNIS LAINNYA

Gambar: Interaksi Sosial Model Simmel


(Sudjarwo,2005)

Hasil interaksi sosial intensif di atas, maka akan memunculkan budaya

baru dari hasil multikultural yang saling bersinggungan setiap saat (Sudjarwo,
2005). Proses dialektika budaya serupa ini akan terus berjalan sepanjang waktu,

yang perjalanannya merupakan rekam jejak dari masyarakat daerah tersebut.

Persebaran Tempat Tinggal Kepala Keluarga Migran di Desa Neglasari


Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung Utara Tahun 2016

Jumlah Kepala Keluarga (KK)


Dusun Sunda Jawa Madura Ogan
Jumlh %
Jiwa % Jiwa % Jiwa % Jiwa %
Dusun I 98 26,92 - - - - 1 2,32 99 21,75
Dusun II 57 15,65 47 100 1 100 1 2,32 106 23,29
Dusun III 96 26,37 - - - - 39 90,69 135 29,67
Dusun IV 113 31,06 - - - - 2 4,67 115 25,29
Jumlah 364 100,00 47 100,00 1 100,00 43 100,00 455 100,00
Sumber: Monografi Desa Neglasari tahun 2016

Ada sejumlah hal yang mempercepat proses terjadinya pemunculan

budaya baru akibat multikulur, yaitu:

1. Amalgamasi

Ialah perkawinan silang dari etnis yang berbeda. Akibat perkawinan

silang serupa ini maka proses pembentukan budaya baru akan lebih cepat.

Budaya baru ini dapat saja berbeda dari budaya induknya, atau juga terjadi

sinkretisme.

Untuk Provinsi Lampung proses amalgamasi telah berlangsung lama,

seiring dengan proses interkasi sosial berkembang di daerah ini. Amalgamasi

ini pun yang meredam terjadinya konflik sosial. Oleh karena itu proses ini

dapat juga disebut sebagai katup pengaman sosial dalam proses interaksi

sosial.

2. Pandangan orang dalam (In-Group) dan orang luar (Out-Group)


Pada masyarakat etnik Lampung ada semacam anggapan bahwa orang

di luar kelompoknya adalah outher sementara untuk orang dalam

kelompoknya diposisikan sebagai inner. Namun dalam pandangan ini tidak

disertai menilai dalam arti merendahkan atau membuat gradasi. Justru etnik

lampung memposisikan other sebagai warga sesama, dalam arti harus

dihormati dalam arti sederajat. Sikap egaliter serupa ini menumbuhsuburkan

proses akulturasi budaya pada masyarakat multietnik yang multikultur.

Ada sesuatu yang menarik pada konsep other dan inner pada etnik

Lampung. Sekalipun sesama etnik Lampung, jika tidak masuk dalam

kelompok subetniknya, tetap saja secara adat bukan termasuk kelompoknya.

Oleh sebab itu pada acara atau peristiwa tertentu sesama etnik lampung harus

dilampungkan terlebih dahulu agar mendapatkan pengakuan adat oleh sub-

etniknya.

Hal yang menarik lainnya ialah konflik di Lampung boleh dikatakan

tidak pernah terjadi karena bersumber dari etnik (konflik horizontal), tetapi

justru lebih pada penguasaan lahan. Konflik lahan ini memiliki sejarah yang

panjang, dan masing-masing memiliki kekhasan sendiri-sendiri (konflik

vertikal). Akhir-akhir ini menjadi tajam karena ada kepentingan politik lokal

bermain di sana. Era otonomi ternyata di samping berdampak positif untuk

memperpendek rentang kendali pemerintahan dan pembangunan, ternyata

juga berdampak negatif dari pertikaian politik lokal, yang cenderung

berkepanjangan serta berimbas pada semua segi kehidupan.


BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Keanekaragaman budaya jangan dijadikan sebagai perbedaan, tetapi

hendaknya dijadikan sebagai kekayaan bangsa Indonesia. Kita selaku bangsa

Indonesia mempunyai kewajiban untuk selalu melestarikan kebudayaan yang

beraneka ragam tersebut. Di samping itu, dengan mendalami kebudayaan

yang beraneka ragam tersebut, wawasan kita akan bertambah sehingga kita

tidak akan menjadi bangsa yang kerdil. Kita dapat menjadi bangsa yang mau

dan mampu menghargai kekayaan yang kita miliki, yang berupa

keanekaragaman kebudayaan tersebut.

B. Saran
Sikap saling menghormati budaya perlu dikembangkan agar

kebudayaan kita yang terkenal tinggi nilainya itu tetap lestari, tidak terkena

arus yang datang dari luar. Melestarikan kebudayaan nasional harus didasari

dengan rasa kesadaran yang tinggi tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Dalam rangka pembinaan kebudayaan nasional, kebudayaan daerah perlu

juga kita kembangkan, karena kebudayaan daerah mempunyai kedudukan

yang sangat penting.Untuk menyikapi keberagaman yang ada kita harus

saling menghormati antara satu dengan yang lain agar tercipta kedamaian,

tidak ada perpecahan di antara kita semua.


DAFTAR PUSTAKA

Mahfud, Choirul. 2014. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Soemantri, Hermana. 2011. Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural.


Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6.

Nurhusna. 2014. Multikultural Azyumardi Azra dan Relevansinya dengan


pendidikan islam. Skripsi: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai