OLEH:
I PUTU AGUS SUGIARTHAMA
(0802105066)
1. Pengertian
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan darah yang lebih
tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,
mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus)
atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali,
seringkali dapat diperbaiki. (Doengoes, 2000).
2. Epidemiologi
Hipertensi sering dijumpai pada klien dengan diabetes mellitus (DM) dimana
diperkirakan prevalensinya mencapai 50-70%. Di Indonesia banyaknya penderita
Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi
terkontrol. Prevalensi adalah 6-15% pada orang dewasa dimana 50% diantaranya
tidak menyadari dirinya sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung
untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui
faktor risikonya.
Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992
menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok
sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab
kematian nomor satu. Penyakit tersebut timbul karena berbagai faktor risiko
seperti kebiasaan merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes melitus, obesitas,
usia lanjut dan riwayat keluarga. Dari faktor risiko diatas yang sangat erat
kaitannya dengan gizi adalah hipertensi, obesitas, displidemia, dan diabetes
mellitus.
1
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau
oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan
dan pengobatannya jangkauannya masih sangat terbatas dan sebagian besar
penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar
antara 6-15%, tetapi ada angka-angka ekstrim rendah seperti di daerah Ungaran,
Jawa Tengah 1,8%; Lembah Baliem Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%;
dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Terlihat di sini, dua angka yang dilaporkan
oleh kelompok yang sama pada dua daerah pedesaan di Sumatera Barat
menunjukkan angka yang tinggi. Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut,
demikian juga angka yang relatif sangat rendah.
Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang dilaksanakan Boedhi Darmojo,
menemukan prevalensi hipertensi, tanpa atau dengan tanda penyakit jantung
hipertensi sebesar 33,3% (81 orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas). Wanita
mempunyai prevalensi lebih tinggi dari pada pria (p¬0,05). Dari kasus-kasus tadi,
ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik 95¬104 mmHg), 28,1%
hipertensi sedang (diastolik 105¬129 mmHG) dan hanya 3,5% dengan hipertensi
berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg).
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%, suatu persentase
yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3%), jadi
merupakan faktor risiko yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan
naiknya umur tidak dijumpai. Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang
membangun di segala bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik untuk
mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit
degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk
proses pembangunan.
2
Faktor risiko tidak dapat diubah yang antara lain umur, jenis kelamin dan
genetik. Pada hipertensi faktor risiko yang paling sering dijumpai adalah :
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi
di kalangan usia lanjujt cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian
sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan
hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO
memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai
dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan
dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya
tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti
Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar terhadap
usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 52,5%
(Kamso, 2000).
b. Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan
rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65
tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan
pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia
prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor
lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita
hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan
3
garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya
menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan
bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30%
akan turun ke anak-anaknya.
4
dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa tidak
puas orang kulit hitam pada nasib mereka. Stress adalah suatu kondisi
yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu dengan
lingkungannya yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya
perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis,
dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Damayanti, 2003). Peningkatan
darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan
stress emosional yang tinggi (Pinzon, 1999).
c. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri,dan mengakibatkan proses artereosklerosis,
dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara
kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokokjuga meningkatkan denyutjantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-ototjantung. Merokok pada penderita tekanan darah
tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pernbuluh darah
arteri.
d. Olah Raga
5
Olah raga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan
melakukan olah raga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan
darah, tanpa perlu sampai berat badan turun.
g. Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LOL dan/atau penurunan
kadar kolesterol HOL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting
dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan
6
perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Untuk jelasnya
dapat dilihat tabel di bawah ini
7
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan
10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer
belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur
(jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki
lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari
kulit putih).
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau
makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum
alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ).
4. PATOFISIOLOGI
8
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
5. KLASIFIKASI
9
JNC VI membuat klasifikasi hipertensi sebagai berikut:
Category Systole (mmHg) Diastole (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan < 85
Normal Tinggi 130 – 139 atau 85 – 89
(prehipertensi)
Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi Derajat 2 160 – 179 atau 100 – 109
Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 atau ≥ 110
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa 18 tahun ke atas
(JNC VI).
10
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan klien yang mencari pertolongan medis.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada klien dengan hipertensi menurut
M. Doengoes, 2000 meliputi :
BUN / Kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glukosa
Hiperglikemia (Diabetes Mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
Hemoglobin / Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
11
Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya diabetes.
Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.
Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma atau difungsi
pituitari, sindrom cushing’s, kadar renin dapat juga meningkat.
IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter.
Foto dada
Dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katup; deposit pada dan/atau
takik aorta; perbesaran jantung.
CT scan
Mengkaji tumor cerebral, CSV, ensefalofati atau feokromositoma.
12
EKG
Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat ditempuh dengan cara sebagai
berikut.
Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram ( 1 sendok teh ) per hari pada
saat memasak.
13
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat
memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan
karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada
studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan
adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke
otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin
meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada
cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok.
14
dengan resep dokter. Ada jangka waktu tertentu untuk menggunakan
permen ini. Selama menggunakan permen ini penderita dilarang
merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti
merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan.
c. Kelompok Program
Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok untuk
dapat berhenti marokok. Para anggota kelompok dapat saling
memberi nasihat dan dukungan. Program yang demikian banyak yang
berhasil, tetapi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menghadiri
rapat-rapat seringkali menyebabkan enggan bergabung.
B. Terapi Farmakologis
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka
kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal
mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita.
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang
sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditarnbahkan
selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau
kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon
penderita terhadap obat anti hipertensi.
15
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi.
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
2. Penghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf simpatis
(syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang
termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah : metildopa,
klonodin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah: anemia
hemolitik (kekurangan sel darah merah kerena pecahnya sel darah
merah), gangguan fungsi ahati dan kadang-kadang dapat menyebabkan
penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan.
3. Betabloker
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh
obat golongan betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan
bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati, karena
dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun
menjadi sangat rendah sehingga dapat membahayakan penderitanya).
Pada orang dengan penderita bronkospasme (penyempitan saluran
pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilatator
16
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah
prazosin dan hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada
pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Yang termasuk
golongan obat ini adalah : nifedipin, diltizem dan verapamil. Efek
samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan
muntah.
17
iii. Penghambat reseptor beta dengan diuretik
iv. Agonis reseptor alpha dengan diuretic
9. Komplikasi
Hipertensi yang tidak diobati dengan baik akhirnya menyebabkan komplikasi
pada target organ yaitu jantung, mata, ginjal dan otak (cerebrovascular).
Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain pada mata berupa perdarahan retina
bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan, pada ginjal berupa gagal ginjal,
pada jantung bisa terjadi gagal jantung, angina pectoris, infark jantung, bahkan
kematian mendadak, dan komplikasi hipertensi pada otak dapat bersifat akut atau
kronik. Komplikasi hipertensi pada otak yang sifatnya akut biasanya karena
kenaikan tekanan darah yang cepat dan mendadak seperti pada ensefalopati
hipertensi. Sedangkan komplikasi yang bersifat kronik berupa kelainan-kelainan
pembuluh darah otak berupa Nodular atherosklerosis (atheroma), Charcot-
Bouchard aneurysm, dan Fibrinoid necrosis.
18
10.Prognosis
Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikendalikan dengan tujuan agar tekanan darah tetap dalam kondisi normal.
Penderita tidak hanya berisiko tinggi menderita penyakit jantung tetapi juga
menderita penyakit lain seperti saraf, ginjal dan pembuluh darah.makin tinggi
pembuluh darah makin tinggi risikonya. Bahkan hipertensi dapat menyebabkan
terjadinya kematian apabila faktor-faktor yang dapat memperburuk hipertensi
tidak dikontrol.
1. Pengkajian
Data Subjektif yang mungkin muncul:
19
Klien mengatakan kelemahan, letih, napas pendek
Klien mengatakan jantungnya berdebar kencang
Klien mengatakan pusing
Klien mengatakan leher bagian belakangnya sakit dan nyeri
Data Objektif yang mungkin muncul:
Frekuensi Jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
Episode palpitasi, perspirasi
Terdapat distensi vena jugularis
Pasien tampak gelisah
Pasien tampak pucat, sianosis dan diaphoresis
RR meningkat (di atas normal > 20 kali/menit)
Perubahan berat badan (meningkat/menurun)
Adanya edema
Capillary refill lambat
2. Diagnosa
Diagnosa diperoleh dari hasil menganalisa data-data dan informasi yang diperoleh
pada saat pengkajian. Dari diagnosa ini dapat disusun suatu perencanaan,
implementasi, serta evaluasi.
20
Menyusun Prioritas
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung ditandai dengan
curah jantung menurun.
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
mikroinfark di jaringan ditandai dengan obstruksi pembuluh darah otak.
3. Nyeri akut berhubungan dengan suplai O2 ke miokardium menurun ditandai
dengan nyeri dada.
4. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen sekunder
akibat penurunan curah jantung ditandai dengan kelelahan dan kelemahan.
3. Perencanaan
Menurut Doengoes (2000) rencana asuhan keperawatan yang lazim dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan klien dengan hipertensi adalah sebagai berikut :
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gagal jantung ditandai
dengan curah jantung menurun.
Mandiri
a) Observasi tekanan darah.
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler.
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional : (Denyutan karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati / palpasi. Deunyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR)
dan kongesti vena).
c) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan
hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
21
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder
terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik).
d) Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Aanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mencerminkan dekompensasi / penurunan
curah jantung).
e) Catat adanya edema umum / tertentu.
Rasional : Dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler.
f) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
lingkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
g) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional : Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan
darah.
Kolaboratif
a) Berikan terapi antihipertensi, diuretik.
Rasional : Menurunkan tekanan darah.
Diagnosa Keperawatan:
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
mikroinfark di jaringan ditandai dengan obstruksi pembuluh darah otak.
Mandiri
a) Pantau / catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan
keadaan normalnya / standar.
Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran.
Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang disertai dengan takipnea, nyeri
b) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
(netral).
22
Rasional : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
dan meningkatkan sirkulasi/perfusi cerebral.
Kolaboratif
a) Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah cerebral dan tekanan meningkat.
b) Berikan obat sesuai indikasi.
Vasodilatasi
Rasional : Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau
menurunkan vasospasme.
c) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin,
kadar dilantin.
Rasional : Memberikan informasi tentang keefektifan pengobatan /
kadar terapeutik.
Diagnosa Keperawatan:
3. Nyeri akut berhubungan dengan suplai O2 ke miokardium menurun
ditandai dengan nyeri dada.
Mandiri
a) Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat dengan cepat bila terjadi
nyeri dada.
Rasional : Nyeri dan penurunan curah jantung dapat merangsang sistem
saraf simpatis untuk mengeluarkan sejumlah besar
norepinefrin yang meningkatkan agregasi trombosit dan
mengeluarkan tromboxane A2. ini vasokonstriktor poten
yang menyebabkan spasme arteri koroneryang dapat
mencetus , mengkomplikasi dan/atau memperlama serangan
angina.
b) Kaji dan catat respon pasien / efek obat.
Rasional : Memberikan informasi tentang kemajuan penyakit.
c) Observasi gejala yang berhubungan, contoh : dispnea, mual/muntah,
pusing, palpitasi, keinginan berkemih.
23
Rasional : Penurunan curah jantung merangsang sistem saraf
simpatis/parasimpatis, menyebabkan berbagai rasa/sensasi
dimana klien tidak dapat mengidentifikasi apakah
berhubungan dengan episode angina.
d) Letakkan pasien pada istirahat total selama episode angina.
Rasional : Menurunkan kebutuhan oksigen miokard untuk
meminimalkan nekrosis jaringan.
e) Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien nafas pendek.
Rasional : Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia
dan nafas pendek berulang.
f) Pantau kecepatan / irama jantung.
Rasional : Pasien angina tidak stabil mengalami peningkatan disritmia
yang mengancam hidup secara akut.
g) Pantau tanda-tanda vital setiap 5 menit selama serangan angina.
Rasional : TD dapat meningkat secara dini sehubungan dengan
rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung
dipengaruhi.
h) Tinggal dengan pasien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.
Rasional : Cemas mengeluarkan katekolamin yang meningkatan kerja
miokard dan memperlama nyeri. Adanya perawat dapat
menurunkan kecemasan.
i) Pertahankan tenang, lingkungan nyaman, batasi pengunjung bila perlu.
Rasional : Stres mental / emosi meningkatkan kerja miokard.
j) Berikan makanan lembut, biarkan pasien istirahat selama 1 jam setelah
makan.
Rasional : Menurunkan kerja miokard sehubungan dengan kerja
pencernaan, menurunkan risiko serangan angina.
Kolaboratif
a) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard.
b) Berikan antiangina sesuai indikasi.
Penyekat beta, contoh atenolol, nadolol, metroprolol, propanolol.
Rasional : Menurunkan angina dengan menurunkan kerja jantung.
24
Diagnosa Keperawatan:
4. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan insufisiensi oksigen
sekunder akibat penurunan curah jantung ditandai dengan kelelahan dan
kelemahan.
Mandiri
a) Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari
20 kali per menit di atas frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata
selama/sesudah aktivitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg atau
tekanan diastolik meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri dada; keletihan
dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.
Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan
indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
b) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi misalnya
menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut, melakukan
aktivitas dengan perlahan.
Rasional : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energi,
juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
c) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
4. Evaluasi
25
Evaluasi merupakan penilaian dari implementasi yang dilakukan. Menurut
Doengoes (2000), hal-hal yang dapat dievaluasi untuk mengetahui keberhasilan
tindakan keperawatan yang telah diberikan antara lain :
1. Adanya perubahan perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung,
memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal
pasien.
2. Mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat secara
individual.
3. Nyeri hilang, episode angina menurun dalam frekuensi, durasi dan
beratnya.
4. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas,
mendemonstrasikan penurunan tanda fisiologis intoleransi.
DAFTAR PUSTAKA
26
Anonim. 2009. Asuhan Keperawatan (Askep) Hipertensi. http://kumpulan-asuhan-
keperawatan.blogspot.com/. (Akses: 15 April 2009)
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sugiyanto, Edi. 2007. Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.4/157 Edisi Juli - Agustus
2007 : Hipertensi dan Komplikasi Serebrovaskular. Jakarta : Grup PT. Kalbe
Farma Tbk.
27